Read More >>"> ADITYA DAN RA (chapter 27) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - ADITYA DAN RA
MENU
About Us  

Pukul 09.30 Sydney. Australia

Dira baru saja sampai asrama tadi pagi, penerbangan yang seharusnya pagi, diganti menjadi malam. Dan itu sangat membuat Dira jenuh dengan kondisi bandara yang sangat menyebalkan.

Melalui bandara, Dira berpisah dengan Indonesia. Dan karena Bandara, Dira harus menunggu lebih dari 10 jam.

Ditemani secangkir kopi dan Scramble Eggs, dan Nutella French Toast. Dira menikmati hari yang sudah beranjak menjadi siang ini. Bersama dengan buku biru milik Zali. Isinya belum terselesaikan karena ternyata buku Zali masuk bersama dengan barang-barang Dira yang ada di dalam koper.

 

Tentang, Barcelona.

Itu club bola favorite ku. Kamu tahu itu kan?

Sore ini aku ajak kamu main sepedah di Cihapit, kemudian kita makan di warung Ibu Uwi yang ada di Cihapit.  Aku senang, sangat senang sekali. Karena aku tidak bisa memberikanmu apa-apa, kecuali membayarkan makanmu di tempat makan atau membayarkan es krimmu di kedai Mas Dere, atau membayarkan secangkir kopimu di kedai kopi di Ciwalk.

Sorenya, ku bilang jika teka-teki selanjutnya adalah Mitologi yunani dan Matahari  kamu pasti tidak tahu artinya. Aku sudah tebak. Nanti, akhirnya akan aku beritahu apa arti semua ini.

Malamnya, aku mengajakmu pergi ke Ciwalk. Aku ingin mengenalkanmu kepada banyak orang, termasuk Kayla. Dia adalah pacarnya Kenzo, dia cantik ya, dia sekolah jurusan tataboga. Jadi, kalau dia selesai praktek, kami semua sering dapat makanan gratis, enak pula.

Tapi ternyata, aku salah membawamu ke sana. Kamu bertemu dengan Adit dan Dita. Kamu menangis karena mereka berpacaran. Kurasa, tangisanmu itu tidaklah berguna, karena menangisi seseorang yang pergi bersama dengan orang lain, tidaklah membawa manfaat.

Malam itu, kamu bilang jika kamu takut kalau aku pergi. Kamu tidak mau aku pergi. Tapi, aku tidak bisa menjamin jika aku akan tetap di sampingmu. Aku tidak merasa jika aku akan menjadi yang terbaik yang akan menjagamu setiap waktu, karena mulai dari sana, aku tahu satu hal besar, satu hal yang akan sangat berpengaruh dalam hidupku ke depannya.

Dira, aku tidak ingin kehilanganmu, aku juga tidak ingin kita berpisah. Tapi aku tidak tahu apa rencana semesta selanjutnya. Aku takut, aku takut jika hidupku tidak akan berlangsung lama lagi. Entah kenapa aku sangat takut pada hal itu.

Aku mau, kita bersama, bahagia, dan aman. Itu saja.

 

Dira menutup buku itu, suara ketukan pintu membuat Dira menoleh dan menatap pintu itu dengan tatapan aneh.

Dira meletakkan buku itu di atas narkas, ia berjalan menuju ke pintu itu, dilihatnya seseorang yang berada tepat di depannya. Dia adalah Davin.

“Jalan-jalan yuk. Besok kan kita udah mau mulai program”

“Gue mau istirahat. Cape banget”

Bukan itu sebenarnya, Dira malas pergi dengan Davin dan Dira juga mau melanjutkan untuk membaca buku Zali.

Come on! This is Sydney

No, thanks

Dira menutup pintu itu, tak mau peduli dengan suara Davin yang terus memanggilnya di pintu.

Dasar Davin, tidak tahu malu, ini adalah negara orang, tapi masih saja bertindak seenaknya.

