Read More >>"> My Andrean (Bagian 7 : Si Romantis Gadungan) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - My Andrean
MENU
About Us  

Sehari Sebelum Keberangkatan Ke Pantai ...
 


            Rutinitas bekerja kadang menyebalkan. Aku tidak pernah benar-benar menyukai semua aturan ini. Aku hanya berharap kelak aku keluar dari kotak yang membelenggu ini. Pagi benar, aku melintasi jalan sepanjang Soekarno-Hatta. Agak pagi padahal sangat malas melawan diri. Sejujurnya, berangkat ke kantor adalah sesuatu yang sangat menyebalkan. Bohong soal loyalitas, ku pikir semua menuntut hak dibalik loyal dalam bekerja, yaitu salary. Persoalan Andrean, semalam dia chat dan dia seolah sedang ber-akting bahwa tidak sedang terjadi apa-apa. Kembali menyapa dan bercanda, aku tau dia tidak suka berdebat, tetapi kejahatan yang sebetulnya adalah tidak menyapa dan mendiamkam aku seharian.

Lelaki cuek macam dia, entah sampai kapan berubah menjadi peka. Mungkin setelah datang kiamat, dia akan berubah menjadi lelaki yang seperti itu.
Tidak habis pikir, mungkin Andrean dilahirkan tanpa hati. Atau dia didik oleh seorang robot yang turun di luar angkasa. Atau bisa jadi dia bukan anak dari seorang manusia betulan. Sehingga sikapnya sudah macam robot saja.

 Aku sudah sampai di Tol Buah Batu. Menitipkan motorku dan menunggu jemputan disana. Membawa perlengkapan untuk besok karena aku tidak akan pulang ke rumah. Semalam aku sudah bilang kepada Andrean menyetujui datang ke rumahnya dan ikut liburan. Aku tidak ingin ribut seperti kemarin.Sebetulnya bukan ribut, dia tidak pernah banyak bicara saat itu. Tapi sikapnya yang dingin membuatku selalu merasa bahwa dialah lelaki yang kejam.

 


Lestari tiba-tiba duduk disampingku.

"Jadi ikut mantai nya?" Masih nada meledek

Kali ini aku hanya tertawa
 


***

 

Hati Andrean lebih dingin dari kutub selatan, aku jamin - Andita

Untuk pertama kalinya kami berjalan beriringan sepulang bekerja, disaat hujan masih rintik-rintik, kakinya berjalan lebar-lebar, mungkin langkahnya dua kali lebih besar dari langkah mungkilku yang memiliki tinggi 155 cm saja. Setelah seminggu jadian, Andrean mengajakku liburan ke Pantai bersama teman-temannya. Setelah perdebatan sengit yang menguras emosi. Dia lelaki yang berhasil membuatku sangat marah dan menangis dalam waktu yang bersamaan. Aku tepat berada disampingnya. Cuaca Rancaekek tidak begitu mendukung. Anginnya agak kencang dan mendung sekali. Rintik-rintik menggoda kami pelan.

Dia tetap berjalan ringan dan sesekali tersenyum menatapku. Inilah sisi baiknya Andrean yang tidak pernah aku dapat sebelumnya. Dia memiliki senyum yang manis walau sebetulnya dia adalah robot hidup yang sangat mengesalkan.Postur tubuhnya yang memiliki tinggi 180 cm membuat aku harus mengadahkan kepalaku tinggi-tinggi saat mengobrol dengannya. Dia pun lelaki yang paling tinggi yang ada di kantor sejauh ini. Belum ada yang bisa melampui tingginya. Saat aku berjalan dengannya, aku merasa seperti sebatang lidi kecil yang harus bersusah payah untuk melihat matanya.


            Saat aku berjalan bersamanya, aku hanya bisa melihat dadanya saja yang berjejer tepat dengan sorotan bola mataku. Ini memang agak menyiksa. Di kantor, dia bisa dengan mudah ditemukan. Kalau dia jalan, badannya yang tinggi memudahkanku melihatnya. Tidak perlu pusing-pusing mencarinya.


