KAY P.O.V
"Keluarga Herrington."
Aku tidak bisa percaya ini. Badanku langsung menjadi lemas, seperti semua tenaga yang aku punya tiba- tiba hilang. Nafasku langsung memberat, kepalaku langsung berdenyut.
"Kay?" Panggil tante dan paman tapi aku terlalu lemas untuk menjawab, "Kay kau tak apa? Kay?"
~~~
Aku bangun, dan merasa kalau sedang berbaring. Apa yang terjadi?
"Kau sudah bangun?" Tanya paman.
Aku mengangguk dan memegang kepalaku. Aku melihat sekeliling, aku ada di kamarku. Paman dan tante melihatku dengan penuh khawatir.
"Flashback?" Tanyaku.
"Sepertinya kau belum bisa terima dengan apa yang kami katakan," jawab tante, "Jadi kau langsung jatuh."
"Apa yang kalian katakan?" Tanyaku karena tidak tahu kenapa aku tiba- tiba lupa. Tapi... "Tunggu. Aku ingat. Apa itu benar? Apa buktinya? Kenapa... kenapa polisi bilang kalau itu hanya kecelakaan biasa sampai penyelidikannya hanya berlangsung sebentar?"
"Kay," kata paman nadanya seperti ingin menenangkanku, "Kau harus tenang dulu... Kalau kau sudah tenang kita baru akan menjelaskannya lagi."
Aku mulai mengatur nafasku. "Okeh... aku sudah tenang."
"Memang iya polisi bilang kalau itu hanya sebuah kecelakaan. Tapi tentu kami semua tidak percaya. Kecelakaan? Listrik konslet? Ayolahh" kata tante.
"Kenapa?"
"Kau percaya?" Tanya tante padaku. Aku mengangkat bahu. "Jadi ada kenalan kami yang mengatakannya."
"Mengatakan?"
"Mereka memberi tahu kalau keluarga Herringtonlah dalang dibalik semuanya."
"Mereka punya bukti?" Tanyaku.
"Mereka punya kenalan di dalam perusahaan Herrington. Lagipula keluarga Herrington dan keluarga Reshton mempunyai sejarah. Herrington mulai memfitnah kita, membuat investor kita menarik investasi mereka." Jelas paman.
"Apa mula dari itu semua?" Tanyaku, "Kenapa mereka melakukan itu semua?"
Paman dan tante menggeleng, "Kami juga tidak tahu. Mereka tiba- tiba saja begitu."
"Jadi intinya," kataku. Suaraku seperti tersedak dan tidak bisa keluar dari mulutku. "Intinya... Alasan Papa, Mama, dan Rei meninggal karena mereka?"
Mereka mengangguk. Aku menurunkan kepalaku, mencoba memikirkan informasi dari mereka. Baru bulan lalu mereka memberitahuku kalau aku pernah amnesia. Sekarang mereka memberi tahuku kalau keluarga teman baikku di masa kecil adalah pembunuh keluargaku? Wow... aku benar- benar kehilangan kata- kata.
"Kau tak apa?" Tanya paman.
"Yah..." kataku, "Belum lama ini aku baru tahu kalau aku pernah amnesia dan sekarang aku diberi tahu kalau teman baikku adalah pembunuh keluargaku. Wow, akan bagus untuk dijadikan judul sinetron bukan? Jadi iya... aku baik- baik saja."
Mereka tiba- tiba tersenyum melihatku. Pertama aku membiarkannya tapi lama kelamaan aku jadi tidak nyaman.
"Kenapa?" Tanyaku.
"Kau sudah berubah kay," jawab tante, "Kau mulai kembali jadi dirimu yang dulu. Kenapa? Apa karena Pan?"
"Tidak," kataku tegas, "Aku tahu aku sudah membaik. Tapi bukan karena Pan. Jika menurut kalian aku berubah karena seorang pria kalian salah. Aku berubah karena pertemanan. Dia teman kecilku dan juga karena teman- temanku."
Ada keheningan di antara kita. Lalu ada sesuatu yang terlintas di kepalaku dan langsung keluar dari mulutku.
