Read More >>"> ALUSI (Diary) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - ALUSI
MENU
About Us  

            Sepuluh tahun yang lalu.

            “Nhay! Apa yang kau lakukan di situ?!” teriak Zhia dari jauh yang berhasil membuat Nhay terkejut dan sontak loncat ke dalam kolam ikan yang ada di dekatnya. Zhia pun lebih terkejut lagi dan segera berlari mendekat. Namun belum sempat dia bertanya tentang apa yang tengah dilakukan sahabatnya itu, tiba-tiba matanya menangkap jelas sosok Ezha yang tengah duduk di dalam perpus lewat sebuah cela di dinding yang tak sebegitu besar namun jelas dari luar.

            “Ho? Dari mana kau tahu jika di sini ada tembok yang bolong?” tanya Zhia yang dibuat penasaran. Dia bahkan mengambil kesimpulan jika sahabatnya tadi tengah mengintip Ezha dari sini. “Apa kau lagi part time jadi penguntit?”

            “Sssstt!” Nhay menyuruh Zhia untuk tidak bersuara lagi. “Lihat ini keadaanku!! Lihat ini!! Auuhh..” Nhay berdiri dengan seragam dan sepatu yang basah tak terselamatkan. Untung saja rambutnya tidak kena. Namun meski begitu, jika begini adanya bagaimana dia bisa melanjutkan sekolah hari ini?!

            “Kau cantik, Nhay.” kata Zhia yang mulai tersenyum dengan senangnya. Dia bahkan kembali mengambil air dengan dua tangannya dan menyiramnya ke Nhaya yang sudah sepenuhnya basah.

            “Zhi!! Apa yang kau lakukan?!!!” bentak Nhay dengan rasa kesal yang memuncak. Namun setelah itu akhirnya Zhia menolongnya. Dia membantu Nhay keluar dari kolam dan membawanya ke toilet untuk mengganti seragamnya dengan pakaian olah raga yang tadi dipinjamnya dari siswa kelas sebelah.

            “Kau sih, ngapain ngintipin Ezha? Udah bilang aja langsung kalau suka. Nggak usah ngintip-ngintip segala! Untung aja aku yang mergok, coba kalau Pak Zam. Auuuuuh, kau pasti sudah jadi bahan gosip sesekolah!” cerocos Zhia sembari sibuk mencari tempat yang pas untuk menjemur sepatu Nhaya. Saat ini mereka tengah berada di bubungan atap salah satu gedung di sekolah itu.

            “Kalau aku ngomong ke orangnya tentang perasaanku, bisa-bisa pacarnya langsung ngelabrak dan marah-marah ke aku. Kau tahu sendiri kan Zhi kalau si Vivi itu si ratu marah. Apalagi kalau ada hubungannya sama Ezha. Uh, parah pasti.”

            “Lah terus, kau mau jadi penguntit selamanya gitu? Terus tercebur lagi ke kolam kayak tadi, gitu?” tanya Zhia yang terus menekan Nhaya untuk segera jujur dengan perasaannya. Karena itu sangat mengganggu. Setiap saat harus melihat tingkah Nhay yang sibuk mencari informasi tentang Ezha, atau mendengar curhatan-curhatan monoton yang kesemuanya tentang Ezha!

            “Tapi apa akan happy ending hasilnya? Kau tahu sendiri jika si Ezha sayang banget sama Vivi. Dari awal kita masuk ke sekolah ini, mereka sudah pacaran dan sampai detik ini pun mereka lengket banget kaya lem.”

            “Apa kau berharap mereka putus terus Ezha memilihmu, gitu? Udahlah Nhay! Jangan pikirkan hal seperti itu! Intinya tuh kamu ungkapin perasaanmu biar kamu lega dan setidaknya Ezha ngerti. Masalah nanti Ezha milih kamu atau enggak kan itu urusannya. Dan pikir deh, kalau seandainya kamu nggak bilang ke Ezha, apa Ezha bakal merhatiin kamu? Nggak, kan?! Yaudah bilang sekarang ke dia. Nggak usah mikir aneh-aneh dulu. Kalau toh si mulutnya Vivi macam-macam, serahin aja ke aku.”