            Sebelumnya, Andrean hanya berkomunikasi dengan ku lewat handphone. Selama seminggu lebih ini tidak ada istilah pulang bareng, makan bareng, atau sekedar pergi berjalan-jalan seperti sepasangan kekasih yang lainnya. Ini untuk pertama kalinya kami benar-benar mengobrol dan bertemu.

Aku bisa mendengar suara Andrean secara langsung, menatap senyumnya yang hangat dibalik kesannya yang dingin, entahlah aku merasa bahwa pada hari ini Andrean berubah perangai menjadi lelaki yang manis dan perhatian. Mungkin ini hanya ilusi belaka atau apakah. Entah juga. Jarak rumah dengan kantornya dekat, sekitar 15-20 menit saja. Aku berbonceng dengan dirinya melewati angin sepoi, rupanya hujan sudah tidak turun lagi. Teman-teman mencuri pandangan kepada kami, iya kepada sepasang kekasih yang cinta lokasi dan baru jadian.

Pembicaraan di kantor masih hangat-hangatnya. Persoalan itu, Andrean bilang padaku bahwa jangan terlalu diambil pusing. Sepanjang perjalanan dia menjadi makhluk ramah yang senang bercanda, senyum dari ginsul nya menambah kesan begitu manis.

Apakah mungkin aku salah mengira? Apakah sebetulnya dia sosok lelaki yang hangat? Apakah aku terlalu cepat menilai. Dia seperti Andrean yang berbeda. Aku hanya tertegun saja sambil menatap matanya di balik spion motornya.


            Aku dibawa kerumahnya. Andrean hanya sedikit tersenyum dan menyuruhku masuk. Suasana rumahnya dingin, banyak pepohonan dengan halaman luar yang luas. Tidak berpagar dam membentang seolah ingin menyatu dengan pemandangan luar. Rumahnya agak mengumpet jauh dari kesan rumah perumahan yang berdempetan dan berdesakan.

Setelah sampai di rumahnya, daun-daun hijau itu menyambutku agak gembira, setidaknya kini ada seorang perempuan yang masuk ke rumahnya setelah hanya di huni oleh 6 orang anak lelaki beranjak dewasa. Dibalik kesan wajahnya yang terlihat tegas, nyatanya ia adalah Ibu yang baik dan sangat ramah kepadaku. Sikapnya yang supel yang sudah tidak segan menceritakan banyak hal kepadaku. Aku menatapnya agak salah tingkah. Kami berangkat jam malam nanti, aku menunggu di rumah Andrean dan duduk di ruang tamunya. Kesan rumah yang nyaman dengan ketenangan yang menyelimuti sekelilingnya. Entah, saat aku masuk aku hanya merasa nyaman dengan suasananya. Aku masih memperhatikan sekitar sembari mendengar Ibunya banyak bercerita mengenai Andrean.
 



“Dia itu sebetulnya manja banget sama Ibu, makan harus disiapin, harus nunggu Ibu, ah kalau di  rumah dia gitu.” Ungkap Ibunya

 


            Tapi di kantor dia seperti lelaki robot yang hanya memperlakukanku macam barang saja. Sifat nya dalam cinta mencintai seperti jauh dibawah rata-rata membuatku tidak pernah bisa masuk dan mengenalnya lebih dalam. Kali pertamanya aku mengenal Andrean dari sisi yang berbeda. Andrean yang duduk sejajar dengan sofa yang aku duduki hanya senyum dan sesekali menutup senyumnya dengan sofa bantal yang dipeluknya.

 


“Andrean butuh sosok yang sayang sama dia, dia ingin punya pasangan yang memahami sikapnya. Dia gak pernah nakal, paling main game di rumah sama adik-adiknya, jarang banget main-main kaya anak lelaki lain. Ini Ibunya malah kebalik, soalnya Ibu yang suka ada acara di luar. Anak-anak lelaki ini lebih suka di rumah aja” diakhiri dengan tawa khasnya.
 



