Loading...
Logo TinLit
Read Story - Sang Penulis
MENU
About Us  

“Jantung gue serasa mau copot, gila,” kata Lala saat mereka bertiga sudah berada di ruang kelas Marsya.

Marsya tidak menanggapi perkataan Lala karena dia masih menetralkan detak jantungnya. Begitu juga dengan Fira. Mereka berdua seperti tidak mempunyai tenaga untuk menanggapi perkatan Fira.

“Serem banget, sumpah,” ucap Fira setelah ia merasa dirinya sudah tenang.

Marsya menanggapi ucapan Fira dengan sebuah anggukan.

“Lo udah dapet fotonya?” tanya Lala.

Marsya menggeelengkan kepalanya. “Waktu gue mau foto, suara gila itu tiba-tiba datang. Jadinya gue gak sempat.”

“Gue gak berani lagi ke sana,” kata Fira.

“Kayaknya semenjak gak dipakai gedung D jadi serem gitu deh,” ucap Lala.

Marsya dan Fira menganggukkan kepala mereka pertanda mereka setuju dengan ucapan Lala.

“Lo berdua gak penasaran sama tulisan itu?” tanya Marsya yang tiba-tiba saja teringat akan tulisan yang tertempel di mading gedung D.

“Gue penasaran, Sya, banget malah, tapi gue takut buat ke sana,” jawab Fira.

“Sama, gue juga,” timpal Lala.

“Kok gue ngerasa tulisan itu bukan sekadar tulisan biasa, ya?” tanya Marsya.

“Menurut gue, ada sesuatu yang berbeda dari tulisan itu,” kata Lala.

“Astaga,” ucap Fira dan berhasil membuat Marsya serta Lala menatap ke arahnya.

“Kenapa, Fir?” tanya Marsya.

“Gue rasa tulisan itu ada supaya kita memperhatikan orang yang ada di dalam tulisan itu,” jawab Fira.

“Darimana kita tau orang yang ada di dalam tulisan itu kalau orang yang nulis tulisan itu gak ngasih tau ciri-ciri orang itu?” tanya Lala.

“Dia ngasih tau ciri-ciri orang itu, La,” jawab Marsya.

“Dia menggambarkan orang itu sebagai orang yang sempurna, orang itu cerdas, cantik, dan selalu tersenyum,” kata Fira.

“Jangan-jangan itu lo, Fir,” kata Lala.

“Apaan, sih? Gue gak gitu kali,” bantah Fira.

“’Gimana kalau kita balik ke sana besok?” usul Lala.

Fira menganggukkan kepalanya.

“Untuk sementara waktu, gue rasa kita gak usah ngasih tau soal itu ke yang lain dulu. Tunggu sampai kita tau kepastian tulisan itu,” kata Marsya.

Fira dan Lala menganggukkan kepala mereka.

“Ini kita udah selesai, ‘kan?” tanya Lala.

Marsya menganggukkan kepalanya. “Lo berdua kalau mau balik, balik duluan aja. Gue masih mau ke perpustakaan.”

“Ya, udah, gue sama Lala balik duluan, ya, Sya?” pamit Fira sembari mengambil tasnya.

Marsya kembali menganggukkan kepalanya.

“Hati-hati lo sendiri di sini,” pesan Lala lalu ia mengambil tasnya.

“Alay lo,” kata Marsya walaupun pada kenyataannya, dia sedikit takut dan berharap semuanya akan baik-baik saja.

Bye, bye, Marsya,” ucap Fira dan Lala bersamaan lalu mereka melangkahkan kaki mereka keluar dari kelas Marsya.

Marsya yang tinggal sendiri di kelasnya pun memutuskan untuk duduk sebentar di tempat favoritnya, yaitu kursi guru, sembari memikirkan kembali apa yang baru saja ia alami bersama dengan kedua sahabatnya.

“Oh, iya,” ucap Marsya tanpa sadar saat ia mengingat sesuatu yang sempat terlupakan olehnya dan juga Fira serta Lala.

