Aku terbiasa menari dibawah pepohonan yang sudah berumur dengan suara burung-burung dikala sang surya menghilang di ufuk barat, senjanya menyapaku untuk lebih dekat kepadanya. Tertawa sendiri dikala kesunyian menitipkan kesedihan ditangan-tangan yang kosong, aku menangis dan menangis saat kesedihan melanda duka di ulu hati. Malam itu aku berjalan diatas rerumputan yang basah dengan embun dan kabut malam, terdengar suara kematian dan kehidupan yang menjerit diantara pepohonan. Diatas dahan banyak temanku yang sedang menghias diri untuk menjemput ajal para kaum bawah.
"Aku lelah bunda, kenapa kita harus mencari ayah malam-malam begini."Tanya gadis kecil kepada ibundanya. Namun ibunya tidak menjawab pertanyaan anaknya tersebut.
"Bunda kenapa kita harus ke hutan malam malam ? Aku takut bunda, aku takut.."Suaranya semakin menyedihkan, sesekali diikuti oleh tangisan dari air matanya. Sang bunda tetap tak menggubris dan menjawab anaknya itu.
Sementara suasana tengah hutan semakin kelam dan beberapa kawanan para periang dunia lain mulai mengikuti perjalanan si anak dan ibu itu, "Bunda, aku mau dibawa kemana ? aku takut bunda, kenapa diam saja bunda ?"
Anak kecil tersebut tetap berjalan mengikuti ibunya itu,
"hahaha.... huuhuhuhuhu....",tiba tiba sang ibu menangis terisak-isak dan sesekali diikuti suara tertawa bahagia.
"Aku salah bunda, maafkan aku bunda,"
"Bundaaa....."Suara khas anak kecil yang merengek kepada ibunya.
"Maafkan bundamu ini sayang, bunda harus mencari ayahmu."sahut sang ibu.
Aku pun mengikuti mereka berdua, pohon demi pohon kulewati tanpa menyentuh tanah. Kulihat bekas cabikan berada di punggung sang anak, ku kira dia sudah disiksa oleh sang ibu. Namun sang ibu juga tubuhnya tak kalah sadis, sanggul yang dipakainya terlihat rapi dengan terlumuri darah. Matanya sendu dan wajahnya pucat walaupun dengan make up terhias.
Angin buritan menelam keramaian hutan dengan riuh suasana cekikikan dan nyanyian para gadis berbaju putih panjang, terbang sendiri dan tak lelah menjerit untuk bersatu dengan keheningan malam.
Dunianya dan duniaku memang berbeda, namun yang sama adalah kesaksian dan kesiksaan yang dirasakannya.
"Aku harus melangkah menuju tempat ayahmu nak, kita harus kesana. Sabar ya sayangku." Kata sang ibu dengan suaranya yang merintih kesakitan, dan tika kulihat dari dekat ternyata bekas tusukan pisau tertancap di dada perutnya dengan darah bercucuran terus menerus.
"Akhirnya kita sampai, nak."Kata sang ibu.
"Benarkah bunda ? aku sangat bahagia sekali. Mana ayah bu ? aku tak melihatnya,"Jawab sang anak dengan senyum bahagia.
Aku pun mulai berpikir, Siapa yang mereka datangi dan kenapa tak ada siapapun disana. Hanya sebuah tanah pemakaman yang masih basah dengan sebuah batu berukuran sedang tertancap disana, apakah mungkin itu yang mereka temui ? Lantas siapa yang sudah terkubur itu.
Mereka berdua pun mendekati tanah yang basah tersebut dan sekarang posisi tubuh mereka berhadap-hadapan dengan kuburan ditengahnya. Sang ibu melihat wajah anaknya yang sendu,"Sebenarnya kamu bukanlah anakku, karena ibumu sudah meninggal. Dia dibunuh oleh pria yang berada didalam kuburan ini."
"Lantas dimana sekarang ibuku berada ?"tanya sang anak.
Kemudian wanita yang membawa anak itu pun melambaikan tangannya kearahku, lalu aku mendatanginya.
"Kenapa kau memanggilku ?"tanyaku heran.
"Inilah ibumu yang sebenarnya nak,"kata wanita itu kepada si anak, tangisnya pun tak bisa terbendung lagi.
Bagus banget sih, tapi aku mengharapkan akhir yang tragis. Misalnya, si ibu kemudian membunuh anaknya karena tak tahan akan sesuatu, atau ayahnya bangkit dari kuburan dan membunuh mereka berdua. Soalnya kukira mereka bukan hantu, atau memang bukan hantu? Kalau mereka hantu, lantas arwah ayahnya dimana?