Read More >>"> ADITYA DAN RA (chapter 2) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - ADITYA DAN RA
MENU
About Us  

           “Dira, bilang ibumu, kamu harus segera membayar cicilan uang gedung untuk tahun ini, kalau tidak, kamu akan terancam tidak ikut ulangan akhir semester ganjil ini”Ucap Bu Rere.

            Saat ini Dira sudah berada di kantor ia sedang duduk berhadapan dengan Bu Rere.

            “Ini suratnya,maaf ibu nggak bisa bantu kamu,”Lanjut Bu Rere.

            “Iya makasih bu,“ Dira mengambil alih surat itu dari tangan Bu Rere.

            “Dira, jangan terlalu dijadikan beban ya, Tugas kamu hanya belajar” Dira mengangguk, setelah itu Dira berjalan keluar dari ruangan  itu, Dira pergi jauh dari keramaian sekolah, merenungkan sejenak ucapan Bu Rere.

            Rooftop, dengan cuaca panas yang membakar kulit Dira, di sini Dira menatap surat itu, bagaimana caranya Dira memberikan surat ini pada ibunya, tapi bagaimana juga Dira mencari uang sebanyak itu dalam waktu singkat. Mungkin ceritanya akan berbeda jika yang mendapatkan surat ini adalah Marvin atau Dita, tapi ini? ini Dira, hidup Dira jauh dari kata mewah, bahkan bisa makan tiga kali sehari saja sudah sangat bersyukur.

            Andai saja ayahnya masih ada di sini, masih bersama dengan Dira, mungkin saat ini Dira tidak akan merasa kesulitan dalam hal keuangan, bagaimana Dira bisa tenang dan hanya memikirkan pelajarannya, tanpa harus memikirkan biaya sekolahnya, Bu Rere tidak mengerti bagaimana saat ini ada di posisi Dira.

****

            Suasana kantin siang ini tidak seramai biasanya, karena mungkin ada beberapa kelas yang mengadakan jam tambahan pada saat istirahat dan mengakibatkan satu kelas tidak keluar kelas.

            Ini adalah SMA PANDU SEJAHTERA, seluruh siswanya dipaksa untuk mempunyai sifat  seorang cendekiawan, ulangan harian layaknya ujian akhir, CCTV selama ulangan selalu dinyalakan, peraturan sangat ketat seketat baju cabe-cebean, biaya sekolah berjuta-juta seperti isi murid di sekolah ini semua anak pengusaha dan pejabat. Nilai ulangan harus di atas kriteria ketuntasan minimal, jika tidak memenuhi nilai kriteria ketuntasan minimal akan mengikuti ulangan hingga mencapai nilai yang dibutuhkan.

            “Dira kok gak ada ya?” tanya Marvin yang baru saja menyadari jika sahabatnya kurang satu orang.

            “Nanti nyusul.” Ucap Adit.

            “Nyusul gimana? Sebentar lagi bel masuk bego” ucap Dita, Adit melihat jam tangan berwarna hitam yang melekat di pergelangan tangan kanannya.

            “Ke kelas yuk, gue mau belajar nanti ulangan fisika kan?” tanya Marvin.

            Pertanyaan Marvin membuat Dita tersendak, baru kali ini Marvin bilang jika dirinya ingin belajar untuk ulangan.

            “Gue yakin hari ini bakal hujan badai,” Ucap Dita yang langsung mendapatkan tindakan dari Marvin.

            Kini mereka bertiga beranjak dari kursi kantin dan berjalan menuju ke kelas, Dita dan Marvin masuk ke dalam kelas,sedangkan Adit tidak, Adit melangkahkan kakinya menuju ke gedung lama, gedung yang menjadi tempat paling nyaman bagi seseorang yang biasanya ceria dan mudah tertawa, seorang wanita yang mandiri dan selalu bekerja keras.

            “Ngapain di sini? Sebentar lagi bel masuk”  Ucapan Adit membuat wanita itu menoleh ke belakang. “Kenapa?” tanya Adit. 

            “Enggak kenapa-napa,” Adit melihat Dira menyembunyikan sesuatu dari dirinya.

            “Itu apa?” Tanya Adit penasaran.

