Read More >>"> ALUSI (Diary yang Lain) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - ALUSI
MENU
About Us  

             Sudah dari sejam yang lalu Nhaya berada di taman di rumah sakit jiwa di Surabaya. Duduk di salah satu ayunan dengan seorang wanita tua yang sedari tadi hanya diam dengan pandangan kosong. Sangat pucat. Kulit wajahnya pun sudah keriput dengan kantung mata yang membesar. Namun yang menjadi pusat perhatian bukan itu. Melainkan beberapa luka lebam di kening, tangan dan kakinya yang terlihat menyedihkan. Juga luka jahitan yang memanjang dari siku sampai telapak tangan kanannya.

            Namun meskipun begitu, sedari tadi Nhaya terus menggenggam tangannya. Merebahkan kepalanya ke pundak kirinya dengan terus menikmati ayunan yang bergerak pelan. Ada perasaan sayang. Seperti seorang ibu dan anak, mereka terlihat sangat akrab meski tak bersuara. Terus membiarkan waktu terlewat begitu saja. Karena memang mereka ingin berdiam seperti itu dengan cinta yang terjaga antarkeduanya.

            Beberapa tahun yang lalu, lebih tepatnya sembilan tahun yang lalu, ibu kandung Nhay meninggal karena kecelakaan mobil. Setelah Ezha datang dan memohon padanya untuk membantunya, Ezha memperkenalkannya dengan wanita yang tengah bersamanya saat ini dan berhasil membuat Nhaya merasakan kehangatan seorang ibu lagi. Karena meskipun ibu Ezha mengalami depresi berat hingga tak bisa bicara, namun Nhaya selalu nyaman berada di dekatnya seperti sekarang ini. Seolah dia menemukan sosok ibunya yang selama ini dia rindukan.

            “Kata dokter, ibuku banyak perkembangan. Jadi kita tak usah khawatir.” kata Ezha yang baru saja keluar dari ruangan dokter. Ia pun langsung duduk di samping ibunya. Memegang erat tangan ibunya itu dan hanya menatapnya dalam.

            “Syukurlah kalau begitu. Tapi tetap kita harus terus memantaunya. Dua minggu yang lalu halusinasinya sempat kambuh. Kita tak boleh menganggap enteng.” kata Nhay tanpa melihat ke arah Ezha. Dia terlalu nyaman di posisi seperti itu bahkan ingin tertidur tanpa ada yang mengganggu.

            Ezha pun terdiam sejenak. Membiarkan beberapa menit berjalan tanpa harus dibicarakan. Yang kemudian, tiba-tiba dia melepas genggaman tangannya dan beralih untuk memegang tangan Nhaya. “Ayo kita pulang.” ajaknya pelan yang terdengar seperti memohon. “Aku akan memasak untukmu jadi ayo kita pulang.”

            “Tapi ibumu,” Nhay melirik ke arah ibunya Ezha yang hanya melamun kosong.

            “Kita akan menjenguknya lagi setelah kamu pulang dari Bali.” jawab Ezha meyakinkan. Nhaya pun menatap Ezha dengan pandangan ragu. Apa yang sedang dipikirkan Ezha sebenarnya? Apa dia merasa bersalah pada Nhay atas kejadian tempo hari?

            “Baiklah. Tunggu di sini sebentar. Tasku ada di ruangan ibumu.” Nhay pun segera berdiri dan mulai pergi menuju ruangan ibunya Ezha. Ada perasaan aneh memang. Tiba-tiba saja dia merasa jika Ezha tengah berusaha mengambil hatinya. Namun dia tak ingin ambil pusing dengan itu. Karena perasaannya saat ini tak secerah biasanya. Dia masih terlalu lelah menghadapi semua alur yang terasa panjang ini.

            Setelah mengambil tasnya, Nhay pun segera bergegas kembali ke taman rumah sakit. Namun belum sampai dia di sana, tiba-tiba langkahnya terhenti tepat di depan sebuah ruangan. khusus. Pandangannya tanpa disengaja menangkap jelas sebuah nama di papan di depan pintu yang terbaca, “Naoga Sam.”