Dira kembali meraih buku biru Zali, lanjutkan membaca dan mulai menelaah kembali semua yang Zali jelaskan.

 

Kamu tahu tidak, rutinitasku selain bersama kamu adalah menjaga kembaranku, Zila.

Tahu tidak? Zila belum kunjung bangun, hingga sekarang. Aku lelah menjaganya, tapi menjaga Zila adalah kewajibanku. Jadi, aku tidak boleh MENINGGALKAN kewajibanku.

Zila ingin bertemu denganmu, kamu tahu itu? Katanya dulu dia sangat ingin bertemu dengan seorang wanita yang berhasil membagi cinta kakaknya. Karena kamu, rasa cintaku akhirnya terbagi, rasa perhatianku akhirnya juga terbagi, untukmu dan untuk Zila.

Aku ingin menjadi orang normal, tapi tidak bisa. Aku hanya bisa menjadi orang normal, hanya di depanmu.

Aku ingin Zila bangun dan kisah sedih keluargaku bisa selesai. Aku hanya ingin itu. Kudapatkan kamu, tapi ternyata tuhan masih menyimpan sebuah luka, bahkan lukanya lebih parah. Keluargaku hancur Dir, bertemu dengan ibumu, itu adalah suatu hal yang menyenangkan. Ibu mu sangat baik, dia sangat peduli padaku, padahal aku bukan anaknya.

Zila, Dira kamu harus kenal Zila. Kamu akan menjadi gila jika berbicara dengannya. Kamu harus menemuinya.

 

Semoga saja. Nanti, jika Dira pulang, Dira akan bertemu dengan Zila.

Tapi, omong-omong Zila, Dira ingat satu hal. Saat itu, Zila dipindahkan ke Australia. Dan saat ini, Dira ada di Australia. Iya.

Dira membuka lembaran selanjutnya, Dira ingin cepat-cepat membaca seluruh isi buku kecil ini.

 

Selamat ulang tahun! Kadonya kedai eskrim mas Dere dan halaman rumahnu yang sudah ku sulap menjadi taman Aster. Walaupun tidak sepenuhnya Aster. Ada matahari, mawar dan lainnya juga.

Aku sedikit sedih dengan kamu yang menangis saat membaca surat dari Adit. Karena aku sudah susah payah membuatmu tersenyum dengan keadaan kedai yang disulap dengan baik, tapi kamu malah menangis gara-gara membaca surat dari Adit. Kesel tau nggak? Saat itu juga, aku memberimu teka-teki selanjutnya, yaitu hatimu.

Kukira, itu adalah teka-teki yang paling mudah. Karena jawabannya ada di dalam diri kamu sendiri.

Soal halaman itu, aku tidak memberitahumu. Sengaja, biarkan saja kamu akan berkunjung ke sana kapan, karena aku tahu, kamu sangat takut berkunjung ke halaman belakang karena takut jika ada kecoa terbang yang akan hinggap di kepalamu.

Aku menyiapkan semua itu berapa hari ya? Yang pasti lebih dari satu minggu sepertinya. Semua bunga itu kutanam dari bibitnya, hingga menjadi sebuah bunga yang mekar. Kuletakkan semua dirumahmu, dengan bekal sebuah ilmu pengetahuan tetang bagaimana cara membuat Dira senang, aku meletakkan banyak botol di setiap pot bunga, hanya untuk kamu baca. Semua isi surat itu hanya ucapan selamat ulang tahun dan menyuruhmu untuk merawat semua bunga yang ada di sana.

Hari itu, kamu berpikir jika aku marah padamu, karena aku terdiam cukup lama. Betul kan? Tapi kamu harusnya tidak perlu berpikir seperti itu, aku hanya kelelahan karena hari ini aku terlalu banyak bergerak dan melakukan hal yang memberatkan tubuhku. Kenapa aku begitu lemas? Nanti juga kamu tahu jawabannya.