            Aku agak melongo mendengar Ibunya berkata demikian. Melihat Andrean yang tetap duduk tenang. Senja mengundang. Malam beringsut. Gelap mulai datang. Pelan sekali, matahari minggat dan beralih arah. Pintu ruang tamu yang terbuka membuatku bisa menyaksikan betul keindahan itu. Andrean, lelaki itu bolak balik mempersiapkan segala keperluan. Banyak yang dibawa. Sesekali dia mengingat barang-barang apa saja yang akan dibawanya saat ke Pantai.  Kacamata hitam tidak lupa dia bawa. Ah banyak sekali perlengkapan yang dia bawa yang aku abaikan.

Aku masih duduk berdua dan makan bersamanya. Sesekali dia mengajak bercanda dan bisa membuka topik pembicaraan, padahal aku sama sekali tidak bisa mengutarakan apapun. Jam 7 malam aku suntuk. Dia duduk agak jauh disebelah. Matanya memancar ingin tau. Sesekali ku pejamkan kedua mataku.
 



 


"Tidur aja di kamar, udah ngantuk gitu."



"Ah engga, gak usah"



"Masih lama tau baru jam 7 juga."



"Iya tau."



"Ya udah tidur aja, aku gak akan masuk kamar juga. Nanti aku bukain pintu kamarnya."
 



Aku menatapnya agak senyum. Dia berhasil membaca pradugaku. Lima menit kemudian, aku sudah menyeret tas ku masuk ke dalam dan tidur. Dia sempat melihatku terbaring, senyum sebentar dan pergi keluar meninggalkanku.


"Apa-apaan ini ? Kamarnya hanya tertutup gorden berwarna putih. Tidak ada lagi lapisan kain tebal. Dia ini kenapa sih? Agh"

 



Aku lagi-lagi berbicara pelan. Bukan apa-apa, aku adalah perempuan penakut. Padahal kaca di kamarnya lebar seperti layar televisi bioskop. Di luar langsung terlihat pemandangan yang indah sebetulnya. Pepohonan yang rindang dan dua kursi dengan satu meja di beranda rumah.


Tapi malam begitu sunyi. Lampu kamar pun dimatikan agar aku bisa tertidur. Tetapi, aku malah paranoid dan membayangkan ada sesosok wanita berambut panjang sedang berdiri menatapku dibalik jendela itu.


            Sedangkan di luar, terdengar jelas suaranya memengking dan mengobrol dengan saudara lelakinya. Aku tetap berpura-pura memejamkan mata melawan rasa takut sendiri. Ah dasar lelaki ini, bisa-bisanya memiliki jendela kamar yang tidak ditutupi.

 

Aku terhenyak ke langit paling tinggi. Aku mulai mengamati betul sifat Andrean yang menyebalkan. Dia yang berslogan santai dan damai. Ah Tuhan entah sampai kapan dia begitu. Andrean adalah orang yang terlalu santai, cuek dengan lingkungan sekitar, dia paling tidak suka berdebat ataupun sesutu hal yang berhubungan dengan kekerasan. Hidup Andrean cenderung tenang dan memang dia tipikal yang mampu mempertahankan apa yang dipilihnya. Dia memilih diam saat aku banyak bicara, walau dia tau aku tidak benar. Dalam banyak kasus, Andrean selalu lebih memilih diam.

 

Entah fenomena apa yang timbul dibalik sifatnya yang seperti ini. Disebut-sebut hormon estrogen Andrean menjadi pemicu dia mempunyai sifat plegmatis ini. Hormon estrogen membuat sistem nervous di otak bekerja lebih banyak sehingga mampu membaca keinginan seseorang, bahkan hanya dari gestur seseorang. Membaca keinginan? Aku tidak pernah yakin tentang yang satu ini.