            Nhaya pun sontak mendekat dengan rasa terkejutnya yang makin bertambah. Langsung saja dia membuka pintu itu dengan cepat dan langsung didapatinya seorang lelaki seusianya yang tengah duduk di pojok ruangan dengan penampilannya yang lusuh. Menatap ke arah jendela di sampingnya dengan pandangan yang kosong. Pucat. Auranya nampak gelap dengan kulit keriput yang terlihat tidak terawat.

            “Nao?” panggilnya pelan. Dia pun mulai melangkah masuk dengan berat. Berusaha menguatkan diri sendiri guna mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada lelaki yang pernah dikenalnya itu.

            “Nao?” panggilnya lagi yang saat ini sudah jongkok di hadapannya. Nhay pun mulai menangis tatkala melihat dengan pasti bagaimana keadaan lelaki itu dari dekat. Yah! Benar-benar memprihatinkan. Kedua matanya sayup-sayup terbuka. Keningnya menghitam dan sedikit lebam seperti terkena benturan cukup keras. Bibirnya pun sudah putih kering dan terlihat sangat pucat. Wajahnya benar-benar lusuh. Kotor dengan rambut yang berantakan dan bau. Begitu juga dengan tubuhnya. Ia memakai seragam pasien rumah sakit yang sudah kotor. Bahkan beberapa sisinya terdapat bercak darah yang sedikit mengerikan untuk dilihat. Karena di tubuhnya pun terdapat banyak luka. Entah itu luka lebam maupun luka karena goresan dan tusukan.

            “Apa yang sebenarnya terjadi?” tanyanya pelan yang berharap Nao mendengar dan membalas tatapannya. Namun tetap saja Nao melamun dan tidak memperhatikannya. Seolah semakin memperkuat pemikiran Nhay bahwa ada yang tidak beres dengan kejiwaan lelaki itu.

            Namun tiba-tiba, beberapa detik setelah itu Nao menggerakkan kepalanya. Beralih untuk menatap perempuan cantik di depannya itu dengan tatapan menyelidik. Ia bahkan menaikkan kedua alisnya dengan kening yang mengerut tiba-tiba. “Kau siapa?”

            Nhay pun sontak menggigit bibir bawahnya. Semakin memperdalam tatapannya dengan air mata yang setia turun tanpa jeda. “Apa kau tidak mengenaliku? Ini aku Nhaya.” katanya pelan dengan mimik yang seolah memohon untuk dikenali. Namun yang ada lelaki itu malah memundurkan tubuhnya. Seolah meragukan Nhaya dan menatapnya dengan tatapan yang berubah takut.

            “Selama ini aku pikir kau hidup dengan nyaman di sebuah tempat yang mewah. Kupikir kau sibuk bermain dengan para gadis dan itu sebabnya kau tak memiliki waktu untuk menemuiku lagi. Kupikir,” Nhay menahan isakannya dengan begitu berat. Berusaha menenangkan perasaan dengan hati yang sudah benar-benar hancur. Dia bahkan kesusahan untuk bernapas. Kesusahan menerima kenyataan yang baru saja mengejutkannya begitu hebat. “Kenapa kau seperti ini? Huh?!”

            Nhay pun menghela napas panjang. Memejamkan matanya beberapa detik sebelum akhirnya berdiri dengan beban di pundaknya. “Aku akan kembali.” katanya kemudian setelah merasa lebih tenang. Dia pun segera melangkah menjauh dari lelaki yang masih memalingkan wajah itu. Namun belum sampai dia melewati pintu, tiba-tiba lelaki itu bertanya dengan suara yang terdengar berat, “Kau pacarku, bukan?”, yang seketika itu juga, dengan mata terbelalak dan jantung berdegup melebihi normal, Nhay membalikkan tubuhnya dengan tatapannya yang terlihat semakin dalam. Kembali meneteskan air matanya dengan mimik tak percaya.

            Namun tiba-tiba seuntas senyuman cantik dia rangkai untuk lelaki itu. Dia suguhkan air mata keharuan bercampur rindu yang sejujurnya tersimpan begitu banyak di hatinya. Seperti sebuah diary, kembali dia ingat tiap kenangan yang sebenarnya tak ada yang membacanya sebaik dia dan Nao yang memahaminya. Yah, lagi-lagi alur membawa sajak ke cerita yang lain. Kembali membuka diary usang yang sebelumnya tertutup dan tersimpan diam-diam. Seperti sebuah jarum jam yang bergerak, kali ini layar kembali ke tahun-tahun sebelumnya. Kembali ke sepuluh tahun yang lalu dengan cerita yang kembali dipertunjukkan.

