Siang ini terasa terik , entah matahari yang terlalu bersemangat bersinar , atau angin yang tidak mau bersahabat untuk bermain , atau memang keringat yang terlalu ingin keluar menunjukkan sejatinya. Dan memang terasa cukup panas dengan terlihatnya seorang gadis sedang membongkar tas, mencari sesuatu untuk mengusap keringat yang keluar cukup deras. Dia tidak melakukan apa – apa, hanya duduk di sebuah kursi dibawah pohon rindang dengan kaki yang terus bergoyang. Sesekali meremas – remas jemarinya , dan menoleh ke arah beberapa orang yang berkumpul di depan suatu ruangan tidak jauh dari pohon itu.
Angin mulai sedikit bertiup dan menyibakkan rambut panjang yang sudah tertata rapi itu. Terlihat rautan kekhawatiran yang terlihat jelas dari wajah sang gadis. Ya , namanya adalah Amanda . seorang gadis 21th yang baru saja menyelesaikan pendidikan Diploma 3 Keperawatan dengan menyandang Cumlaude. Dia sedang menantikan hasil dari interview pertamanya di sebuah rumah sakit ternama. Dia harus bersaing dengan puluhan pelamar dan harus masuk dalam 5 terbaik yang dibutuhkan oleh rumah sakit itu. Pantas saja jika keringat.nya tidak mau berhenti bercucuran.
Akhirnya hasil dari penerimaan karyawan sudah keluar dan di tempel pada papan sebelah ruangan tersebut. Semua pelamar langsung menyerbu untuk menemukan nama mereka masing – masing. Amanda masih saja duduk dikursinya, belum juga mau beranjak untuk menyusul pelamar yang lain. Dia menunggu sampai kerumunan itu berkurang. Setengah jam berlalu, Amanda mulai berdiri dan menata langkah untuk melihat pengumuman itu. Amanda menempelkan jarinya pada kertas pengumuman , menelusur ke bawah dengan menyipitkan mata berusaha untuk tidak melewatkan nama yang berawalan A.
“KETEMU ... AMANDA APRILIA .... Alhamdulillah !!” jerit Amanda sampai semua orang di lorong itu memutar kepala mencari sumber suara yang memecah keheningan.
“ Selamat ... diharapkan kedatangan anda pada hari Rabu , pk. 07.00 ke ruang Kabid Keperawatan. “ baca Amanda perlahan, dengan menggigit bibirnya dan mata berkaca – kaca. Senyum merekah menyembul tidak dapat disembunyikan lagi
Dan setelah itu Amanda memulai karir.nya di rumah sakit dengan sangat bagus. Dia menjadi perawat yang cekatan, pintar , ramah, disukai teman sejawat , para dokter dan juga pasien . Sampai pada akhirnya dia mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan sekolah menjadi asisten bedah . Sungguh awal yang sangat mengesankan untuk tahun kedua karirnya , diluar dugaan. Amanda tidak dapat menyimpan kegembiraan ini sendirian, tentu saja dia butuh seseorang untuk menumpahkan semua yang dia rasakan. Dia langsung menarik gas motor matic.nya menuju ke teman curhat setia.nya
Amanda pergi ke rumah Sinta , dia meneror sahabatnya dengan ratusan kata – kata atau bahkan ribuan kata – kata yang tidak ada hentinya. Terhitung 2 jam sudah mereka di dalam kamar , bercerita, tertawa , sesekali berpelukan. Sinta adalah sahabat Amanda dari semenjak kuliah. Sinta juga seorang perawat yang bekerja di rumah sakit Islam. Dia berhijab dengan latar belakang keluarga yang taat agama.
“ Selamat kalo gitu, sebentar lagi udah masuk tim Operasi “ kata Sinta dengan menggenggam tangan Amanda
“ Masih 6 bulan lagi Sin .... eemmmmm, aku udah ga sabar pengen ikut tim OP “ jawab Amanda sambil merangkul sahabatnya itu
“ Tetep semangat, aku doakan yang terbaik buat karir dan hidupmu ... terus majuu “ kata Sinta dengan mengepalkan tangan menyemangati Amanda
“ Brati gajinya ntar juga naik drastis dong yaa , pokok.nya ntar gajian pertama harus traktir lho ... tempatnya aku yang pilih. Haruss !! “ kata Sinta sambil menyengir
“ Amiiinnnn, hahahahahaha ... sekolah aja belom mulai, kamu udah mikir gajiku. Yang penting bisa lulus dulu .“ jawab Amanda dan mereka tertawa bersama
“ Eh Sin, kamu ga mau sekolah aisaten bedah juga. Kan lumayan gajinya bisa nambah, kelihatan keren juga lhoo pake baju steril operasi “ amanda mulai membayangkan potret dirinya nanti dengan cekikikan
“ Enggak ah , aku ntar malah jarang di rumah . kebanyakan di rumah sakit , apalagi kalo operasinya banyak. Bisa nginep seharian ga pulang – pulang. “ jawab sinta
“ Ya ga papa, kan mumpung masih muda. Idep – idep buat tabungan di hari tua kaann... “ kata Amanda dengan mengangkat alis menggoda
“ Kalo kerja terus , ntar anak didikku gimana ? aku kan ngajar ngaji juga , kasihan kalo ditinggal – tinggal “ kata sinta sambil membereskan gelas di depan mereka.