Kadoku, biarkan kau temukan terakhir. Aku tidak ingin menjadi yang pertama, aku ingin jadi yang terakhir dan yang terbaik. Itu adalah keinginanaku saat pertama kali melihatmu bersama dengan Adit di taman musik centrum. Beberapa tahun yang lalu.

 

Dira tersenyum miring, ia membuka lembaran berikutnya, tapi isinya kosong, Dira membuka lembaran selanjutnya, masih tetap kosong, dan akhirnya, Dira membuka 10 lembar selanjutnya, Di sana hanya ada sebuah tulisan singkat.

 

Dira. Aku rindu kamu. Maaf tidak pernah datang lagi.

 

Kemudian lembaran berikutnya, isinya panjang sekali. Seperti apanya, yang pasti ini lebih panjang dan tipe tulisannya lebih acak-acakan.

           

Hay. Aku pasti sudah hilang dari pandangan matamu ya? Jangan cari aku Dir. Rasanya terlalu sulit dan kamu tidak mudah menemukan aku. Aku hanya pergi sebentar, tidak jauh, tapi bukan di Bandung.

Aku mengistirahatkan tubuhku, di sebuah tempat terpencil di Cimahi. Itu adalah pesantren milik pamanku. Jadi itu menjadi tempatku ketika aku sedang berada di titik terlemahku.

Kamu tahu tidak, malam itu aku berdebat hebat dengan ayahku, tentang Zila yang akan dipindahkan ke luar negeri. Aku tidak mau, aku tidak setuju, aku melawan ayah. Hingga akhirnya ayah menamparku, dua kali. Aku pergi, melajukan motorku ke Cimahi, melewati hutan yang sepi, yang sebenarnya aku juga takut lewat ke sana.

Tahu tidak, sekarang aku ada dimana?

Rumah sakit. Aku di sini. Bukan menemani Zila, tapi aku dirawat lagi.

 

Zali kenapa? Rasa penasaran Dira pada buku ini semakin menjadi-jadi. Kenapa buku ini sangat menimbulkan tanya di kepala Dira?

Semesta membuat rencana apa pada Zali, sampai-sampai Dira tidak mengetahui itu. Dira menatap jarum jam yang ada di dindingnya, sudah jam 1 siang. 

Suara ketukan intu membuat Dira meletakkan kembali buku itu ke atas narkas. Ia meraih knop pintu dan memutarnya.

“Ayo makan siang, kita makan di luar yuk.”

Di Sydney ini hanya ada Davin, jadi wajar saja, hanya Davin yang ada di sini. Hanya Davin yang menjadi penganggu bagi Dira. Dan ini sangat menyebalkan.

“Yasudah”

“Masa mau gini aja?”

“Tunggu sebentar”

Dira mengambil tas kecilnya dan memasukkan buku biru Zali ke dalam tas kecil itu. Tidak telalu lama, Dira tidak suka sesuatu yang ribet. Ia lebih suka sesuatu yang sederhana, lebih telihat apa adanya.

“Udah?”

“Iya”

Dira berjalan di belakang Davin, Mengikuti langkahnya yang entah akan pergi kemana. Yang jelas, Keluar dari asrama ini.

Di pertengahan jalan, Davin menghentikan langkahnya, ia menatap Dira yang berada tepat di belakang tubuhnya.

“Lo itu bukan pengikut gue, jangan jalan di belakang gue”

Ribet banget sih, Dira menyamakan posisinya dengan posisi Davin, kemudian mengikuti jalan Davin yang ada sampingnya.Karena ini adalah negara orang, dan Dira di sini hanya bersama dengan Davin, mau tidak mau, Dira hanya bergantung pada Davin. Dan hampir keseluruhan kegiatannya akan dihabiskan bersama dengan Davin.

Jarak dari asrama ke kafetaria tidak terlalu jauh, kurang lebih hanya 3 menit jika dilalui dengan jalan kaki.