            “Bukan apa-apa” Dira menyimpulkan senyuman di bibirnya. Tapi Adit tahu, ini bukan Dira yang baik-baik saja. Adit tahu jika Dira sedang berbohong.

            “Mata lo kenapa? Abis nangis ya? Nangis kenapa? Pasti nangisin gue karena gue gak peka ya?” Adit sengaja memberikan pertanyaan yang bertubi-tubi dan satu pertanyaan konyol yang Adit sudah ketahui Dira akan  tertawa mendengarnya.

            “Kena debu” Dua kata yang tidak jujur keluar dari bibir Dira.

            “Dir, lo punya prinsip gak suka dibohongin, tapi lo sendiri lagi bohong. Menurut gue itu gak adil deh” ucap Adit yang membuat Dira  terdiam.

            “Ayo ke kelas aja” akhirnya kali ini Adit mengalah. Adit memang selalu kalah dengan Dira.

            Kebahagiaan bagi Adit adalah membuat orang lain tertawa, baginya hidupnya bisa berarti jika membuat orang lain tertawa.

***

            Sepulang sekolah bermain dan tertawa sambil mengelilingi kota Bandung adalah surga dunia bagi anak SMA seperti Marvin, Dita dan Adit, tapi tidak bagi Dira.

            “Bang mau es krim dong” Ucap Dita pada Marvin, Marvin memang biasa dipanggil dengan sebutan abang oleh anak-anak perempuan satu kelas.

            “Mau Es krim apa? Tinggal beli” Ucap Marvin. Saat ini mereka sedang berada di taman musik Centrum. Tujuannya adalah untuk menemani Adit yang akan bermain musik bersama dengan teman-teman satu tongkrongannya.

            Dita adalah orang yang banyak sekali kemauannya, dia wanita yang mudah marah dan mudah sekali baper, tapi Dita adalah wanita yang kuat dan pemberani, ia mempunyai sifat yang berbeda dengan Dira.

            Setelah membelikan Dita es krim mereka berjalan menuju ke tempat teman-teman Adit berada. Sepajang jalan jalan Dita selalu bertanya tentang teman-teman Adit yang mempunyai sifat yang berbeda dengan Adit.

            “Ya kalau mereka ngerokok berarti gue juga harus ngerokok gitu?” Tanya Adit pada Dita.

            “ Ya kenapa gitu lo temenan sama orang-orang yang sifatnya berbanding terbalik sama lo, ya contohnya Zali, dia kan bad boy banget tuh. Terus juga Kenzo, Reind, Gazza, Duh anak-anak yang hobi tawuran itu dit, Itukan bukan lo banget.” ucap Dita sambil menjilat es krimnya.

            “Sotoy lo, Gini ya kalau soal temen gue punya prinsip sendiri oke. Di dunia ini udah banyak Aturan, kalau ngikutin Aturan dunia ini nggak akan ada abisnya, mending susun prinsip sendiri tapi nggak bertentangan sama aturan yang berlaku. ” ucap Adit.

            Di sana, di ujung taman sudah terdapat sebuah kumpulan remaja yang membawa gitar dan beberapa alat musik ringan.

            “Eh ada Dita” Zali tersenyum saat Dita duduk di sampingnya. “Dira mana?” lanjut Zali.

            “Nggak ikut!!” Ucap Dita.

            Dita memang orang yang sinis pada Zali, karena apa? Karena Zali suka pada Dira dan Dita tidak suka jika Dira dekat dengan Zali.

            “Udah ayo mulai” ucap Adit yang mulai menengahi permasalahan Dita dan Zali yang sudah pasti akan berujung ke pertengkaran adu mulut.

            Alunan musik yang terdengar oleh telinga Dita begitu membuat Dita terasa lebih bebas,tapi pikiran Dita masih tentang Dira, Dita iri pada Dira karena Dira mempunyai dua orang laki-laki yang sangat menyukainya,bahkan Dira selalu diperhatikan oleh dua laki-laki itu.

***

            Hidup Dira tidak seperti hidup ketiga sahabatnya, saat ini Dira sedang berada di sebuah restoran milik sepupu dari Marvin, Marvin mengetahui agaimana kondisi ekonomi keluarga Dira, hingga akhirnya Marvin memberikan bantuan untuk bekerja di restoran milik omnya,

            “Ra, udah makan?” tanya Pak Tisna, Pak Tisna adalah pemilik restoran ini yang tak lain adalah pamannya Marvin.