-----------------------

            Desember, 2005.

            “Apa kau tak ingin memarahinya?! Dia sudah mengatakan ke seluruh siswa di SMA ini kalau kau dan dia pacaran! Apa itu tidak gila namanya? Aih, kalau aku jadi kau, pasti udah aku jahit tuh mulutnya. Lagian apa sih untungnya jadiin kamu pacarnya. Apa jangan-jangan dia bener-bener suka sama kamu?” celoteh Zhia yang sudah dimulai dari beberapa menit yang lalu. Nhay bahkan sudah terlalu bosan dan tak berniat untuk menanggapi.

            “Dia kaya, terkenal, keturunan Jepang lagi meskipun nggak ganteng-ganteng amat. Udah gitu banyak yang naksir. Banyak yang ngantri buat dijadiin pacar. Tapi kenapa malah dirimu yang dikejar-kejar?”

            “Udahlah. Biarin aja tuh anak. Nanti juga bakal capek sendiri. Bisa makin pusing kalau mikirin.” kata Nhaya yang akhirnya memilih untuk bersuara. Namun kemudian dia segera merapikan bukunya yang ada di atas meja dan menarik tangan Zhia tiba-tiba. “Ini sudah jam istirahat. Aku yakin Kak Ezha ada di perpus. Yuk!”

            “Apa kau mau ngikutin dia lagi?! Haduh Nhay! Udahlah, stop! Lagian ngapain juga sih kalau toh si Ezha nggak merasa kau perhatiin. Yang ada malah kita yang capek sendiri. Tapi tunggu! Sejak kapan kau panggil dia pake sebutan ‘Kak’? Apa kau baru saja ikut kelas etika?”

            Nhay hanya membuang muka dengan mimik berubah kesal. “Udahlah kalau nggak mau nemenin aku bisa ke perpus sendiri.” katanya kemudian yang segera berjalan keluar dari kelas. Segera dia menuju ke perpus dan mencari keberadaan Ezha. Ternyata seperti biasa, Ezha duduk di barisan kursi paling pojok. Tengah sibuk membaca sebuah buku ilmu pengetahuan dengan mimik seriusnya yang diam-diam dikagumi Nhaya.

            Nhay pun cepat-cepat mengambil salah satu buku secara asal dan segera duduk tak jauh dari tempat Ezha. Sengaja dia duduk di kursi yang posisinya menghadap ke arah Ezha agar bisa memperhatikannya diam-diam.

            “Sejak kapan kau suka baca buku sejarah?” Tiba-tiba muncul seorang murid laki-laki yang dengan cepat mengambil posisi duduk di sampingnya. Nhay pun sempat terkejut dengan mimik kesal yang mulai terlihat jelas.

            “Kenapa kau di sini?!” tanyanya sembari melotot dengan begitu menakutkan. Namun yang ada justru laki-laki itu tersenyum senang dan semakin mendekatkan tubuhnya ke arah Nhaya.

            “Apa kau gila?! Cepat sana pergi!” bentak Nhay yang sontak membuat orang disekelilingnya memperhatikannya bingung. Tak terkecuali Ezha. Sepertinya suaranya sedikit melengking melebihi batas dan membuatnya menjadi pusat perhatian.

            “Tuh malah dilihatin kan? Makanya diem! Lagian apa salahnya sih kalau aku duduk di samping pacar sendiri. Nggak ada yang nglarang! Ini juga tempat umum bukan tempat yang hanya dikhususkan untukmu. Jadi jangan banyak protes.” terang laki-laki itu dengan senyuman dan kepercayaan diri penuh, berhasil membuat Nhaya seratus persen terganggu dengan dua tanduk yang sudah meninggi dari beberapa saat yang lalu.

            “Sepertinya aku terlalu meremehkanmu.” Nhaya menatapnya dengan tatapan sinis. “Aku sama sekali tak menyukaimu! Aku juga tak pernah berkata jika kita pacaran! Jadi sebelum aku benar-benar membencimu, jangan melakukan sesuatu yang kekanakan seperti ini!” tegasnya.