“Mau apa?”

“Kopi aja”

“Yakin?”

“Iya”

Tadi Dira sudah makan banyak di asrama, ia memakan banyak camilan sambil membaca buku biru Zali.

Dira duduk di salah satu kursi pengunjung. Sementara Davin pergi ke meja pelayan untuk memesan pesanan. Dira kembali membuka buku biru itu. Dira harus bisa menyelesaikan tugasnya membaca buku ini hingga nanti malam. Pokoknya nanti malam harus selesai.

 

Setelah keluar dari Rumah Sakit yang ada di Cimahi, aku kembali ke Bandung, hanya sebentar, aku ke Rumah Sakit tempat Zila dirawat, aku meletakan Ipodku di sana, aku menengok Adikku, dia masih tertidur pulas.

Aku sedikit terkejut dengan pernyataan suster yang merawat Zila, Katanya 3 hari lagi Zila akan dipindahkan ke Australia. Ternyata lebih jauh, aku kira hanya akan ke Singapore, ternyata sampai ke Australia.

Aku masih belum terima, akhirnya aku pergi ke Cimahi lagi, Aku lupa untuk menemuimu di Bandung. Maaf sekali. Tapi aku sempat melewati taman rumahmu, aku bertemu dengan Riko, anak kecil yang berhasil membuatmu tersenyum. Aku mengirimkan surat kepadanya.

 

“Baca apa sih?” Davin datang, dia membawa secangkir kopi untuk Dira.

“Buku”

“Novel apa?”

“Buku harian Zali”

Dira menutup buku itu, ia mengambil secangkir kopi yang tadi dibawa oleh Davin. Dira menenggak kopi itu, rasanya pahit, sama seperti espresso yang pernah Dira rasakan di Ciwalk bersama dengan Zali dulu. Tapi ini lebih menakjubkan, kopi ini lebih menenangkan.

“Minum kopi kebanyakan itu nggak boleh tahu Ra”

“Iya gue tahu”

“Kenapa hari ini udah dua cangkir kopi?”

“Gue kangen Zali”

“Lanjutin aja baca bukunya, karena gue tahu Cuma hal itu yang bisa bikin lo sedikit tenang, walaupun rasa kangennya nggak hilang, tapi seenggaknya lo tenang”

Dira tersenyum miring, tak ada kata yang dikeluarkan oleh mulut Dira, yang ada Dira membuka kembali buku itu, melanjutkan cerita Zali yang di dalam buku ini. Dengan keheningan kafetaria suasana ini membuat Dira sedikit tenang, seperti di kamar asrama tadi.

 

Kata temanku di Pesantren ini, kalau aku sayang sama seseorang, aku harus pergi, pergi untuk berjuang mendapatkan cintanya di masa depan nanti. Dan ini adalah pilihanku Dir, aku pergi ke pesantren ini sambil menenangkan diriku dan sambil mencari ilmu agama yang pasti akan berguna di masa depanku. Tapi ternyata, kondisiku sudah sangat lemah sekali Dir, tiga hari setelah aku pulang dari Bandung, aku masuk ke Rumah Sakit lagi, aku dirawat lagi. Dan aku harus berteman dengan jarum infus lagi. Aku lemah sekali ya? Percaya atau tidak, aku benar-benar dirawat. Orang tuaku sama sekali tidak tahu aku ada di sini. Mereka justru sedang sibuk memindahkan Zila ke Australia. Mereka tidak mencari aku, mereka hanya tahu jika aku pasti bisa menjaga diriku sendiri. Seluruh biaya Rumah Sakitku ditanggung oleh pamanku, dan semuanya sampai ke biaya terapi, di tanggung oleh pamanku. Sengaja, aku melarang pamanku untuk memberitahu keadaanku pada ayahku. Dir, maaf ya aku tidak bisa memenuhi keinginanmu untuk tetap tinggal. Maaf karena aku pergi.

