Kay P.O.V
“Aku..."
Astagah. Baru 2 hari yang lalu aku menolak sahabatku, sekarang aku diberitahu kalau aku dijodohkan dengan sahabat masa kecilku? Argh kehidupan ini benar- benar. Aku melihat ke bawah berusaha memikirkannya matang- matang. Sebenarnya tidak ada yang perlu dipikirkan, aku hanya harus menyiapkan diri untuk melihat wajah- wajah kecewa.
"Aku..." Kataku berusaha memberi mereka jawaban sesopan mungkin. Aku mencoba mencari kata- kata sebaik mungkin agar tidak menyakiti hati mereka.
"Aku tidak bisa..." jawabku. Mereka semua diam melihatku, "Aku belum siap. Aku belum siap memikirkan semua ini. Bisa tolong dihilangkan? Karena aku benar- benar belum siap. Dan aku tidak mau kata- kata perjodohan selalu terngiang di benakku."
Tante Maidelline (mama Pan) menghela nafas dan memegang tanganku, "Tidak apa. Tak usah dipikirkan lagi kami tidak mau pikiranmu tambah banyak. Kalau begitu sudah diputuskan. Perjodohannya akan dihentikan. Pan kau tak apa?"
Pan mengangguk, "Tentu. Aku akan menunggu. Aku sudah menunggunya hampir 9 tahun. Sepertinya aku bisa menunggu lebih lama."
"Wow," kata tante, "Bicara seperti pria sejati. Kau ini impian semua perempuan bukan?"
"Sudah banyak yang bilang itu," kata Pan dengan penuh percaya diri. "Tapi sungguh disayangkan bukan? Perempuan yang aku sayang menolakku?"
"Kau tahu Pan," kata Tuan Jared, "Sebelum menikah dengan mamamu. Dia menolakku terlebih dahulu. Dia bahkan pacaran dengan orang lain. Tapi namanya jodoh, tidak akan pergi ke mana- mana."
"Bisa tolong ganti topik?" Tanyaku dengan penuh senyuman dan mereka tertawa.
"Oh iya satu lagi," kata Tuan Jared, "Kami Herrington akan mulai menginvestasi lagi di RD."
"Kami dari RD juga akan melakukan hal yang sama," kata paman, "Itu berarti kita akan bekerja sama lagi. Senang bekerja dengan anda lagi, partner."
Mereka berdiri dan salaman. Setelah selesai mengobrol dan makan, kami akhirnya pulang. Aku lega akhirnya masalah itu sudah diselesaikan.
~~~
Hari seninnya, hari masuk sekolah. Ada yang mengklakson di depan rumahku. Mbak Lola membukakan pintu dan Peter masuk ke dalam. Untuk apa dia ke sini?
"Kesamber apa kau ke sini pagi- pagi?" Tanyaku langsung.
"Selamat pagi juga," katanya, "Halo tante, paman. Kalian ingat aku?"
"Peter," jawab tante, "Mana mungkin tante lupa."
"Apa kabar nak?" Sapa paman.
"Baik terima kasih," katanya, "Bagaimana dengan kalian sehatkan?"
"Seperti yang kau lihat sekarang," jawab paman.
"Kalian masih terlihat sangat muda," kata Peter dan aku tertawa.
"Kenapa kau tertawa? Dia memang benar Kay," kata tante dan aku mengangguk saja.
"Umm... aku harusnya memberi tahu alasan aku ke sini ya," kata Peter, "Aku ke sini untuk menjemput Kay. Agar kita bisa ke sekolah bersama."
"Aaaww manisnya," kata tante dan aku memutar bola mataku, "Baiklah silahkan saja. Dia sudah siap."
"Hei," kataku, "Kau tidak menanyakannya padaku dulu?"
"Dia tidak bertanya Kay," kata tante, "Sudah sana pergi. Syuh syuh."
"Kau mengusirku sekarang?" Tanyaku dan dengarn dramatis aku menaruh tangan di dadaku.
"Dadaahhh," kata tante.
Aku mengambil tasku dan berdiri. Tapi sebelum itu aku mencium pipi tante dan paman dulu. Lalu tante bilang untuk mengabarinya jika sudah sampai. Aku naik ke mobilnya dan kita langsung berangkat ke sekolah.
"Untuk apa kau menjemputku?" Tanyaku.
"Yahh... untuk memberi tahumu saja kalau aku sudah tidak apa- apa. Dan kita sudah baik- baik saja."
Aku mengangguk, "Baguslah."
"Jadi kau dan Pan?" Tanyanya lagi, "Aku dengar kalian dijodohkan."
"Kutolak," jawabku, "Pikiranku belum sampai sana. Masih banyak yang harus kuluruskan di otakku dan aku tidak butuh tambahan beban lagi. Pemikiran perjodohan itu beban bagiku."
