Amanda duduk termenung, menyendiri di sudut ruangan mencari kesepian. Memejamkan matanya, memikirkan banyak hal yang sudah dia lakukan setelah kepergian suami dan anaknya. Amanda tidak ingin menjadi terpuruk , tapi jiwanya memang tidak bisa bangkit dan menjadi tegar menghadapi kenyataan. Lalu dia teringat omongan Sinta mengenai janjinya kepada Mama dan Umi. Dia sudah berjanji untuk kembali dalam keadaan selamat . Kedua wanita itu sangat menyayanginya ... bagaimana bisa setega ini dia menghancurkan hati ibu yang selalu mengirimkan doa untuk keselamatannya ?
Amanda mulai menyadari jika selama ini dia sendiri yang membuat dirinya begitu menyedihkan. Nyeri dan halusinasi itu datang karena dirinya sendiri yang belum mengikhlaskan kepergian suami dan putranya. Keadaannya menjadi kacau karena dia selalu mempertanyakan takdir ALLAH. Kenapa , kenapa , dan kenapa ?
Dalam renungannya sesekali dia melirik ke sekelompok anak – anak di depannya. Ada yang berusia sekitar 4 – 7th dan beberapa berusia 15th.an. Mereka bersama – sama memegang mushaf dan menghafal ayat demi ayat Al Quran. Mereka menjadikan ALLAH tempat mengadu, mejadikan ALLAH sumber kekuatan, menjadikan ALLAH satu – satunya pembela yang akan membalas perbuatan keji yang mereka terima. Dengan keyakinan yang kuat mereka menyakini keberadaan Tuhan mereka.
“ kenapa aku tidak seperti mereka ? mereka juga kehilangan orang – orang yang mereka sayangi, bahkan kehilangan rumah, tanah bahkan bernafaspun sulit disini. Tapi mereka berusaha keras untuk tetap hidup, berserah dan yakin pada pertolongan ALLAH. Lalu mengapa aku menganggap hidupku lah yang paling menderita, takdirku lah yang paling sengsara ?? apa suami dan putraku juga bersedih melihatku seperti ini ? “ Amanda berfikir dan membuka akal.nya.
Segera setelah itu dia mengambil air wudhu, mengenakan mukenanya dan menghadap ke Yang Maha Kuasa. Dia menunaikan sholat dengan badan gemetar dan bergelinang air mata. Amanda benar – benar menyesal dan memohon ampunan atas segala kesalahan yang dia perbuat.
Tanpa sengaja Abizar melihat Amanda yang tampak banyak sekali penyesalan dalam sholatnya. Dia merasa ada dorongan untuk mendekat dan memeluk Amanda. Abizar merasa bingung “ Kenapa aku begitu ikut campur dalam hidup wanita itu ? kenapa aku tertarik untuk masuk ke hidupnya ? perasaan apa ini ?” abizar berusaha mengacuhkan pikirannya dan kembali berkeliling memeriksa pasien.
Matahari sudah terbit , pada jam sepagi ini mentari sudah mengeluarkan panasnya yang menyengat. Amanda tampak sedang mencari – cari Sinta. Dia memutari gedung dan mencari ke setiap kamar, tapi tidak terlihat sama sekali. Amanda resah telah berkata kasar dan membuat Sinta marah juga. Dia ingin memperbaiki situasi , hanya Sinta yang setia mendampinginya dalam keadaan apapun selama ini.
Akhirnya Amanda mendapat jawaban dari teman perawat lainnya bahwa Sinta ikut rombongan untuk mengantar pasokan makanan ke tempat pengungsian. Dan rombongan ini akan menginap semalam disana. Amanda benar – benar merasa bersalah.
Setelah sholat Isya Amanda kembali duduk di pohon lebat yang sudah seperti rumah keduanya di Idlib. Dia merasa kangen dengan tempat itu, tempat mengadu yang sangat akrab dengannya. Terasa sudah lama dia tidak kesini. Dan hanya tinggal 7 hari waktunya tersisa di tanah ini.
Saat itu juga Abizar menghampiri Amanda. Amanda mulai teringat kalo tempat itu sudah bukan milik.nya lagi.