 

Dan selanjutnya adalah kosong, dua lembar ke depan juga masih tetap kosong. Dan lembaran berikutnya adalah isinya lagi, kali ini, tentang apa lagi?

Dira sebenarnya ingin menangis saat membaca seluruh isi buku yang sudah Dira baca, tapi selalu Dira tahan, ia tidak mau menjadi wanita cengeng yang tidak disukai oleh Zali. Dira ingin menjadi seorang wanita kuat, yang tidak mau menangis jika itu tidaklah terlalu sedih. Walaupun ceritanya sangat sedih, Dira tidak boleh menangis. Tidak boleh!

 

Setelah keluar dari Rumah Sakit, aku pergi ke Bandung. Tujuannya aku ingin menemuimu, aku rindu padamu Dir.

Sampai di rumahmu, ternyata kamu tidak ada. Kata ibumu kamu baru saja pergi bersama dengan Adit, Dita, dan Marvin, perginya kurang lebih 5 menit sebelum aku datang. Aku telat. Aku kesal.

Aku sempat mengobrol sebentar dengan kakakmu, dia bercerita jika kamu sering telat makan, bahkan jarang makan, kamu juga senang mengurung diri di kamar, kamu senang menangis dan menutupi tubuhmu dengan selimut. Dan hal yang mengejutkan adalah, Adit suka menjemputmu di Rumah.

Kepergianku ternyata membuatmu berpaling, kamu benar-benar menjadi wanita yang plin-plan. Aku kadang sering berpikir jika kamu juga akan plin-plan dalam masalah laki-laki, aku selalu pupuskan pikiran itu, tapi sekarang ternyata benar.

Kata kakakmu, kamu pergi ke Rancabuaya, aku pergi ke sana, aku melajukan motorku sangat kencang, sampai di Rancabuaya, bukan kebahagiaan bagiku yang tercipta, tapi kebahagiaan untukmu. Kamu tertawa, walaupun pelan.

Aku menghela nafasku, menatap kamu dari kejauhan, kamu dan Adit sedang tertawa sambil menikmati sunset sore itu. Kalau dibilang sedih, iya memang, aku sedih. Tapi biarkan saja aku sedih, dari pada kamu yang sedih. Kasihan, air matamu terlalu berharga untuk menangisi sesorang laki-laki, apalagi laki-laki itu aku.

Setelah dari Rancabuaya, aku datang lagi ke Rumahmu, menitipkan surat kepada kasurmu yang menjadi tempat tidurmu. Maaf, aku masuk ke dalam kamarmu, tapi aku melihat foto paraloid kita di dinding tembok kamarmu. Maaf sekali, tidak sengaja.

 

Dira menenggak kopi itu, Davin hanya menyaksikan sambil memakan makan siangnya, Sesekali juga Dira memperhatikan suasana kafetaria yang semakin lama semakin sepi, suasananya semakin hening, dan ini bagus. Alunan musik Klasik khas Australia membuat Dira semakin tenang.

 

Bersamaan hari itu, aku pulang ke Rumahku untuk pertama kalinya setelah kejadian adu mulut dengan ayahku beberapa waktu yang lalu, aku bertemu dengan ayah, walaupun singkat aku ceritakan seluruh keluhanku sebagai anak laki-laki yang selalu dipandang kuat oleh ayah. Hari itu aku meminta ayah untuk mengurusi seluruh berkas kepindahan sekolahku, aku bercerita tentang penyakitku, dan aku juga berterus terang tentang tempat sembunyiku selama ini. Mungkin hari itu akan jadi sejarah, karena tepat hari itu aku menunjukan titik terlemahku di depan ayahku, orang yang selalu menganggap jika aku bisa mengurus hidupku sendiri, orang yang menganggap jika aku bisa menyelesaikan masalahku sendiri, padahal sebenarnya tidak. Aku tidak sekuat itu. Aku mengidap gagal hati, dan ayahku terkejut.