 


***

Becandanya Andrean itu kayak bebek-bebek yang lagi digiring, jadi bikin recok yang denger, pada nanya maksudnya apa sih? Soalnya bikin garing -Andita

 

Malam menggoda. Gelap menerka. Rupanya bintang banyak bertebaran. Jam 11.00 malam Andrean membawaku dengan motornya. Angin malam menghindar begitu kami melewati jalan. Lagaknya sudah macam lelaki romantis yang pandai mengerti perasaan perempuan.

Hanya kami berdua, seolah begitu. Hati perempuan memang cepat luluh. Sikap Andrean membuatku lembut untuk sedetik dan betah bersamanya. Sepanjang jalan, Bandung bersembunyi walau sedang menyibakkan lengannya sedikit menggodai kami yang sedang tenggelam dalam asmara.


            Dia berhenti di Alfamart, membeli perbekalan dan membelikanku obat anti mabuk.


 

"Nih, biar kamu gak mabuk perjalanan."


Aku hanya menatap seadanya.


"Numayan serem juga yah kalau kamar dengan kaca besar gitu gak pake gorden tebel?"

"Kenapa? Takut yah kamu? Aku justru seneng jadi bisa liat pemandangan di luar."

"Ya tapi kan seengganya pake gorden gitu biar enak juga tidurnya aman."

"Itu juga pake gorden tau"

"Bukan gorden putih yang terawang gitu maksudnya"

"Sama aja. Biar ngadem enak" singkatnya.

"Bukan gitu. Tadi aku takut tidur gak nyenyak liat jendela nerawang gitu. Serem tau."

"Pantes tidurnya gak bisa diem. Bolak-balik udah mirip setrikaan" timbalnya dingin.

 

Aku menarik tas ranselnya dari belakang. Menyebalkan sekali, Andrean tak ubahnya bunglon yang berganti-ganti kepribadian. Kami sudah akan melanjutkan perjalanan tetapi bertemu dengan teman Andrean.


            Diandra dan pacarnya, Koko menghampiri kami. Mereka sudah macam kekasih betulan dan mungkin kami seperti kekasih bohongan. Di dunia ini, bertemu dengan lelaki berlagak robot adalah pengalaman yang langka. Atau mungkin bisa disebut kemalangan yang nyata saja. Diandra dan Koko begitu romantis, jangan tanya Andrean. Memegang tanganku pun tidak, menatap ku dalam pun tidak pernah terpikir dalam pemikirannya mungkin. Bohong, di dunia ini tentang tampang yang mampu meluluhkan segalanya. Sudah ku dapat bukti, Andrean adalah lelaki tinggi yang manis yang tidak pernah berpacaran setidaknya setelah kelulusan menengah atas dan memiliki riwayat akut dalam hal menaklukan dan mendapatkan hati perempuan. Sungguh miris!


            Setidaknya sebelum berpacaran denganku, dia selalu gagal. Dia beruntung aku menyukainya juga sejak lama dalam diam, dengan begitu aku tidak pernah menuntut banyak hal dan langsung menerimanya juga setelah dia menyatakan perasaan dengan ala kadarnya di whatsapp. Motor sepasang kekasih melaju. Yang satu kekasih yang sedang dipanah asmara. Lalu teruntuk Andrean dan aku, kami hanya sepasang insan yang apa adanya. Jauh sekali dari pasangan yang baik juga.

Aku melototi dirinya dari belakang. Aku merasa menjadi perempuan yang malang, semenjak berpacaran dengan Andrean hidupku telah berubah. Menjadi perempuan yang sangat sabar dan hanya bergelut dengan hati sendiri.


            Tak lama, kami sampai di kantor dan memarkirkan motor. Aku tidak sampai hati berdiam diri. Banyak kunang-kunang disekitar luar pagar kantor berterbangan. Sembari menunggu mobil datang, aku bergabung dengan teman Andrean agak sungkan. Aku bukanlah perempuan friendly yang pandai bergaul sepertinya. Ingin berbicara pun menjadi bungkam. Tetapi lelaki itu, si robot kasmaran tiba-tiba berubah sosok menjadi lelaki supel yang banyak tingkah.

