Keterlambatan mereka kemarin membuat mereka berada di depan mading gedung D pagi ini. Ada tulisan baru di mading namun bukan merupakan sebuah tulisan misterius baru melainkan ucapan yang tak disangka oleh mereka bertiga.
Ya, kalian benar, akulah yang meletakkan kunci itu di tasnya.
Dan kalian juga benar, kalian memang sudah terlambat.
Tapi, kalian tidak perlu khawatir atau merasa bersalah karena kalian tidak bersalah.
Jika kalian membaca ini di pagi hari, maka tunggu saja berita mengenai kasus itu siang nanti atau mungkin saat kalian kembali ke kelas kalian.
Jika kalian membaca ini setelah kalian mendapat berita itu, aku ingin mengucapkan, aku turut berduka atas apa yang terjadi.
Sampai bertemu di kertas selanjutnya! Aku tak menyangka kalian masih mau bermain denganku walaupun aku membuang waktu berharga di hidup kalian.
“’Aku turut berduka atas apa yang terjadi’.” Lala membaca ulang kalimat yang tertulis di kertas itu.
“Kalau sampai N kecelakaan atau meninggal, gue bakal temuin Arsen,” kata Marsya tanpa memikirkan dampak dari apa yang akan dia lakukan.
“Mudah-mudahan engga, kalau dia kenapa-kenapa gue merasa bersalah, serius,” ujar Fira.
***
“Sya, ke kantin, kuy,” ajak Cindy setelah bel pertanda istirahat dimulai selesai memperdengarkan bunyinya yang sangat merdu itu.
Marsya menganggukkan kepalanya sembari beranjak dari kursinya, begitu juga dengan Cindy.
“Gue ikut dong,” ucap Archie yang sudah berdiri di samping Marsya.
“Selamat pagi, Siswa/siswi SMA Nusa Satu. Dengan sangat menyesal, kami mengumumkan bahwa salah satu dari kita telah berpulang ke rumah-Nya. Ia bernama Nadya Clarissa kelas XII MIPA 2. Kiranya amal dan ibadah Nadya diterima di sisi Tuhan Yang Maha Esa. Jika di antara anak-anak kami ingin melayat, setelah pulang sekolah kalian bisa mendatangi rumah almarhumah di-“
Marsya tak lagi mendengar pengumuman itu dengan jelas. Pikirannya sudah melayang entah ke mana dan hanya satu yang ingin ia lakukan sekarang, bertemu dengan Arsen.
“Ya ampun, kok dia bisa meninggal, ya?” tanya Cindy.
“Gue gak jadi ke kantin deh, gue mau ke kelas XII MIPA 2, mau cari info,” ucap Archie.
“Gue ikut, Arch,” kata Marsya.
“Gue ke kantin sama yang lain aja deh,” kata Cindy.
“Ya udah, yuk, Sya,” ajak Archie lalu ia dan Marsya pun berjalan menuju kelas XII MIPA 2.
Suasana di ruang kelas XII MIPA 2 sangat tidak kondusif. Banyak suara isak tangis yang terdengar di telinga Marsya saat ia memasuki kelas itu untuk mencari Arsen.
“Arsen datang?” tanya Marsya kepada salah satu murid XII MIPA 2 yang terlihat tenang.
Murid menggelengkan kepalanya. “Dia sakit.”
“Oh ya, kalau boleh tau Nadya kenapa bisa meninggal?” tanya Marsya.
Murid itu mengedikkan bahunya. “Pihak keluarga dan pihak sekolah masih belum ngasih tau.”
“Oh gitu, ‘makasih, ya,” ucap Marsya lalu ia melangkahkan kakinya keluar dari kelas XII MIPA 2 tanpa sadar kalau tadi ia datang ke sana dengan Archie.
“Sya!” panggil Lala ketika ia melihat Marsya berjalan melalui kelasnya.
Marsya yang tidak menyadari bahwa ia baru melewati kelas Lala pun menghentikan langkahnya dan berbalik. “Arsen gak datang, La.”
“Pengumuman kepada siswi bernama Marsya Nadhifa dan Fira Shallita, ditunggu kehadirannya di ruang BK. Sekali lagi, kepada siswi bernama Marsya Nadhifa dan Fira Shallita, ditunggu kehadirannya di ruang BK. Sekarang. Terima kasih.”
“Lha? Kenapa gue sama Fira dipanggil?” tanya Marsya.
Lala mengedikkan bahunya pertanda ia tidak tahu. “Kayaknya ini ada hubungannya sama kedatangan lo berdua ke kos Pak Minro semalam.”
“Sya, yuk,” ajak Fira yang baru saja keluar dari kelasnya.
“La, gue sama Fira ke ruang BK dulu, ya,” ucap Marsya dan dibalas anggukan oleh Lala.
Ketika Marsya dan Fira masuk ke ruang BK, mereka dikejutkan oleh orang-orang yang ada di dalamnya. Ruang BK dipenuhi oleh dua orang polisi, kepala sekolah, seorang guru BK, dan istri Pak Minro.