            “Bukannya kau juga kekanakan?” Laki-laki yang tak lain adalah Naoga Sam itu kembali tersenyum lebar. “Kau ke perpus setiap istirahat pertama. Kau mengambil sembarang buku dan berpura-pura membacanya. Padahal semua itu untuk melihat orang yang kamu suka. Ya kan?”

            “Nao!”

            “Kita tuh sama. Sama-sama kekanakan. Jadi sesama spesies dilarang saling memarahi. Lagian kamu bebas menyukai orang yang kamu suka kenapa aku harus sibuk-sibuk menjauhi gadis yang aku suka?”

            Nhay pun sontak dibuatnya diam dengan raut muka yang justru bertambah kesal. Namun tiba-tiba Nao mengeluarkan sebuah kertas dan ditaruhnya kertas itu di atas buku yang dipegang Nhay.

            “Aku akan menunggumu. Aku tidak akan memulai acaranya sebelum kau datang.” katanya kemudian dengan masih tersenyum cerah. Ia pun langsung pergi dan membiarkan Nhaya melihat kertas itu yang ternyata sebuah undangan ulang tahun. Tertera jika acaranya bertempat di hall di salah satu hotel berbintang di akhir pekan ini. Namun Nhay justru langsung menyingkirkan undangan itu dan sama sekali tak berniat untuk datang. Kembali dia perhatikan Ezha dari jauh dan mulai senyum-senyum sendiri dengan wajah yang kembali ceria.

            Tepat ketika akhir pekan, ternyata Nhaya benar-benar tak datang di acara ulang tahun Nao. Dia bahkan tak memberikan kabar sama sekali dan terkesan acuh. Meskipun Zhia sudah mengajaknya, namun dia tetap tak mau ikut. Dia sudah memprediksikan jika akan ada hal-hal memalukan jika dia datang di acara seperti itu. Nao akan menunjukkan obsesinya itu secara berlebihan dan membuatnya menjadi pusat perhatian lagi.

            Namun karena itu juga, ketika masuk sekolah di hari selanjutnya, tiba-tiba saja dia merasa jika semua teman-temannya sedang membicarakannya. Entah apa itu. Namun dia begitu yakin karena setiap kali dia jalan, teman-teman di sekelilingnya saling memperhatikannya sembari membicarakan sesuatu. Hingga akhirnya ketika dia sampai di dalam kelas dan bertemu dengan Zhia yang tengah asyik menyisir rambutnya, Nhay mulai bertanya, “Bukannya aku paranoid, tapi tiba-tiba aku ngerasa kalau aku lagi jadi bahan pembicaraan temen-temen. Apa itu hanya perasaanku saja ya?”

            Namun saat itu juga Zhia justru tertawa geli dengan tatapannya yang seperti menyalahkan.

            “Ada apa?!” Nhay semakin curiga.

            “Kau juga ada apa?! Kenapa kau tak datang ke ulang tahunn Nao?!” tanya Zhia dengan nada yang terdengar tegas.

            “Aku tanya ada apa dengan temen-temen, kenapa malah ngomongin acaranya si Nao!” Nhay terlihat kesal. Sepertinya memang dia ditakdirkan untuk merasa kesal setiap kali membicarakan atau melakukan hal yang menyangkut tentang Naoga Sam­—laki-laki yang menyukainya dan tak pernah menyerah mengejarnya dari beberapa bulan yang lalu.ya

            “Gara-gara kau tidak datang ke acaranya, sampai jam 11 malam tuh acara nggak dimulai-mulai dan akhirnya dibatalin tiba-tiba!” tegas Zhia yang kontan, Nhay menatapnya bingung dengan mimik yang berubah aneh.

            “Apa dia gila?” gumamnya kemudian yang benar-benar terkejut. “Aku yakin dia benar-benar sudah gila.”

            “Kau tuh yang gila!” bentak Zhia dengan tatapan sinisnya. “Dia udah nyiapin acara semegah itu dan memang itu semua diperuntukkan untukmu. Tapi kau malah tidak datang.”

            Nhay kembali menekuk wajahnya dengan tubuh yang kembali lemas. Menidurkan kepalanya di atas bangku dengan pikiran yang melayang kemana-mana. Apa Nao benar-benar membatalkan acaranya hanya karena dia tidak datang?! Dia benar-benar gila, memang!