            “Udah pak,” Ucap Dira sambil tersenyum.

            Di tempat ini, dari jam 5 sore sampai jam 9 malam Dira menghabiskan waktunya. Menjadi pelayan restoran yang melayani banyak pengunjung. Di sini Dira bagaikan bayi, semua pekerja di sini sudah lulus SMA umur mereka 2 sampai 5 tahun di atas Dira. Jadi wajar saja jika di sini Dira bagikan bayi yang selalu dicubit pipinya oleh para pekerja yang masih sama-sama dewasa.

            Dengan sifat ramahnya Dira melayani semua pengunjung di tempat ini dengan senyuman, ini bukanlah pekerjaan impian Dira, Dira punya banyak keinginan, Dira ingin membahagiakan sisa keluarganya, Dira juga ingin mencapai semua mimpinya.

            Ayahnya dulu sering bicara jika kita punya mimpi, kita harus sekuat tenaga untuk mencapainya, usaha, doa, dan ikhtiar itu adalah kuncinya, ayahnya selalu bilang orang yang berusaha hidupnya tidak akan pernah kesusahan.

            Jika saat ini hambatan hidup Dira adalah biaya keuangan, Dira tidak boleh putus sekolah karena hambatan biaya, Dira tahu tuhan tidak pernah tidur, tuhan juga selalu ada di samping Dira.

            Dira mempunyai cita-cita yang tinggi, Dira ingin membuat perjuangan ibu dan kakak nya terasa berarti karena Dira bisa sukses, hanya itu yang Dira inginkan, karena sekarang sudah tidak ada ayahnya, jadi kini hanya ibunya harapan satu-satunya Dira.

***

            Hari sudah mulai berubah menjadi malam, matahari sudah kembali ke peraduannya, dan kini Marvin sudah mengantar Dita pulang ke rumahnya. Rumah klasik berwarna hijau itu memiliki dua lantai yang menjulang ke atas, di halaman depan sudah terparkir 2 mobil berwarna hitam dengan sangat rapi dan tertata. Dita melangkahkan kakinya ke dalam rumah bersama dengan seluruh perasaannya yang kacau karena hari ini.

             Di Ruang Tamu Dita melihat ada kedua orang tuanya yang sedang bercengkarama dengan sangat manis khas seperti dua insan yang baru saja menjalin kasih. Dita berjalan melewati dua orang yang harusnya ia salami, tapi Dita tahu, kedua orang tuanya bahkan tidak menyadari jika Dita sudah pulang ke rumah.

             Perasaannya kini tidak karuan, Dita mengingat saat Zali berbicara pada Adit jika Zali ingin menyatakan perasaannya pada Dira. Zali adalah orang yang Dita sukai sejak 1 tahun yang lalu ketika mereka pertama kali bertemu. Dita tidak bisa tenang, tapi ini adalah keinginan Zali, sejak awal memang Zali menyukai Dira bukan Dita.

            Dita tidak bisa marah pada Dira karena ini bukanlah salah Dira, Dita yang salah karena Dita yang terlalu dalam menaruh perasaannya pada Zali.

            “Raa, kenapa hidup kamu terlalu indah? Semua laki-laki jatuh cinta sama kamu, apa kurangnya aku sampai aku selalu kalah sama kamu” Dita tahu, hanya dirinya sendiri yang bisa mendengar ucapannya.

            Dita meletakan tasnya di sebuah meja berwarna hijau muda, kamar yang penuh oleh nuansa keropi menghiasi kamar ini dengan indah. Dita mengamati foto dirinya dengan Dira,  hatinya berbicara jika ia tidak mau bertengkar dengan Dira, tapi hatinya kini sakit. Dita tidak ingin bertengkar dengan sahabatnya sendiri hanya kerena seorang laki-laki.

***

            Dira baru saja keluar dari swara resto,tempat ia bekerja. Saat ini ia sedang berdiri di depan restoran dan sedang menunggu ojek online pesanannya.

            “Mau bareng gak Raa” Tanya Kak Revan yang baru saja menghentikan motornya di hadapan Dira.

