Read More >>"> The Red Eyes (Act 001) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Red Eyes
MENU
About Us  

You won't get much closer till you sacrifice it all.

You won't get to taste it with your face against the wall, wall, wall.

 

Semacam sebuah ritual, belakangan lagu itu selalu menemaninya menyiapkan makan malam. Harusnya lagu itu sudah tidak ada di ponselnya lagi sejak dua tahun lalu. Mungkin karena akhir-akhir ini musiknya tidak pernah berubah dan lama-lama jadi membosankan. Alih-alih mencari lagu baru, dia malah mengingat lagu lama meski Panic Station selalu membawa kenangan khusus.

Terutama kenangan yang terjadi beberapa hari sebelumnya. Dia sedang mengerjakan soal matematika, namun berujung mengabaikannya dan mengikuti bagaimana Matthew Bellamy berteriak "AWWW" seolah mikrofon dilempar membentur wajahnya. Khusus untuknya saat itu, teman sekamarnya melemparinya dengan bantal.

"Hentikan!" serunya, "Suaramu tidak seindah bebek!"

Mengenai seruan teman sekamarnya ini, ada dua hal yang perlu dipertimbangkan. Pertama, temannya ini seorang pemurah hati. Kedua, tidak ada bebek yang memiliki suara indah. Jadi, tentu saja jelas apa maksud ucapannya.

Sesungguhnya dia ingin menjelaskan kepada dunia mengapa lagu ini cocok sekali menemani semua kegiatan membosankan, tetapi karena ini bukan waktu yang tepat untuk membicarakan kritikan musik (apalagi anak ini tidak berjiwa seni sama sekali), nikmati saja lagu itu jika kau penasaran. Lagi pula dia sedang sibuk mengendalikan angin.

Nah, tunggu. Mengendalikan angin? Oh ya, mari singkirkan sebentar pengalaman hidupmu yang membosankan untuk memahami beberapa pandangan yang telah ditinggalkan.

Jadi, selamat datang di sisi dunia yang selama ini dianggap lelucon. Katanya ini bukan lagi zaman memercayai apa itu sihir, supernatural, indra keenam, hantu, makhluk asing, dewa-dewi, dan kawan-kawannya. Memang manusia memiliki wilayahnya masing-masing. Jika kau adalah orang yang setiap harinya berhadapan dengan sekolah, kantor, kegiatan organisasi, atau mungkin adalah orang yang sibuk menertawai kehidupan fantasi, maka kita hidup di wilayah yang sedikit berbeda dari pemuda pengendali angin, Nicholas Lincoln, atau yang lebih dikenal dengan panggilan Nick.

Dia hidup dengan cara yang sama sepertimu: sekolah formal, berhadapan dengan kenyataan-kenyataan yang umumnya terjadi. Tetapi sewaktu-waktu dia butuh menyelam ke dunia yang berbeda karena pada dasarnya kita tidak sama dengannya.

Sebutannya Mata Merah. Jangan pernah menawarinya obat mata, nanti dia akan menunjukkan sakit mata yang sebenarnya.

Contoh sederhananya begini. Jika kau adalah orang yang menyiapkan makan malam dengan mengangkat piring-piring menggunakan tangan dari dapur menuju meja makan, Nick adalah orang yang terlalu malas untuk melakukan itu sehingga dia menggunakan kendali angin untuk melempar alat makan pada meja makan. Oh, tidak usah khawatir, dia sudah terbiasa dengan kekuatan ini sejak delapan tahun lalu. Dia bahkan tahu cara melempar saus spageti dari panci ke piring yang sudah disiapkan di meja makan. Kira-kira jaraknya sekitar sepuluh langkah (iya, harusnya dia sudah menaruh spageti dan sausnya di piring sebelum dilempar, tapi dia memang senang dengan hal-hal spektakuler). Dan satu hal yang paling penting, setiap kali Mata Merah mengeluarkan tenaga supernaturalnya, iris matanya akan berubah warna menjadi merah semerah batu rubin.