Mobil membawa rombongan melaju menembus kesenyapan. Debu berlari terbirit-birit disapu roda ban mobil. Dibalik malam, teman-teman Andrean masih saja bernyanyi dan bercanda tawa padahal waktu sudah menunjukkan 01.00 pagi. Tawa mereka persis menggambarkan beban kerja yang sementara terlepas.



            Alunan musik berbahasa inggris diikutinya juga. Dengan bahasa yang tidak benar sebetulnya tetapi asal mengikuti irama, teman-teman Andrean pecis seperti anak-anak TK yang bersuka riang pergi berpiknik bersama. Tawanya memenuhi segala sudut ruangan mobil.



            Perbekalan banyak mereka bawa, aku lebih banyak diam. Entahlah, aku hanya akan bisa bercanda dengan orang-orang yang sudah ku anggap nyaman saja. Dengan Andrean pun, aku hanya lebih banyak diam dan sering menatap keluar jendela. Disaat kebetulan, aku melihat Andrean bak cacing yang bergeliat kepanasan.



            Pagi buta, Andrean bernyanyi-nyanyi dengan berteriak. Teman-temannya pun begitu. Sekilas, aku kembali melihat Andrean yang tepat duduk disebelahku. Dia asyik dengan dunianya dan teman-temannya. Tidak memperdulikan aku, aku tidak salah menduga. Dia memang robot. Aku sangat membenci lelaki ini. Aku telah terjebak di dalamnya.

 

Malam telah tenang. Perlahan sunyi menerkam, sisa-sisa musik yang menemani Pak Supir agar tidak terlelap. Satu-satu mereka tumbang, suaranya hilang diterpa kelelahan. Bagaimana tidak? Tenaganya habis karena terus cekikikan dan bernyanyi dengan pantang. Andrean pun memejamkan mata. Sudah pukul 2.00 pagi, aroma dingin mulai berasa. Ku buka kaca jendela pelan, anginnya sangat dingin. Ku tutup lagi.

 

Tinggal aku yang terjaga, menatap Andrean disebelah. Dia tidak juga membuka matanya. Kesal pun kembali hilang. Manisnya mengundang, kepalanya tiba-tiba goyah dan menyender kepadaku. Aku agak tertawa pelan. Aku membuat satu gerakan. Dia terbangun.

 

“Kamu gak tidur?”

“Enggak, gak tau nih gak bisa tidur.”

“Tidur gih, nanti pagi-an kan kita main air. Tutup aja matanya kalau emang gak bisa tidur.”

 

Sesudah itu, dia tidak bersuara. Entahlah suasana begitu senyap, aku hanya memperhatikan ke luar. Kelok-kelokan jalan yang menyeramkan karena dipinggir kiri dan kananku ialah jurang. Andrean lantas menarik tangan kananku dan digenggamnya sembari dia tertidur. Dia mengusap kepalaku pelan seperti desiran angin malam yang dinginnya hanya menggoda.

 

Aku kembali berdamai dengan dirinya. Aku masuk dalam dunianya. Nyaman sekali berada disisinya, aku merasakan hatiku yang terbang melayang-layang dan disanalah aku mulai lupa tentang sifatnya yang kemarin-kemarin telah mengabaikanku. Apa aku bodoh ?

 

***

Mobil putih dengan kapasitas 18 orang itu menurutku mirip mobil elf yang dulu sering aku naiki saat pergi dan pulang sekolah. Hanya saja, mobil ini lebih nyaman dengan kursi yang lebih empuk. Mobilnya pun ber- AC, tetapi sayang AC nya mungkin butut dan tidak terasa dingin bagiku.