Dir, sudah kuputuskan aku akan benar-benar meninggalkan Bandung, tapi sepertinya tidak meninggalkan mu.

Setelah selesai mengurus urusanku di Bandung aku langsung kembali ke Cimahi, terlalu pening jika berlama-lama di Bandung. Dari Cimahi aku berpamitan kepada Pamanku, walaupun sebenarnya tidak diizinkan tapi aku nekat tetap pergi ke Malang dan menyiapkan teka-teki selanjutnya di sana. Aku tunggu kamu di Bukit pananjakan, lalu aku akan mengikutimu ke Bromo, dan di Bromo aku akan menjelaskan teka-teki itu. itu rencanaku, semoga saja semesta juga memiliki rencana yang sama.

           

Aku tersenyum miris saat membaca bagian ini, rencana yang sudah Zali susun sangat terstruktur dan tersusun secara rapih, tapi kenapa semesta tidak menyetujuinya? Atau aku yang menghancurkan semuanya? Aku yang sudah membuat semuanya berbelok. Salahku ini menghancurkan semuanya. Termasuk keinginan Zali untuk terus bersama denganku.

 

Menyedihkan, 8 hari aku di Malang, menyewa penginapan dan naik turun gunung selama 2 hari berturut-turut, tapi yang aku dapatkan bukanlah yang ada di rencanaku. Benar, manusia boleh berencana tapi rencana semesta lah yang paling disetujui. Semua yang aku lakukan tidak ada yang sia-sia Dir, Cuma aku hanya menyesal karena aku gagal, aku kalah cepat.

Pagi itu aku dapat telepon dadakan sekitar jam 2 pagi, pemandu wisata Gunung Bromo memberitahuku jika akan ada sekumpulan anak dari Bandung yang akan mendaki Bromo, jumlahnya tidak terlalu banyak, katanya. Dan kamu tahu tidak apa yang aku lakukan saat mendengar itu? aku langsung berlari menuju Bromo dari penginapanku yang sangat dekat dengan Bromo.

Aku Tiba di Gunung Pananjakan sangat pagi, saat belum ada manusia datang ke sini, bahkan fajarpun belum menunjukan jika dia akan datang pada hari itu. Aku menunggumu di sana karena aku yakin, tujuan pertama kalian pagi-pagi buta itu adalah Gunung Pananjakan untuk melihat betapa indahnya Sunrise di atas bukit tinggi.

Dan ternyata rombonganmu datang terlambat, tapi kamu beruntung karena bisa menyaksikan matahari terbit walaupun terlambat. Aku sembunyi di antara kerumungan orang yang sebenarnya tidak kukenal, karena tujuanku ke sini bukan untuk menunjukan diriku di depanmu, tujuanku adalah hanya melihat apakah kamu masih tersenyum dan menunggu teka-tekiku, atau tidak? Tapi aku salah lagi.

Kamu menerima cintanya sahabatku, aku melihat itu langsung dalam jarak yang sangat dekat, hanya saja kamu tidak sadar. Saat aku tahu kalian resmi berpacaran, aku langsung menuruni gunung karena kataku untuk apalagi memberitahu tentang perasaanku pada seseorang yang sudah menjadi gadisnya orang lain. Aku kembali ke penginapan, karena Bromo ternyata memberikan aku luka yang begitu dalam.

Dir, aku menangis di dalam penginapan, aku tidak tahu kenapa bisa aku menangis, tapi inilah yang terjadi. Aku lelah, aku berhenti untuk berjuang dan aku pergi. Aku salah, Bromo tidak bisa memberikan aku sebuah kebahagian yang aku inginkan dan aku rencanakan. Padahal, di sini aku ingin mememberitahumu tentang Adit, aku, dan kamu. Aku ingin memberitahumu bahwa kisah ini bukan hanya milik Adit dan kamu, tapi aku juga berperan di sini.