"Uuuugh, 1, 2, 3, 4 fire's in your eyes. And this chaos, it defies imagination!" Bagaikan memiliki tangan ketiga, Nick memerintah angin untuk melempar gelas beserta isi air minumnya menuju meja. Jika angin terlalu kasar sehingga melebihi target, dia tinggal memerintah angin di sisi berlawanan untuk menyeimbangkan sehingga gelas-gelas mendarat pada meja dengan sempurna.

"Uuugh, 5, 6, 7, 8, minus 9 lives. You've arrived at panic statiooon—WOW!"

Sempurna.

Melangkah girang menuju meja, dia menikmati sisa musik terakhir pada lagu. Dan ketika tempo terakhir berbunyi, Nick sudah memutari kursi dan duduk manis, menunggu tiga anggota keluarga lainnya datang sambil mematikan musik di ponsel dan melepas earphone. Matanya pun perlahan berubah kembali ke warna biru.

Seolah mengetahui makan malam telah disediakan, anggota keluarga lainnya segera berjalan menuju meja makan. Di saat inilah dapat terlihat perbedaan yang mencolok dari mereka. Nick memiliki kulit putih, rambutnya pirang, matanya biru, tetapi tiga anggota keluarga lainnya memiliki ciri fisik berbeda. Si remaja sebaya Nick yang sedang nyengir girang itu berkulit cokelat dengan rambut ikal hitam, keturunan Aletina. Bahkan dari struktur wajah pun berbeda. Dia dikenal sebagai si periang jenaka yang tidak pernah berhenti cengar-cengir selama delapan belas tahun dia hidup di dunia ini. Memiliki struktur rahang antara bulat atau kotak, hidungnya besar dan pesek. Tingginya hampir menyentuh kosen pintu. Neneknya pun berkulit sama, tetapi rambut yang katanya dulu berwarna cokelat kini telah menjadi uban, begitu pun sang kakek yang berbadan bongsor.

Mereka adalah keluarga Jones, keluarga angkatnya.

"Setelah sekian lama!" Si anak laki-laki yang lebih tinggi tujuh senti dari Nick itu segera menarik kursi di hadapan Nick. Jari-jari panjang kurusnya bergerak liar seakan dia bakal mencengkeram spageti itu seolah tidak mengerti fungsi alat makan yang sudah Nick sediakan.

Nick tertawa renyah selagi mengaduk saus bolognese dan spageti dengan hati-hati karena Abuela* tidak suka mejanya terkotori meski dia berjanji akan membersihkannya. "Spesial untuk Ferus yang menangis tiga hari tiga malam karena kita terpaksa menghabiskan ikan kukus tawar itu."

*[Abuela: sebutan untuk nenek dalam bahasa Spanyol.]

Ferus memelototinya dengan jengkel. "Aku tidak menangis tiga hari tiga malam!"

"Yeah, kecuali menyuruhku menghabiskan ikan itu supaya spagetinya bisa cepat dimasak," ujar Nick sambil memutar bola mata.

"Sudah, kita tidak akan menjadikan meja ini sebagai perang dunia tiga," Abuela menyela ketika Ferus baru menarik napas. Wanita itu tersenyum teduh membentuk kerut-kerut yang lebih jelas di kulit usia tuanya. Mungkin baginya perdebatan Nick dengan Ferus adalah perdebatan bocah tiga tahun yang memperebutkan kaus kaki.

"Lagi pula, Abuela senang," ucap wanita itu, melirik Nick misterius dengan mata cokelat kataraknya, "Nick sudah berjanji tidak akan menggunakan kendali anginnya untuk menyiapkan makanan."

Wah, sepertinya tertangkap basah, Nick membatin. Dia menarik napas lebar-lebar dari mulut sambil melirik ke arah Ferus. Dalam kurang dari satu detik, dia langsung memikirkan topik pembicaraan lain. "Tentu saja, aku ini selalu tepat janji. Omong-omong kau sudah mengerjakan tugas kelas sejarah Arkadia-mu, Ferus?"

Hidung Ferus mengernyit, alis tebalnya bertaut. "Memangnya ada?"

Oh, baiklah, cibir Nick dalam hati.

Nick semakin merasa terhina karena Abuelo* sekadar tersenyum, mendengus sambil menggelengkan kepalanya, kemudian menyodok garpunya pada spageti lalu melilitnya.

