Setelah Marsya dan Kenzo menyelesaikan tugas mereka, Marsya memutuskan untuk tidak langsung pulang ke rumahnya, ia memutuskan untuk kembali ke sekolah. Ia ingin memeriksa mading di gedung D bersama dengan Fira dan Lala yang masih berada di sekolah.
“Lo langsung pulang, Ken?” tanya Marsya setelah mereka sudah keluar dari warung kopi itu.
Kenzo menggelengkan kepalanya. “Gue mau ke sekolah, motor gue masih di sekolah soalnya.”
“Mau bareng sama gue, gak?” tawar Marsya.
“Gak usah, Sya, gue bisa balik naik ojek online, kok,” jawab Kenzo.
“Ya ampun, Ken, kita ‘kan satu tujuan, ngapain pisah coba?” tanya Marsya.
Kenzo terdiam sejenak. Ia bukan sedang memikirkan tawaran dari Marsya, tetapi dia sedang memikirkan apa maksud dan tujuan Marsya mengajaknya kembali ke sekolah bareng.
“Oke, gue sama lo,” jawab Kenzo. “Lo naik motor atau mobil?”
“Mobil,” jawab Marsya. “Lo tunggu di sini, ya, biar gue ambil mobil gue.”
“Sini, biar gue aja yang ambil,” ucap Kenzo.
“Gue titipin di rumah teman gue, ya kali, lo yang ngambil,” kata Marsya.
“Ya udah, gue ikut sama lo,” ucap Kenzo.
“Ya udah, ayo,” ajak Marsya.
***
“’Makasih, Sya,” ucap Kenzo setelah ia memarkirkan mobil Marsya di parkiran sekolah.
Ya, Kenzolah yang mengemudikan mobil karena Kenzo merasa tidak enak jika Marsya yang mengemudikannya.
Marsya menganggukkan kepalanya lalu mereka berdua pun keluar dari mobil Marsya.
“Nih, kunci lo.” Kenzo memberikan Marsya kunci mobil milliknya.
Marsya menerima kunci itu dari Kenzo. “Gue duluan, ya, Ken.”
Kenzo menganggukkan kepalanya lalu menatap kepergian Marsya dari sampingnya. Kenzo merasa ada sesuatu yang aneh muncul di dalam dirinya saat ini dan dia sangat berharap sesuatu itu tidak ada kaitannya dengan Marsya.
Sesampainya Marsya di kelasnya, ia tidak menemukan keberadaan Fira dan Lala, ia malah menemukan sepasang kekasih yang sedang mengobrol. Siapa lagi kalau bukan Cindy dan Arsen?
“Lo kok balik ke sekolah, Sya?” tanya Cindy sembari beranjak dari kursinya dan berjalan ke arah Marsya yang masih berdiri di ambang pintu kelas.
“Gue mau temuin Fira sama Lala,” jawab Marsya. “Lo ada lihat mereka, gak?”
“Kalau gak salah mereka ada di kelasnya Lala,” jawab Cindy.
Marsya menganggukkan kepalanya. “Gue ke sana dulu, ya, Cin. Hati-hati lo di sini.” Marsya pun berbalik badan dan melangkahkan kakinya menuju kelas Lala.
“’Gini, nih, tampang-tampang orang yang baru terbakar api cemburu,” ledek Lala ketika Marsya baru saja memasuki kelasnya.
Marsya melempar Lala dengan sebuah gumpalan kertas yang tadinya terletak di meja yang berada di dekat pintu kelas. “Sembarangan lo, La.”
“Mereka masih ada di sana, Sya?” tanya Fira.
Marsya menganggukkan kepalanya sembari duduk di kursi yang berada di dekat Fira dan Lala. “Lo berdua kenapa gak bilang lo berdua ada di sini? Tega bener lo berdua.”
“Yang pentingkan lo balik dari acara itu barengan sama Kenzo,” ucap Lala.
Marsya terkejut mendengar ucapan Lala. Baru saja ia hendak memberitahukan hal bersejarah itu kepada Fira dan Lala tetapi ternyata mereka berdua sudah mengetahuinya.
“Kok lo berdua tau sih?” tanya Marsya.
“Lo lupa kalau temen lo itu temen kita juga?” tanya Fira balik.
Marsya menepuk dahinya. Saat ini Marsya merasa bahwa dirinya merupakan orang terbodoh yang pernah ada karena baru menyadari hal itu.
“’Gimana, Sya? Dia orangnya ‘gimana?” tanya Lala.
“Dia pendiam banget,” jawab Marsya.
“Menurut lo dia baik atau jahat?” tanya Fira.
Marsya mengedikkan bahunya. “Ya, mana gue tau, Fir, ‘kan gue baru pertama kali ngomong sama dia.”
“Oh ya, kita ke mading sekarang, yuk,” ajak Lala dan disambut dengan anggukan oleh Marsya dan Fira.
***
Sesampainya mereka bertiga di mading gedung D, mereka tidak menemukan apa-apa di dalam mading itu.
“Kok gak ada yang baru, ya?” tanya Lala.
Marsya dan Fira mengedikkan bahu mereka pertanda mereka tidak mengetahui jawaban yang tepat untuk pertanyaan Lala.
