“Archie ganteng banget sih,” ucap Fira ketika ia dan Marsya keluar dari kelas XII MIPA 5 yang merupakan kelas Marsya.
Fira sengaja datang ke kelas Marsya untuk mempermisikan Marsya karena hari ini mereka harus mengikuti sebuah seminar dan yang pesertanya dipilih oleh Fira. Fira adalah peraih juara umum di sekolah Marsya sehingga ia mendapatkan kesempatan untuk memilih peserta seminar.
"Lo dikasih pelet apaan coba sama si Archie?" tanya Marsya kepada Fira ketika mereka berjalan menuju aula.
Fira sudah menyukai Archie sejak kelas sepuluh. Namun sayang, Archie tidak terlalu peduli dengan Fira dan Fira hanya bisa berdiam diri.
"Kapan coba dia notice gue?" tanya Fira entah kepada siapa.
"Lo seharusnya ngasih kode, Fir, kalau dua-duanya diam 'gimana kalian berdua bisa nyatu?" tanya Marsya.
Fira terdiam. Marsya tahu Fira paling tidak suka jika disuruh untuk memulai sesuatu, apalagi jika dikaitkan dengan perasaannya kepada Archie.
Tapi mau bagaimana lagi? Bukankah seharusnya Fira kembali memikirkan itu jika dia benar-benar menyukai Archie? Marsya merasa tak ada salahnya bila seorang perempuan memulai sebuah pendekatan asalkan ia tidak terlalu berlebihan.
"Heh, lo sadar diri dong, Sya," kata Fira.
Dan sebab perkataan Fira itu, Marsya tersadar. Marsya dan Fira berada di posisi yang sama. Posisi di mana mereka menyukai seseorang yang tidak peduli dengan mereka. Perbedaannya hanyalah, Archie belum mempunyai pacar sementara Arsen sudah mempunyai pacar. Yang lebih menyedihkannya lagi, pacar Arsen adalah teman dekat Marsya sejak kelas dua belas.
Sebenarnya, Marsya belum bisa memastikan kepastian hubungan Archie dengan teman dekatnya itu. Tetapi Marsya sudah tahu dan ia sudah dapat mengambil kesimpulan bahwa mereka berdua akan berpacaran dalam waktu dekat.
"Ya kali gue mulai duluan, Fir," sanggah Marsya, "Lo lupa kalau pacarnya dia itu teman gue?"
Fira menggelengkan kepalanya. "Inget, Sya, cuma pacar, bukan istri."
"Lo berdua tunggal," ucap seseorang dari arah belakang Marsya dan Fira.
Mereka berdua menoleh ke sumber suara dan tampaklah seorang Lala yang sedang berjalan ke arah mereka.
"Lo kok bisa keluar, La?” tanya Fira. Setahu dan seingat Fira, perwakilan dari kelas Lala adalah anggota ekskul olimpiade, sementara Lala bukanlah anggota olimpiade.
"Bisalah, gue ‘kan punya senjata ampuh buat ngerayu temen gue biar gue aja yang keluar,” jawab Lala.
"Nah, kalau kek gini enaknya kita ke kantin," usul Marsya.
"Gila lo, Sya, kalau Pak Surya lihat kita 'gimana?" tanya Fira.
Pak Surya adalah guru Ekonomi di SMA Nusa Satu, sekolah mereka bertiga. Jika beliau sedang tidak ada kelas, maka beliau akan berada di kantin untuk nongkrong dan mengusir para siswa yang tidak seharusnya berada di kantin.
Jika para siswa ketahuan berada di kantin dalam rangka keluar dari kelas atau lebih dikenal dengan istilah cabut, maka tanpa ampun, Pak Surya akan memasukkan mereka ke ruang Bimbingan Konseling.
"Pak Surya hari ini gak masuk, Fir," jawab Lala, "Tadi Bapak itu permisi gak masuk di kelas gue."
"Serius?" tanya Fira.
Lala menganggukkan kepalanya.
"Ya udah, kita ke kantin aja," ucap Fira.
***
"Lo gak lagi bercanda, 'kan, La?" tanya Fira
"Enggalah, kenapa gue bercanda coba?" tanya Lala balik.
"Lo berdua baru dekat dua minggu, ya kali langsung pacaran," kata Marsya yang sedikit tidak menyangka Lala akan berpacaran dengan Jevan dalam kurun waktu kurang dari tiga minggu.
