PAN P.O.V
"Tuan Cody Reshton, Ayah Kay."
"Pa, aku benar- benar tidak mengerti sekarang," kataku dengan wajah datar, "Bagaimana kau bisa bicara seperti itu?"
"Karena aku mengenalnya Pan," katanya sambil menaruh foto itu kembali ke meja.
"Aku butuh penjelasan yang lebih spesifik pa."
"Biarkan itu jadi cerita untuk lain waktu nak," katanya sambil menepuk kepalaku dan berdiri.
Aku membuka mataku lebar, "Apa kau serius?"
Dia berjalan keluar dan menengok ke arahku. Dia menyeringai dan keluar dari kamarku.
"PAPA!" Jeritku, "Apa kau setega itu padaku?"
"Iya!" Teriaknnya dari depan.
KAY P.O.V
"Apa?" Tanyaku, "Kau serius?"
"Iya maaf sayang," jawab tante dari telepon, "Apa kau akan baik- baik saja?"
"Yahh," kataku, "Tak apa. Kau pergi saja. Aku akan baik- baik saja."
"Baik," katanya, "Kabari aku jika kau sudah sampai rumah okeh?"
"Hmm," jawabku dan mematikan telponnya. Dia dan paman tidak bisa menjemputku, begitu juga dengan Tuan Drew. Jadi aku harus pulang dengan bus sekolah, tapi sayangnya. Sepertinya bus sekolah sudah berangkat dari tadi. Jadi aku akan berjalan sampai rumah. Horeeee.
Aku menarik nafas panjang dan berdiri dari tempat dudukku. Bersiap untuk jalan kaki. Jarak sekolah ke rumahku memang tidak jauh tapi jika jalan kaki, pasti akan terasa. Aku memakai earphoneku dan mulai berjalan ke gerbang sekolah. Setelah mengambil beberapa langkah dari sekolah aku mendengar ada mobil yang membunyikan klaksonnya dari belakangku. Aku tidak mempedulikannya tapi mobil itu tidak berhenti membunyikan klaksonnya dan membuatku geram. Lalu aku mendengar mobil itu pindah ke sebelahku, dan ada yang memanggilku. Aku langsung menatap tajam pengemudinya yang juga pemilik suara yang memanggilku.
"Hei Ash," katanya dengan penuh senyuman.
Aku menggeram ke arahnya dan langsung masuk ke mobilnya. Dia melihatku dengan penuh kebingungan, matanya membulat sempurna. Aku hanya melihatnya.
"Jalan," kataku, "Tunggu apalagi?"
"Ehmmm," jawabnya, "Penjelasan mungkin?"
"Kau pasti akan menyuruhku naikkan? Kau pasti akan basa- basi terlebih dahulu seperti menanyakan ’Hei kau mau ke mana? Perlu tumpangan?’ Aku membantumu untuk menghemat nafasmu."
Dia lebih terkejut lagi sekarang, jika itu bahkan memungkinkan.
"Kau... masih sama seperti dulu. Terlalu pintar menebak. Kali ini tebakanmu tepat. Baiklah," katanya memegang kemudinya lagi, "Aku harus ke mana?"
Sepanjang perjalan pulang kita membicarakan masa kecil kita. Kau tahulah sedikit flashback. Lalu ada yang menelponku. Aku mengangkatnya karena itu dari tante.
"Halo?"
"Halo sayang," jawabnya, "Kau pulang naik apa? Kau tidak jalan kaki kan?"
"Tidak," jawabku, "Aku diantar teman."
"Apa?" Tanyanya terkejut tapi sudah terdengar jelas dia tersenyum, "Diantar teman? Baik sekali temanmu. Pas sekali sayang. Mungkin kau bisa jalan- jalan sebentar. Karena sepertinya urusan kami akan memakan waktu lebih lama dari yang kami kira."
Aku menghela nafas, "Aku akan menunggu di rumah. Tidak apa."
"Jangan," katanya, "Pergilah. Kau sudah di dalam rumah selama 2 tahun. Sudah waktunya kau keluarkan?"
"Baiklahh," kataku, "I’ll see you later. Bye."
"I love you," katanya.
"Hmmm," jawabku dan mematikan sambungannya.
"Kenapa?" Tanya Pan.
"Tante dan pamanku harus mengurusi bisnis lagi," jawabku, "Mereka mungkin akan pulang malam."
"Baiklah kalau begitu," katanya lalu langsung membelokkan mobilnya.
"Kau mau ke mana? Rumahku ke sana!" Kataku sambil menunjuk arah yang berlawanan.
"Untuk apa kau sendiri di rumah?" Tanyanya, "Lebih baik kita pergi. Ayo kita cari makan. Aku lapar."
"Aku tidak punya pilihan ya?"
"Tidak," jawabnya santai.