*[Abuelo: sebutan untuk kakek dalam bahasa Spanyol.] 

Abuela tidak tersenyum lagi sekarang. Dia menghela napas berat bersama dengan bahu kecil dan lemahnya yang merosot, tetapi sedetik berikutnya dia berubah pikiran. "Ya sudah. Spagetinya masih hangat. Ayo dimakan."

Maka seperti yang Abuela katakan, makan malam keluarga ini pun dimulai.

Omong-omong, bicara tentang Ferus, anak itu bukan sekadar saudara angkat biasa. Alih-alih mengagungkan dirinya sebagai tuan rumah, justru dia lebih sering menjadi korban perundungan Nick.

Pertama kali Nick tiba di rumah Jones, dia masih menjaga sikap karena orang asing tetaplah orang asing. Nick harus menjaga kesan baik supaya mereka tidak mendeportasinya dari rumah. Namun, seiring waktu berjalan dan kedekatan mereka merekat, dia memutuskan untuk menunjukkan sisi dirinya yang sebenarnya: riang gembira yang terkadang meminta digampar dengan teflon. Akan berbeda lagi jika kau bertemu Nick di sekolah dan dalam status khusus.

Pernah suatu ketika dia sedang bersama Ferus tanpa pengamatan kakek-neneknya. Kejadiannya dua hari yang lalu, ketika mereka berada di kantin, terpisah dari geng mereka karena beberapa masih berada di kelas. Ada yang berurusan dengan klub ekstrakurikuler, ada yang masih latihan olimpiade. Ferus dan bacon-nya, sementara Nick keburu kehabisan bacon karena harus mencari pulpennya yang hilang di kelas sebelum benda sialan itu benar-benar masuk ke lubang hitam dan tidak pernah ditemukan lagi.

"Ferus, Ferus," panggil Nick dengan bisikan memburu sambil menyenggol lengannya, lalu memberi lirikan cepat ke arah belakang Ferus. "Itu Jessie. Kau tidak akan mau kelewatan bokongnya."

"Mana?!" Dia dengan gesit menengok ke belakang. Kebetulan saat itu, Jessie si kulit gelap dengan tubuh seindah biola sedang lewat. Apalagi hari ini dia memilih rok mini untuk memamerkan pahanya yang mengilat. Ferus benar-benar fokus padanya sambil menyeringai dan bergumam, "Wah," dengan antusias.

Sayangnya, bagi Nick, bacon Ferus lebih sensual daripada gadis itu. Dan berhubung fokusnya teralihkan sangat lama, Nick bisa mengambil bacon-bacon-nya, bahkan menghabiskan sebagian sebelum Ferus menoleh lagi padanya.

"Indahnya," ungkap Ferus, "dan dia cukup baik. Menurutmu, dari sekian puluh perempuan yang menolakku—"

"Tidak. Jangan. Aku tidak mau menjadi teman yang harus merangkulmu lagi ketika kamu menangis," kata Nick, lalu menyuap kentangnya.

Dia baru saja akan protes sampai menyadari ada masalah lain yang lebih serius. "Kau mengambil bacon-ku?!" Dia terkejut jatah makan siangnya sudah kabur dari nampannya.

"Eh, apa iya?" tanya Nick pura-pura terkejut.

Ferus menghela napas keras sambil memutar mata. "Ayolah, sampai kapan kau mau mencuri makananku terus?"

Nick menegakkan tubuh sambil bergeser lebih dekat sampai menyentuhkan perutnya pada sisi meja. "Hei, kau suka Jessie. Aku suka bacon-mu. Impas, kan?"

"Nick!" Dia menggebrak halus meja, dan akhirnya hanya bisa menopang kening pada kedua tangannya sambil geleng-geleng. "Oh, astaga."

Tapi kemudian Nick menyendok bacon yang dia sembunyikan di balik kentang, mengembalikannya pada Ferus karena dia masih cukup baik hati. "Nih, kuberikan punyaku."

