"Aliran psikopat? Maksudmu ... aliran psikedelik?"
"Ya, apa pun itu," jawab Nick pada Cel sambil mengangkat dagu karena ia sedang memasangkan dasi pada kerahnya. "Kurasa dasinya kurang kencang."
"Um, begini—"
Napas Nick seketika tercekat, mulutnya pun ikut menekuk ekstrem. Mata Cel membelalak menyadari itu. Saat Nick berkata, "Longgarkan sedikit," dengan suara tercekik yang dibuat-buat, Cel tidak menunggu. Ia sudah melakukannya sebelum Nick membereskan kata-kata.
"Maaf!" kata Cel panik. Kali ini dasi sudah pas menggantung di lehernya.
Nick menggerakkan pangkal dasi yang benar-benar membuatnya tidak nyaman. Apa peliharaan juga merasakan hal yang sama begitu dipasangkan kalung? Kalau saja Ferus punya jas satu lagi, harusnya dia tidak usah pakai dasi. Namun karena dia tidak punya, tidak mungkin Nick hanya memakai kemeja polos warna putih—satu-satunya kemeja yang ia punya. Minimal ada dasi yang memberikan sedikit variasi walau memang kelihatan aneh. Sedangkan Abuelo tidak bisa meminjamkan jasnya padanya karena kebesaran.
"Jadi psikodelik ...."
"... Psikedelik." Cel dengan sabar mengoreksi.
"Itu apa? Aliran seni bertema kekerasan?" tanya Nick sambil mundur selangkah hingga sedikit terantuk meja kopi di ruang tamu.
"Bukan. Aku sendiri tidak mengerti secara mendalam, tapi intinya adalah aliran seni yang sebenarnya berasal dari perasaan yang kaurasakan saat mengonsumsi obat-obatan psikedelik, kemudian divisualisasikan. Psikotropika contohnya, atau LSD yang paling umum."
"Oh, LSD." Akhirnya Nick baru menangkap maksudnya. Ia teringat visual-visual yang diperlihatkan oleh band Gorillaz. Memusingkan, bahkan ada peringatan visual ini bisa menyebabkan mabuk. Sementara komentar-komentar di YouTube berkata itu adalah sifat yang dihasilkan obat-obatan jenis halusinogen. Ternyata itulah seni psikedelik. Pantas saja digeluti remaja. Remaja pemberontak, remaja rusak. Nick jadi curiga mereka bakal pesta LSD nanti.
Cel menelengkan kepala, mengamatinya heran. "Mengapa kautanya itu tiba-tiba? Apa mereka bakal pesta LSD?"
"Itu dia," kata Nick, "Aku sendiri curiga. Tapi sejauh yang kutahu, penyelenggaranya hanya suka seni aliran itu." Dan sebelum Cel berkomentar apa pun, dia langsung menambahkan, "Tenang saja. Aku bisa menjaga diri."
Cel benar-benar menunjukkan wajah prihatin yang sedikit mengusik Nick. "Memangnya kamu benar harus datang ke sana?" Pertanyaannya penuh cemas, tapi ia tidak membutuhkan jawaban. Pada akhirnya dia menyerah, memutuskan untuk membuang napas berat. "Pokoknya, hati-hati."
Nick tidak ingin bilang bahwa sebenarnya dia pun ragu. Karena jujur saja, dia pernah mengonsumsi LSD saat pesta terakhirnya. Dan ... memang, sangat menyenangkan. Dunia berubah konyol, tawa setan mengambil alih kesadarannya. Ia tidak bisa menjamin moralnya kalau mereka sudah menyodorkan benda biadab itu.
Abuelo berbaik hati mengantar mereka ke daerah sekitar Taman Riverside. Tempat ini bisa dibilang sangat jauh kalau berjalan kaki dan bakal terlalu mahal kalau menggunakan taksi. Sebelumnya Nick berekspektasi Sam tinggal di perumahan mewah dengan dinding dipenuhi galeri hasil karyanya, tetapi hanya membaca dari alamatnya ia dapat menebak. Tempat itu hanya sebuah apartemen kecil yang mungkin tidak muat menampung tiga puluh orang. Namun ia punya firasat Sam mengundang lebih dari itu.
Begitu tiba di depan apartemen, dugaannya benar soal tamu yang diundang. Pada satu wilayah halaman parkir, sekumpulan mobil terparkir dan jumlah mereka ada sampai lima. Kalau dihitung dengan orang-orang yang menumpang, maka jumlah peserta pesta ini benar-benar banyak. Belum lagi ditambah mereka yang pakai taksi atau diantar seperti Nick dan Ferus.