"Maaf," kataku dan mereka sepertinya terkejut. Aku tiba- tiba menangis dan mereka langsung panik.
"Kay?" Tanya mereka khawatir.
"Ke... kenapa kau menangis? Kenapa kau minta maaf kau tidak salah apa- apa sayang," Tante berusaha menenangkanku. Dia memelukku dan mengelus kepalaku, "Sh... Sh..."
"Maaf," kataku lagi dan memeluknya, "Maaf aku sudah merepotkan kalian. Maaf aku sudah menjadi anak kurang ajar. Maaf aku tidak pernah mendengarkan kalian."
"Shh shhh shhh," kata tante dan sekarang paman juga memelukku.
"Kami sudah memaafkanmu, sayang," kata Paman, "Yang paling penting sekarang. Kau sudah kembali menjadi dirimu sendiri."
"Terima kasih," kataku masih di pelukkan mereka dan aku tidak mau melepaskannya. Sudah lama aku tidak merasakan kasih sayang seperti ini. Sejak papa dan mama meninggal dalam kebakaran itu.
"Sekarang tidur saja sayang," kata tante, "Kami akan di sini sampai kau tidur."
Tidak butuh waktu lama untuk tidur karena saat baru saja memejamkan mata. Aku langsung tertidur dan saat aku membuka mata, matahari sudah terlihat lagi.
~~~
Aku sudah di sekolah dan aku merasa ada yang memanggilku. Dia berdiri di sampingku, saat aku siapa itu. Aku langsung diam membeku. Aku menatapnya, merasa darahku mendidih. Aku benar- benar tidak memikirkan apa yang akan kulakukan jika bertemu dengannya. Aku tidak tahu harus apa.
Aku emosi, aku kesal, sedih, tapi apa yang akan kulakukan dengannya. Belum tentu kalau dia tahu. Aku mengambil nafas dan pergi meninggalkannya. Aku berusaha memendam amarahku kepada Pan dan keluarganya.
Dia mengejarku dan terus menerus memanggilku, aku hanya mendiamkannya. Teman- temannya juga bingung dengan perilakuku sepertinya. Mereka juga menghampiriku. Aku masih mendiamkan mereka, sampai pejaran mulai. Saat gurunya datang mereka terpaksa meninggalkanku dan akh merasa sangat lega.
~~~
Saat istirahat tiba aku langsung pergi. Mereka mengejarku tentu saja. Saat aku duduk, aku mengambil nafas panjang.
"Kay kau kenapa sih?" Tanya Gary.
"Kau mendiamkan kami dari pagi," tambah Tim, "Kukira kita sudah teman."
Aku mengambil nafas panjang lagi, "Bisa kalian tinggalkan aku dan Pan sendiri?"
"Kenapa?" Tanya Gary.
"Sudah ayo," kata Tim menarik Gary dan John pergi.
Saat mereka pergi, Pan duduk di sebelahku, "Ada apa?"
Aku berusaha menenangkan diri. Setenang yang aku bisa. Mencoba untuk tidak berteriak dan menjerit di sini.
"Apa kau tahu?" Tanyaku melihatnya.
Dia terlihat bingung, "Tahu apa? Apa yang kau bicarakan?"
"Apa yang kau tahu tentang kecelakaan keluargaku?"
"Yang aku tahu hanya mereka meninggal karena kebakaran itu," jawabnya, "Dan yang aku baca beritanya penyebabnya karena listrik konslet?"
"Hanya itu?"
"Apalagi maksudmu?"
Aku menghela nafas. Mencoba menenangkan diri lagi.
"Ash apa maksudmu?"
"Apa hanya itu yang kau tahu?"
"Apa yang mau kau tahu Ash?" Tanyanya, "Aku sudah memberi tahumu semuanya. Apalagu yang ingin kau tahu?"
Aku tidak bisa menahannya lagi. Aku berdiri dan langsung meneriakinya, "Oh! Aku tak tahu. Mungkin alasan kenapa keluargamu membunuh keluargaku?!"
"Apa?" Tanyanya lagi. Aku melihatnya dia sepertinya terkejut. Apa benar dia tidak tahu? "Apa yang kau bicarakan?"