"Aku bunuh kau...!!"
Alice menatap tajam ke arah Robert yang berdiri di atas panggung kayu. Gadis berambut perak dengan senjata di tangannya tersebut dipenuhi oleh marah yang memuncak. Setelah mengusap darah yang keluar dari mulutnya, Alice berdiri dengan pedang besar sebagai penyangga tubuhnya.
Mendapat tatapan permusuhan seperti itu, Robert sedikit memasang ekspresi wajah datar karena merasa bersalah setelah menumpuk wajah gadis itu dengan helm zirah.
"Ma-Maaf ... apa itu sakit? Aku tidak sengaja, tadi kelepasan ...."
Robert terlihat gugup. Perlahan dirinya melangkah ke ujung panggung kayu dan melihat ke arah gadis yang terjatuh tersebut.
"Berisik!! Dasar sesat!" Bentak Alice.
Gadis itu dipenuhi oleh amarah, dirinya merasa hina setelah mengingat kembali dirinya pernah memberi hormat kepada Robert saat ia salah mengira kalau pria itu Utusan Kaisar.
"Gawat! Dia benar-benar marah! Kalau gagal kabur bisa-bisa aku ...."
Robert berbalik dan berlari ke arah Putri Fiola. Tetapi saat ia baru mengambil beberapa langkah, beberapa prajurit langsung meloncat ke atas panggung kayu dan menebas punggungnya dari belakang sampai dirinya tersungkur ke atas panggung kayu.
Bruak!
"Akh? Apa-apaan?!" Sesegera pria itu segera bangun.
Robert tidak merasa sakit setelah terkena tebasan tersebut. Ia pikir itu berkat baju zirah yang ia kenakan. Tetapi saat Ia melihat zirah yang dirinya kenakan, ternyata zirah tersebut telah tertembus tebasan tadi. Melihat hal tersebut seketika wajah Robert sedikit memucat.
"Te-Tembus?!! Serius, tembus!?"
Ia panik karena mengira tubuhnya terbebas dan berguling-guling seperti orang aneh. Tetapi beberapa detik kemudian, Robert teringat kejadian di gerbang masuk kota saat dirinya tertusuk tombak dan tidak terluka sama sekali.
"Huh, bikin kaget saja ...." Robert bangun dan berdiri dengan ekspresi lega.
Melihat baju zirah yang rusak karena tebasan tadi, para prajurit yang menyerang Robert terkejut bukan main melihat pria tersebut masih berdiri dan baik-baik saja. Bekas tebasan yang merusak zirah pada bagian punggung memang sangat jelas ada, meskipun begitu kulit yang terlihat dari zirah yang rusak itu sama sekali tidak terluka dan hanya memotong pakaian yang dikenakan di balik zirah.
"Kalo tidak salah, aku menerima Berkah Tubuh Terbaik dari dewi itu yah ... Hem, berarti bukan hanya ketahanan fisik saja, atau apa?" Pikir Robert.
Pria itu memasang wajah begitu tenang sambil meletakan telapak tangan kanannya ke depan mulut. Sambil sekilas melihat para prajurit yang menaiki panggung kayu, pria tersebut sedikit menyipitkan mata.
"Apa yang kalian lakukan?! Cepat bunuh dia?!" Ucap Alice dengan lantang.
Mengikuti perintah komandan mereka, para prajurit yang jumlahnya sampai ratusan orang lebih tersebut mulai menyerbu Robert yang berada di atas panggung kayu. Dari luar balai kota juga para prajurit kekaisaran Vandal mulai berdatangan.
Robert bergegas berlari ke arah Putri Fiola dan berusaha menjaganya. Saat salah satu prajurit mengayunkan pedang ke arah Robert, ia menahannya hanya dengan menyilangkan kedua tangannya ke depan.
"Tu-Tuan....?!" Putri Fiola khawatir karena melihat Robert menahan tebasan tersebut hanya dengan tangan kosong.