            Kak Revan adalah pekerja seperti Dira, umurnya 4 tahun di atas Dira, dia baik hanya saja dia senang membuat Dira kesal.

            “Terimakasih banyak kakak modus, tapi aku udah pesen ojek online” Ucap Dira sambil menampilkan senyumnya.

            “Nggak modus tahu, Cuma kalau ada kesempatan kenapa nggak dimanfaatin dengan baik” Ucap Kak Revan dengan menampilkan cengiran khas miliknya.

            “Udah sana pulang, nanti dicariin sama mamah” Ucap Dira yang terdengar seperti mengejek Kak Revan. Dia tidak marah tapi dia malah tertawa.

            “Yaudah deh, dadahhh jangan kangen ya. Hati-hati kalau digodain sama om-om jangan teriak, ladenin aja, kali aja dapet uang tambahan” belum saja Dira memukul bahu Kak Revan,ia sudah melajukan motornya terlebih dulu meninggalkan Dira.

            Ojek online yang dipesan oleh Dira ternyata datang lebih lama, sampai akhirnya Dira melihat motor Zali terparkir manis di hadapan Dira. Laki-laki itu menampilkan senyuman khas miliknya, Dira tidak mengetahui apa tujuan Zali datang kesini. Tatapan wajah Dira mungkin sudah mewakili pertanyaan untuk Zali.

            “Jangan bingung gitu dong, tadi Cuma lewat kebetulan ada bidadari lagi berdiri di depan resto, daripada mubazir didiemin” Ucapan Zali tidak masuk akal.

            “Bisa aja kamu mah” Ucap Dira dengan wajah yang memerah, tapi ini malam, jadi Zali tidak bisa melihat wajah bulshing milik Dira.

            “Bareng yuk” ucap Zali, tatapan Dira beralih kesebuah motor yang terparkir di belakang motor Zali.

            “Maaf ya Zal, ojek onlinenya udah datang” Ucap Dira yang kemudian menaiki motor ojek online yang sudah ia pesan sejak tadi, Dira melihat Zali bangkit dari motornya dan berjalan ke arah Dira.

            “Om, saya bayar ya, tapi penumpang om ini biar pulang sama saya” Ucap Zali kepada om-om yang menjadi ojek online itu.

            “Gak usah Zal,”

            “Mas ini gak ada niatan untuk berbuat jahat sama mba ini kan?” tanya om itu pada Zali.

            “Ya allah om, saya itu temennya, gak mungkin lah saya berbuat macem-macem sama temen saya sendiri” ucap Zali yang kemudian mengeluarkan selembar uang seratus ribuan dan memberikan uang itu kepada om ojek itu.

            Dira menuruni motor ojek online itu dan berpindah ke motor Zali. Kenapa Zali harus melakukan hal itu? hal yang seharusnya tidak ia lakukan.

            “Gak semua hal bisa kamu beli pake uang Zal,”Ucap Dira pada Zali pada saat mereka sedang berada di jalan.

            “Bukan maksud aku gitu Dir, tapi Cuma dengan cara itu aku bisa ngajak kamu pulang bareng” Ucap Zali yang pandangannya masih terfokus pada jalanan yang sedikit ramai lancar.

            “Tapi nggak gitu Zal, kadang hidup kita tuh nggak bisa berjalan lurus sesuai dengan keinginan kita, dan nggak semua hal juga bisa kamu lurusin dengan uang” ucapan Dira  membuat Zali memperlambat laju motornya, tapi dia terdiam tanpa kata.

            “Belajar jadi orang sederhana ya Zal, karena hidup kan nggak selamanya ada di atas, kalau kamu udah biasa hidup sederhana kamu akan lebih senang untuk jalanin hidup ini”

            “Iya”

            Di pertengahan jalan menuju ke Rumah, tiba-tiba hujan datang begitu lebat tanpa aba-aba dan pertanda terlebih dulu, hujan datang bersama dengan petir yang menggema di telinga orang yang mendengarnya. Zali meminggirkan motornya kesebuah toko kosong yang berada di pinggir jalan. Dira melihat Zali yang tampak menggibaskan jaketnya ke udara, setelah itu dia meletakan jaket itu di sebuah kursi kosong di samping tempat duduk Dira, setelah meletakan jaketnya, Zali berjalan menuju ke tempat motornya diparkirkan, Zali membuka bagian belakang motornya dan mengeluarkan jaket kering dari dalam sana.