 Aku dan Andrean tidak kebagian kursi dan hanya mendapat satu kursi untuk berdua. Mungkin salah perhitungan, padahal sebelumnya sudah memesan kursi tetapi akhirnya kami berdua harus berbagi satu jok kursi.


Tubuhnya yang tinggi kerempeng membuat daging-dagingku merasakan tusukan yang menyakitkan. Tulang-tulangnya besar dan banyak benjolan. Pundaknya ada benjolan tulang seperti unta saja. Lututnya punya benjolan tulang yang lebih menonjol dibanding lelaki yang lain yang memiliki tinggi pas-pasan. Ku pikir, tubuhnya hanya tulang belulang yang menyesakkan. Senyumnya menghangatkan dengan wajahnya yang tirus karena dia minimalis alias kurus.

Ada kebahagiaan dan juga ada kesedihan tersendiri saat mengenalnya. Kakinya yang jenjang membuatku harus berbagi kursi lebih lebar padanya. Kakinya melintasi jok bagian depan dan menghalangi kakiku. Bisa dibayangkan, kakinya seperti bambu yang menjulang dan menindih kakiku. Dengan entengnya dia berkata :

 


"Duh kaki aku pegel"


"Iyalah pegel orang tulangnya ngehabisin banyak tempat gitu, sampai gak sadar udah nopang di kaki aku juga. Nyebelin" umpatku dalam hati.

 


            Subuh sudah datang, aroma pantai menyerbak. Satu-persatu mereka membuka kelopak matanya dengan malas. Masih menyandarkan kepalanya pada kursi dan jendela mobil. Aku memperhatikan Andrean lemas. Dia masih saja bisa tersenyum manis. Aku mungkin memang plin-plan, tapi kurasa Andrean yang berubah-rubah.

 

Pantai Santolo ...

 


"Hem bagus yah, dulu kalau aku di Bali sering banget ke Pantai. Disini kalau ke pantai ngabisin perjalanan jauh" ungkap Andrean membuka pembicaraan
 



            Kami berjalan-jalan di pagi hari menyaksikan Pantai Santolo di musim hujan, menurutku suasananya tidak sebagus saat setahun lalu aku datang dan ber-foto. Kali ini, aku datang saat laut sedang surut.

Padahal setahun lalu, aku pernah datang kesana saat laut sedang pasang dan ombak di Pantai Santolo besar. Banyak ikan-ikan kecil berenang. Suasananya memang masih begitu alami jika dibandingkan dengan Pantai Pangandaran. Kumbang-kumbang kecil banyak sekali bertebaran disekitaran batu.
 



"Ternyata robot ini peka juga sama alam" ledekku dalam hati.


"Kenapa ngeliatin aku kaya gitu?"


"Engga, gak apa-apa" timpalku singkat.

"Aku tuh seneng suasana kayak gini bikin hati adem, kayak dulu di Bali. Aku kan dari kecil sampai SMP tinggalnya di Bali. Pas SMA baru pindah ke Bandung."


"Nostalgiaan dia" Bisikku lagi.

"Kalau di Bali tuh aku sering telanjang di rumah, paling celana pendek doang soalnya gerah banget. Ya kayak sekarang gini kayak pagi rasa siang." Lanjut Andrean
 


      Kali aku diam. Dia lantas memegang tanganku dan kami berjalan di atas batu-batuan dan karang yang dilapisi banyak lumut. Karena sedang surut, kami bisa berjalan melintasi agak ke tengah. Teman-teman Andrean ricuh dengan suasana pagi saat itu. Aku sebetulnya masih bungkam. Kami menaiki perahu untuk menyebrangi pantai dan melihat pasir putih. Sebetulnya jarak menyebrangnya tidak terlalu jauh, tetapi mungkin ini menjadi ladang bisnis bagi warga sekitar untuk menyambung kehidupan. Sekitar jam 9 pagi kami kembali pulang.

