Loading...
Logo TinLit
Read Story - Apakah kehidupan SMA-ku akan hancur hanya karena RomCom? [Volume 2]
MENU
About Us  

Tidak lama setelah klien pertama kami pulang. Sakuraba-san langsung mengajak Katsubaki-san untuk pergi ke klub mading. "Katsubaki-san, bisakah kau membantuku untuk meminta ijin bersama ke klub mading, untuk memasang pamflet ini?" Setelah itu ia berdiri dan mengangkat tumpukan pamflet itu.

Katsubaki-san langsung berdiri dengan semangatnya. "Boleh saja."

Lalu mereka pun pergi bersama menuju ke klub mading. Tapi tiba-tiba, Sakuraba-san berhenti saat sudah membuka pintu. Ia memutar tubuhnya ke arahku dengan tatapan seriusnya.

"Yuuichi-kun, kau bertanggung jawab atas semua benda yang berada di ruangan ini setelah kami pergi."

Hei-Hei, kau kira aku ini penjahat kelamin yang suka mengoleksi barang-barang milik lawan jenis hah?

Katsubaki-san terlihat bingung dengan apa yang dibicarakan oleh Sakuraba-san.

Sebaiknya kau tidak usah memahami ucapan Nona lemari es ini.

Aku menghela napas mendengar ucapannya itu. "Iya-Iya, aku akan menjaganya."

Ia pun tersenyum licik ke arahku. "Terimakasih, Yuuichi-kun."

Bisakah kau berhenti memasang senyum licik itu ke arahku? Aku benar-benar muak melihatnya.

Setelah itu, mereka pun keluar dari ruangan ini menuju ke ruangan klub mading.

Akhirnya aku mendapat ketenanganku kembali. Tapi sampai kapan aku harus berada di sini? Sialan!

?

Tidak terasa, 20 menit sudah berlalu dan bel tanda berakhirnya sekolah telah berbunyi. Akupun memasukan light novel-ku ke dalam tas, lalu meminum tehku sembari menunggu mereka datang.

Owh iya, aku baru ingat kalau pesanan illustrasi milik orang masih setengah kukerjakan dan batas deadline-nya besok. Hah, kuselesaikan malam ini saja.

Angin yang sepoi-sepoi. masuk melalui jendela dan langsung melewati tubuhku. Sehingga aku merasa sejuk dibuatnya.

Heh, entah kenapa, aku merasa bahwa kehidupanku yang sekarang, sangat jauh berbeda dengan yang dulu.

Dulu, hampir selama 6 tahun, aku selalu dikucilkan dan dijauhi oleh orang lain akibat luka bakarku ini yang terlihat menakutkan. Sekarang, ada beberapa orang dengan polosnya mendekatiku layaknya seorang teman.

Aku bahkan tidak tahu apa maksud mereka mendekatiku kecuali Eita. Dia itu memang tidak pandang bulu siapa yang mau berteman dengannya, asalkan orang tersebut sepaham dengannya.

Eita memang aneh, tapi setidaknya dia orang yang paling jujur dari semua orang yang pernah mendekatiku.

Tidak lama kemudian terdengar suara ketokan pintu, diiringi dengan suara perempuan yang berada di balik pintu.

*Tok Tok

"Permisi."

Suara ini, bukanlah suara Nona lemari es maupun Katsubaki-san. Suara ini terdengar begitu sopan dan merdu sampai-sampai aku beranggapan sesaat, bahwa ia merupakan seorang seiyuu atau semacamnya.

Karena sekarang aku sudah menjadi anggota klub relawan dan juga, aku tidak ingin membuat seorang perempuan menunggu di depan pintu seperti orang gila. Jadi kupersilahkan ia untuk masuk.

"Silahkan masuk." Ucapku dengan nada agak datar.

Dengan wajah polos dan rambut berwarna coklat sebahunya. Ia membuka pintu dengan sedikit ragu-ragu lalu melihat ke arahku dan ke sekeliling ruangan ini seperti hendak mencari sesuatu.