Yah, meski begitu bukan berarti mereka tidak bisa menjadi saudara yang saling bertukar celana dalam. Berkat kenakalan Nick, Ferus menjadi lebih berani mengekspresikan diri di luar. Masa lalunya lumayan suram, sesuatu membuatnya memilih untuk mengunci jati dirinya di dalam rumah, kemudian ke luar menggunakan topeng yang berbeda. Berhubung mereka memiliki sedikit kesamaan dalam memalsukan identitas, Ferus dan Nick jadi saling mengerti dan berharap dapat menaklukkan dunia.

Tapi buat apa menaklukkan dunia jika keluarga kecil yang akur saja sudah cukup? Seperti kegiatan rutin mereka malam ini.

Di tengah santapan spageti, ponsel Nick menggetarkan pahanya di dalam saku celana. Dia letakkan alat makannya dan segera mengeluarkan benda sialan itu. Ini pasti dari Cassandra.

Satu pesan diterima ponselnya, dan pesan itu berisi, "Ramuannya sudah terkirim ke brankasmu. Cepat kirimkan ke klien, ya."

Dia pun berdecak jengkel.

Abuela menanggapinya. "Apa sudah waktunya pergi?" katanya.

Nick berdiri, menyeret kursi masuk ke dalam meja. "Iya. Barangnya sudah masuk."

"Memangnya tidak bisa besok?" tanyanya. "Ini sudah larut malam."

Mendapati dia cukup khawatir membuat Nick sedikit lega, sayangnya dia hanya dapat tersenyum. "Tidak bisa. Kliennya sudah menunggu dari kemarin. Kalau tidak segera dikirim, dia bisa marah besar. Aku siap-siap dulu, ya?" Dia menunjuk jempolnya ke belakang.

Tiba-tiba saja Abuelo mengangkat tangannya untuk mendapat perhatian Nick. Dia segera mengeluarkan pulpen dan sebuah buku catatan kecil dari saku kemejanya. Dengan tegas dan terburu-buru dia menuliskan sesuatu di sana: APAKAH JAUH? AKU BISA MENGANTARMU.

Gelengan singkat Nick berikan sebagai balasan. "Tidak perlu, Abuelo. Aku bisa berangkat sendiri."

Tidak sampai lima menit dia sudah berganti celana dan mengenakan jaket. Ia lekas menuruni tangga, menimbulkan suara dentum cukup nyaring hingga bergema di seluruh koridor lantai satu. Usai mengenakan sepatu hijau lusuhnya—sepatu satu-satunya yang dia miliki sejak dua tahun lalu—dia pun melangkah ke luar dan menuruni undakan.

Bertepatan dengan itu, Nick melihat sebuah taksi mendekat ke sisi jalan dan seseorang keluar dari taksi tersebut.

Tanpa ia sangka, seseorang itu adalah tetangganya yang terkenal jarang pulang semalam ini. Dia Cecilia Wang, perempuan berumur lima belas tahun keturunan Chang, berambut hitam lurus pendek, berkulit sawo matang, dan selalu mengenakan pakaian manis dan modis hingga tidak seorang pun menyangka dia pulang sendirian pada pukul sepuluh malam. Rumahnya tepat berada di samping kediaman Jones.

"Cel?" selagi menuruni tangga, Nick memanggilnya. Namun karena taksi yang dinaiki Cel sudah kosong dan akan pergi, Nick buru-buru memanggil taksi itu sambil mengangkat tangan tanpa menunggu sang tetangga membalas panggilannya. "Tunggu, taksi!"

Perempuan yang dipanggil Cel itu berhenti di depan undakan rumahnya. Mata birunya mengamati Nick yang tergesa-gesa menghampiri taksi yang berhenti di depan rumah di samping kediaman Wang. Hal tersebut membuat Cel heran. "Nick? Kamu mau pergi?"

"Yap," jawab Nick, membuka pintu penumpang di belakang.

"Malam-malam begini? Mau ke mana?" tanya Cel setengah memperdengarkan keprihatinan.

"Mau tahu saja." Nick pun menutup pintu. Jendela taksi ia turunkan hanya untuk memberi lambaian singkat pada Cel yang masih terpaku di tempatnya.

Taksi mulai bergerak dan berangkat ke tempat tujuan. Beriringan dengan saat itu pula, Cel melihat ke arah taksi yang menjauh.

