Sinar matahari pagi membuat mataku serasa terbakar, aku merasa kehausan dan sedikit pusing. Aku benar-benar merasa diculik kali ini.
“Eh, neng Milli udah bangun Des!” Salman mulai berbicara.
Banyu melirik ke belakang kemudian melihat ke depan dan kembali menyetir. Aku tak peduli penampilanku sekacau apa sekarang, yang pasti aku sangat butuh air minum untuk tenggorokanku yang kering dan mulai meradang ini.
“Air…” Aku meminta dengan suara yang hampir habis.
“Astaga!” Salman langsung melangkah dan berpindah ke kursi belakang melepaskanku dari gulungan selimut dan memberikan sebotol air mineral padaku.
Tangannya dengan lembut merapihkan rambutku yang berantakan.
“Jangan sentuh dia!” Bentak Banyu dengan kasar.
Salman langsung menarik tangannya dan bergeser ke sudut pintu mobil.
“Tega bener lo ya? Enggak kasihan apa?” Balas Salman.
Mata kami saling beradu lewat kaca spion, aku tidak mempedulikannya dan langsung menghabiskan satu botol penuh air. Salman mengambil sapu tangannya dan membasahinya dengan air dan memberikannya padaku. Aku membasuh seluruh wajah dan leherku kemudian mengucapkan terimakasih padanya.
Mobil terus berjalan menyusuri jalan tol, gedung-gedung pencakar langit menjulang tinggi di kedua sisi jalan. Di depan sudah terlihat mobil-mobil lain berjejalan di jalan protokol. Tentu saja ini Jakarta sang ibukota, kemacetan menjadi hal biasa.
“Aku butuh sandal…” Ucapku dengan suara parau.
Aku memandangi kedua kakiku yang telanjang tanpa alas kaki.
“Astaga. Iya lupa!” Salman mengambil tas ranselku dibagasi kemudian memintaku mengecek apa saja yang dibutuhkan.
Handphone,dompet,notebook,pakaian,alat makeup sudah ada didalam ransel. Yang tertinggal hanya sandal dan sweater, dan rasanya aku butuh aspirin.
“Kita belanja disitu saja!” Seru Salman.
Saat mobil berhenti di parkiran, Salman menanyakan kembali apa saja yang dibutuhkan.
“Sandal no 36, jaket ukuran S, dan tolong satu strip aspirin.” Pintaku.
Permintaan terakhirku membuat Banyu terpaku sejenak, kemudian kembali memasukan kepalanya ke dalam mobil.
“Apa kau baik-baik saja?”
Ingin rasanya aku berteriak memakinya namun aku hanya bisa mengangguk tanpa memandangnya.
Ia menyusul Salman kedalam supermarket kemudian tak lama kembali membawa 2 kantung belanjaan.
Kami melanjutkan perjalanan ke dermaga, tidak terlalu jauh dari sini.
***
Sesampainya di dermarga Jessica tengah menunggu kedatangan kami. Aku sedikit terkejut saat menjejakkan kaki ke tanah, ada sedikit pening yang menusuk. Tapi aku langsung menahannya dan menghambur ke pelukan Jessica yang telah dibentangkan dari saat pertama melihatku.
“Apa mereka menculikmu dengan kasar,Puppy?” Ledek Jessica.
Aku hanya tersenyum menanggapi kata-katanya.
“Non, Jessica makasih ya udah ajak saya!” Salman berkata layaknya kepada seorang majikan.
“It’s oke. I need you…” Ucapnya dengan nada manja.
“You need me?” Balas Salman sedikit terperangah.
“Yes of course! Semua barang-barang itu enggak akan naik keatas boat dengan sendirinya, dan kamera ini juga enggak akan bisa jepret-jepret dengan sendirinya.” Jessica mulai menunjukkan sifat aslinya.
“Astaga!” Salman terkejut.
“What? Lo pikir apa? Elo harus rekam dan jepret semua moment kita bertiga, untuk itulah elo diajak.”Jelasnya.
“Man,segitu udah versi paling ramah. Terima aja!” Banyu berlalu sambil menepuk pundaknya.
Aku menawarkan diri untuk membantu membawakan barang-barang, namun dengan kompak baik Jessica maupun Banyu serentak melarang. Membuat Salman langsung memasang wajah sendu seperti orang patah hati, aku tertawa kecil melihatnya.
Kami menaiki sebuah speed boat berukuran sedang, melaju membelah lautan setelah tali dilepaskan dari tiang dermaga. Jessica langsung mengambil alih diriku untuk berbincang dengannya, menanyakan tentang kuliahku, pekerjaan dan bagaimana hubunganku dengan Banyu yang aku jawab hanya sekedarnya. Ia terus-terusan memperhatikan mataku yang masih sembab, sisa tangisan semalam.
“Bagaimana bisa kalian membuat Puppy Milli menangis seperti ini?” Ucapnya sambil memberikan ice pack untuk mengompres mataku.
“Dia udah begitu sebelum kita bawa.” Jawab Salman sambil melirik pada Banyu.
Tiba-tiba Jessica melempar ice pack pada Banyu dan mulai memakinya seakan tahu pria itu lah penyebabnya. Aku tak ingin melerainya, membiarkan Salman yang menggantikan tugasku.
Jejak buih-buih putih dari laju kapal terlihat mengekor mengikuti, serasi dengan warna laut yang biru kehijauan. Seperti warna mata Aishwarya Rai salah satu aktris Bollywood ucap Salman. Angin bertiup kencang seakan-akan memukul tubuhku, aku menutup rapat zipper jaketku. Jessica memelukku dengan hangat, dan tersenyum menjanjikan tempat tujuan kami akan menyenangkan. Aku merasa dipandangi namun tak ku hiraukan pandangan itu.