            “Temuin dia gih, sana!” Zhia mendorong lengan Nhaya agar segera bangun. “Cepat minta maaf daripada kau terus-terusan jadi selebriti dadakan di sekolah ini.”

            “Tapi,”

            “Aku yakin hanya dengan satu kalimat saja hatinya pasti luluh.”

            “Tapi,”

            “Udahlah, sana!”

            Nhaya kembali menidurkan kepalanya dengan begitu lesu. Dia benar-benar tak tahu harus bagaimana. Sejujurnya dia memang sedikit merasa bersalah dan tak nyaman jika terus menjadi bahan pembicaraan seperti ini. Namun dia juga tak mau menemui Nao untuk meminta maaf atau bahkan sekedar menyapanya.

            “Udahlah, sana!” Zhia terus menekannya untuk segera bergerak dan menemui Nao. Akhirnya, dengan terpaksa Nhaya pun mau. Segera dia bangun dan bergegas keluar dari kelasnya, melangkah masuk ke dalam kelas Nao dan berhenti tepat di sampingnya yang tengah mengerjakan tugas. Nao pun sontak terkejut ketika mendapati jika Nhay sudah berdiri di sampingnya.

            “Ikut aku!” suruh Nhay yang kemudian berjalan mendahului untuk keluar dari kelas itu. Nao pun sontak berdiri dan mengikutinya dari belakang. Sedangkan teman-temannya sontak menyorakinya dengan begitu ramai.

            “Ada apa?” tanya Nao setibanya mereka di salah satu lorong di depan kelas yang kosong.

            “Sebenarnya aku yang harus tanya ada apa denganmu sampai-sampai kau membatalkan acaramu hanya karena aku tidak datang?! Huh?!” Nhaya membentaknya tanpa pemanasan.

            “Apa semua orang membicarakanmu?”

            “Kau pakai tanya segala?!” Nhay semakin menaikkan tanduknya. Namun Nao justru terkikik pelan dengan mimik yang masih biasa-biasa saja.

            “Aku kan sudah bilang jika aku tak akan memulai acara sebelum kau datang. Aku hanya bertanggung jawab dengan apa yang aku ucapkan. Sedangkan kau yang tak bertanggung jawab dengan ajakanku. Bukan begitu?”

            Nhaya sontak mendecak keras-keras dengan pandangan yang beberapa saat menerawang. “Apa kau belum sadar juga? Huh?”

            “Tentang apa? Tentang kau yang tak suka denganku?”

            Nhaya tersenyum dengan tatapan sinisnya. “Kau sudah mengetahui itu tapi kau masih bertahan dengan karakter bodohmu itu. Sebenarnya apa yang kau inginkan? Pura-pura menyukaimu dan mau berpacaran denganmu. Begitu?”

            “Aku tak pernah menyuruhmu melakukan itu.”

            “Tak pernah? Tak pernah kau bilang?!! Apa kau tak sadar atau kau pura-pura bodoh?! HEI NAOGA SAM!!! Kau benar-benar bodoh?! Huh?! Apa yang ada dalam diriku sampai kau begitu terobsesi?!! Apa aku cantik?! Aku seksi?! Aku begitu menawan?! Apa sebenarnya?! KATAKAN!! Jangan buat aku semakin muak, semakin jijik denganmu! Aku tahu jika banyak yang menyukaimu tapi jangan pernah berpikir jika aku salah satu dari mereka! Kau sama sekali bukan tipeku, kau tahu?!”

            “Apa butuh bicara sampai seperti itu?!” Nao tiba-tiba berubah serius dengan tatapan yang tak lagi biasa. Sepertinya perkataan Nhay barusan sanggup membuatnya tersinggung.

            “Why? Kau tak terima?!”

            “Tidak. Aku justru sangat menerima itu semua.” Nao tersenyum pelan dengan tatapannya yang semakin tajam. Dia bahkan memajukan tubuhnya beberapa langkah dengan kepala yang dia condongkan ke depan. Dengan masih tersenyum sinis, dia pun berkata dengan tegas, “Setidaknya karena perkataanmu barusan, aku jadi berpikir ulang. Mungkin saja kau bukan Nhaya yang biasanya aku pikirkan. Jadi selamat! Mungkin setelah ini aku tidak akan mengganggu atau mengikutimu lagi.”