            Awalnya, Dira mengira jika Zali akan memakai jaket itu untuk melindungi dirinya sendiri karena tadi jaketnya sudah basah, tapi ternyata dugaan Dira salah, Zali memakaikan jaket  itu ke tubuh Dira, Dira menoleh ke samping, dan tepat sekali,kini wajah mereka berhadap-hadapan, jaraknya hanya 5 cm,mata indah Dira menemui iris mata Zali.

            “Dir” Panggil Zali, posisi mereka belum sama sekali beranjak, Zali masih menatap mata Dira, begitupun dengan Dira. “ Jangan tatap aku kaya gitu, jangtungku mau copot rasanya” dan akhirnya ucapan Zali membuat Dira tersadar dari lamunannya.

            “Maaf” ucapnya pada Zali.

            “Gak usah tegang” Zali mengacak-acak rambut Dira yang sudah basah oleh air hujan.

            Zali menatap Dira yang kini sedang memainkan rintikan air hujan, Dira sangat suka dengan aroma semerbak dari air hujan, Dira ingat masa kecilnya bersama dengan ayahnya dulu, masa kecil yang indah yang dipenuhi oleh jutaan tawa hingga berujung air mata yang keluar dari mata Dira Karena terlalu lama tertawa. Dira tidak tahu kenapa dulu masa kecilnya begitu indah, tapi kini justru masa remajanya yang terlalu  buruk.

            “Dir,aku suka kamu” ucapan Zali membuat Dira tersadar dari lamunannya, dari bayangan masa kecilnya dulu, Dira menghentikan aksi bermain airnya, dan kini pandangannya beralih ke arah Zali.

            “Semua Cuma berawal dari satu detik saat aku tatap iris mata kamu saat di taman musik centrum satu tahun yang lalu”

            Dira mencoba untuk mengingat kembali semua memorinya, satu tahun yang lalu, di taman musik centrum, iris matanya bertemu dengan iris mata milik Zali, tapi perasaan yang timbul berbeda. Zali jatuh cinta, Dira tidak.  Dira terdiam, ia membayangkan kejadian satu tahun yang lalu saat Dira terjatuh di pangkuan Zali, orang yang sama sekali belum Dira kenal. Dan semua karena ulah Dita. 

            Bibir Dira seakan terkunci rapat, tubuhnya membeku, Dira bingung harus menjawab apa,dan untung saja handphone milik Dira bebunyi dan menampilkan nama ibunya di ujung layar.

            “Iya Dira masih di jalan,ini lagi neduh sebentar”

            “……………”

            “Iya bu, Dira sama Zali kok, aman baik-baik aja”

            “……………”

            “Iya,”

            Dira menoleh ke arah Zali yang sedang menatapnya, Dira mengajak Zali pulang saat itu juga, hujan pun seakan tahu jika Dira sudah tidak ingin berlama-lama bersama dengan larutan keheningan bersama Zali.

***

            Adit kini sedang berada di balkon kecil yang ada di lantai dua rumahnya bersama dengan gitar dan secangkir kopi yang menemani hangatnya malam ini. Petikan gitar dan sebuah lagu Havana dari handphone Adit membuat suasana malam seakan tidak begitu sunyi.

            Genre musik Havana dari Camilla Cabello sebenarnya bukanlah genre musik yang Adit sukai. Adit menyukai musik ini karena Dira sangat menyukai musik ini dan dia selalu menyanyikan lagu ini di samping Adit.

            Mendengar lagu ini mengingatkan Adit tentang sebuah pernyataan Zali tadi sore.

            “Dit, gimana pendapat lo kalau gue tembak Dira malam ini?” tanya Zali pada saat mereka sedang membereskan semua peralatan musik.

            “Yakin diterima? Dira hatinya kaya bulu babi. Sulit disentuh,sekalinya disentuh ya beracun”

            Jantung Adit berhenti berdetak saat ia mendengar Zali mengucapkan hal itu padanya. Kini yang ada dipikiran Adit hanyalah Dira, apakah Dira menerima perasaan Zali? Tapi Adit tahu siapa Dira, hati Dira bagaikan bulu babi, jika berani menyentuhnya berarti harus berani sakit.