Suara zirah lengan yang terpotong terdengar jelas, tetapi anehnya pedang itu sama sekali tidak memotong tangan Robert.
"Sudah aku duga, tubuhku sekuat baja! Tidak, mungkin lebih kuat!"
Robert menendang kaki prajurit yang menyerangnya sampai jatuh, kemudian kembali ditendang dengan kaki kanan pada bagian perut sampai terpental menabrak para prajurit yang hendak menaiki panggung kayu.
Seketika mental dan keberanian para prajurit menurut melihat kekuatan fisik pria tersebut. Tetapi ketakutan beberapa prajurit saja tidak mengetahui prajurit lainnya yang jumlahnya mencapai ratusan, dibawa pimpinan Alice mereka terus menyerbu Robert.
Setiap kali pedang yang diayunkan ke arahnya, Robert dengan mudah menghindarinya. Insting pria itu sangat tajam dan gerakannya sangat lincah, tidak ada satu pun ayunan pedang yang berhasil mengenainya.
"Hebat ... saat fokus, gerakan mereka terlihat seperti Slow Motion...."
Sembari menghindari ayunan pedang, Robert melancarkan tinju untuk menghancurkan mata pedang. Walaupun dirinya terus melakukan hal tersebut, jumlah prajurit yang berdatangan seakan tidak ada habisnya
"Jumlah mereka terlalu banyak, kalau begini terus ...."
Robert meloncat beberapa meter ke belakang dan mendarat di dekat Putri. Tanpa memberitahunya terlebih dahulu Robert membopong Tuan Putri berbadan kecil itu dengan kedua tangannya, kemudian berlari ke arah belakang panggung kayu. Sayang sekali di belakang panggung juga dipenuhi oleh para prajurit kekaisaran Vandal dengan perlengkapan perang lengkap.
"Tu-Tuan ....?" Putri Fiola terlihat kebingungan. Robert menghiraukannya, pria itu terlalu fokus dengan prajurit yang menghadang.
Jumlah prajurit yang menghadang ada sepuluh orang dengan variasi senjata jarak dekat seperti pedang, kampak, palu perang, dan bola besi berduri yang dipasangi rantai.
Saat Robert memikirkan cara untuk melewati merek, salah satu prajurit melemparkan bola besi berduri ke arahnya.
"Cih!" Robert berputar untuk menyelesaikan posisi dan mendapat momentum, kemudian menendang bola besi berduri tersebut ke arah kerumunan prajurit yang menghadang.
Saat itu tragedi terjadi. Bola besi berduri tersebut melesat kembali ke arah para prajurit lebih kuat dari perkiraan Robert dan langsung menubruk beberapa prajurit di depannya seperti bola boling yang menabrak gada. Tubuh mereka hancur terpancar dan berceceran seperti daging cincang. Bola berduri terus melesat dan menembus beberapa tembok bangunan dari balai kota dan baru berhenti setelah menabrak dinding pelindung kota Erteri yang jaraknya lebih dari satu kilometer dari tempat itu.
Semua orang yang melihat itu terkejut sekaligus takut. Di antara mereka, yang paling terkejut sekaligus takut adalah Robert sendiri. Ia tidak mengira kalau tendangan biasa seperti itu akan berdampak separah apa yang terjadi.
"Sialan kau! Aaaakh! Beraninya!" Alice langsung mengulurkan kedua tangannya ke depan dan membuat lingkaran, kemudian memasukkan pedang besar ke dalamnya. Tanpa memedulikan sekitarnya Alice langsung berlari ke arah Robert, lalu meloncat setinggi mungkin menggunakan lingkaran sihir sebagai pelontar.
"Tu-Tunggu! Itu tidak sengaja!" Ucap Robert dengan panik melihat gadis itu meloncat setinggi sepuluh meter lebih.
"Berkah Ilahi, Seluruh Senjata Sihir!"