            Nao pun langsung pergi dari lorong itu dan membiarkan Nhaya dengan emosinya.

            Setelah kejadian itu, Nao benar-benar tak lagi mengganggunya. Untuk menyapanya saja tidak. Dia kembali menjadi Nao yang suka berganti-ganti pacar dan mendekati gadis-gadis cantik yang dia suka. Sedangkan Nhaya mulai sibuk mengikuti audisi gadis sampul di beberapa majalah. Juga sibuk menjadi penguntit Ezha kemana pun dia pergi.

            Hingga ketika dimana Nhaya mengungkapkan perasaannya ke Ezha dan ditolak dengan kata-kata kasar di bubungan atap gedung sekolah, Nao ternyata tengah berada di situ juga. Itu tidak sengaja. Pada awalnya dia ingin merokok tanpa ketahuan guru, jadi dia bersembunyi di balik tumpukan besi yang tak jauh dari pintu. Namun tiba-tiba saja Nhaya dan Zhia muncul. Untung saja mereka tak mengetahui keberadaan Nao.

            Nao pun tak berpikir untuk menampakkan diri karena memang dia tak ingin berhubungan lagi dengan Nhaya. Namun setelah mendengar semua pembicaraan Nhay dengan Ezha, juga setelah melihat Nhay menangis karena Ezha, Nao berubah pikiran. Tepat ketika Ezha sudah pergi dari situ dan Nhaya sendirian, Nao muncul. Ia berjalan mendekat dengan pelan dan berhenti tepat di samping Nhay.

            “Apa yang kau lakukan? Seharusnya kau tak mudah mengatakan perasaanmu ke dia!” katanya yang sontak membuat Nhaya terkejut. Namun setelah tahu jika ada Nao di sampingnya, Nhay hanya memalingkan wajah tanpa berpikir untuk mengusirnya atau pergi dari situ.

            “Sudah jangan dipikirkan! Jangan menangis lagi! Dia bukan laki-laki yang,”

            “Apa kau senang?!” bentak Nhaya dengan tatapannya yang berubah sinis. Dia bahkan menunjukkan aura wajahnya yang begitu gelap. Sanggup mematahkan kembali hati yang sudah utuh itu.

            “Kenapa kau bertanya seperti itu?” Nao masih berusaha menahan emosinya.

            “Why? Kau merasa ingin mengiyakan pertanyaanku barusan kan?” Nhay tersenyum sinis dengan terus menatapnya begitu jahat. “Katakan saja! Umpatan-umpatan yang selama ini kau pendam, katakan saja! Aku tahu kau sedari tadi bersembunyi di situ untuk mengataiku, kan?! Ya kan?! Kau puas dan kau senang Ezha sudah menghinaku seperti itu, ya kan?!!”

            “Nhay!”

            “Why? Apa aku salah?!”

            “Apa kau begitu membenciku?”

            Nhay mendecak keras-keras dengan mata yang masih sembab. Seolah berbicara dengan Nao benar-benar membuatnya tak nyaman.

            “Apa kau tak percaya jika aku bilang saat ini aku begitu marah? Bukan padamu tapi pada Ezha. Apa kau tak percaya?”

            Nhay pun terkikik pelan dan langsung memalingkan wajah. “Pergilah dari sini dan jangan membuatku semakin malas melihatmu!” tegasnya kemudian tanpa melihat ke arah Nao. Namun setelah itu, tiba-tiba Nao mengangguk tegas dan bersiap untuk pergi. “Baiklah. Akan aku tunjukkan perasaanku padamu! Aku senang atau tidak kau ditolak Ezha atau bagaimana umpatanku sesungguhnya. Aku akan menunjukkan dengan begitu jelas padamu! Tunggu saja di sini!” tegas Nao yang kemudian pergi dan benar-benar meninggalkan Nhaya sendiri di tempat itu.

            Namun beberapa menit setelah itu, tiba-tiba Zhia datang sambil lari terburu-buru dan langsung menarik tangan Nhaya sedikit kasar. “Kenapa kau malah di sini?!” teriaknya yang langsung membawa Nhay untuk turun ke lantai 2. Nhay yang kebingungan itu pun hanya mengikuti sambil menghapus air matanya agar tidak terlihat teman-temannya yang lain.