 Aku tidak tahan dengan panasnya, ditambah tidak membawa baju ganti, parfum tidak mungkin dipakai saat-saat seperti ini. Aroma bau dan pafrum tidak akan berkolaborasi dengan baik. Mandi berkali-kali pun tidak menyelesaikan masalah. Aku merasa badanku tetap bau.

 

Andrean mungkin “si anak pantai” yang sedari dulu banyak menghabiskan waktu disana. Memacari gulungan ombak yang mesra. Keheningan pantai yang memberikan ketenangan. Pasir-pasir putih yang masih belum dijamah. Andrean selalu tau cara menikmati waktu, kesenangannya sedari kecil. Bermain air asin dan berlari dalam tawa riangnya. Cerita itu menjadi memori yang kuat untuknya. Ah lelaki ini selalu menyimpan banyak misteri. Aku seperti sedang belajar meneliti suatu makhluk saja saat berpacaran dengannya.

 

Terkadang, aku harus mencatat semua kebiasaannya yang menurutku aneh. Menulis sifatnya dalam catatan di handphone ku untuk ku pelajari. Dengar, ada dua hal yang sangat aneh sebetulnya. Pertama, lelaki bernama Andrean. Kedua, aku si wajah jutek yang punya sifat so ilmuwan dan berlagak jenius karena ingin memecahkan misteri sifat Andrean. Aku menemukan satu hal, mungkin inilah kesamaan yang dulu aku cari dari dirinya. Kami aneh dan hidup ternyata!


            Sampai di rumah penginapan, aku tumbang. Setelah mandi aku tidak terlalu menikmati pemandangan. Udara panasnya tidak seindah pemandangannya. Aku lebih memilih libur ke tempat yang sejuk dibanding harus berpanas-panas ria sebetulnya.
 



"Kamu gak akan ikut berenang, temen-temen aku mau pada main air lagi."


"Enggak ah, aku mau tidur aja, lemes."


"Ikut aja."


"Aku lagi dapet, aku males main air."


"Oh, oke." Menatapku paham

 


            15 menit dia hanya duduk disebelahku saja. Aku memilih membaringkan diri dengan mata setengah terpejam. Aku merasakan tidak nyaman dengan baju yang ku kenakan. Keringat bercucuran karena panas, aku seperti menjadi perempuan yang paling jorok karena aku satu-satunya perempuan yang tidak bawa baju ganti dan perlengkapan yang lain.
 



"Andrean, mau ikut gak kita mau berenang ?" Kata Faisal

"Enggak ah, cape, kalian aja".

"Yee tumben" Faisal menggerutu.

            Mereka kemudian meninggalkan Andrean. Yang ditinggalkan hanya menatap aku dengan so manis. Yang sedang diperhatikan hanya bisa senyum pasrah dan tertidur. Untuk pertama kalinya, dia memperhatikan aku dengan caranya yang menyebalkan.


"Bisa gak sih milih-milih momen pas akunya lagi gak kucel." Aku menggumam lagi.
 


***

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • SusanSwansh

    Andita. Nama ini mengingatkan saya pada seorang guru menulis saya. Kak Raindita. Bahkan karakternya sama. Jutek juga.