"Ya emang gue sama dia gak pacaran, Sya. Gue belum nerima dia, gue malu pacaran sama adik kelas," ucap Lala.
"Baru tau gue lo punya malu, La," ledek Fira.
"Anjir," balas Lala.
Tanpa sengaja, saat Marsya menoleh ke arah kirinya, dia melihat Arsen. Arsen sedang berjalan sendirian ke arah mereka bertiga. Mungkin lebih tepatnya, Arsen sedang berjalan menuju kios langganannya yang kebetulan berada tak jauh dari tempat mereka bertiga berkumpul.
"Pantes lo diem aja dari tadi," sindir Lala yang menyadari kalau Arsen berada di kantin.
"Kalau lo sempet buat yang aneh-aneh, hidup lo gak nyaman, La," ancam Marsya.
Marsya sengaja mengancam Lala seperti itu karena terkadang Lala sangat jahil dan membuatnya kesal. Pernah suatu kali, saat mereka bertiga sedang berada di parkiran dan di sana juga ada Arsen. Lala malah berteriak: "Eh, lo yang mau pulang, kata Marsya hati-hati, ya."
Dan parahnya, hanya Arsen yang hendak menaiki motornya pada saat itu sehingga ia pun menoleh ke arah mereka bertiga berdiri. Marsya yang saat itu sedang panik merasa ingin menguburkan dirinya di tanah yang sedang ia pijak. Namun, Marsya tahu itu adalah sesuatu yang gila dan dia memutuskan untuk tidak melakukannya.
"Iya, iya, Sya, tobat gue," ucap Lala.
Marsya tahu Lala tidak akan mau melakukan hal itu lagi. Karena setelah kejadian itu, keesokan harinya Marsya langsung membalas perbuatan Lala. Jadilah mereka berdua impas, walau terkadang Marsya mempunyai keinginan untuk menganggu Lala dan Jevan.
"Ganteng, sih, tapi lebih gantengan Archie," kata Fira dengan suara yang bervolume rendah ketika Arsen sudah melewati meja mereka.
"Ganteng sih, tapi lebih gantengan Jevan," kata Lala mengikuti apa yang telah dikatakan Fira.
"Ganteng sih, tapi nyakitin," ucap Marsya tanpa sadar dan disambut oleh tepuk tangan dari Fira dan juga Lala.
"Alhamdulillah, akhirnya lo sadar, Sya. Akhirnya lo sadar kalau yang ganteng juga bisa nyakitin," kata Fira.
"Aduh, guys, mati gue," kata Lala tiba-tiba.
"Hah? Lo mau mati, La? Kok cepet banget? Kita belum lulus padahal," tanya Marsya.
"Lihat ke arah jam empat, tapi lo berdua lihatnya gantian," pinta Lala.
"Lo duluan apa gue duluan nih?" tanya Marsya kepada Fira.
"Gue duluan," jawab Fira lalu dia segera melihat ke arah yang diminta oleh Lala. "Gila."
Mendengar kata indah itu keluar dari mulur Fira, Marsya langsung menoleh ke arah pukul empat tanpa menunggu Fira kembali ke pandangan semula.
"Mati kita," kata Marsya setelah mengetahui orang yang ada di arah pukul empat.
Orang itu adalah Jevan, orang yang sedaritadi mereka ceritakan.
"Gila, gila, kok gue daritadi gak sadar dia ada di sana, ya?" tanya Lala. "Kira-kira dia denger gak sih?"
"Gue yakin sih engga, La, 'kan suara kita gak terlalu besar," jawab Marsya.
"Iya, La, lo santai aja," timpal Fira.
"Am-" Belum sempat Lala menyelesaikan perkataannya, layar ponsel miliknya yang ia letakkan di atas meja hidup dan menampilkan sebuah pop-up chat.
Dan isinya sungguh membuat mereka bertiga terkejut.
Jevan Ravindra
Gak usah malu gitu kali kak
Biasa aja kok
"Dia denger, ya ampun, astaga, mati gue," kata Lala dengan warna suara aneh yang biasa ia keluarkan ketika sedang merasa malu atau panik.
"Ow, ow," ucap Marsya.
"Bukan salah gue," kata Fira.
"Ih, gue malu banget, ya ampun, muka gue mau diletak di mana coba?" tanya Lala.
"Pantat panci gue masih polos, La, mau lo letak di sana gak?" tanya Fira.
"Lo jahat banget, Fir, sumpah," jawab Lala.