            Nhay diam sejenak dengan pikiran yang entah kemana. Yang dikatakan Zhia memang benar. Namun bagaimanapun juga Nhaya masih ragu. Dia masih terlalu takut menerima hasilnya nanti.

            Ini sudah 1 tahun 2 bulan 25 hari sejak dia memastikan jika dirinya jatuh cinta dengan kakak kelasnya sendiri, si Ezha. Tidak mudah memang. Dia jatuh cinta dengan lelaki yang sudah memiliki kekasih. Apalagi cerita mereka bukan sekedar cerita. Ezha dan Vivi sudah mengenal dari kecil dan mereka sudah bersama dari kecil pula. Bukan perkara mudah untuk bisa mengalihkan perhatian Ezha dari Vivi. Namun bukan karena itu Nhaya tidak ingin mengungkapkan perasaannya ke Ezha. Dia hanya tidak ingin jika tiba-tiba hubungan pertemanannya dengan Ezha hancur karena pengakuan itu.

            “Kau cantik, kau kaya dan yah, meskipun kau tidak sebegitu pintar. Namun kau sudah punya poin tersendiri Nhay. Kau itu sudah menarik. Kalau toh nanti Ezha nggak suka sama kamu, kan masih banyak lelaki lain. Nao misalnya.”

            “Nao?!” Tiba-tiba Nhay menaikkan nada bicaranya. “Gila apa?!! Hih, nggaklah. Dia tuh playboy tingkat dewa. Ganteng aja nggak tapi kepedeannya sepuncak!”

            Zhia nyengir-nyengir mendengarnya. Setidaknya dia berhasil membuat Nhay tak sebegitu larut dalam persoalannya itu.

            “Tunggu di sini! Aku ada sesuatu untukmu.” kata Zhia yang kemudian pergi meninggalkan Nhaya sendirian. Entah kemana dan untuk apa. Namun yang pasti Nhay terlihat kesal karena ditinggal sendirian. Apalagi dengan keadaan tanpa alas kaki seperti ini. Dia pun hanya bengong sambil duduk-duduk di tepian atap. Menikmati pemandangan dari atas yang yah, memang indah.

            Hingga beberapa menit kemudian, tiba-tiba suara derap langkah seseorang terdengar jelas. Nhaya pun sontak berdiri dan segera membalikkan badan yang ternyata, “Kau,” Nhaya tercengang dengan pikiran yang mondar-mandir tanpa kejelasan. Sedangkan tatapannya masih terarah lurus ke sosok laki-laki tinggi berhidung mancung yang tengah berdiri tak jauh darinya. Ezha.

            “Zhia bilang kau mencariku. Ada apa?” tanyanya pelan dengan mimik dinginnya yang sudah melekat sejak dulu. Hanya ketika bersama Vivi saja mimik dingin itu berubah hangat.

            Nhaya semakin tercengang ketika tahu jika Zhia yang memanggil Ezha ke sini. Untuk apa coba? Tidak! Jangan bilang dia ingin Nhaya mengungkapkan perasaannya saat ini juga dengan keadaan tanpa alas kaki dan badan bau amis karena air kolam tadi. Apalagi dia belum memiliki persiapan yang cukup. Sama sekali tidak.

            “Kenapa kau diam? Apa aku sedang dibohongi?” Ezha menatapnya dengan makin tak bersahabat, membuat Nhaya makin tertekan juga bulu kuduk yang mulai berdiri menegang.

            “Sebenarnya,” Nhay menelan ludahnya dalam-dalam. Menggigit bibir bawahnya keras-keras dengan pikiran yang mulai gelisah.

            “Ada apa? Cepat! Aku sibuk.” Ezha terus mendesak karena memang dia tidak nyaman berdua seperti ini di bubungan atap. Sedangkan Nhaya masih ragu jika harus mengungkapkan perasaannya saat ini. Namun dia juga takut jika saja ini kesempatan terakhirnya untuk bisa berhadapan langsung dengan Ezha.

            “Kalau begitu aku per,”

            “Aku menyukaimu!” teriak Nhaya dengan mata tertutup dan kedua telapak tangan mengepal. Dia benar-benar mengeluarkan semua keberaniannya untuk mengatakannya. Sanggup menekannya berkali-kali yang pada ujungnya dia melakukannya juga.