    Comment on chapter Bagian 1 : Cinta Bersemi dibalik Pertaruhan
Similar Tags
Arion
972      549     1     
Romance
"Sesuai nama gue, gue ini memang memikat hati semua orang, terutama para wanita. Ketampanan dan kecerdasan gue ini murni diberi dari Tuhan. Jadi, istilah nya gue ini perfect" - Arion Delvin Gunadhya. "Gue tau dia itu gila! Tapi, pleasee!! Tolong jangan segila ini!! Jadinya gue nanti juga ikut gila" - Relva Farrel Ananda &&& Arion selalu menganggap dirinya ...
An Invisible Star
1765      925     0     
Romance
Cinta suatu hal yang lucu, Kamu merasa bahwa itu begitu nyata dan kamu berpikir kamu akan mati untuk hidup tanpa orang itu, tetapi kemudian suatu hari, Kamu terbangun tidak merasakan apa-apa tentang dia. Seperti, perasaan itu menghilang begitu saja. Dan kamu melihat orang itu tanpa apa pun. Dan sering bertanya-tanya, 'bagaimana saya akhirnya mencintai pria ini?' Yah, cinta itu lucu. Hidup itu luc...
Ketika Kita Berdua
31633      4307     38     
Romance
Raya, seorang penulis yang telah puluhan kali ditolak naskahnya oleh penerbit, tiba-tiba mendapat tawaran menulis buku dengan tenggat waktu 3 bulan dari penerbit baru yang dipimpin oleh Aldo, dengan syarat dirinya harus fokus pada proyek ini dan tinggal sementara di mess kantor penerbitan. Dia harus meninggalkan bisnis miliknya dan melupakan perasaannya pada Radit yang ketahuan bermesraan dengan ...
Black Roses
28296      4041     3     
Fan Fiction
Jika kau berani untuk mencintai seseorang, maka kau juga harus siap untuk membencinya. Cinta yang terlalu berlebihan, akan berujung pada kebencian. Karena bagaimanapun, cinta dan benci memang hanya dipisahkan oleh selembar tabir tipis.
Gareng si Kucing Jalanan
6536      2772     0     
Fantasy
Bagaimana perasaanmu ketika kalian melihat banyak kucing jalanan yang sedang tertidur sembarangan berharap ketika bangun nanti akan menemukan makanan Kisah perjalanan hidup tentang kucing jalanan yang tidak banyak orang yang mau peduli Itulah yang terjadi pada Gareng seekor kucing loreng yang sejak kecil sudah bernasib menjadi kucing jalanan Perjuangan untuk tetap hidup demi anakanaknya di tengah...
Bukan kepribadian ganda
8592      1621     5     
Romance
Saat seseorang berada di titik terendah dalam hidupnya, mengasingkan bukan cara yang tepat untuk bertindak. Maka, duduklah disampingnya, tepuklah pelan bahunya, usaplah dengan lembut pugunggungnya saat dalam pelukan, meski hanya sekejap saja. Kau akan terkenang dalam hidupnya. (70 % TRUE STORY, 30 % FIKSI)
Premium
Ilalang 98
4701      1724     4     
Romance
Kisah ini berlatar belakang tahun 1998 tahun di mana banyak konflik terjadi dan berimbas cukup serius untuk kehidupan sosial dan juga romansa seorang mahasiswa jurusan Sastra Indonesia bernama Ilalang Alambara Pilihan yang tidak di sengaja membuatnya terjebak dalam situasi sulit untuk bertahan hidup sekaligus melindungi gadis yang ia cintai Pada akhirnya ia menyadari bahwa dirinya hanya sebuah il...
Telat Peka
1206      541     3     
Humor
"Mungkin butuh gue pergi dulu, baru lo bisa PEKA!" . . . * * * . Bukan salahnya mencintai seseorang yang terlambat menerima kode dan berakhir dengan pukulan bertubi pada tulang kering orang tersebut. . Ada cara menyayangi yang sederhana . Namun, ada juga cara menyakiti yang amat lebih sederhana . Bagi Kara, Azkar adalah Buminya. Seseorang yang ingin dia jaga dan berikan keha...
Azzash
268      218     1     
Fantasy
Bagaimana jika sudah bertahun-tahun lamanya kau dipertemukan kembali dengan cinta sejatimu, pasangan jiwamu, belahan hati murnimu dengan hal yang tidak terduga? Kau sangat bahagia. Namun, dia... cintamu, pasangan jiwamu, belahan hatimu yang sudah kau tunggu bertahun-tahun lamanya lupa dengan segala ingatan, kenangan, dan apa yang telah kalian lewati bersama. Dan... Sialnya, dia juga s...
Perihal Waktu
368      252     4     
Short Story
"Semesta tidak pernah salah mengatur sebuah pertemuan antara Kau dan Aku"