Dira, aku ingin melawan mitologi yunani tentang nama panggilanmu dan nama Adit, dan alasan kenapa aku tidak pernah memanggilmu dengan sepenggal kata “Ra” seperti orang-orang lainnya. Kamu mau tahu?

Aditya dan Ra, awalnya aku berpikir jika nama yang berikatan itu hanya sebuah kebetulan, aku ingin membuktikan bahwa itu hanyalah pemikiran aneh seorang Aditya Rhazes yang salah. Tapi aku salah, semakin aku menentangnya justru kebenarannya kian tidak diragukan. Aku ingin membuktikan jika cintaku dan kamu lebih kuat daripada ikatan nama Aditya dan Ra, lebih kuat daripada matahari dan Dewa matahari itu. Matahari milik Dewa matahari “Ra”

Aku selalu bilang jika aku adalah bumi, dan kamu adalah bulan. Dira kamu hanya milik aku. Tapi aku salah lagi, kini matahari itu benar-benar menjadi milikmu.

Aku akan melupakanmu, meskipun sulit sekali, akan tetap aku lakukan. Aku akan mengurus seluruh perasaanku, agar kamu tenang. Setelah ini, aku akan pergi ke Australia, berobat di sana dan ayahku kebetulan mendapatkan tugas untuk bekerja di sana, dan Zila juga ada di sana. Jadi, tak ada lagi alasan untukku agar tetap menetap di Bandung.

 

 

Zali di Australia, Zali ada di sini. Di negara ini, tapi tidak tahu di kota mana.

Dira menghela nafas, ia menatap Davin yang kini sedang membaca bukunya juga, Dira sudah menyelesaikan isi buku ini. Isinya tidak telalu panjang, banyak halaman yang kosong, dan ini adalah buku yang menjadi curahan hati Zali tentang semua yang dilaluinya beberapa waktu sebelum ia pergi ke Australia. Air mata Dira tertahan, ini adalah Sydney. Di negeri ini Dira harus terbiasa sendiri, terbiasa mandiri, dan terbiasa untuk tidak terlalu sering mengeluarkan air mata.

“Pualng ke asrama yuk, udah sore” Ajak Dira pada Davin yang sedang fokus pada bukunya.

“Hah? Pulang?”

“Iya”

“Keliling sebentar ya”

“Kemana?”

“Ya keliling aja, lihat-lihat”

“Sebentar aja ya”

Dira dan Davin keluar dari kafetaria dan berjalan menuju ke sebuah taman yang jaraknya tidak begitu jauh dari asrama.

Kenapa ya, Dira mau jalan dengan Davin? Mungkin ya karena di negeri ini, Dira hanya berdua dengan Davin, dan belum juga banyak orang yang Dira kenal di sini. Mau tidak mau, suka tidak suka, Dira harus bersama Davin, karena hanya orang ini yang bisa menjaga Dira di kota sebesar ini.