Marsya baru ingat kalau ada sebuah inisial yang dicantumkan oleh penulis itu. Tetapi, Marsya lupa apa inisial itu. Marsya juga baru ingat kalau dia belum mengunci gembok pagar itu.

“Apa gue harus balik ke sana?” tanya Marsya kepada dirinya sendiri.

“Tapi, gue takut.” Marsya menjawab pertanyaannya sendiri.

Marsya pun memutuskan untuk mengirim pesan kepada Fira untuk meminta saran.

Marsya Nadhifa: Gue baru inget klo ada inisial nama di kertas itu

Fira Shallita: Lo serius?

Marsya Nadhifa: Kayaknya gue bakal balik ke sana deh fir

Marsya Nadhifa: Gue jg baru ingat klo gue blm kunci gemboknya

Fira Shallita: Lo yakin mau balik ke sana?

Marsya Nadhifa: Yakinn

Fira Shallita: Sya

Fira Shallita: Karna gue sm lala khawatir sama lo

Fira Shallita: Tlg banget, lo ke sana bawa teman

Fira Shallita: Siapapun itu

Fira Shallita: Tpi lo jgn bawa dia smpe ke mading

Marsya Nadhifa: Yaampun fir

Marsya Nadhifa: Gue aman kok

Marsya Nadhifa: Kalo ada yg gue kenal bakal gue ajak kok

Fira Shallita: Hati hati ya sya

Fira Shallita: Doa gue sm lala menyertai lo

Marsya membalas pesan dari Fira dengan ucapan terima kasih dan setelah itu dia menyimpan ponselnya ke dalam saku roknya lalu mengambil tasnya.

Kalau Marsya boleh jujur, sebenarnya ia sangat takut untuk kembali ke gedung D. Namun, takdir menyuruhnya untuk kembali ke gedung D agar Marsya tahu siapa orang yang dimaksud oleh penulis kertas itu.

Dengan segala keberanian dan kemampuan yang Marsya punya, ia pun melangkahkan kakinya keluar dari kelasnya dan menuju pagar pembatas gedung A dan C dengan gedung D.

Sesampainya Marsya di pagar itu, ia dikejutkan dengan posisi gembok yang sudah terkunci dengan kunci yang sudah tak lagi tertanam di gembok itu.

“Lha? Kok ini udah ke kunci, sih?” tanya Marsya dengan panik.

Ia mengedarkan pandangannya ke sekelilingnya, bermaksud untuk mencari seseorang yang bisa ia tanya. Tetapi hasilnya nihil. Marsya tidak menemukan seorangpun untuk ditanyai.

Marsya pun mengambil ponselnya dan langsung menghubungi Fira.

“Fira, mati gue,” kata Marsya setelah teleponnya sudah tersambung dengan Fira.

Kenapa? Lo ketemu setan?

“Bukan. Kunci gemboknya hilang.”

Hah? Lo serius? Siapa yang ngambil?

“Gue gak tau, sumpah, ya ampun, Fir, ‘gimana ini?” tanya Marsya dengan sangat panik. Ia takut jikalau kunci tersebut telah berada di tangan orang yang salah.

Sya, lo tenang, sekarang coba lo ke pos satpam terus tanya sama satpam di mana penjaga sekolah sekarang.”

“Oke, Fir, ‘makasih, ya,” ucap Marsya sebelum ia menutup sambungan teleponnya.

“Lo nyariin kuncinya?” tanya seseorang dari belakang Marsya.

Marsya pun langsung menoleh ke belakang dan mendapati seseorang yang sangat tak ia duga kedatangannya.

Marsya menganggukkan kepalanya.

“Udah gue balikin ke penjaga sekolah,” kata Arsen.

Ya, Arsen adalah orang yang bertanya kepada Marsya.

“Kok bisa lo yang balikin?” tanya Marsya.

“Tadi gue lihat pagarnya kebuka, ya, gue tutup, terus gue kunci dan gue kasih ke penjaga sekolah,” jawab Arsen.

“Oh, gitu, ‘makasih, ya, Sen,” ucap Marsya. “Gue balik duluan, ya?”

