“Pak, saya boleh minta kuncinya lagi?” tanya Marsya kepada Pak Bambang yang merupakan penjaga sekolah di sekolah Marsya.
Marsya sengaja datang lebih awal dari biasanya agar ia dapat kembali ke gedung D tanpa dilihat oleh murid-murid yang lain.
“Nanti setelah kamu selesai, kamu kembalikan ke saya, ya,” pesan Pak Bambang sembari menyodorkan kunci pagar gedung D kepada Marsya.
“Siap, Pak,” balas Marsya sembari menerima kunci yang disodorkan oleh Pak Bambang. “Saya masuk dulu, ya, Pak?”
Marsya pun melangkahkan kakinya masuk ke dalam gedung sekolah.
Sesampainya Marsya di pagar gedung D, ia langsung membuka gembok pagar itu dan langsung memasuki kawasan gedung D.
Sebelum berjalan menuju mading, Marsya dengan segala ketakutan yang ia punya berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar imannya dikuatkan.
“Lha, kok kosong?” tanya Marsya entah kepada siapa ketika dia sudah berada di depan mading gedung D.
Marsya mengedarkan padangan kesekelilingnya. Tidak ada orang. Tanpa berpikir panjang, Marsya memutuskan untuk keluar dari kawasan gedung D. Ia tak mau sesuatu buruk terjadi padanya jika ia berlama-lama di gedung D.
“Lo sebenarnya ada urusan apa sih? Kok terus bolak-balik ke gedung D?” tanya seseorang dari belakang Marsya saat Marsya sedang mengunci gembok pagar.
Setelah Marsya mengunci gembok pagar dan mencabut kuncinya, ia pun langsung membalikkan badannya dan mendapati seorang Arsen sedang memperhatikannya.
“Gue cuma meriksa mading di gedung D,” jawab Marsya.
“Bukannya mading gedung D udah gak dipakai lagi, ya?” tanya Arsen.
“Gue disuruh meriksa sama pembina,” jawab Marsya. “Gue ke kelas duluan, ya, Sen?”
Tanpa menunggu balasan dari Arsen, Marsya langsung melangkahkan kakinya menjauhi Arsen dan menuju kelasnya.
“Kesambet apa lo datang pagi-pagi gini?” tanya Cindy ketika Marsya baru saja memasuki kelasnya.
“Gue belum siap Biologi, Cin, makanya gue datang cepat,” jawab Marsya sembari duduk di kursi yang terletak di sebelah Cindy.
“Nih,” ujar Cindy sembari meletakkan buku tugas Biologi miliknya di hadapan Marsya.
“Lo udah siap?” tanya Marsya.
Cindy menganggukkan kepalanya. “Kebetulan tugas kita sama tugas kelasnya Arsen sama, makanya gue bisa siap.”
“Syukurlah,” ucap Marsya seraya mengambil buku tugas Biologinya dari dalam tasnya kemudian ia memulai kebiasaan paginya, yaitu menyalin tugas milik orang lain.
***
Marsya memutuskan untuk menghabiskan waktu istirahat pertamanya di kelas seorang diri. Ia sedang dalam fase di mana ia sedang lapar tetapi dia malas untuk pergi ke kantin sehingga ia meminta tolong Archie untuk membelikannya makanan.
“Sya, sumpah, kalau lo denger ini lo bakalan gak percaya,” ucap Thomas yang baru saja memasuki kelas.
“Ada apaan, Thom?” tanya Marsya.
“Lo tau Yuri, ‘kan?” tanya Thomas.
Marsya menganggukkan kepalanya. “Dia kenapa?”
“Dia tadi histeris di kelasnya terus dia nyakitin dirinya sendiri,” jawab Thomas.
“Lo serius?” tanya Marsya yang tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Thomas.
Menurut Marsya, Yuri adalah orang yang hampir sempurna. Tidak mungkin ia melakukan sesuatu yang bodoh seperti itu.