“’Gimana kalau kita langsung temuin Arsen?” usul Fira. “Gue takut sesuatu yang buruk akan terjadi dan kita terlambat.”
Lala menganggukkan kepalanya, ia sangat setuju dengan usulan Fira. “Ayo, kita temuin dia sekarang.”
“Jangan, La, jangan sekarang, dia ‘kan masih sama Cindy,” ucap Marsya.
“Iya juga,” balas Fira. “Ya udah, lo LINE dia aja, suruh dia ke warung Bu Mia.”
Marsya menganggukkan kepalanya lalu mengambil ponselnya dari dalam saku roknya dan mengetikkan beberapa pesan kepada Arsen.
Marsya Nadhifa: Sen
Marsya Nadhifa: Bisa ketemu di warung bu mia?
Marsya Nadhifa: Selesai lo pacaran sm cindy
“Gue rasa dia gak bakalan jawab, Sya,” ucap Lala. “Kita datangi dia sekarang aja.”
“Lo gak apa-apa, ‘kan, Sya?” tanya Fira yang menyadari perubahan ekspresi wajah Marsya yang sepertinya sedikit panik karena harus menemui Arsen yang sedang bersama Cindy.
Demi pertemanan dan demi orang yang akan ada di dalam kertas itu, Marsya menganggukkan kepalanya.
Lalu mereka bertiga pun berjalan menuju kelas Marsya dengan harapan mereka dapat bertemu dengan Arsen dan Cindy tidak merasa ganjil dengan kedatangan mereka bertiga.
Sesampainya mereka di kelas Marsya, mereka tidak menemukan keberadaan Arsen dan Cindy.
“Yha, dianya udah pulang,” ucap Fira.
“Coba lo tanya sama Cindy, Sya,” kata Lala.
“Kalau dia curiga sama gue ‘gimana?” tanya Marsya.
“Sya, ini demi kebaikan kita semua. Emangnya lo mau ada korban lagi?” tanya Fira meyakinkan Marsya agar dia mau melakukan apa yang dikatakan oleh Lala.
Sebenarnya Fira juga tidak yakin dengan perkataan Lala karena ia takut Cindy akan berpikiran negatif akan Marsya. Tetapi, Fira sadar, jika mereka tidak melakukan hal ini, kemungkinan sesuatu yang buruk akan terjadi kepada seseorang.
Dan untuk kedua kalinya, demi pertemanan dan orang itu, Marsya mengambil ponselnya yang sudah sempat ia simpan di saku roknya dan mengirimkan pesan kepada Cindy.
Marsya Nadhifa: Cin
Marsya Nadhifa: Lo lagi sama arsen?
Tak berapa lama kemudian, balasan pun muncul dari Cindy.
Cindy Ariyanti: Engga sya
Cindy Ariyanti: Arsen tadi langsung pulang
Cindy Ariyanti: Emangnya kenapa?
Marsya Nadhifa: Gak ada apa-apa cin
Cindy Ariyanti: Kalau lo ada perlu sm arsen blg sm gue aja, biar gue yg kasih tau ke dia
Marsya Nadhifa: Siap cin
Marsya sedikit tidak percaya dengan pesan yang baru dikirimkan oleh Cindy. Marsya mengira Cindy akan marah atau curiga kepadanya saat dirinya menanyakan tentang keberadaan Arsen. Tetapi ternyata, Cindy malah membantunya jika dirinya memang ada keperluan dengan Arsen. Dan tiba-tiba saja, Marsya merasa menyesal tidak meminta pertolongan Cindy sejak awal.
“Kok lo diam aja, Sya?” tanya Fira.
Masya tidak menjawab pertanyaan Fira dengan perkataan, melainkan dengan menunjukkan ponselnya kepada Fira dan Lala.
“Wah, gue gak nyangka dia bakalan sepeduli ini sama lo,” ucap Lala.
“Udah, Sya, lo gak usah sedih,” kata Fira. “Lo gak salah, perasaan lo terhadap Arsen gak salah.”
“Tapi, Fir, Cindy baik banget sama gue, gue ngerasa gue jahat karena suka sama pacarnya,” ucap Marsya dan tanpa ia duga, ia mengeluarkan air matanya.
Melihat Marsya menangis, Lala langsung memeluk sahabatnya itu. “Ya ampun, Sya, lo gak usah nangis. Kalau lo nangis entar Fira ikutan nangis, terus kalau Fira nangis gue juga ikutan nangis.”
Mendengar perkataan Lala, Fira langsung memeluk mereka berdua dan tepat seperti perkiraan Lala, Fira juga menangis.
“Gue... Gue rasa gue harus jujur ke Cindy,” ucap Marsya ketika pelukan mereka bertiga sudah terlepas.
“Sya, jangan,” ucap Fira, “Gue tau mungkin Cindy bakalan biasa aja, tapi tolong, jangan lakuin itu.”
“Iya, Sya, walaupun nantinya Cindy bakalan biasa aja, tapi tetap aja, dia pasti bakalan merasa aneh,” ujar Fira, "Sya, mulai hari ini, lo harus bisa menghilangkan perasaan lo dan mulai memberikannya kepada orang lain."