“Kalian Marsya dan Fira?” tanya polisi yang bernama Hafiz itu.
“Iya, Pak,” jawab Marsya dan Fira hampir bersamaan.
“Apa benar semalam kalian mendatangi tempat tinggal Pak Minro?” tanya Pak Hafiz.
“Benar, Pak,” jawab Marsya dan Fira.
“Saya dengar semalam kalian mendatangi beliau karena ingin mengumpul tugas, benar?” tanya Pak Hafiz.
“Benar, Pak.”
“Tetapi, menurut pengakuan dari teman sekelas kalian, kalian tidak ada tugas. Kenapa kalian berbohong? Apakah kalian sudah tahu pelaku akan beraksi?” tanya Pak Hafiz.
“Pelaku? Maksudnya apa, ya, Pak?” tanya Fira berpura-pura tidak tahu padahal ia sudah menyangka bahwa Pak Minrolah pelakunya.
“Pak Minro adalah pelaku pembunuhan teman kalian, beliau memerkosa korban, membunuhnya, lalu membuangnya di depan sekolah kalian,” jawab Pak Hafiz, “Sekarang, jawab pertanyaan saya, apakah kalian tahu pelaku akan menjalankan aksinya?”
“Tidak, Pak,” jawab Fira.
“Jadi, mengapa kalian mendatangi tempat tinggal Pak Minro?” tanya Pak Hafiz.
“Sebenarnya kami mendatangi tempat tinggal Pak Hafiz karena kami ingin bertemu dengan Nadya, Pak,” jawab Fira.
“Dari mana kalian tahu bahwa korban sedang bersama pelaku?” tanya Pak Hafiz.
“Kami melihat Nadya masuk ke mobil Pak Minro, Pak, dan kami merasa ada yang aneh, jadi, kami memutuskan untuk ke rumah Pak Minro karena kami mengira mereka akan ke rumah Pak Minro,” jawab Fira.
“Baiklah, terima kasih atas infonya. Kalian bisa kembali ke kelas kalian masing-masing,” ucap Pak Hafiz.
“Maaf, Pak, kalau boleh tahu, Pak Minro ada di mana?” tanya Marsya.
“Pelaku memutuskan untuk membunuh dirinya dengan menabrakkan mobilnya di pohon yang berada di lingkungan sekolah kalian,” jawab Pak Hafiz. “Oh ya, masalah ini jangan kalian beritahukan sampai keadaan membaik, mengerti?”
“Mengerti, Pak,” jawab Marsya dan Fira bersamaan.
Setelah urusan Marsya dan Fira di ruang BK selesai, mereka berdua langsung menemui Lala dan memutuskan untuk mendiskusikan kasus ini di kantin.
“Ini udah gak bisa dibiarin, Sya, La,” kata Fira saat mereka sudah duduk di tempat biasa mereka di kantin. “Kita harus temuin Arsen.”
“Arsen gak datang, Fir,” ucap Marsya.
“Gue gak mau tau, kita harus datangi rumah Arsen,” kata Fira. “Lo tau rumahnya di mana?”
Marsya menganggukkan kepalanya.
“Ya udah, nanti pulang sekolah kita langsung ke rumahnya,”ucap Fira.
***
“Kok gak ada yang buka, ya?” tanya Marsya setelah mereka bertiga menekan bel rumah Arsen beberapa kali serta memanggil Arsen.
“Lo yakin ini rumahnya?” tanya Lala.
Marsya menganggukkan kepalanya.
“Nak, kalian temannya Arsen?” tanya seseorang dari belakang mereka bertiga.
Mereka bertiga pun berbalik dan melihat seorang wanita yang sedang berjalan ke arah mereka.
“Iya, Bu,” jawab Marsya.
“Arsennya lagi di rumah neneknya karena orangtuanya lagi di luar kota,” jawab wanita itu.
“Ibu tau rumah nenek Arsen di mana?” tanya Lala.
“Kalau itu Ibu gak tau, Nak, tapi kalau nomor handphone orangtua Arsen Ibu ada, kalian bisa tanya nanti,” jawab wanita itu.
“Boleh saya minta, Bu?” tanya Marsya.
Wanita itu menganggukkan kepalanya lalu mengambil ponsel dari dalam tasnya dan membacakan nomor ponsel orangtua Arsen.
“’Makasih, ya, Bu,” ucap Marsya setelah ia menambahkan nomor ponsel ibu Arsen di ponselnya.
“Sama-sama, Nak, Ibu pergi dulu, ya,” pamit wanita itu.
“Hati-hati, Bu,” pesan Fira.
“Kita hubungin sekarang?” tanya Lala.
“Kayaknya gak usah dulu deh, La, kita tunggu sampai besok, kalau seandainya besok Arsen gak sekolah, baru kita hubungin orangtuanya,” jawab Fira.