~~~
Setelah makan, kita akhirnya pulang. Aku memaksa Pan untuk pulang. Karena aku tidak suka berada di tempat umum lama- lama. Dan ternyata urusan tante dan paman selesai lebih cepat. Jadi mereka sudah di rumah sekarang. Saat sudah sampai rumah aku mengundangnya untuk masuk.
"Kau yakin?" Tanyanya.
"Ya," kataku mengangguk, "Tanteku ingin tahu siapa yang mengantarku. Dia hanya ingin memastikan karena tidak ingin aku kenapa- napa."
"Baiklah. Ayo," katanya lalu keluar dari mobil. Dia berlari ke arahku, aku tidak tahu kenapa. Saat aku membuka pintu dia meraih gagang pintuku. Jadi dia ingin membukakan pintuku. "Telat ya," katanya dan aku mengangguk.
Aku membuka pintu dan anjing- anjingku langsung mendatangiku tapi menggonggong ke arah Pan. Aku menenangkan mereka dan Pan juga sepertinya bisa membuat mereka tenang.
"Mereka imut," katanya, "Yang tidak menggonggong ke arahku maksudnya."
Aku tertawa kecil mendengarnya. "Ayo ke ruang tamu."
"Siapa namamu?" Tanya Pan mengangkat Zack dan melihat kalungnya.
Pan masih menggeram ke arahnya, "Pan!" Bentakku tapi malah Pan yang menyaut dan aku tertawa.
"Bukan kau," kataku di sela tertawa dan dia kebingungan. "Aku menamakannya Pan karena aku suka Peter Pan. Ahahahaha"
"Ohh," kata Pan, "Peter Pan?"
Lu aku tertawa lagi menyadari sesuatu, "Kau dan Peter? Ahahahahahaha bodoh."
"Kau menertawakan apa lagi?" Tanya Pan. Aku menggeleng dan meremas Taffy.
Suara tante tiba- tiba terdengar, "Kay apa itu kau? Apa kau membawa temanmu?"
"Ya," kataku.
Saat Pan menoleh ke arah tante, tante langsung diam. Dia seperti terkejut. Aku tidak mengerti kenapa.
"Tante namaku," kata Pan tapi ditahan oleh tante.
Tante mengangkat tangannya, "Aku tahu kau siapa. Herrington bukan?"
"I...iya," jawab Pan yang sangat jelas terkejut, "Bagaimana tante bisa tahu?"
"Kau teman kecil Kay," jawabnya, "Pasti aku tahu. Umm... kau ingin minum?"
"Sepertinya tidak," katanya, "Sepertinya aku pulang saja. Banyak PR yang menumpuk besok."
Tante mengangguk, "Baik. Terima kasih sudah mengantar Kay."
Pan berdiri, "Kalau begitu tante aku pamit ya. Kay sampai jumpa. Kalian juga." Katanya sambil berjongkok dan mengusap kepala anak- anak Pan dan Rein.
Aku mengantarnya keluar. Saat dia keluar pas sekali paman pulang. Sama seperti tante saat paman melihatnya dia juga sepertinya terkejut.
"Om," sapa Pan dan mengulurkan tangannya, "Aku Pan Herrington."
Paman mengangguk dan menjabat tangannya, "Jack Preston, paman Kay. Kau sudah mau pulang?"
Pan mengangguk, "Iya. Hanya mampir sebentar."
"Ya sudah kalau begitu. Hati- hati di jalan ya."
"Terima kasih om."
"Kay," sapa paman padaku dan mencium keningku. Aku hanya menaikkan alisku padanya.
"Aku pulang ya," kata Pan.
Aku mengangguk. Sebelum masuk ke mobil, dia melambai ke arahku dan aku membalasnya. Saat dia sudah pergi, aku masuk ke dalam. Tapi sebelum aku bisa naik ke kamarku tante dan paman memanggilku. Mereka bilang ingin bicara padaku jadi aku duduk berseberangan dari mereka di ruang tamu.
"Anak muda tadi," mulai paman, "Herrington?" Aku mengangguk. "Anak dari pemilik H legacy?"
Aku mengangguk. Lalu mereka memijat kening mereka yang membuatku sangat bingung.
"Memang ada apa?" Tanyaku.
"Aku tidak tahu apa kau sudah siap untuk mendengar jawabannya sayang," jawab tante.
"Kenapa?" Tanyaku.
"Beritahu saja," kataku tegas.
"Apa kau yakin sudah siap?" Tanya tante lagi, "Dia itu teman baikmu saat kau kecilkan. Kau juga baru bertemu lagi dengannya. Kau yakin?"
"Aku yakin," jawabku.
"Penyebab kebakaran yang menghilangkan nyawa keluargamu itu karena mereka."
"Karena siapa?"
Aku sudah tahu jawabannya tapi tetap saja aku mau memastikan. Aku tidak percaya, tidak bisa. Apa benar? Alasan aku kehilangan semuanya itu karena Keluarga teman kecilku.
"Keluarga Herrington."