Sayang sekali, hanya ada aku saja di sini.

Tunggu, rasanya aku pernah mengenalnya di suatu tempat. Tapi siapa?

"A-Anuu.... Apa Aika-san ada?" tanyanya.

Bukankah kau sudah melihatnya sendiri, tidak ada seorang pun di sini kecuali aku.

"Sakuraba-san tadi sedang pergi ke klub mading untuk menempel pamflet. Tapi mungkin sebentar lagi ia datang."

"Owh begitu ya."

Untuk sesaat, situasi terasa canggung karena tidak ada suara sedikit pun. Yang terdengar hanya suara angin yang berhembus melewati jendela, sehingga tirai-tirai terangkat dan berbunyi.

"A-Apa aku boleh duduk di sini untuk menunggunya?"

Aku menangguk, mempersilahkannya untuk duduk. "H-Hmm... silahkan."

Ia mengambil satu kursi yang tersandar di dinding, lalu ia letakan jauh di sebelah kananku. Tepatnya ia duduk bersebelahan dengan tempat duduk Katsubaki-san.

Situasi canggung terus berlangsung sampai-sampai tubuhku mengeluarkan sedikit keringat akibat situasi ini.

Kumohon cepatlah datang Nona lemari es. Jika tidak, aku akan mati dengan keadaan yang konyol.

Ohh aku baru ingat sekarang, dia adalah perempuan gugup yang menjadi ketua panitia Festival Budaya waktu itu.

Tapi aku tetap tidak dapat mengingat namanya.

Tidak lama kemudian, terdengar suara langkah kaki di lorong luar. Lalu terdengar suara dingin Sakuraba-san.

"Permisi."

Setelah itu, ia membuka pintu. Terlihat, Sakuraba-san dengan Katsubaki-san yang berada di belakangnya melihat ke arah perempuan ini, lalu Sakuraba-san menatap sinis ke arahku.

"Yamaichi-san, apa laki-laki ini melakukan sesuatu yang mesum padamu?"

Lagi-Lagi, Nona lemari es ini mengejekku. Lagipula, aku tidak tertarik dengan perempuan 3d. Memang apa bagusnya dengan sebuah bentuk nyata yang tidak memiliki perasaan sama sekali?

Aku lebih memilih 2d yang memiliki hati selembut sutra dan tubuh seindah Gunung Fuji.

Ya, intinya perempuan 2d lebih baik daripada 3d.

Wajah perempuan itupun memerah akibat ucapan Sakuraba-san padanya.

"Apa kau kira aku akan melakukan hal merugikan seperti itu?"

"Yah, aku hanya menilai perilaku berdasarkan keadaan."

Memang keadaan di sini canggung. Tapi, bukan mengarah pada hal tersebut, Nona lemari es sialan.

Aku langsung menghela napas ketika mendengar ucapan Sakuraba-san padaku.

Karena Sakuraba dan Katsubaki sudah datang. Maka sebaiknya aku pulang, daripada harus berlama-lama di sini.

Kuambil tasku yang tersandar di kursiku. Lalu aku berdiri dan pulang menuju ke rumah.

"Kalau begitu, aku pulang dulu." Setelah itu, akupun berjalan ke luar menuju ke rumahku.

Tiba-Tiba Katsubaki-san langsung menyuruhku berhenti. "Ah... tunggu Kisaragi-kun!" sontak aku membalikan badan dan kulihat Katsubaki-san, sedang merapikan tasnya dengan buru-buru.

Setelah itu, ia mendatangku. "Ayo kita pulang bersama, Kisaragi-kun."

Sontak Sakuraba-san dan perempuan itu melihat ke arahku seperti aku yang bersalah di sini.

Hei, dia yang mengajak malah aku yang disalahkan.