Sebuah lingkaran sihir raksasa muncul di atas gadis berambut perak yang sedang melayang di udara tersebut. Lingkaran tersebut terdiri dari gabungan beberapa lingkaran sihir dengan kombinasi rumit dan padat berwarna keperakan.
"Palu Hukum, Castigo!"
Alice memasukkan tangannya ke dalam lingkaran sihir raksasa, kemudian mengambil sebuah palu perak raksasa yang ukurannya melebihi panggung kayu. Palu itu memiliki ukuran yang unik, serta aura cahaya perak yang bersinar terang dari kepala palu.
"Eh?!" Robert menganga melihat ukuran senjata tersebut, begitu juga Fiola yang ada di dekapan Robert.
"Gadis itu gila! Di sini masih ada anak buahnya! Apa dia tidak peduli?!" Pikir Robert.
Tanpa berpikir dua kali Robert segera menurunkan Putri Fiola ke atas panggung kayu, kemudian langsung memasang kuda-kuda untuk memukul palu raksasa tersebut.
Alice yang masih di udara memanfaatkan gaya gravitasi untuk menjatuhkan palu itu tepat ke arah panggung kayu tempat Robert, Tuan Putri Fiola, dan beberapa orang lainnya berada.
Saat palu raksasa itu akan hampir meremukkan semua orang yang ada di atas panggung kayu, Robert mengepalkan tangan kanannya. Pada kepalan tangan tersebut keluar sebuah aura hitam yang mengerikan tanpa Robert sadari.
"Mati!!" Teriak Alice saat menjatuhkan sembari memberikan tekanan.
"Khaa!"
Robert sambil memukul palu raksasa tersebut. Saat pukulan berselimut aura hitam menyentuh palu raksasa, seketika terdengar suara retakan yang sangat keras bersamaan dengan hancurnya palu raksasa tersebut. Palu tersebut hancur berkeping-keping dan pencegahannya terpancar ke penjuru arah menjadi kepingan-kepingan cahaya yang perlahan menghilang. Alice tidak percaya dengan apa yang dilakukan pria itu, kepala palu raksasa yang dijatuhkannya bisa dihancurkan dengan sekali pukul.
Tubuh gadis berambut perak itu mulai jatuh dari ketinggian ke arah Robert. Melihat pemuda itu menyiapkan tinjunya kembali, Alice menutup matanya dengan ketakutan dan pasrah.
"Aku akan mati ...."
Tapi ia salah, kepalan tangan itu bukan untuk memukul dirinya melainkan untuk memukul beberapa senjata yang berjatuhan dari lingkaran sihir dimensi penyimpanan milik Alice yang masih terbuka lebar.
Pukulan Robert melewati Alice menyerempet pipinya, lalu membuat hempasan angin yang sangat kuat seketika menerbangkan puluhan senjata yang berjatuhan dan menghancurkan lingkaran sihir raksasa yang ada di udara.
Saat Alice membuka matanya, ia sadar bahwa tinju pria itu tadi sama sekali tidak ada niat untuk melukainya dan malah bermaksud untuk melindunginya. Tubuh gadis berambut perak itu jatuh ke dalam pelukan pria berwajah murung tersebut.
Untuk sesaat wajahnya memerah. Alice merasakan sesuatu yang aneh pada dirinya, gadis berambut perak itu meronta-ronta dan memukul-pukul Robert.
"Le-Lepaskan aku! Le--"
Robert memukul bagian belakang leher Alice dan membuatnya pingsan.
"Huh, bersemangat sekali gadis ini...."
Setelah menghela napas, Robert menurunkan Alice ke atas lantai panggung kayu. Melihat komandan mereka dikalahkan dengan mudah, mental ratusan prajurit yang mengelilingi mereka mulai runtuh dan mulai ragu untuk menyerang.