            Setibanya di lantai 2, Nhay pun masih belum tahu apa yang sebenarnya dimaksud Zhia sebelum akhirnya dia masuk ke kelas Ezha yang sontak, “APA YANG KAU LAKUKAN?!!” bentak Nhay yang langsung berlari untuk melerai perkelahian antara Nao dengan Ezha itu. Dia pun menarik paksa Nao dan langsung membawanya keluar.

            “Apa kau sudah gila?!” bentaknya yang benar-benar marah. Dia pun membawa Nao ke bubungan atap yang kemudian berusaha menenangkan emosinya sendiri. Namun ternyata tak semudah yang dia kira. Dia benar-benar tak bisa menganggap enteng. Nao sudah menghajar Ezha tanpa alasan dan membuatnya malu.

            “Apa kau memang sangat kekenakan seperti ini?! Apa kau memang niat mempermalukanku?! Iya?! Kau ingin balas dendam?!” bentaknya tanpa henti. “Sebenarnya apa yang kau inginkan?!!! APA KAU INGIN AKU MENGEMIS PADAMU?!! Huh?! Apa kau tak tahu semalu apa aku saat ini?!” Nhay tiba-tiba menangis dengan begitu putus asanya. Dia sama sekali tak bisa membawa dirinya ke hadapan Ezha lagi jika seperti ini adanya.

            “Kenapa kau lakukan itu? Why?!!!” teriaknya yang semakin histeris. Namun seketika itu juga Nao langsung mendekat dan dipeluknya perempuan di depannya itu dengan sangat erat. Anehnya, Nhay tak menolak. Dia justru semakin mengeraskan isakannya dan terus menangis di pelukannya selama beberapa menit lamanya. “Kenapa kau lakukan itu? Why?!” rintihnya yang masih berada di pelukan Nao. Terus mengeluarkan isakannya dengan air mata yang turun bergantian. Sedangkan Nao semakin mengeratkan pelukannya dan menepuk pelan punggung Nhay agar tenang. Yah! Sebenarnya dia melakukan itu semua untuk Nhay, bukan semata-mata untuk kepuasannya sendiri.

            “Apa aku harus kembali ke bawah dan meminta maaf padanya?” tanyanya pelan yang terdengar begitu lembut. Namun tiba-tiba saja Nhay menggeleng cepat. “Seharusnya tadi kau patahkan saja kaki dan tangannya!” kata Nhaya yang langsung membuat Nao tersenyum senang. Dibelainya pelan rambut Nhaya dan terus membiarkannya menangis hingga merasa tenang. Karena sejujurnya ia tahu, kemarahan Nhay pada Ezha begitu besar. Semua perkataan Ezha benar-benar membuat Nhay merasa tertekan. Karena itu Nao ingin menunjukkan ke Nhaya bahwa dia tak seharusnya menutupi rasa marahnya pada Ezha dengan melampiaskannya pada Nao.

            Aku tahu tak seharusnya aku menerima pelukan itu begitu saja. Namun anehnya aku tak memiliki alasan cukup kuat untuk melepaskan pelukan itu. Karena tiba-tiba saja aku menginginkannya. Ingin terus berada di pelukannya seperti itu dan menangis segila itu tanpa rasa malu sedikit pun. Entah karena apa aku juga tak sebegitu paham. Aku hanya membiarkan diriku tak semunafik biasanya dan hanya ingin jujur meski hanya beberapa saat saja.