Marsya pun langsung melangkahkan kakinya melalui Arsen dan kembali ke kelasnya. Marsya sebenarnya sangat ingin mempunyai durasi percakapan yang panjang dengan Arsen. Akan tetapi Marsya sadar, ia tak seharusnya mempunyai keinginan seperti itu dan tak seharusnya ia berbicara dengan Arsen.

Akibat percakapan singkatnya dengan Arsen, Marsya gagal kembali ke mading gedung D. Ia malah melangkahkan kakinya untuk keluar dari sekolah.

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
NADA DAN NYAWA
15384      2890     2     
Inspirational
Inspirasi dari 4 pemuda. Mereka berjuang mengejar sebuah impian. Mereka adalah Nathan, Rahman, Vanno dan Rafael. Mereka yang berbeda karakter, umur dan asal. Impian mempertemukan mereka dalam ikatan sebuah persahabatan. Mereka berusaha menundukkan dunia, karena mereka tak ingin tunduk terhadap dunia. Rintangan demi rintangan mereka akan hadapi. Menurut mereka menyerah hanya untuk orang-orang yan...
November Night
381      272     3     
Fantasy
Aku ingin hidup seperti manusia biasa. Aku sudah berjuang sampai di titik ini. Aku bahkan menjauh darimu, dan semua yang kusayangi, hanya demi mencapai impianku yang sangat tidak mungkin ini. Tapi, mengapa? Sepertinya tuhan tidak mengijinkanku untuk hidup seperti ini.
Half Moon
1148      628     1     
Mystery
Pada saat mata kita terpejam Pada saat cahaya mulai padam Apakah kita masih bisa melihat? Apakah kita masih bisa mengungkapkan misteri-misteri yang terus menghantui? Hantu itu terus mengusikku. Bahkan saat aku tidak mendengar apapun. Aku kambuh dan darah mengucur dari telingaku. Tapi hantu itu tidak mau berhenti menggangguku. Dalam buku paranormal dan film-film horor mereka akan mengatakan ...
Kumpulan Quotes Random Ruth
2046      1082     0     
Romance
Hanya kumpulan quotes random yang terlintas begitu saja di pikiran Ruth dan kuputuskan untuk menulisnya... Happy Reading...
Regrets
1045      566     2     
Romance
Penyesalan emang datengnya pasti belakangan. Tapi masih adakah kesempatan untuk memperbaikinya?
Tuhan, Inikah Cita-Citaku ?
4175      1716     9     
Inspirational
Kadang kita bingung menghadapi hidup ini, bukan karena banyak masalah saja, namun lebih dari itu sebenarnya apa tujuan Tuhan membuat semua ini ?
Benang Merah, Cangkir Kopi, dan Setangan Leher
268      218     0     
Romance
Pernahkah kamu membaca sebuah kisah di mana seorang dosen merangkap menjadi dokter? Atau kisah dua orang sahabat yang saling cinta namun ternyata mereka berdua ialah adik kakak? Bosankah kalian dengan kisah seperti itu? Mungkin di awal, kalian akan merasa bahwa kisah ini sama seprti yang telah disebutkan di atas. Tapi maaf, banyak perbedaan yang terdapat di dalamnya. Hanin dan Salwa, dua ma...
Last Game (Permainan Terakhir)
479      325     2     
Fan Fiction
Last Game (Permainan Terakhir)
Meet Mettasha
258      207     1     
Romance
Mettasha Sharmila, seorang gadis berusia 25 tahun yang sangat senang mengkoleksi deretan sepatu berhak tinggi, mulai dari merek terkenal seperti Christian Loubotin dan Jimmy Choo, hingga deretan sepatu-sepatu cantik hasil buruannya di bazar diskon di Mall dengan Shabina Arundati. Tidak lupa juga deretan botol parfum yang menghiasi meja rias di dalam kamar Metta. Tentunya, deretan sepatu-sepat...
complicated revenge
21337      3288     1     
Fan Fiction
"jangan percayai siapapun! kebencianku tumbuh karena rasa kepercayaanku sendiri.."