            Kali ini Adit tidak memikirkan egonya,ia langsung mengontak nomor telepon Dira, awalnya ia hanya menanyakan tentang pelajaran besok, apakah besok ada PR atau tidak, tapi Adit malah menyerempetkan pertanyaannya menjadi sebuah  pernyataan.

            “Raa, gue udah hapal kunci gitar lagu Havana,tapi liriknya belum hapal” ucap Adit dari balik teleponnya.

            “coba nyanyiin”

            Petikan gitar mengalun hingga lagu selesai, hingga Adit merasa jika Dira mendengarkan dengan seksama, hingga tidak ada suara apapun yang keluar dari bibir Dira.

            “Raa, udah selesai”

            “Raa, denger gak sih, udah kelar tau Raa,”

            Adit menghela nafas, ia mematikan sambungan teleponnya, Adit tau Dira sudah lelap dalam tidurnya. Suara alunan gitar yang Adit mainkan bagaikan suara lagu nina bobo untuk Dira, dan dari dulu memang seperti itu.

            Adit menenggelamkan dirinya dalam lamunannya, mengingat seorang Dira memang tidak akan ada habisnya. Dira yang kecil imut bagaikan marmut, wanita dewasa dengan umur 16 tahun yang sifatnya masih kekanak-kanakan, wanita yang menurut Adit seperti bunga edelweis, edelweis yang hanya bisa disentuh oleh orang-orang tertentu,orang yang berusaha keras dan berjuang ekstra.

            Rintikan air hujan ternyata belum juga berhenti, Adit masih bisa merasakan jika rintikan air hujan itu masih turun membasahi bumi tempat Adit tinggal. Ternyata sudah sejak tadi hujan menemani Adit di balkon rumah ini. Adit beranjak dari balkon rumah, ia berjalan menuju ke lantai bawah, tepatnya ke depan pintu masuk, ia membukakan pintu yang sudah sejak tadi diketuk oleh orang yang berada di luar rumah.

            “Belum tidur?” Tanya Kak Resty yang tak lain adalah kakak perempuan dari Adit.

            “Kalau bisa bukain pintu,berarti belum tidur lah” Ucap Adit yang kemudian meninggalkan kakaknya di depan pintu.

            Adit berjalan menuju ke balkon, mengambil gitar, handphone dan pindah kedalam kamarnya. Adit bukanlah tipe laki-laki yang setiap malam nongkrong di tempat-tempat hitz seperti anak-anak Kids jaman now, ia lebih senang bermain di dalam kamar bersama dengan gitar kesayangan miliknya.

            Handphone Adit bergetar saat baru saja ia menidurkan tubuhnya di atas kasur, Adit menatap layar handphone miliknya, tertera nama Zali di ujung layar, ia menempelkan benda tipis itu di telinganya.

            “Naon?” Tanya adit dengan menggunakan bahasa sunda yang artinya “apa?”

            “Gue mau nginep di rumah lo

            “Langsung ke rumah gue aja.”

            Tak lama setelah panggilan telepon berakhir, suara motor Zali sudah terdengaroleh telinga Zali, Adit berpikir jika laju motor Zali sangat cepat hingga ia bisa sampai di rumah Adit hanya dengan hitungan menit.

            Baru saja Adit ingin membukakan pintu untuk Zali, tapi dengan cepat masuk ke dalam kamar Adit, dan itu malah membuat Adit terkejut.

            “Dasar belegug” Adit menjitak kepala Zali yang berdiri di hadapannya.

            “Lo kenapa sih Zal?” tanya Adit yang kemudian duduk di ujung kasur dan diikuti oleh Zali yang duduk di sebelah Adit.

            “Kesel gak sih lo?  Gue nembak sampe keringet dingin, taunya malah ditolak” akhirnya Adit bisa bernafas lega karena Dira tidak menerima pernyataan Zali tentang perasaanya.

 

 

How do you feel about this chapter?