Thomas menganggukkan kepalanya. “Sekarang dia lagi di UKS.”
“Gila, gue gak nyangka dia bisa gitu,” kata Marsya.
“Gue juga, Sya, padahal dia ‘kan orangnya baik, cantik, pintar, ramah-“
“Ya ampun,” Marsya memotong pujian Thomas terhadap Yuri karena dia baru teringat akan satu hal.
“Lo kenapa?” tanya Thomas.
Marsya menggelengkan kepalanya sembari mengambil ponselnya, bermaksud untuk mengirimkan pesan kepada Fira.
Marsya Nadhifa: Ketemu di kelas lala skrg
Fira Shallita: Okeoke
“Thom, gue ke kelas Lala dulu, ya,” pamit Marsya kepada Thomas lalu ia pun bangkit dari kursinya dan berjalan menuju kelas Lala yang hanya dipisahkan oleh kelas Fira.
Fira sudah duduk di sebelah Lala saat Marsya memasuki kelas Lala yang kebetulan sedang sepi.
“Gila, gila, lo berdua udah tau soal Yuri?” tanya Marsya.
Lala menganggukkan kepalanya sementara Fira menggelengkan kepalanya.
“Emangnya ada apa?” tanya Fira.
“Yuri histeris di kelas dan dia nyakitin dirinya sendiri,” jawab Lala.
“Gue ngerasa, Yuri adalah orang yang dimaksud oleh penulis mading itu,” ujar Marsya.
“Eh, iya, gue kok baru sadar?” tanya Lala.
“Menyakiti diri sendiri adalah hal yang paling bodoh itu, ‘kan?” tanya Fira.
Marsya dan Lala menganggukkan kepala mereka.
“Dari mana penulis itu bisa tau?” tanya Fira.
Marsya mengangkat kedua bahunya pertanda ia tidak mempunyai jawaban untuk pertanyaan Fira.
“Ayo kita ke sana lagi,” ajak Lala. “Buat lihat inisial Yuri adalah inisial yang ada di kertas itu.”
“Tadi pagi gue udah ke sana, La, madingnya udah kosong,” kata Marsya.
“Lo serius?” tanya Lala.
Marsya menganggaukkan kepalanya.
“Ini gak mungkin kerjaan makhluk halus, ‘kan?” tanya Fira yang sekarang sedang terfokus kepada penulis kertas itu.
“Gue rasa dan gue yakin, bukan,” jawab Lala.
“Apa mungkin ini buatan orang yang bisa tau masa depan?” tanya Marsya.
Lala menganggukkan kepalanya. “Mungkin aja. Dia tau tentang apa yang akan terjadi, tapi dia gak tau ‘gimana cara ngasih tau ke orang lain.”
“Kenapa harus di mading gedung D?” tanya Fira.
“Nah, itu dia, kita harus cari tau siapa penulis mading itu,” kata Marsya.
“’Gimana kalau pulang sekolah kita balik lagi ke sana? Siapa tau dia nempelin yang baru,” usul Fira.
Marsya menganggukkan kepalanya.
“Ya udah, nanti pulang sekolah kita kumpul di kelas Marsya,” ucap Fira.
***
“Sya, temenin gue ke toilet dong,” pinta Cindy saat mereka sedang mengerjakan tugas yang diberikan oleh Bu Siti, guru Matematika di kelas XII MIPA 5.
“Lo yang permisiin, ya, Cin,” ucap Marsya.
Cindy pun menganggukkan kepalanya lalu bangkit dari bangkunya dan diikuti oleh Marsya.
“Sekarang udah jam berapa, Cin?” tanya Marsya ketika mereka sedang berada di perjalanan menuju toilet yang letaknya cukup jauh dari kelas mereka.
Sebelum menjawab pertanyaan Marsya, Cindy melihat jam tangan yang melingkarkan di pergelangan tangan kirinya. “Lima belas menit lagi pulang.”