Matahari sudah menghilang berganti bulan. Sudah berganti – ganti menu juga yang menemani mereka bertukar cerita. Entah mengapa , Amanda merasa betah berada di rumah Sinta. Dari dulu sewaktu kuliah sampai sekarang , amanda merasa nyaman, damai dan adem jika berkunjung ke rumah Sinta. Rasa nya pengen nge kos aja di rumah itu. Ayah dan ibu Sinta juga sudah menganggap Amanda sebagai anak sendiri. Sering mengajak ngobrol dan makan bareng , bahkan sholat dan mengaji bareng. Sesuatu yang jarang Amanda temukan di rumahnya sendiri. Orang tua Amanda berasal dari Jawa , sibuk dengan urusannya masing – masing, tapi mereka tetap membekali dia dan adiknya mengenai agama walaupun tidak seketat orang tua Sinta.
Sinta juga mempunyai seorang kakak laki – laki. Dia jarang berada di rumah dan lebih sering berada di pondok pesantren. Dia mengajar dan membuka usaha toko muslim bersama para santri – santri lainnya. Walaupun Amanda sudah sering keluar masuk rumah itu, tapi dia jarang bertemu dengan sang kakak. Sekalipun bertemu mereka hanya tersenyum dan tidak bertegur sapa. Amanda hanya mengetahui tentang sang kakak dari Sinta. Dia sangat bersemangat jika menceritakan kakak.nya .
Sudah cukup untuk hari ini, Amanda pun berpamitan pulang. Saat membuka pintu Amanda hampir saja menabrak sesosok laki – laki tubuh besar, putih bersih yang juga akan masuk ke rumah.
“ Astagfirullahaladzim ... “ jerit Amanda yang terkejut. Laki – laki itu juga mengucap lafal yang sama dengan spontan menarik badannya ke belakang agar mereka tidak bersentuhan.
“ Mas Zain ... kamu pulang . Kok ga ngasih kabar ... tau gitu tadi Sinta masakin dulu “ sambut Sinta sembari meraih tangan kakak.nya bersalaman
“ I .. ii ... iiyaaa . mas masuk dulu , maaf ya “ kata Zain dengan terbata – bata dan meminta maaf pada Amanda
Amanda hanya termenung , masih kaget dan jantung berdegup kencang seolah – olah mau copot. Dia menempelkan badannya pada pintu, menenangkan dirinya sendiri lalu memegang tangan Sinta
“ Itu tadi mas Zain “ tanya amanda
“ Iya , kenapa emang ? kamu kie lho , kaya belom penah ketemu mas Zain aja “ jawab Sinta dengan senyum mengejek
“ Kok pulang ga bilang – bilang. Tau gitu kan aku tadi dandan dulu , sejak kapan .. dia kok sekarang jadi ganteng banget kaya gitu. Gimana ini , duh ... gimana ini “ Amanda mulai salah tingkah dan meremas tangan Sinta
“ Aduuhhh , sakit ihhh .... la wong aku adik.nya aja ga dikasih tau kalo dia mau pulang. Hahahha .... tu kan , ketahuan lagi kalo suka ya ama mas.ku “ kata Sinta sambil tertawa dan mengobrak ngabrik rambut Amanda
“ Udah pulang sana. Besok libur kan , main kesini lagi ... aku juga libur. Besok aku kasih cerita lagi . Dadaahhh ... “ kata Sinta dengan melambaikan tangan dan menjulurkan lidah
“ Emboh lah ... ya wez, aku pulang dulu ya . Assalamualaikum ... “ pamit amanda
“ Walaikum salam ... naik motor.nya ati – ati ya , jangan ngalamun !!”
Sesampai di rumah Amanda membuka jendela kamar , membiarkan angin masuk berlarian menabrak kulit wajah.nya. Membiarkan angin menggelitik berlarian bebas dan bermain di rambut poninya. Amanda berbalik lalu melempar badannya ke kasur. Di hirupnya bau kamar yang sudah seharian tidak dia jamah. Bau lemon yang segar menyelubungi seisi kamar, harum dan membawa kenyamanan. Amanda mulai membuang jauh angan – angan.nya . Memikirkan semua aktifitas yang dia lalui hari ini. Dimulai dengan sarapan nasi goreng buatan sang ibu, bersepada motor meliak liuk menghindari macet, merawat pasien diabetes dengan medikasi luka di kaki. Pasien itu berteriak kesakitan padahal kasa saja belum dia tempelkan ke luka pasien tersebut. Amanda tertawa kecil teringat hal itu. Dia melanjutkan lamunannya ,lalu ketika dia mendapat promosi untuk kepelatihan asisten bedah, bagaimana senang yang dia rasakan sampai berceloteh 5 jam pun kurang saat di rumah Sinta . Amanda terus saja tersenyum dan berdoa mengucap syukur untuk hari yang hebat ini. Sampai tiba – tiba dia tersedak saat akan melanjutkan lamunannya. Amanda teringat dengan orang yang akan dia tabrak ketika membuka pintu rumah Sinta.
Amanda sudah lama suka dengan mas Zain. Dia juga sering curi – curi pandang ketika bertemu di rumah Sinta. Tapi mas Zain tidak pernah menanggapi Amanda. Hanya senyum sapaan yang keluar untuk formalitas. Itu juga tidak sering, terkadang mas Zain hanya berjalan melalui.nya begitu saja. Tapi itu menjadi sisi yang menarik dari sudut pandang Amanda , semakin cuek si cowok ... akan semakin membuat bertambah greget.
Amanda pun mengakhiri lamunannya , dia harus segera tidur dan menutup cerita untuk hari ini. Karena besok masih ada janji untuk melanjutkan kisah cerita berikut.nya
Terima kasih untuk like dan coment.nya mb. Dede_pratiwi
Comment on chapter aku