            Ezha menatapnya dengan pandangan bingung. Beberapa saat terdiam sebelum akhirnya mendesis keras-keras sampai membuat Nhaya membuka matanya seketika.

            “Aku kira ada hal penting. Tapi ternyata tidak.” kata Ezha kemudian dengan senyuman tipis yang terlihat menyakitkan. Nhaya bahkan menelan ludah berkali-kali dengan jari-jari tangan yang mulai gemetar menyedihkan.

            “Apa itu tidak penting?” Tiba-tiba Nhaya memberanikan diri untuk bicara. “Aku tahu kau sudah punya pacar. Aku juga tahu jika tak mungkin kau menyukaiku. Tapi setidaknya kau tahu jika aku menyukaimu. Aku hanya ingin kau tahu itu. Maaf.”

            Ezha sontak tertawa pelan. Kembali menyunggingkan senyuman sinisnya dengan mimik tanpa beban sedikit pun. “Aku tak peduli kau menyukaiku atau tidak. Itu bukan sesuatu yang penting untukku atau sesuatu yang harus aku urus. Selama kau tahu diri dan tidak mengganggu hubunganku dengan Vivi, aku tak peduli. Urus saja rasa sukamu itu hingga kau lelah dan menyesal sudah menyukaiku. Dan lagi, tidak ada alasan untukku menyukaimu! Kau juga tidak ada apa-apanya. Kau hanya perempuan kaya yang tak bernilai apa-apa di mataku! Jadi urus saja perasaanmu dan jangan terlalu berharap, tidak! Tapi lebih tepatnya jangan pernah berharap aku melihatmu! Kau bisa saja memiliki semua yang kau inginkan dengan uangmu, tapi bukan untuk memilikiku! Aku tidak tertarik. Sama sekali!”

            “Kau yakin?” tanya Nhaya pelan dengan air mata yang sudah mengalir dari beberapa detik yang lalu. Dia bahkan mulai tersenyum parau dengan mata yang masih menatap dalam. Seolah tak ingin berpura-pura dengan apa yang dia rasakan saat ini. Juga apa yang tengah menusuk dadanya semakin keras. “Selama 16 tahun ini aku tak pernah menyangkutpautkan uang dengan perasaan. Aku juga tak pernah mengatakan dengan mulutku sendiri tentang sekaya apa aku. Tapi khusus hari ini, untuk detik ini, aku benar-benar ingin menjadi orang jahat yang sombong. Aku ingin mengataimu dengan bahasa yang lebih sakit dari bahasamu. Tapi sebanyak apapun aku berpikir, pada akhirnya aku hanya bisa menangis dan mendengarkanmu.”

            “Terus kau mau apa? Balas dendam?”

            Nhaya menggeleng pelan. Dengan air mata yang terus mengalir, dia kembali tersenyum parau dengan sisa keberanian dalam dirinya. “Karena di matamu aku hanya punya uang untuk mencintai seseorang, maka aku yakin, suatu saat nanti kau sendiri yang akan merangkak untuk mendapatkan uang itu. Kau dengan cinta yang kau banggakan itu akan hancur hanya karena nilai sebuah uang. Suatu saat nanti, kau akan menyalahkan diri sendiri! Uang memang tidak bisa membeli cinta, tapi uang bisa membeli seseorang. Dan jika seseorang sudah dibeli, bukan perkara sulit untuk membolakbalikkan perasaannya. Jadi jangan terlalu sombong dengan cintamu itu! Uang bisa menghancurkan segalanya termasuk cinta yang kau banggakan itu!”

            Ezha terdiam beberapa saat dengan tatapan yang kembali tak bersahabat. Rupanya sekakmat itu berhasil menembus sisi emosionalnya. “Baiklah. Kalau begitu berdoalah yang banyak.” katanya kemudian dengan senyuman sinis yang kembali terlihat menyakitkan. Ia pun segera pergi dari bubungan atap dan meninggalkan Nhaya sendirian dengan air mata yang semakin mendramatisir.

------------------------

            Delapan tahun yang lalu.

            Zhia berlari masuk ke dalam kamar Nhaya yang ada di lantai 2. Langsung menarik selimut tebal yang menyelimuti seluruh tubuh Nhaya dan mulai menyuruhnya untuk bangun.