"Wah, tidak heran mereka ketakutan. Jujur, aku juga takut dengan diriku sendiri ... serius? Masa aku bisa menghancurkan palu raksasa tadi hanya dengan pukulan? Memang aku manusia tokoh utama dalam film super hero apa?"
Robert melepas seluruh baju zirah rusak, lalu meregangkan tubuhnya. Ia berjalan ke arah Putri Fiola, lalu membopongnya seperti halnya pahlawan yang telah menyelamatkan seorang tuan putri.
"Kalau aku sekuat pahlawan super dalam film, apa aku juga bisa terbang?"
Robert sedikit membayangkan dirinya terbang di udara. Tetapi karena ia sedikit mengidap Phobia ketinggian, ia malah merasa merinding karena imajinasinya sendiri.
"Yah ... soal kekuatanku, nanti saja ... sekarang ... bagaimana aku harus pergi dari tempat ini?"
Robert melihat sekeliling tempat itu di mana dirinya dan Putri Fiola dikepung oleh para prajurit yang jumlahnya sampai ratusan. Walaupun dengan kemampuan fisiknya yang kuat berkat berkah dari Dewi Violence, dirinya sedikit ragu bisa keluar dari situasi tersebut.
"O-Oi ...! Bisakah kalian semua memberikan kami pergi, aku tidak mau melukai kalian," ucap Robert dengan suara sedikit kaku.
Mendengar itu, para prajurit yang ketakutan menurunkan senjata mereka dan hendak menyingkir untuk membuat jalan batu kedua orang itu.
"Apa yang kalian lakukan?! Kalian mencoreng nama baik kaisar!! Bunuh dia! Bunuh orang sesat itu!!" Ucap bangsawan utusan kaisar yang baju zirah dicuri Robert.
Bangsawan tua itu terlihat murka dan menunjuk ke arah Robert dengan histeris. Mendapati perlakukan tidak mengenakan itu, alis kiri Robert terangkat karena sedikit kesal.
Tanpa Robert hendaki, aura hitam yang mengerikan mulai keluar dari tubuhnya dan mulai menyelimutinya. Seluruh tempat itu kembali diisi teror karena sosok pria itu.
"Ah ...? Keluar lagi .... Apa ini keluar kalau emosiku melonjak?"
Robert terkejut, tapi pada saat itu juga dirinya paham kalau aura hitam tersebut bisa dikendalikan.
"Hem, begitu rupanya ...."
Robert berusaha menenangkan dirinya, dan aura hitam itu pun perlahan menghilang seperti kabut hitam yang perlahan pudar.
"Jujur aku belum tahu tujuan dewi itu mereinkarnasikan aku di dunia ini .... Ditambah lagi, kenapa harus di daerah yang sedang konflik seperti ini? Yah, untung tidak dia tidak cukup kejam untuk tidak memberikan aku bekal kekuatan di dunia ini, sih ...."
Robert menutup matanya, lalu mulai bersusah mengontrol aura hitam yang sering keluar dari tubuhnya itu. Ia mengeluarkan aura hitam dengan jumlah sedang, lalu mengumpulkannya pada kedua kakinya.
"Hem, berhasil ... he he, kalau begitu ...."
Robert melihat ke arah Putri Fiola yang berada di atas kedua tangannya, lalu tersenyum kecil.
"Pegangan yang erat," ucap Robert.
Mendengar itu hal tersebut, Putri Fiola melingkarkan kedua tangannya ke bagian belakang leher Robert dan memeluknya dengan erat seakan dirinya sudah tahu apa yang akan dilakukan pria itu. Saat itu Tuan Putri mengira kalau Robert akan berlari menerjang para prajurit, tetapi mungkin itu salah.
Kedua tangan mekanik Fiola yang melingkar di leher Robert membuatnya sadar kalau kedua tangan Putri itu memang benar-benar tangan mekanik karena teksturnya yang terbuat dari kayu dan keramik pada bagian luarnya.
"Ada ... apa?" Tanya Putri Fiola.