Abuelo memarkirkan mobil di depan jalur masuk halaman parkir. Alih-alih membuka kunci pintu, ia mengeluarkan notes kecil dari saku kemejanya bersama sebuah pulpen, menuliskan sesuatu di sana. Ia menunjukkannya pada Nick. Di sana tertulis: KALIAN BOLEH IKUT PESTA, TAPI JANGAN NAKAL. TOLONG JAGA FERUS.
Nick mengangguk mengerti. "Kalau Ferus macam-macam, aku akan mengeluarkannya dari pesta."
"Itu tidak menjamin kamu akan jadi anak baik setelah aku diusir!" protes Ferus yang duduk di belakang sambil tertawa dan mendorong tulang belikat Nick.
Abuelo tersenyum di balik kumis tebalnya yang berubah warna menjadi abu-abu gelap karena tidak ada penerangan selain dari lampu jalan yang berada beberapa meter dari mobil, dan dia sama sekali tidak bicara. Ya, tidak pernah bicara sejak lahir. Dia pun pergi saat Nick dan Ferus berjalan melintasi halaman parkir.
Nick mengakses brankas. Secara kekuatan pikiran, dia membayangkan sebuah botol obat muncul di tangannya. Cahaya merah delima menyala di tangannya hingga memadat menjadi botol seukuran gelas terbuat dari plastik. Ferus memerhatikan selagi Nick membuka tutupnya, mengeluarkan dua tablet kuning dan menyodorkan tablet itu pada Ferus. Ia tidak perlu bicara apa pun karena Ferus sudah tahu tablet apa itu. Mereka mengunyahnya bersamaan. Pahit? Tidak. Malah rasanya mirip vitamin C. Dia pun mengembalikannya ke brankas dengan cara yang sama.
"Ingat, ini bukan pesta sungguhan," ucap Nick tanpa berhenti melihat ke depan.
"Tenang. Separah apa pun kondisinya, kamu selalu berhasil." Ferus berkata dengan santai, bahkan senyumnya lebar sekali.
Meski demikian, kali ini terasa berbeda. Jujur saja, Nick gugup. Bukan hanya karena masuk ke sarang monster, tapi karena sambil membawa Ferus juga. "Sungguh, aku masih tidak ingin kaudatang—"
Ferus mendadak berhenti, yang membuat Nick menghentikan langkahnya juga. Dia berdiri beberapa senti lebih maju dari Nick. "Bung, apa pun itu, aku yakin kamu selalu berhasil melindungiku."
Mungkin Nick memang orang menyebalkan dan arogan di dunia ini, tapi dia juga bisa rendah diri terutama pada masalah-masalah seperti ini. Percuma Ferus meyakinkan Nick sekalipun dengan wajah sejuk begitu. Pesta ini benar-benar berbahaya buat Ferus, bahkan bukan dari segi kerusakan moral saja. Jika dugaannya benar, ini adalah pesta perkumpulan yang dibicarakan Carl. Memang harusnya dia tidak membawa Ferus, tapi ia tidak tega berpesta sendiri saat ia juga ingin mendapat teman. Lagi pula, dia diadopsi untuk melindungi Ferus. Rintangan apa pun harus bisa dihadapi. Dan justru itu masalah terbesar yang membuatnya gundah.
Apartemen itu kelewat sederhana, bahkan yang menjaga saja tidak ada, jadi mereka langsung naik menuju lantai empat seperti yang Jessie beritahukan lewat pesan instan.
Dan di sinilah mereka, tiba di depan kamar 405. Dari luar saja sudah terdengar musik-musik berdengung dan berdentum. Namun bukan itu saja yang memuakkan. "Bau" ciri khas makhluk selain manusia biasa. Sulit bagaimana menjelaskannya, apalagi untuk Nick karena kepekaannya tidak setajam Mata Merah biasa sebab ia hanya setengah. Kurang lebih rasanya seperti sengatan di kulit, atau rasa resah ketika masuk ke wilayah yang dipercaya angker.
Dipikir-pikir, Nick penasaran bagaimana perasaan tetangga-tetangga Sam. Daripada mendengar keributan pesta, apa justru mereka meringkuk ketakutan merasa tidak nyaman? Kadang perasaan—bau—aneh itu bisa sampai dirasakan manusia biasa kalau jumlah makhluk supernatural ini ada banyak.
Secara tidak langsung, ini merupakan sebuah peringatan. Jika kau merasa diperhatikan oleh yang tidak kasatmata, ada dua kemungkinan: jumlah makhluk gaib yang mengamatimu ada banyak atau di sekitarmu ada makhluk supernatural yang menyamar jadi manusia biasa baru saja lewat.
Suara musik itu semakin keras ketika Ferus membuka pintunya, bersamaan pula dengan aroma kuat dari rokok bercampur daging asap. Pesta ini diadakan di ruangan sempit dipenuhi beberapa orang yang tidak asing karena mereka berkeliaran di sekolah, tapi tidak seorang pun benar-benar sekelas dengan Nick. Sebagiannya sama sekali asing, mungkin berasal dari sekolah yang berbeda.