            “Aku sudah bilang ada Ezha di bawah! Ia menunggumu dari tadi pagi dan kau masih saja tiduran kayak gini.” kata Zhia dengan mimik kesalnya. Perempuan berdarah China itu bahkan menarik kasar tangan Nhaya hingga merah. Kembali memaksanya untuk segera turun dan menemui Ezha.

            “Aku tak mau!” bentak Nhay yang mulai ikutan emosi. “Sudah dua tahun sejak kejadian dia menghinaku. Aku sudah hampir melupakannya dan bahkan ia sudah diterima sebagai mahasiswa kedokteran. Mau apa lagi coba dia menemuiku?”

            “Nah makanya itu biar nggak penasaran, samperin gih. Ia udah nungguin kamu dari pagi, berdiri di depan pagar kayak pengemis yang minta makan. Apa kau nggak kasihan? Tuh pembantu-pembantu tetangga udah pada nggosip yang aneh-aneh. Jadi sebelum papamu pulang dan tahu semua ini, mending kamu samperin.”

            Nhaya diam dan hanya memukul kepalanya pelan. Sebenarnya dia juga ingin menemuinya dari tadi. Ketika pembantunya bilang jika ada yang menunggunya di depan pagar, dan setelah dia mengkonfirmasi lewat cctv jika Ezha yang menunggunya, dia sudah loncat-loncat kegirangan dengan jantung yang berdegup melebihi normal. Namun yang jadi masalah adalah ingatan tentang kejadian dua tahun lalu yang terus membuatnya ragu jika bertemu Ezha. Dia berpikir jika kemungkinan besar Ezha datang untuk mengatainya lagi.

            “Udahlah, ayo! Samperin!” tegas Zhia yang pada akhirnya diiyakan oleh Nhaya. Setidaknya agar Zhia diam.

            Nhay pun mengambil jaketnya dan segera memakainya. Lalu keluar dari kamar dan mulai turun ke lantai satu. Ada beberapa pembantu yang tengah bekerja membersihkan ruang tamu. Namun Nhaya langsung menyuruh mereka untuk pergi sejenak karena kemungkinan besar dia akan membawa Ezha masuk ke dalam rumahnya.

            “Ada perlu apa?” tanya Nhay seketika sampai di depan pagar rumahnya. Ezha pun sontak terkejut namun terlihat sedikit lega karena akhirnya Nhaya keluar menemuinya. Ia bahkan tersenyum beberapa saat yang diam-diam berhasil membuat Nhay tertegun senang. Ezha bukan orang yang mudah tersenyum untuk orang lain selain untuk Vivi.

            “Masuklah!” Nhay mulai membimbing Ezha untuk masuk ke rumahnya yang bak istana itu. Bahkan perabotannya pun bukan sembarang barang. Semua terlihat mewah dan sanggup membuat Ezha tercengang beberapa saat.

            “Duduklah! Aku minta tolong pembantuku dulu untuk membuatkan minum. Seben,”

            “Aku ingin meminta tolong padamu!” cela Ezha yang sedikit mengejutkan. “Aku datang ke sini untuk meminta bantuanmu. Aku sudah hampir putus asa. Ini adalah cara terakhirku yang jika tidak berhasil, aku tak tahu harus bagaimana lagi.”

            Nhaya diam memperhatikan. Ada rasa penasaran dan juga rindu yang menghangat di hatinya. Namun entah kenapa dia tidak ingin Ezha tahu tentang perasaannya yang masih menggebu-gebu. Dia tidak ingin terluka lagi dengan mendengar perkataan kasar Ezha.

            “Apa ada yang bisa kubantu?” tanyanya kemudian dengan mimik tanpa beban. “Duduklah dulu, aku minta tolong pembantuku dulu untuk membuatkan minum. Jadi tunggulah du,”

            “Aku butuh banyak uang” cela Ezha lagi yang kali ini lebih mengejutkan. Nhaya bahkan sempat bengong beberapa detik sebelum akhirnya bertanya, “Apa maksudmu?”