Tapi menolak ajakan Katsubaki-san malah akan menimbulkan masalah-masalah lain yang tidak ingin kuurus.

Ya, ini seperti membunuh orang yang telah membuatmu putus asa. Walau kau sudah terhindar dari satu masalah, masalah yang lain, akan terus bermunculan.

"Hmm... baiklah."

Katsubaki-san memasang raut wajah ceria ke arahku lalu ia berjalan di depanku dengan penuh kegembiraan.

Heh, apa setiap hari aku harus pulang dengannya?

Untung saja sekarang sudah pukul 5 lebih. Yang artinya, hanya ada beberapa murid yang berada di sekolah. Maka dari itu kemungkinan gosip baru beredar yaitu 10%.

Yah, tidak menutup kemungkinan kalau akan tersebar.

Saat kami sedang berada di lorong, hanya ada sedikit siswa-siswi yang lalu-lalang. Mereka melihat kami dengan ekspresi takutnya, sedangkan Katsubaki-san melihat mereka dengan wajah penuh kebingungan.

Lalu Katsubaki-san bertanya padaku. "Kenapa wajah mereka pada takut semua pas ngeliat kita?"

Hah, sebaiknya aku harus menjelaskan padanya kalau luka bakar dan gosip yang beredar tentangku lah penyebabnya.

Karena kalau aku berbohong padanya, maka tanda tanya akan terus bermunculan di otaknya yang penuh rasa penasaran itu.

"Itu karena luka bakarku ini yang terlihat menakutkan."

"Kenapa?" tanyanya dengan wajah polos.

Bukankah penjelasanku tadi sudah jelas?

"Kau tahu, mereka takut denganku karena mereka berasumsi bahwa orang yang memiliki luka bakar di wajah sepertiku ini adalah seorang preman atau semacamnya. Maka dari itulah mereka ketakutan melihatku."

"Bukankah itu jahat Kisaragi-kun."

"Yah, itu memang jahat. Tapi memang begitulah kenyataannya dan aku harus menerimanya."

Untuk sesaat, dia terlihat murung dan sedikit menundukan kepalanya.

Apa dia merasa kasihan ya dengan keadaanku?

Kalau iya, maka lebih baik kau pergi dari sini dan biarkan aku pulang lebih cepat untuk bermain galge.

Lalu dia mulai terlihat ceria kembali dan tersenyum ke arahku. "Ngomong-Ngomong Kisaragi-kun, apa kau menyukai ramen?"

Aku tahu kau bermaksud untuk membuatku ceria kembali tapi caramu itu benar-benar.... Ah, sudahlah.

"Aku tidak membencinya."

Yah, ramen merupakan makanan favoritku yang kelima sebelum yakisoba. Jadi aku tidak membencinya dan juga tidak terlalu menyukainya.

Setelah itu ia pun terus-terusan membahas ramen sampai-sampai aku sedikit muak mendengarnya.

Aku benar-benar tidak tahu, apakah perempuan ini baik atau tidak.

?

Sesampainya aku di dalam rumah. Terdengar suara Adikku yang menyambut kepulanganku.

"Selamat datang Onii-san."

Biasanya ibu selalu menyambutku ketika pulang. Tapi kenapa hari ini aku tidak mendengar suara ibu?

"Ibu ke mana?" tanyaku.

"Ibu ke rumah nenek selama selama seminggu ini."

"Owh iya yah."

Ibu biasanya mengunjungi rumah nenek yang berada di Kota Akune, seminggu sebulan untuk melihat keadaan nenek.

Nenekku itu tinggal bersama pengasuhnya yang bernama Fuyumi Haruhi. Ia merupakan kerabat Ibu dan sedang tidak memiliki pekerjaan. Maka dari itu Ibu mempekerjakaanya sebagai pengasuh nenekku selama 3 minggu sebulan. Karena itulah seminggunya lagi Ibu yang merawat nenek.

