Sya, gue tau lo gak bakalan percaya dengan apa yang akan gue kasih tau ke lo karena gue sendiri gak percaya dengan apa yang akan gue kasih tau ke lo. Gue benar-benar bodoh banget waktu memutuskan untuk melakukan itu, Sya, dan gue benar-benar menyesal.
Gue adalah penulis tulisan yang ada di mading gedung D dan gue jugalah yang nulis artikel aneh yang ada di gedung A. Gue menulis itu semua agar orang-orang mau membaca tulisan milik gue dan lebih memperhatikan sekitarnya. Dan jujur, gue menulis tentang lo karena gue dulu benci banget sama lo. Gue benci sama lo karena lo adalah orang yang ditunjuk untuk menulis artikel di gedung A.
Gue tau kebencian yang gue kasih ke lo itu adalah sesuatu yang bodoh. Tapi, jujur, itu adalah hal yang gue rasain ke lo sebelum gue kenal lo. Kebencian itu hadir sebelum gue mengenal seberapa baiknya lo. Kebencian itu hadir sebelum perasaan gue terhadap lo itu muncul.
Gue sengaja menulis tulisan tentang lo karena gue pengin, saat lo terpuruk karena tulisan itu, lo bakal datang ke gue. Tapi, setelah gue berpikir kembali, gue tersadar, itu adalah pemikiran terbodoh yang pernah muncul di otak gue. Maka dari itu, gue pun memutuskan untuk meletakkan kunci gedung D di kotak milik Bu Rania supaya lo bisa mencabut tulisan itu karena gue gak bakal sempat untuk mencabutnya.
Gue gak sempat karena untuk seminggu ke depan, gue bakal ikut sebuah pelatihan menulis yang diselenggarakan oleh lembaga kepenulisan nasional.
Sya, gue benar-benar minta maaf sama lo. Gue menyesal, Sya, gue nyesal. Gue nyesal telah berbuat seperti itu ke lo hanya karena gue pengin lo dekat sama gue.
Gue sayang sama lo, Sya, tapi gue sadar, pengecut seperti gue ini gak berhak buat menerima rasa sayang dari lo. Jadi, gue harap lo gak merasa bersalah karena gak punya rasa ke gue.
Marsya melipat kembali kertas yang ia temukan di kotak cokelat seminggu yang lalu. Marsya memutuskan untuk kembali membaca tulisan itu agar ia tidak lupa dengan apa yang ingin dia katakan kepada Kenzo.
Saat ini, Marsya sedang berada di bandara yang ada di kotanya. Marsya telah berjanji kepada Kenzo bahwa ia akan menjemputnya dan berbicara dengannya.
Setelah Marsya membaca kertas yang diberikan oleh Kenzo di dalam kotak cokelat itu, Marsya langsung mengajak Fira dan Lala untuk bertemu dan mendiskusikan tentang apa yang ditemukan oleh Marsya.
Awalnya, Fira dan Lala sangat marah dengan Kenzo karena di tulisan itu Kenzo merendahkan Marsya. Akan tetapi, pada akhirnya, mereka berdua setuju dengan Marsya yang ingin memaafkan Kenzo. Karena menurut mereka, semua orang berhak untuk menerima maaf atas kesalahan yang pernah lakukan.
Dan menjemput Kenzo di bandara adalah ide dari Fira dan Lala agar mereka mereka berdua bisa berbicara tanpa adanya gangguan dari orang lain maupun lingkungan sekitar.
"Marsya!" panggil seseorang dari belakang Marsya.
Marsya pun menoleh ke belakang dan mendapati Kenzo sedang berjalan ke arahnya.
Tanpa aba-aba dari Kenzo, Marsya langsung memeluk orang yang sudah ia anggap sebagai sahabatnya itu.
"Sya, gue minta maaf," ucap Kenzo sembari melepas pelukan mereka.
"Ken, kalau boleh jujur, gue kecewa banget dengan tulisan tentang gue yang lo buat. Tapi, gue tau apa yang lo rasain ketika lo nulis itu. Jadi, gue rasa gue gak perlu marah sama lo," balas Marsya, "Dan yang baca tulisan itu juga mungkin masih dikit, jadi, gue masih aman."
"Sya," ucap Kenzo.
"Ken, udah, berhenti, gak ada yang berubah dengan lo minta maaf terus-terusan kayak gini," ucap Marsya.
Dengan spontan, Kenzo langsung memeluk Marsya. Ia benar-benar tidak menyangka Marsya akan menanggapi perbuatannya dengan sesuatu yang tidak pantas ia dapatkan. Kenzo merasa ia tidak pantas mendapat tanggapan yang baik dari Marsya karena Kenzo sadar, Kenzo sadar bahwa apa yang dilakukan adalah suatu kesalahan yang sangat fatal.
"Tapi, gue mau tanya deh sama lo, Ken," ucap Marsya setelah ia dan Kenzo melepas pelukan mereka.
"Lo mau tanya apa?" tanya Kenzo.
"Lo tau tentang perasaan gue ke Kenzo dari mana? Perasaan gue gak pernah curhat ke siapa-siapa, kecuali Fira dan Lala," tanya Marsya.
"Lo lupa kalau gue pernah baca note lo?" tanya Kenzo.
Pertanyaan Kenzo membuat Marsya kembali teringat pada peristiwa sekitar dua minggu yang lalu. Saat di mana Marsya dan Kenzo berada di warung kopi untuk berdiskusi mengenai artikel yang akan mereka tulis.
"Astaga, lo baca part yang alay itu?" tanya Marsya.
Kenzo menganggukkan kepalanya.
Marsya menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Dia sangat malu. "Astaga, gue malu banget gila."
"Gak usah ngerasa malu kali, Sya," ujar Kenzo, "Rata-rata orang pernah ngelakuin apa yang lo lakuin, kok."
"Tapi tetap aja, Ken, itu memalukan," balas Marsya.
"Lo ke sini sama siapa?" tanya Kenzo. Kenzo sengaja langsung mengalihkan percakapan mereka karena Kenzo tidak mau Marsya merasa malu.
"Sama Arsen," jawab Marsya, "Dia lagi di mobil."
"Lo udah pacaran sama dia?" tanya Kenzo.
Marsya menggelengkan kepalanya.
"Kenapa belum?" tanya Kenzo.
"Semua butuh waktu, Ken," jawab Marsya. "Termasuk untuk maafin lo."
Kenzo terdiam mendengar jawaban Marsya. Harinya merasa sakit, tapi Kenzo sadar, ia memang berhak untuk merasakan itu dan ia juga sadar bahwa seharusnya ia merasakan yang lebih daripada itu.
Marsya tertawa melihat reaksi dari Kenzo. "Ya ampun, Ken, gue cuma bercanda kali. Yuk, kita ke mobil, kasihan Arsen udah nunggu dari tadi."