            “Jujur aku sangat malu saat ini. Tapi tidak ada cara lain lagi untuk menyelamatkan kuliahku selain menemuimu. Aku sudah mencari cara lain, aku sudah berusaha mendapatkan uang tapi tetap saja tidak bisa. Sekarang yang aku harapkan hanya kamu, Nhay. Jadi tolong bantu aku. Lupakan apa yang dulu aku katakan padamu! Saat ini aku benar-benar menyesal sudah mengataimu seperti itu. Jadi tolong, bantu aku!”

            Nhaya semakin sulit memahami tentang keadaan yang tengah terjadi ini. Dia bahkan bingung harus berkata apa. Sedangkan lelaki yang dicintainya itu terus menatapnya dengan tatapan hangat yang selama ini belum pernah didapatinya.

            “Apa kau sangat membutuhkan uang?”

            “Beasiswaku dicabut karena aku terlibat konflik dengan dosen. Aku membutuhkan banyak uang untuk melanjutkan kuliahku. Dan yang pasti itu tidak sedikit. Aku sudah berusaha mencari pinjaman, tapi tidak ada yang mau memberikan waktu lama untuk melunasi. Sedangkan kau tahu sendiri jika kuliah di kedokteran sudah menyita banyak waktu. Aku tidak mungkin bekerja di luar dan mengorbankan studiku.”

            “Terus bagaimana kau akan melunasinya jika itu aku?”

            Ezha terdiam beberapa saat. Seolah tengah meyakinkan diri sendiri dengan pikiran yang berusaha ditetapkan. Yang pada akhirnya, tiba-tiba ia menekuk kedua lututnya dan mulai bersujud di hadapan Nhaya. Menundukkan kepalanya perlahan dengan kedua telapak tangan mengepal seolah menguatkan. Nhaya bahkan berhasil dibuatnya tercengang beberapa kali lipat dari sebelumnya.

            “Aku sudah bilang dari awal jika ini cara terakhirku. Jadi aku mohon, aku mohon bantu aku dengan uangmu. Kau bisa memilikiku atau melakukan semua sesukamu! Tapi tolong bantu aku menyelesaikan kuliahku hingga aku menjadi dokter seperti yang aku impikan. Aku mohon!” Tiba-tiba Ezha menangis dan mulai memperdengarkan isakannya yang jujur, itu bukan hal biasa. Keadaan yang sedang tercipta ini, sangat terasa asing.

            “Aku akan memberikan diriku padamu! Kau bebas memilikiku atau mempermainkan aku! Tapi aku mohon, bantu aku. Aku sudah hampir putus asa, Nhay! Aku mohon!”

            “Apa yang sebenarnya sedang kau lakukan?” Nhay menatapnya iba. Dia tak pernah berpikir jika akan ada keadaan seperti ini di depan matanya. Dia tak pernah berkhayal jika Ezha akan menangis dan memohon seperti ini.

            “Hanya kamu yang bisa mendukungku! Jadi aku mohon dukung aku dengan uangmu, Nhay! Aku janji aku akan memberikan diriku padamu! Aku akan putus dengan Vivi dan berada di sampingmu setiap kali kau minta. Aku janji! Aku sudah hampir putus asa. Aku sudah bingung harus bagaimana!”

            Nhay kembali tertegun dengan pikiran yang entah kemana. Dia bahkan mulai menangis perlahan karena memang apa yang dia lihat bukan hal yang mudah tuk dilihat. Dia tak bisa membohongi perasaannya sendiri jika dia ikutan terluka. Melihat orang yang dicintai menangis terisak-isak di depannya dan mengemis seperti ini, itu sangat menyakitkan.

           Pada akhirnya, tiba-tiba Nhay berjalan cepat naik ke lantai dua dan menemukan Zhia yang ternyata sedari tadi menguping dan menguntit dari atas. Namun Nhaya tak peduli. Segera dia masuk ke dalam kamarnya dan membuka brankas miliknya. Lalu dia ambil lima bendel uang seratusan yang masing-masing bendel bernilai lima juta. Dia pun kembali ke ruang tamu dan langsung menaruh uang itu di pangkuan Ezha.