"Hwm, tidak... ada." Robert sempat terkejut mendengar suara merdu Putri itu dari dekat. "Kalau bisa tutup matamu dan tunggu sampai aku boleh bilang buka," lanjutnya.
"Hem." Putri Fiola mengangguk, dan langsung menutup matanya rapat-rapat.
Sekilas Robert merasa bersalah melihat ke arah Alice yang tergeletak tidak sadarkan diri, tetapi pada akhirnya ia paham kalau itu tidak bisa dipungkiri. Di saat ingin menolong seseorang pasti ada yang harus ditinggalkan, setiap individu memiliki batasnya dalam menolong orang lain.
Robert melihat ke arah langit, kemudian bersiap meloncat dengan menggunakan kaki berselimut aura hitam sebagai tumpuan utama.
"Baiklah ... mari kita mulai loncatan supernya!"
Robert langsung melepaskan aura hitam sebagai pendorong bersamaan ketika dirinya meloncat.
Duaskh!!
Mereka melesat dengan sangat cepat dan sangat tinggi di udara. Hempasan angin dari loncatan tersebut sampai membuat panggung kayu hancur dan beberapa puluh prajurit di sekitarnya terpental. Robert pergi membawa Putri Fiola melayang tinggi di udara dengan loncatan super setinggi ratusan meter tersebut.
Saat berada di udara, Robert sedikit merasa aneh. Seharusnya dirinya itu sedikit phobia ketinggian dan ia sudah bersiap untuk ketakutan saat melayang di udara, tetapi anehnya sekarang dirinya sama sekali tidak merasakan ketakutan.
"Begitu ya, ... jadi kebal terhadap segala jenis kelainan juga termasuk kebal dengan Phobia toh ...."
Fiola perlahan membuka matanya karena merasakan tekanan angin yang saat kaut. "Kyaaa!" Jerit Fiola karena kaget menjumpai dirinya terbang beberapa ratus meter di udara. Putri itu sangat ketakutan melihat permukaan tanah yang sangat jauh di bawah sana.
"A ... sudah aku bilang jangan buka matamu dulu ...."
"Ke-Kenapa kita ada di sini? Te-Terbang?" Tanya Putri Fiola dengan gemetar.
"Tidak, aku loncat."
"Loncat?!" Putri panik. Ia tahu kata loncat tersebut akan berujung dengan jatuh dan bukan mendarat.
"Tenang saja ... kita akan baik-baik saja."
"E-Eh ...? Kita benar-benar jatuh, 'kan? Kita bisa saja mati ...!"
"Tenang saja, aku akan melindungimu ... dan juga, aku tidak akan mati kok, kalau jatuh dari ketinggian ... mungkin."
"Mungkin?!"
"Yah, tenang saja ... semuanya pasti baik-baik saja ... mungkin."
Mendengar kata itu kembali, raut wajah Putri Fiola menjadi ragu dan sedikit khawatir akan nasibnya nanti.
««»»
Brug!!
Robert dan Fiola mendarat di daerah padang rumput dengan selamat. Sebuah kawah selebar 3 meter lebih tercipta di tempatnya mendarat. Tanpa menunggu lama Robert meloncat keluar dari lubang sedalam satu meter ke atas rerumputan, kemudian langsung menurunkan Putri Fiola yang terlihat sedikit lemas.
Kaki mekaniknya yang terbuat dari kayu dan keramik menyentuh rerumputan dengan halus. Rambutnya yang indah bagaikan benang perak berkibar tertiup angin. Kain putih yang menutupi dirinya ikut berkibar tertiup oleh angin dan sekilas memperlihatkan sebagian kulit putih dan halusnya yang penuh luka goresan.