Hampir setiap malam Nick pergi. Cel tahu itu karena dia sering mendengar suara taksi berhenti dan melintas di depan rumahnya. Dia terkadang mengamatinya dari jendela kamarnya yang berada di lantai atas. Andaikan dia punya cukup keberanian untuk bertanya, mungkin dia akan melakukannya. Namun dia sendiri tidak ingin membuat Nick merasa terusik.

Aku jadi khawatir ..., pikirannya berbicara.  

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (3)
  • SusanSwansh

    Ceritanya bikin penasaran. Openingnya kereeeeennn.

    Comment on chapter Act 000
  • authornote_

    @SusanSwansh wah makasih ya. Makasih juga sudah mampir!

    Comment on chapter Act 000
  • SusanSwansh

    W.O.W. Kereeennnnnnnn.... Like banget ceritanya.

    Comment on chapter Act 000
Similar Tags
Why Him?
539      279     2     
Short Story
Is he the answer?
My SECRETary
474      283     1     
Romance
Bagi Bintang, menjadi sekretaris umum a.k sekum untuk Damar berarti terus berada di sampingnya, awalnya. Tapi sebutan sekum yang kini berarti selingkuhan ketum justru diam-diam membuat Bintang tersipu. Mungkinkah bunga-bunga yang sama juga tumbuh di hati Damar? Bintang jelas ingin tahu itu!
I Just Wanna to Know
396      290     0     
Short Story
Jam pelajaran tambahan memang menyebalkan. Ini waktunya tidur
Katanya Buku Baru, tapi kok???
420      279     0     
Short Story
IMAGINATIVE GIRL
2052      1084     2     
Romance
Rose Sri Ningsih, perempuan keturunan Indonesia Jerman ini merupakan perempuan yang memiliki kebiasaan ber-imajinasi setiap saat. Ia selalu ber-imajinasi jika ia akan menikahi seorang pangeran tampan yang selalu ada di imajinasinya itu. Tapi apa mungkin ia akan menikah dengan pangeran imajinasinya itu? Atau dia akan menemukan pangeran di kehidupan nyatanya?
Cinta Tiga Meter
367      223     0     
Romance
Fika sudah jengah! Dia lelah dengan berbagai sikap tidak adil CEO kantor yang terus membela adik kandungnya dibanding bekerja dengan benar. Di tengah kemelut pekerjaan, leadernya malah memutuskan resign. Kini dirinya menjadi leader baru yang bertugas membimbing cowok baru dengan kegantengan bak artis ibu kota. Ketika tuntutan menikah mulai dilayangkan, dan si anak baru menyambut setiap langkah...
Dearest Friend Nirluka
39      36     0     
Mystery
Kasus bullying di masa lalu yang disembunyikan oleh Akademi menyebabkan seorang siswi bernama Nirluka menghilang dari peradaban, menyeret Manik serta Abigail yang kini harus berhadapan dengan seluruh masa lalu Nirluka. Bersama, mereka harus melewati musim panas yang tak berkesudahan di Akademi dengan mengalahkan seluruh sisa-sisa kehidupan milik Nirluka.
Unknown
183      149     0     
Romance
Demi apapun, Zigga menyesal menceritakan itu. Sekarang jadinya harus ada manusia menyebalkan yang mengetahui rahasianya itu selain dia dan Tuhan. Bahkan Zigga malas sekali menyebutkan namanya. Dia, Maga!
Puisi, Untuk...
17894      2831     10     
Romance
Ini untuk siapa saja yang merasakan hal serupa. Merasakan hal yang tidak bisa diucapkan hanya bisa ditulis.
A.P.I (A Perfect Imaginer)
75      66     1     
Fantasy
Seorang pelajar biasa dan pemalas, Robert, diharuskan melakukan petualangan diluar nalarnya ketika seseorang datang ke kamarnya dan mengatakan dia adalah penduduk Dunia Antarklan yang menjemput Robert untuk kembali ke dunia asli Robert. Misi penjemputan ini bersamaan dengan rencana Si Jubah Hitam, sang penguasa Klan Kegelapan, yang akan mencuri sebuah bongkahan dari Klan Api.