            “Aku hanya bisa membantumu segitu. Kau tak perlu membayarnya kembali. Namun sebaliknya, jangan pernah mengemis lagi dan memintaku untuk membelimu seperti ini!” tegas Nhaya yang kemudian berbalik dan berniat untuk kembali ke kamarnya. Namun lagi-lagi Ezha menahannya. Ia langsung menarik tangan Nhaya dan membuatnya kembali membalikkan badan sembari bertanya, “Apa lagi? Aku bukan orang jahat, Zha! Meskipun aku menyukaimu tapi bukan berarti aku ingin memperbudakmu!”

            “Kalau begitu ubah kata budak dengan kata memiliki. Aku bukan sedang memohon agar kau memperbudakku tapi aku tengah memohon agar kau memilikiku! Tolong miliki aku, Nhay! Tolong! Dukung aku dengan uangmu! Aku pasti akan membayarnya suatu hari nanti. Pasti! Jadi aku mohon dukung aku! Aku mohon!”

            “Apa kau tidak sadar jika apa yang sedang kau lakukan ini sangat memalukan? Aku juga akan ikutan malu jika aku menerima semua permintaanmu itu, Zha!”

            “Aku tidak peduli.” Ezha perlahan meraih kedua tangan Nhaya dan menggenggamnya. “Aku mohon selamatkan aku! Aku mohon! Aku benar-benar mengemis padamu saat ini!”

            “Zha,”

            “Kau tahu sendiri keadaanku Nhay. Ayahku meninggal, ibuku gila, dan sekarang beasiswaku dicabut. Kau tahu sendiri jika aku tak akan bisa mengenyam pendidikan jika tidak dari beasiswa. Ibuku tak mungkin mendapatkan uang. Yang ada aku harus mencari uang tambahan untuk membawa ibuku ke rumah sakit jiwa. Aku tak punya apa-apa Nhay dan harapan terakhirku ada di kamu! Jadi aku mohon! Aku mohon miliki aku! Dukung aku!”

            “Tapi sekali aku memilikimu, aku tak akan melepaskanmu! Untuk Vivi sekalipun, jika aku sudah memilikimu, aku tak akan pernah melepaskanmu atau merelakanmu bersamanya. Apa itu tidak apa-apa?”

            Ezha terdiam beberapa saat. Memandangi pelan wajah Nhaya dengan tatapannya yang jauh lebih hangat. Ia bahkan mengelus pelan kedua tangan Nhaya. Seolah ingin meyakinkan Nhaya jika keputusannya memang benar dan tak akan pernah mengecewakannya. Ia pun langsung memeluk Nhay dan mengelus punggungnya pelan. Kembali mengeratkan pelukannya dengan perasaannya yang mulai lega.

            Sedangkan bagi Nhay, pelukan itu bukan sekedar pelukan. Seolah sebuah khayalan di siang hari, pelukan itu terasa sangat hangat. Sangat menenangkan dan membuatnya terdiam beberapa saat.

            Dia tahu betul jika meskipun dia memiliki Ezha dengan cara seperti ini, bukan berarti dia bisa memiliki cintanya. Namun apapun itu, asal dia bisa bersama Ezha, dia rasa tak ada yang tidak mungkin. Seiring berjalannya waktu, dia pikir dia bisa merubahnya. Dia pikir dia bisa membuat Ezha merasa nyaman dan mulai mencintainya dengan tulus.

---------------------

            Tak semua alur dapat diprediksi dengan mudah. Begitu juga dengan mereka. Karena meski itu berjalan menyakitkan, namun Nhay sudah bertahan dengan amat membanggakan. Dia sudah berusaha sangat keras untuk memahami Ezha dan terus berada untuk mendukungnya. Selama ini, dia tak pernah sedikit pun menomorduakan Ezha atau tak mengabarinya dalam sehari. Dia selalu memainkan peran dengan baik sebaik dia mencintai Ezha.

            Namun masalahnya bukan itu. Bukan sudah seberapa lama Nhaya bertahan atau menahan tangan Ezha! Bukan! Melainkan seberapa lama dia harus bertahan dan terus mempertahankannya.

            Sebuah cinta, atau hanya kemunafikan belaka.

How do you feel about this chapter?