Untuk beberapa alasan, Fiola memperlihatkan ekspresi wajah sedih dan murung. Putri itu terus menatap ke arah utara tempat Ibu Kota kerajaan Armenia berada. Mungkin kota penuh sejarah itu akan benar-benar menjadi sebuah sejarah belaka nantinya, tetapi sejarah keberadaan kota tersebut akan menjadi hal paling berharga bagi Fiola kelak di mana depan. Sebuah kota yang menjadi tempat tinggalnya selama ini, sebuah kota di mana keluarganya meninggal, dan merupakan tempat dirinya dilahirkan.
Melihat kesedihan yang ada dalam raut wajah gadis itu, Robert memalingkan wajahnya dan melihat ke arah rerumputan yang bergoyang tertiup angin.
"Yah ... tidak heran dia sedih. Kalau tidak salah seluruh keluarganya dibunuh, 'kan? Negeri tempatnya tinggal juga sudah dibumihanguskan. Kalau dia ingin bunuh diri pun, aku rasa itu tidak mustahil ...."
Robert kembali melihat ke arah gadis, kemudian mengelus kepalanya dari belakang. Merasakan hangatnya tangan Robert, Fiola menunduk dan mulai menangis tersedu, Tuan Putri kerajaan Armenia itu meneteskan air mata dalam keheningan.
Saat kembali nasib Fiola, Robert sedikit merasa kalau apa yang dideritanya di kehidupan sebelumnya tidaklah seberapa jika dibandingkan dengan gadis bertubuh mungil tersebut.
"Ayahanda ... Ibunda ... harus bagaimana lagi ... aku harus bagaimana ...."
Gadis itu berbalik dan langsung memeluk Robert yang berdiri di belakangnya. Robert sedikit terkejut. Tetapi entah mengapa setelah dirinya sedikit mengerti penderitaan Fiola, Robert balik memeluknya dan ingin membuat Tuan Putri itu tenang. Putri Fiola mengais lepas dalam pelukan Robert, melupakan semua kesedihannya yang selama ini ia pemuda.
"Tuan ... saya harus bagaimana ...? Semua yang berharga dalam hidupku sudah lenyap ... Ayahku ... Ibuku ... Keluargaku ... semuanya telah lenyap ... aku tidak punya apa-apa lagi untuk hidup di dunia ini ... padahal Anda telah menyelamatkanku, tapi ... tapi ...."
Gadis itu tambah memeluk erat tubuh pria tersebut dan menangis dalam dekapannya. Robert terdiam untuk sesaat, pertanyaan itu juga tidak bisa dijawab Robert. Sekarang, pria tersebut tidak memiliki tujuan hidup sama seperti Fiola. Meskipun telah diberi kehidupan kedua, Robert sama sekali belum memikirkan untuk apa dan ke mana arah hidupnya nanti.
"Tidak punya apa-apa lagi ...? Bicara apa kamu ini, bukannya kamu masih punya nyawa untuk menjalani hidup. Itu sudah lebih dari cukup ...."
Robert mengelus kepala Fiola dan memberinya senyuman hangat. Perkataan yang pria itu berikan kepadanya itu adalah sebuah kemunafikan. Robert, pria itu pada dasarnya sama sekali tidak menghargai sebuah konsep nyawa seperti kehidupan dan kematian. Setelah merasakan rasa sakit dan penyesalan, Robert hanya berharap tidak membuat kesalahan yang membuatnya menyesal di akhir nantinya.
"Asalkan kamu masih hidup, itu sudah cukup untuk memulai hal yang baru ... mungkin ini terdengar sok tahu atau semacamnya, tapi ... hidup itu selalu dipenuhi oleh awal dan akhir ... jika ada yang berakhir, itu berarti awal untuk sesuatu ...."
Putri Fiola mendongak ke atas dan melihat wajah pria yang tersenyum dengan hangatnya itu. Perkataan kali ini bukanlah sebuah kebohongan, Ia benar-benar berpikir demikian. Tetapi ada satu hal yang berbeda baginya, di mata Robert awal dan akhir adalah dua hal tidak terlalu berbeda. Bagi pria itu awal ataupun akhir bukanlah suatu hal yang terlalu penting.