“Gak usah balik, yuk, Cin,” ajak Marsya. “Gue lagi males ngerjain tugas, paling nanti dijadiin PR.”
Cindy menganggukkan kepalanya.
Ketika mereka sudah sampai di depan toilet wanita, Marsya memutuskan untuk menunggu di luar. Marsya sedang tidak ingin mencium bau toilet yang sangat menggetarkan jiwa dan raganya itu.
Sembari menunggu Cindy, Marsya mengeluarkan ponsel dari sakunya dan membuka aplikasi Twitter di ponselnya. Twitter adalah aplikasi yang dapat membuat rasa bosan Marsya hilang seketika oleh karena cuitan-cuitan yang menurut Marsya sangat lucu.
“Sya.”
Marsya langsung mendongakkan kepalanya ketika ia mendengar namanya terucapakan oleh seseorang.
“Lo lagi sama Cindy?” tanya Arsen.
Marsya menganggukkan kepalanya.
“Lo balik duluan aja, Cindy sama gue,” kata Arsen.
Tanpa berpamitan dengan Arsen, Marsya pun melangkahkan kakinya menjauhi Arsen. Tak bisa disangkal, hati Marsya masih sakit jika mengingat kenyataan bahwa Arsen berpacaran dengan Cindy.
Tanpa Marsya sadari, langkahnya membawa dirinya ke depan perpustakaan. Marsya tak tahu apa yang membuat dirinya berjalan menuju ruang penuh dengan jendela dunia itu.
“Eh, ada Marsya,” kata Bu Rania yang sedang berjalan keluar dari perpustakaan.
“Siang, Bu,” sapa Marsya sembari menyalam tangan Bu Rania.
“Kamu bisa kapan aja, ‘kan?” tanya Bu Rania.
Marsya terdiam sejenak. Ia mencoba mencerna apa yang dimaksud oleh Bu Rania lalu ia pun menganggukkan kepalanya. “Bisa, Bu.”
“Baiklah, saya ke kantor dulu, ya,” kata Bu Rania lalu beliau berjalan menuju kantor guru meninggal Marsya seorang diri dengan kebingungan di dalam dirinya.
Marsya masih tidak tahu mengapa dia berada di depan perpustakaan.
“Sya, kenapa lo gak masuk kelas?”
Marsya menoleh ke sumber suara dan mendapati Lala.
“Gue tadi permisi, cuma tanggung, makanya gue gak balik,” jawab Marsya.
“Ke kelas gue, yuk,” ajak Lala. “Gue lagi gak ada guru.”
Marsya pun menganggukkan kepalanya.
***
Aku tak tau apakah kau menyadari apa yang kutulis
Jika kau tak menyadari, kau harus tau, kau sudah terlambat
Jika kau menyadari, selamat, aku tak menyangka kau sepeka itu
Marsya, Fira, dan Lala saling tatap setelah mereka membaca tulisan yang tertempel di mading itu. Mereka tidak menyangka bahwa itulah tulisan yang akan mereka baca. Awalnya mereka sangat yakin bahwa akan ada tulisan lain yang seperti tulisan yang sebelumnya, tetapi sayangnya hanya tulisan itu yang ada.
“Kok gue kesel sama dia, ya?” tanya Lala.
“Pst,” ucap Fira. “Kalau orang itu ada di sini dan dia denger gimana?”
“La, ini masih permulaan, kita harus bersikap sopan walaupun kita gak tau dia ada atau engga di dekat kita,” kata Marsya.
Fira menganggukkan kepalanya pertanda ia setuju dengan perkataan Marsya. “Untuk saat ini, kita kayaknya gak usah fokus sama penulisnya, kita fokus dengan apa yang ditulisnya.”
“Dan kalau bisa, jangan sampai ada yang tau,” pesan Marsya, “Kita kasih tau yang lain kalau misalnya tulisan ini udah kelewat.”