0 1 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Rihlah, Para Penakluk Khatulistiwa
13165      2317     8     
Inspirational
Petualangan delapan orang pemuda mengarungi Nusantara dalam 80 hari (sinopsis lengkap bisa dibaca di Prolog).
Mahar Seribu Nadhom
4231      1428     7     
Fantasy
Sinopsis: Jea Ayuningtyas berusaha menemukan ayahnya yang dikabarkan hilang di hutan banawasa. Ketikdak percayaannya akan berita tersebut, membuat gadis itu memilih meninggalkan pesantren. Dia melakukan perjalanan antar dimensi demi menemukan jejak sang ayah. Namun, rasa tidak keyakin Jea justru membawanya membuka kisah kelam. Tentang masalalunya, dan tentang rahasia orang-orang yang selama in...
Sejauh Matahari
480      286     2     
Fan Fiction
Kesedihannya seperti tak pernah berujung. Setelah ayahnya meninggal dunia, teman dekatnya yang tiba-tiba menjauh, dan keinginan untuk masuk universitas impiannya tak kunjung terwujud. Akankah Rima menemukan kebahagiaannya setelah melalui proses hidup yang tak mudah ini? Happy Reading! :)
Today, I Come Back!
3220      1041     3     
Romance
Alice gadis lembut yang sebelumnya menutup hatinya karena disakiti oleh mantan kekasihnya Alex. Ia menganggap semua lelaki demikian sama tiada bedanya. Ia menganggap semua lelaki tak pernah peka dan merutuki kisah cintanya yang selalu tragis, ketika Alice berjuang sendiri untuk membalut lukanya, Robin datang dan membawa sejuta harapan baru kepada Alice. Namun, keduanya tidak berjalan mulus. Enam ...
As You Wish
348      239     1     
Romance
Bukan kisah yang bagus untuk dikisahkan, tapi mungkin akan ada sedikit pelajaran yang bisa diambil. Kisah indah tentang cacatnya perasaan yang biasa kita sebut dengan istilah Cinta. Berawal dari pertemuan setelah 5 tahun berpisah, 4 insan yang mengasihi satu sama lain terlibat dalam cinta kotak. Mereka dipertemukan di SMK Havens dalam lomba drama teater bertajuk Romeo dan Juliet Reborn. Karena...
Begitulah Cinta?
14890      2167     5     
Romance
Majid Syahputra adalah seorang pelajar SMA yang baru berkenalan dengan sebuah kata, yakni CINTA. Dia baru akan menjabat betapa hangatnya, betapa merdu suaranya dan betapa panasnya api cemburu. Namun, waktu yang singkat itu mengenalkan pula betapa rapuhnya CINTA ketika PATAH HATI menderu. Seakan-akan dunia hanya tanah gersang tanpa ada pohon yang meneduhkan. Bagaimana dia menempuh hari-harinya dar...
Unknown
183      149     0     
Romance
Demi apapun, Zigga menyesal menceritakan itu. Sekarang jadinya harus ada manusia menyebalkan yang mengetahui rahasianya itu selain dia dan Tuhan. Bahkan Zigga malas sekali menyebutkan namanya. Dia, Maga!
Dunia Tiga Musim
2652      1110     1     
Inspirational
Sebuah acara talkshow mempertemukan tiga manusia yang dulunya pernah bertetangga dan menjalin pertemanan tanpa rencana. Nda, seorang perempun seabstrak namanya, gadis ambivert yang berusaha mencari arti pencapaian hidup setelah mimpinya menjadi diplomat kandas. Bram, lelaki ekstrovert yang bersikeras bahwa pencapaian hidup bisa ia dapatkan dengan cara-cara mainstream: mengejar titel dan pre...
ATHALEA
1152      490     1     
Romance
Ini cerita tentang bagaimana Tuhan masih menyayangiku. Tentang pertahanan hidupku yang akan kubagikan denganmu. Tepatnya, tentang masa laluku.
Hunch
31172      4148     121     
Romance
🍑Sedang Revisi Total....🍑 Sierra Li Xing Fu Gadis muda berusia 18 tahun yang sedang melanjutkan studinya di Peking University. Ia sudah lama bercita-cita menjadi penulis, dan mimpinya itu barulah terwujud pada masa ini. Kesuksesannya dalam penulisan novel Colorful Day itu mengantarkannya pada banyak hal-hal baru. Dylan Zhang Xiao Seorang aktor muda berusia 20 tahun yang sudah hampi...