Namun Ferus mendadak menjadi artis di sini. Ia disapa oleh si ini dan si itu, bahkan ia sempat melupakan kehadiran Nick. Anak itu menyuruh Nick menghampiri dengan isyarat tangan saat dia saling berangkulan dengan anak yang dipanggil sebagai Gerald. Tak pernah Nick sangka, makhluk supernatural di sekolahnya ada sebanyak ini, walau memang pasti tidak semua karena faktor teman atau seperti yang dikatakan Carl: mereka dibujuk bergabung menjadi relawan korban.
"Setelah sekian lama akhirnya aku melihat kalian lagi!" sambut Gerald pada Ferus tanpa melepas rangkulan, lalu dia melirik Nick. "Dan dasi macam apa itu, Bung? Kau kelihatan seperti orang kantoran!" Ia terbahak keras sambil mengguncang segelas jus jeruk di tangannya.
Nick sama sekali tidak menganggapnya sebagai ledekan, mungkin karena muka temboknya terlalu tebal. "Terima kasih atas pujiannya. Paling tidak aku kelihatan seperti orang kantoran mabuk-mabukan."
Ferus mendorong pundaknya. "Jadi maksudmu sah-sah saja mabuk-mabukan karena sudah punya pekerjaan?"
"Bagaimana menurutmu?" ujar Nick dengan sedikit kesombongan biarpun terkesan biasa-biasa saja.
Di tengah perdebatan kecil itu, seseorang menyapa mereka. "Hei, kalian!"
Kali ini fokus Nick dan Ferus teralihkan pada suara perempuan dari arah kiri. Siapa lagi kalau bukan Jessie? Tak bisa dipungkiri dia memang terlihat menawan dengan setelan rok terusan pendeknya yang berwarna putih. Kontras dengan warna kulitnya, tetapi itu adalah seninya. Ia membawa tas tangan warna hitam dan fokus Nick langsung terpusat pada gantungan kunci labu dan pedang di tasnya. Hal itu membuatnya yakin seratus persen, pesta ini memang perkumpulannya. Sayangnya, ini masih terlalu kondusif untuk kekacauan sehingga Nick memilih untuk menahan diri.
Tercium aroma parfum mahal setelah Jessie mengambil dua langkah mendekat. Dan saat ia berada pada jarak yang cukup dekat, Nick baru sadar ia diikuti anak laki-laki lain yang juga tersenyum semringah, terutama pada Ferus. Laki-laki itu memiliki rambut gondrong yang diikat cepol, mengenakan kalung sepanjang hulu hati, berbandul emblem itu lagi: labu dan pedang.
"Hei, Ferus Jones kawan sekelasku!" Itu Sam, lelaki berjanggut dan kumis agak lebat menyelimuti bentuk wajahnya yang kurus dan lonjong. Dia dengan ramah membuka lengan lebar-lebar, siap memeluk Ferus yang juga memeluknya. Namun itu hanya berlangsung selama detik-detik singkat. Dia kemudian memandang Nick sepintas dari kaki sampai wajah. "Aku senang kalian berdua datang. Kau pasti si terkenal itu, 'kan?"
"Si terkenal?" gurau Nick dengan bumbu sindiran.
"Oh, Kawan. Tidak ingat namamu bukan berarti tidak tahu siapa kamu, 'kan?" Sam kelihatan merasa bersalah.
Nick dengan mulus tertawa mendengarnya. "Nick. Nicholas Lincoln. Kau Sam siapa?"
"Samuel Jagger, Bung," balas Sam lalu menepuk-nepuk dada Nick, pasti terhibur soal dasi. "Dasi yang keren."
Jessie di sampingnya tersenyum geli. "Tidak apa-apa, setidaknya kau mengikuti tema."
Mungkin Nick memang harus mencopotnya.
Sementara itu, Nick tidak mungkin melupakan tujuan aslinya berada di sini. Sejauh matanya mengobservasi, dia mendapati bentuk ruangan ini hanya berupa persegi sama sisi yang ditempati sofa, televisi tua, dan sebuah dapur. Di dekat dapur tersebut terdapat dua pintu yang dia asumsikan sebagai kamar dan kamar mandi. Selain mengamati bentuk ruangan ini, dia mendapati ada beberapa perempuan yang diam-diam mencuri pandang padanya, tetapi itu berlangsung singkat ketika mata mereka saling bertemu. Paling tidak, fokus mereka tidak hanya pada Nick. Sekarang dia harus bergerak.
"Omong-omong, Sam," Nick berkata, "kau punya minuman dingin di sini?"