“ Aku lupa kalo tempat ini sudah tidak steril lagi. Ada orang lain yang juga merindukan tempat ini rupanya. Benar bukan ?” lirik Amanda dengan sedikit tersenyum
Abizar sempat kaget dengan ekpresi Amanda. Baru pertama kali ini Amanda tersenyum padanya, tidak ada sikap dingin sama sekali
“ Dari sini aku bisa leluasa melihat bintang . Tempat yang paling damai dari semua ratapan yang bisa dikeluarkan disini” Abizar menjawab dengan memandang langit
“ Disini, ALLAH telah membuka mataku dan pertama kalinya membuatku benar-benar bersyukur atas apa yang masih kumiliki sekarang.” Sambung Amanda
“ Maaf telah membuatmu marah tempo hari .... bisakah kita berkenalan dengan benar. Bagaimanapun juga aku ini kepala tim medis disini, jadi kau harus mengenalku. “ Abizar mengangkat tangannya untuk berjabat
“ Abizar, aku sudah tahu. Kamu lebih suka dipanggil Abi .. betul kan ?” seloroh Amanda
Abi tertawa lepas .. dia tidak menyangka Amanda mengingat kata – kata yang sama persis saat yang dia ucapkan pertama kali bertemu.
“ Ya, panggil saja Abi saat tidak ada perawat lain. hanya antara kita saja ya “ kali ini Abizar berganti mengacungkan jari kelingking nya
“ Boleh saja berteman .. tapi kita tetap bukan muhrim “ tolak Amanda untuk berjabat. Dia menyadari kalo tidak seharusnya dia ngobrol berdua dengan seorang laki – laki, tetapi dia membutuhkan teman bercerita saat ini.
“ oh , maaf. Oh ya ... tadi Sinta meminta ijin untuk ikut rombongan ke pengungsian di kota sebelah. Kenapa kamu tidak ikut ? “ tanya Abizar
“ Dia ga ngasih tau kalo mau kesana. Kita habis bertengkar ... mungkin karena itu dia ga ngajak pergi bareng” jawab Amanda
“ Jangan salahkan Sinta . Dia selalu mengawasimu dari dalam sana, dan tampak sedih melihat kamu selalu menangis. Sejak itu aku yang mulai penasaran dengan ceritamu ... Sinta merasa sudah gagal menjagamu” abizar membersihkan sebuah batu dan duduk menjaga jarak dari Amanda
“ Sudahlah, ga masalah sekarang. Aku ambil hikmahnya aja . kalo boleh tau dokter praktek dimana ?” amanda bertanya mengalihkan topik pembicaraan
Dan mereka mulai melanjutkan perbincangan , membicarakan pasien, kesibukan, keluarga, dan kegiatan majelis. Malam menjadi semakin larut dan harus mengakhiri pertemuan ini. Mereka berjalan terpisah , dan kembali beristirahat di rumah sakit.
Keesokan harinya Amanda sangat girang saat bertemu Sinta. Mereka saling berpelukan dan saling memaafkan. Ikatan diantara mereka sudah lebih dari sekedar sahabat, seperti saudara kandung yang terlahir beda rahim.
Menjelang hari – hari terakhir di Idlib, suasana kota mulai stabil. Keadaan aman dan tidak ada serangan dalam beberapa hari ini. Beberapa warga juga terlihat kembali ke rumah – rumah yang hancur untuk mencari sesuatu yang belum diselamatkan. Mereka hanya diijinkan kembali ada siang hari dan tidak boleh berlama – lama . karena serangan akan datang kapan saja tanpa diketahui.
Amanda & Abizar juga terlihat mulai akrab . Tidak hanya sebagai partner kerja, tapi juga sebagai teman tentunya. Abizar sering memberikan nasehat , dan terkadang nasehat.nya sama seperti cara Zain berbicara. Candaannya juga sama seperti candaan Zain.
Amanda terkadang meminta pria itu untuk mengulangi kata-kata.nya sebagai obat rindu kepada suainya. Terkadang juga Amanda masih menangis mengenang lagi masa lalunya.
H-3 sebelum kepulangan ke Indonesia terjadi pengeboman lagi . Bom jatuh di sebuah perkampungan sipil. Bom jatuh pada saat beberapa warga hendak kembali ke rumah sakit atau ke pengungsian. Saat ledakan tentara sudah memberikan komando agar tenaga medis stan by di posko. Hanya tenaga medis terlatih saja yang ikut masuk ke dalam lokasi pengeboman. Dokter Abizar yang menjadi penanggung jawab posko hari itu sudah berada di barisan terdepan menunggu korban yang datang.
Tidak tahu mengapa, Amanda sontak terdorong hasrat.nya untuk berlari mengikuti tentara masuk ke dalam lokasi pengeboman. Saat dia hendak melangkah keluar dari posko, Sinta melihatnya dan mencoba mengejarnya. Tapi dr. Abizar yang lebih dulu sigap menarik lengan Amanda.
“ Apa yang ingin coba kamu lakukan ? Mereka memerintahkan kita menunggu disini? “ bentak Abi
Terima kasih untuk like dan coment.nya mb. Dede_pratiwi
Comment on chapter aku