            Apa yang dikatakan Ezha benar-benar membuatku sakit hati. Dan apa yang dilakukan Nao sedikit membuatku merasa lega. Aku memang sering merasa tak nyaman jika bersamanya. Namun anehnya tiba-tiba aku tak merasakan itu. Pelukan itu, aku justru menyukainya. Karena sejujurnya, diam-diam aku merindukan kehadiran Nao beberapa bulan ini. Tanpa sadar aku menunggunya untuk menggangguku lagi, untuk meneriakkan kata ‘pacarku’ padaku. Diam-diam aku merasakan ada yang kurang jika belum dibuatnya marah. Dan itu semua yang membuatku semakin yakin jika ada yang tidak beres di diriku. Dan karena itu juga aku tak ingin melepaskan pelukan ini begitu saja.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Rihlah, Para Penakluk Khatulistiwa
13165      2317     8     
Inspirational
Petualangan delapan orang pemuda mengarungi Nusantara dalam 80 hari (sinopsis lengkap bisa dibaca di Prolog).
Mahar Seribu Nadhom
4231      1428     7     
Fantasy
Sinopsis: Jea Ayuningtyas berusaha menemukan ayahnya yang dikabarkan hilang di hutan banawasa. Ketikdak percayaannya akan berita tersebut, membuat gadis itu memilih meninggalkan pesantren. Dia melakukan perjalanan antar dimensi demi menemukan jejak sang ayah. Namun, rasa tidak keyakin Jea justru membawanya membuka kisah kelam. Tentang masalalunya, dan tentang rahasia orang-orang yang selama in...
Sejauh Matahari
480      286     2     
Fan Fiction
Kesedihannya seperti tak pernah berujung. Setelah ayahnya meninggal dunia, teman dekatnya yang tiba-tiba menjauh, dan keinginan untuk masuk universitas impiannya tak kunjung terwujud. Akankah Rima menemukan kebahagiaannya setelah melalui proses hidup yang tak mudah ini? Happy Reading! :)
Today, I Come Back!
3220      1041     3     
Romance
Alice gadis lembut yang sebelumnya menutup hatinya karena disakiti oleh mantan kekasihnya Alex. Ia menganggap semua lelaki demikian sama tiada bedanya. Ia menganggap semua lelaki tak pernah peka dan merutuki kisah cintanya yang selalu tragis, ketika Alice berjuang sendiri untuk membalut lukanya, Robin datang dan membawa sejuta harapan baru kepada Alice. Namun, keduanya tidak berjalan mulus. Enam ...
As You Wish
348      239     1     
Romance
Bukan kisah yang bagus untuk dikisahkan, tapi mungkin akan ada sedikit pelajaran yang bisa diambil. Kisah indah tentang cacatnya perasaan yang biasa kita sebut dengan istilah Cinta. Berawal dari pertemuan setelah 5 tahun berpisah, 4 insan yang mengasihi satu sama lain terlibat dalam cinta kotak. Mereka dipertemukan di SMK Havens dalam lomba drama teater bertajuk Romeo dan Juliet Reborn. Karena...
Begitulah Cinta?
14890      2167     5     
Romance
Majid Syahputra adalah seorang pelajar SMA yang baru berkenalan dengan sebuah kata, yakni CINTA. Dia baru akan menjabat betapa hangatnya, betapa merdu suaranya dan betapa panasnya api cemburu. Namun, waktu yang singkat itu mengenalkan pula betapa rapuhnya CINTA ketika PATAH HATI menderu. Seakan-akan dunia hanya tanah gersang tanpa ada pohon yang meneduhkan. Bagaimana dia menempuh hari-harinya dar...
Unknown
183      149     0     
Romance
Demi apapun, Zigga menyesal menceritakan itu. Sekarang jadinya harus ada manusia menyebalkan yang mengetahui rahasianya itu selain dia dan Tuhan. Bahkan Zigga malas sekali menyebutkan namanya. Dia, Maga!
Dunia Tiga Musim
2652      1110     1     
Inspirational
Sebuah acara talkshow mempertemukan tiga manusia yang dulunya pernah bertetangga dan menjalin pertemanan tanpa rencana. Nda, seorang perempun seabstrak namanya, gadis ambivert yang berusaha mencari arti pencapaian hidup setelah mimpinya menjadi diplomat kandas. Bram, lelaki ekstrovert yang bersikeras bahwa pencapaian hidup bisa ia dapatkan dengan cara-cara mainstream: mengejar titel dan pre...
ATHALEA
1152      490     1     
Romance
Ini cerita tentang bagaimana Tuhan masih menyayangiku. Tentang pertahanan hidupku yang akan kubagikan denganmu. Tepatnya, tentang masa laluku.
Hunch
31172      4148     121     
Romance
🍑Sedang Revisi Total....🍑 Sierra Li Xing Fu Gadis muda berusia 18 tahun yang sedang melanjutkan studinya di Peking University. Ia sudah lama bercita-cita menjadi penulis, dan mimpinya itu barulah terwujud pada masa ini. Kesuksesannya dalam penulisan novel Colorful Day itu mengantarkannya pada banyak hal-hal baru. Dylan Zhang Xiao Seorang aktor muda berusia 20 tahun yang sudah hampi...