***

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 1 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
WE CAN DO IT
537      375     3     
Short Story
Mada, Renjun, dan Jeno adalah sahabat baik sejak kelas X. Kini mereka telah duduk di kelas XII. Selepas lulus SMA, mereka ingin menempuh pendidikan S1 di Universitas Negeri Surabaya melalui jalur SNMPTN 2017. Namun mereka telah memiliki opsi jurusan berbeda. Perjuangan mereka pun membuahkan hasil dan tidak sia-sia.
Sekotor itukah Aku
358      269     4     
Romance
Dia Zahra Affianisha, Mereka memanggil nya dengan panggilan Zahra. Tak seperti namanya yang memiliki arti yang indah dan sebuah pengharapan, Zahra justru menjadi sebaliknya. Ia adalah gadis yang cantik, dengan tubuh sempurna dan kulit tubuh yang lembut menjadi perpaduan yang selalu membuat iri orang. Bahkan dengan keadaan fisik yang sempurna dan di tambah terlahir dari keluarga yang kaya sert...
My world is full wounds
447      313     1     
Short Story
Cerita yang mengisahkan seorang gadis cantik yang harus ikhlas menerima kenyataan bahwa kakinya didiagnosa lumpuh total yang membuatnya harus duduk di kursi roda selamanya. Ia juga ditinggalkan oleh Ayahnya untuk selamanya. Hidup serba berkecukupan namun tidak membuatnya bahagia sama sekali karena justru satu satunya orang yang ia miliki sibuk dengan dunia bisnisnya. Seorang gadis cantik yang hid...
Truth Or Dare
8064      1476     3     
Fan Fiction
Semua bermula dari sebuah permainan, jadi tidak ada salahnya jika berakhir seperti permainan. Termasuk sebuah perasaan. Jika sejak awal Yoongi tidak memainkan permainan itu, hingga saat ini sudah pasti ia tidak menyakiti perasaan seorang gadis, terlebih saat gadis itu telah mengetahui kebenarannya. Jika kebanyakan orang yang memainkan permainan ini pasti akan menjalani hubungan yang diawali de...
Arion
1012      577     1     
Romance
"Sesuai nama gue, gue ini memang memikat hati semua orang, terutama para wanita. Ketampanan dan kecerdasan gue ini murni diberi dari Tuhan. Jadi, istilah nya gue ini perfect" - Arion Delvin Gunadhya. "Gue tau dia itu gila! Tapi, pleasee!! Tolong jangan segila ini!! Jadinya gue nanti juga ikut gila" - Relva Farrel Ananda &&& Arion selalu menganggap dirinya ...
A Story
256      205     2     
Romance
Ini hanyalah sebuah kisah klise. Kisah sahabat yang salah satunya cinta. Kisah Fania dan sahabatnya Delka. Fania suka Delka. Delka hanya menganggap Fania sahabat. Entah apa ending dari kisah mereka. Akankah berakhir bahagia? Atau bahkan lebih menyakitkan?
SATU FRASA
14001      2811     8     
Romance
Ayesha Anugrah bosan dengan kehidupannya yang selalu bergelimang kemewahan. Segala kemudahan baik akademis hingga ia lulus kuliah sampai kerja tak membuatnya bangga diri. Terlebih selentingan kanan kiri yang mengecapnya nepotisme akibat perlakuan khusus di tempat kerja karena ia adalah anak dari Bos Besar Pemilik Yayasan Universitas Rajendra. Ayesha muak, memilih mangkir, keluar zona nyaman dan m...
For Cello
2668      926     3     
Romance
Adiba jatuh cinta pada seseorang yang hanya mampu ia gapai sebatas punggungnya saja. Seseorang yang ia sanggup menikmati bayangan dan tidak pernah bisa ia miliki. Seseorang yang hadir bagai bintang jatuh, sekelebat kemudian menghilang, sebelum tangannya sanggup untuk menggapainya. "Cello, nggak usah bimbang. Cukup kamu terus bersama dia, dan biarkan aku tetap seperti ini. Di sampingmu!&qu...
Got Back Together
311      257     2     
Romance
Hampir saja Nindyta berhasil membuka hati, mengenyahkan nama Bio yang sudah lama menghuni hatinya. Laki-laki itu sudah lama menghilang tanpa kabar apapun, membuat Nindyta menjomblo dan ragu untuk mempersilahkan seseorang masuk karna ketidapastian akan hubungannya. Bio hanya pergi, tidak pernah ada kata putus dalam hubungan mereka. Namun apa artinya jika laki-laki hilang itu bertahun-tahun lamanya...
Grey
212      176     1     
Romance
Silahkan kalian berpikir ulang sebelum menjatuhkan hati. Apakah kalian sudah siap jika hati itu tidak ada yang menangkap lalu benar-benar terjatuh dan patah? Jika tidak, jadilah pengecut yang selamanya tidak akan pernah merasakan indahnya jatuh cinta dan sakitnya patah hati.