"Oh, oh!" Sam mengangkat alisnya tinggi-tinggi, menunjuk ke arah kabinet yang merangkap menjadi meja makan. "Ada sirop jeruk dingin di sana." Lalu ia memelankan suaranya sambil menyeringai dengan mata sayu. "Mungkin kau mau vodka juga?"
"Alkohol tidak baik untuk kesehatan tubuh." Nick tersenyum tipis. "Tapi mungkin aku akan lupa dengan kesehatan."
Sam pun tertawa lebar. "Kau, ada-ada saja. Nah, tapi, kau harus hati-hati di sana."
"Hati-hati apa?" Nick mengerjap kebingungan.
Sam pun meneruskan, "Sepertinya ada sepasang kekasih yang sedang menggunakan toilet di sana." Sekali lagi ia menunjuk ke arah pintu toilet yang berada di dekat wilayah dapur dengan dagunya. "Kalau kau dengar suara aneh-aneh, jangan kaget."
Hanya itu? Nick pikir bakal mendapatkan informasi yang lebih berharga. Ia pun mendengus geli. "Seseorang harus mengajarkan mereka menggunakan toilet dengan benar. Terutama kalau toiletnya hanya satu." Ia pun melangkah pergi.
"Eh, aku juga mau mengambil minum," kata Ferus.
"Nah, tidak usah." Nick segera menahannya dengan isyarat tangan. "Lanjutkan saja percakapanmu dengan mereka, biar kuambilkan."
"Oh." Dua kali Ferus mengedipkan mata. "Baiklah."
Sedangkan di belakang anak itu, Jessie rupanya tengah memerhatikan Nick yang segera berjalan menghampiri dapur.
Di sana, Nick mengambil dua gelas sirop di atas kabinet yang merangkap menjadi meja makan. Di saat yang singkat itu, ia memanfaatkan kesempatan menelusuri apartemen sempit ini. Pertama, ia mendekat ke kamar mandi. Dan apa yang disebutkan oleh Sam rupanya bukan lelucon. Tanpa perlu mendekatkan telinga pada pintu tipisnya saja Nick sudah mengernyitkan hidung sambil memutar mata.
Kamar Sam adalah tujuannya sekarang. Pintunya masih separuh terbuka. Sebelum dia memutuskan benar-benar masuk, sekali lagi dia melihat sekeliling. Tampaknya semua orang sedang sibuk dengan urusannya masing-masing. Mengobrol, tertawa, melakukan tantangan seperti menenggak sebotol minuman keras tanpa henti. Ia pun menyelipkan diri ke dalam pintu, senatural mungkin meninggalkan posisi daun pintu tetap sama.
Sirkulasi udara di kamar ini sangat parah. Bayangkan sebuah tempat yang dipenuhi oleh botol-botol bir; puntung rokok yang bertumpukan di atas asbak—oh, tidak, ketika asbak penuh meja pun digunakan; bau menyengat dari cat minyak serta kanvas di sudut ruangan; kamar yang sewaktu-waktu bisa berubah panas dan lembap ketika cuaca sedang buruk; segala macam kain di ruangan ini yang tidak pernah dicuci selama ... selama berapa lama? Dan hal yang paling buruk adalah: jendela yang diperiksa oleh Nick berdebu. Kapan terakhir kali Sam membukanya?
Anak itu pasti sudah terbiasa dengan bau ini semua. Saat ini Sam mungkin sudah tidak mencium tengik di kamarnya, tetapi orang lain berbeda. Sialnya, Nick harus memeriksa itu semua. Ia kembali pada meja, meletakkan kedua gelas di sana. Saat ini dia masih belum menemukan kejanggalan selain lukisan-lukisan aneh yang Sam ciptakan: bermotif aneh dan memusingkan, bentuk-bentuk realita yang dimodifikasi menjadi bentuk yang sangat ramai, perpaduan kontras warna yang tidak senada, lukisan tersebut sangat penuh hingga Nick tidak tahu fokusnya diarahkan ke mana. Lukisan psikedelik, pikirnya.
Di tengah keseriusannya mengamati lukisan tersebut, Nick terkesiap mendengar suara pintu terbuka di belakangnya. Gawat, apakah itu Sam? Dia belum menyempatkan diri untuk memikirkan alasan masuk akal mengapa dia berada di sini.
Sebaik mungkin Nick tetap menjaga ketenangannya. Sambil berbalik pelan dia merangkai kebohongan apa yang bisa dia sampaikan. Dan ternyata, sosok yang dia kira sebagai pemilik kamar menggantikan rasa kagetnya menjadi heran. Dia lekas bertanya, "Jessie?"
Ceritanya bikin penasaran. Openingnya kereeeeennn.
Comment on chapter Act 000