1 2 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Wannable's Dream
33860      4851     42     
Fan Fiction
Steffania Chriestina Riccy atau biasa dipanggil Cicy, seorang gadis beruntung yang sangat menyukai K-Pop dan segala hal tentang Wanna One. Dia mencintai 2 orang pria sekaligus selama hidup nya. Yang satu adalah cinta masa depan nya sedangkan yang satunya adalah cinta masa lalu yang menjadi kenangan sampai saat ini. Chanu (Macan Unyu) adalah panggilan untuk Cinta masa lalu nya, seorang laki-laki b...
Forbidden Love
8593      1838     3     
Romance
Ezra yang sudah menikah dengan Anita bertemu lagi dengan Okta, temannya semasa kuliah. Keadaan Okta saat mereka kembali bertemu membuat Ezra harus membawa Okta kerumahnya dan menyusun siasat agar Okta tinggal dirumahnya. Anita menerima Okta dengan senang hati, tak ada prangsaka buruk. Tapi Anita bisa apa? Cinta bukanlah hal yang bisa diprediksi atau dihalangi. Senyuman Okta yang lugu mampu men...
Dear You
13548      2273     14     
Romance
Ini hanyalah sedikit kisah tentangku. Tentangku yang dipertemukan dengan dia. Pertemuan yang sebelumnya tak pernah terpikirkan olehku. Aku tahu, ini mungkin kisah yang begitu klise. Namun, berkat pertemuanku dengannya, aku belajar banyak hal yang belum pernah aku pelajari sebelumnya. Tentang bagaimana mensyukuri hidup. Tentang bagaimana mencintai dan menyayangi. Dan, tentang bagai...
Klise
2663      1017     1     
Fantasy
Saat kejutan dari Tuhan datang,kita hanya bisa menerima dan menjalani. Karena Tuhan tidak akan salah. Tuhan sayang sama kita.
Garden
4423      1440     5     
Fantasy
Suatu hari dimanapun kamu berada,selama kita menatap langit yang sama. Bolehkah aku merindukanmu?
Frekuensi Cinta
226      191     0     
Romance
Sejak awal mengenalnya, cinta adalah perjuangan yang pelik untuk mencapai keselarasan. Bukan hanya satu hati, tapi dua hati. Yang harus memiliki frekuensi getaran sama besar dan tentu membutuhkan waktu yang lama. Frekuensi cinta itu hadir, bergelombang naik-turun begitu lama, se-lama kisahku yang tak pernah ku andai-andai sebelumnya, sejak pertama jumpa dengannya.
Persapa : Antara Cinta dan Janji
6854      1657     5     
Fantasy
Janji adalah hal yang harus ditepati, lebih baik hidup penuh hinaan daripada tidak menepati janji. Itu adalah sumpah seorang persapa. "Aku akan membalaskan dendam keluargaku". Adalah janji yang Aris ucapkan saat mengetahui seluruh keluarganya dibantai oleh keluarga Bangsawan. Tiga tahun berlalu semenjak Aris mengetaui keluarganya dibantai dan saat ini dia berada di akademi persa...
Grey
188      158     1     
Romance
Silahkan kalian berpikir ulang sebelum menjatuhkan hati. Apakah kalian sudah siap jika hati itu tidak ada yang menangkap lalu benar-benar terjatuh dan patah? Jika tidak, jadilah pengecut yang selamanya tidak akan pernah merasakan indahnya jatuh cinta dan sakitnya patah hati.
Black World
1398      648     3     
Horror
Tahukah kalian? Atau ... ingatkah kalian ... bahwa kalian tak pernah sendirian? *** "Jangan deketin anak itu ..., anaknya aneh." -guru sekolah "Idih, jangan temenan sama dia. Bocah gabut!" -temen sekolah "Cilor, Neng?" -tukang jual cilor depan sekolah "Sendirian aja, Neng?" -badboy kuliahan yang ...
Like a Dandelion
2399      823     2     
Romance
Berawal dari kotak kayu penuh kenangan. Adel yang tengah terlarut dengan kehidupannya saat ini harus kembali memutar ulang memori lamanya. Terdorong dalam imaji waktu yang berputar ke belakang. Membuatnya merasakan kembali memori indah SMA. Bertemu dengan seseorang dengan sikap yang berbanding terbalik dengannya. Dan merasakan peliknya sebuah hubungan. Tak pernah terbesit sebelumnya di piki...