"Jadi intinya..." kata Peter, "Kau tidak mau ada hubungan dulu sekarang."
"Yah seperti itu."
"Baguslah," kata Peter.
Sampainya di sekolah, aku langsung duduk ke tempatku. Sekarang tempat dudukku dekat dengan Peter, Pan, Tim, John, dan Gary. Di sini kita bebas memilih tempat duduk dan para laki- laki itu mengelilingiku. Aku tidak peduli yang lain bicara apa, mengataiku apa. Aku lebih baik berteman dengan mereka dari pada perempuan bermuka dua.
"Uuuuu," ejek Gary begitu aku dan Peter masuk ke kelas, "Tikungan tajam dari Peter bung..."
"Hei," kata John, "Kau ini bagaiman sih? Kau sudah ditolak dan dia punya Pan."
"Siapa bilang aku punya Pan?" Tanyaku, "Aku juga menolaknya."
"Apa?!" Teriak mereka.
"Kau juga menolaknya?" Tanya Gary lagi dan aku mengangguk, "Itu berarti. Aku punya kesempatan."
Dia menaruh tangannya di pundakku dan aku langsung memberinya tatapan membunuh, "Singkirkan tanganmu sekarang."
Sepertinya suaraku menyeramkan, dia langsung menarik tangannya dan wajahnya juga berubah menjadi takut.
"Kalian semua berisik," kata Pan jengkel, "Ayuk kita pergi pekan ini. Aku bosan."
"Pekan masih lama Pan..." kata Tim, "Mau ke mana?"
"Terserah," jawab Pan, "Ash ingin pergi ke suatu tempat?"
Aku mengangkat bahu.
"Oh iya bung," kata Gary, "Aku ingin bertanya. Kenapa kau memanggilnya Ash? Peter memanggilnya Kay karena teman lama. Kau? Ada alasan tertentu."
"Hmmm," kataku, "Dari kecil sebenarnya. Semua orang memanggilnya Kay. Aku hanya ingin memanggilnya dengan nama yang beda."
"Awwwww," kata mereka semua. Aku memutar bola mataku.
Kami membicarakan rencana perjalanan kami pekan ini. Hari ini berjalan baik. Pan dan Peter sepertinya tidak berubah dan itu yang aku inginkan. Jadi aku sangat bersyukur.
~~~
Besoknya, aku datang ke sekolah. Saat aku berjalan masuk ke gedung sekolah. Ada yang menoelku, aku menengok dan Gary sudah ada di sebelahku.
"Selamat pagi," katanya dan aku hanya memberinya anggukan. "Aku butuh saran darimu."
Aku melihatnya, "Apa?"
"Lihat foto perempuan ini," katanya menunjukkan foto seorang perempuan di hpnya. Lalu dia menggesernya dan terlihat perempuan yang berbeda, "Kalau dengan yang ini bagaimana? Menurutmu lebih baik aku dekati yang mana dulu?"
Aku melihatnya tidak percaya, aku menjitak kepalanya, "Kau gila ya?"
"Kenapa?" Tanyanya. Wajahnya benar- benar terlihat kalau dia tidak mengerti.
Aku menghela nafas, "Aku lupa kalau kau itu playboy. Jadi misalkan aku memilih perempuan yang pertama." Kataku sambil menaruh tas di mejaku karena kita sudah sampai kelas. "Kau akan mendekatinya dulu lalu setelah itu kau akan mendekati yang kedua?"
"Tidak juga," jawabnya, "Pilhan pertamamu akan ku dekati yang tidak kau pilih. Berarti dia kurang beruntung."
Aku mengangguk, "Yang kedua. Kelihatannya lebih nakal."
"Hohoho," Gary tertawa, "Kau tahu seleraku?"
"Tidak," jawabku, "Foto perempuan pertama terlalu baik untukmu."
"Benar juga," kata Gary.
"Kalian sedang bicarakan apa sih?" Tanya John, "Gary mencari target baru? Garr kapan kau akan bertobat?"
"Saat aku sudah mau," jawabnya. Matanya masih di layar hp nya, mungkin dia sedang mengechat perempuan yang aku pilih tadi.
Sementara Gary sibuk mendekati perempuan itu. Aku berbicara dengan John. Dia menceritakanku tentang adik Tim, sepertinya dia anak yang baik. Lalu Tim datang dan kemudian Pan. Peter masih belum terlihat. Disela- sela obrolan kami, ada yang memanggilku. Benar- benar perusak suasana. Hanya mendengar suaranya saja aku langsung jadi kesal.
"Jadi Kay..."
Pan yang tadinya tertawa langsung berhenti dan menatapnya tajam, "Kau mau apa Wendy?" Tanyanya suaranya menjadi serius.