"Ta-Tapi ... saya ...."
"Kamu tidak perlu terburu-buru." Robert kembali memeluk Fiola. "Cukup jalani saja ...." lanjutnya.
Mendengar perkataan itu, entah mengapa Fiola merasa bahwa dirinya bisa mempercayai pria yang telah menyelamatkan tersebut. Ia meluluhkan hati, dan tenggelam dalam hangatnya dekapan Robert.
Selama beberapa menit, Fiola dan Robert saling berpelukan. Saat dirinya telah merasa baikkan, Fiola melepaskan pelukannya dan mengambil tiga langkah ke belakang, kemudian menatap Robert dengan penuh harapan.
"Pe-Permisi ... nama saya Fiola Resterus ... kalau boleh, bisakah Anda memberitahu saya nama Anda ....?"
Saat melihat gadis itu bertanya dengan wajah yang masih berlinang air mata, hati Robert sedikit tersentuh olehnya. Ekspresi itu sedikit mengingatnya dengan Fiala yang merupakan anak perempuan Robert yang usianya tidak jauh berbeda dengan Fiola.
"Walaupun tubuhnya kecil, gadis ini kuat sekali ... mungkin lebih kuat dariku ...."
Robert tersenyum kecil, lalu berkata dengan suara sedang. "Hem, namaku William Robert ... salam kenal, Fiola."
Disaat mereka bertukar senyum, angin kencang bertiup kencang ke arah mereka. Mengikuti rumput ilalang yang ikut terbang tertiup angin, Robert mendongak ke atas dan melihat langit biru yang cerah. Saat itulah Ia baru sadar masalah serius yang sebenarnya.
"Eng, ngomong-omong ... ini di mana?" Pikir Robert.
"Ada apa, Tuan Robert?" Tanya Fiola.
"Tidak ... hanya saja ... ini di mana?"
"Eh?! Tuan meloncat tanpa tahu akan pergi ke mana?"
"Yah...." Robert memalingkan wajahnya dan sedikit merasa bersalah.
"Hem, jika di sana arah kita datang utara, berarti kita berada di selatan ... yah, melihat jarak loncatan tadi ... mungkin ini daerah Kerajaan Urue atau Republik Sriana ...."
Mendengar nama-nama yang asing tersebut, Robert mulai terlihat kebingungan.
"Ada apa, Tuan Robert?" Tanya Fiola.
"Tidak ... sebenarnya ...."
Setelah itu Robert menjelaskan bahwa ia sama sekali tidak tahu apa-apa tentang dunia ini, dan ia sama sekali tidak tahu menahu tentang segala sesuatu yang terjadi di benua tempat mereka berada.
"Apa ...? Sungguh ...? Padahal Anda ... dengan berani menyusup dan menyelamatkanku ...."
"Itu ... hanya terbawa suasana ...."
Mendapat reaksi dengan wajah datar tersebut, Fiola bertambah depresi memikirkan nasib mereka ke depannya.
"Bagaimana ini ...? Prajurit kekaisaran Vandal bisa saja akan segera datang dan menangkap kita ...!"
"Yah, tenang saja ... nanti juga beres. Tapi, pertama-tama lebih baik kita ke kota atau desa terdekat untuk mencari pakaian untukmu .... Rasanya membiarkan kamu terus seperti itu agak menyakitkan ...."
Mendengar perkataannya tersebut Fiola melihat tubuhnya sendiri. Tuan Putri berambut perak itu baru sadar kalau dirinya selama ini sedang tidak mengenakan pakaian, dan tubuhnya hanya ditutupi oleh selembar kain putih yang bahkan tidak bisa menutupinya secara penuh. Wajah gadis itu memerah seketika, dan ia langsung berjongkok sambil menutupi wajahnya yang merona.
===============================
Next!
Next!