Saat aku sudah setengah jalan di tangga, Adikku langsung memanggilku. "Onii-san, kalau mau makan. Panaskan saja kari yang ada di dalam kulkas."

Akupun berhenti di tengah jalan akibat panggilan Adikku. "H-Hm... Ok."

Kari yah... heh, setidaknya kari yang ada di dalam kulkas bukanlah buatan Adikku. Kau tahu, saat Adikmu memasak, mereka akan membanggakan kemampuannya di hadapan kakaknya.

Memang itu bukanlah hal yang aneh. Tapi di saat Adikmu yang baru bisa masak berkata, "Serahkan padaku." Yah, kusarankan kau harus terlebih dahulu pergi ke supermarket terdekat untuk membeli bento yang sedang diskon.

Aku lanjut berjalan naik menuju ke kamarku. Kubuka pintu kamar, kuletakan tasku, menyusun alat-alat untuk menggambar dan kunyalakan pc untuk merubah diriku, dari seorang siswa anti-sosial, menjadi seorang illustrator lepas.

?

Keesokan paginya, aku pun pergi ke tempat yang dijanjikan, yaitu di Square Mall Kagoshima untuk ketemuan di sana dan pergi sama-sama nantinya.

Yah, tidak ada salahnya ketemuan di sana. Tapi kurasa di tempat itu terlalu banyak normie dan bisa-bisa aku akan terus mendapat tatapan takut dari mereka semua.

Bisa dibilang Mall itu tempat di mana banyak orang dengan misi khusus untuk berbelanja kebutuhan mereka.

Sebagai contoh, seorang laki-laki yang sedang pacaran memiliki misi khusus untuk menjadi body-guard pacarnya dari bahaya luar. Tapi sebenarnya, bukan menjadi body-guard, tapi menjadi pembantu yang membawa belanjaan pacarnya.

Maka dari itu Mall adalah tempat mengerikan pertama sesudah sekolah untuk orang-orang sepertiku.

Kulihat di sepanjang jalan, ada banyak orang yang sibuk dengan aktivitasnya masing-masing.

Seperti: Pasangan yang sedang berbicara mesra, grup perempuan yang sedang mengobrol, orang kantoran yang sedang menelpon dan lain-lain. Jujur saja, suara mereka cukup ribut sampai-sampai aku hendak menutup telingaku ini.

Ya, karena aku adalah anak rumahan yang sering mendekap di rumah untuk bermain galge. Dan juga rumah dan sekolahku berada di tepian kota yang tidak banyak orang lalu-lalang. Maka dari itulah, aku tidak terbiasa dengan suara ribut seperti ini.

Tidak lama kemudian, aku sampai di tempat yang dijanjikan. Terlihat, hanya ada Sakuraba-san memakai onepiece berlengan panjang yang atasannya berwarna hitam dan roknya yang berwarna putih dan juga, dengan gaya rambut pony tail yang jarang sekali aku lihat. Di tangan kanannya terdapat payung berwarna biru yang sedang ia pegang.

Kulihat di sekitar, Katsubaki-san masih tidak ada yang berarti ia belum datang.

Sekarang masih pukul sepuluh kurang 6 menit dan kita berkumpul pukul 10 lewat 20 menit. Jadi masih ada waktu sekitar 26 menit sebelum dia terlambat.

Dengan tatapan mengejeknya padaku. "Kukira kau tidak akan datang."

Apa dia tidak bisa ya, sehari tidak mengejekku?

"Tentu saja aku akan datang. Kalau kau memaksaku dengan cara seperti itu."

Sakuraba-san tidak bebicara lagi dan ia hanya memasang sedikit senyum di wajahnya.

"..."

Hah, aku ingin cepat-cepat pulang.

Setelah menunggu selama 4 menit, akhirnya Katsubaki-san datang dengan berlari ke arah kami berdua. Nampak ia memakai baju berwarna oranye se-lengan dan celana pendek se-lutut.

Untuk sesaat, terlintas dalam pikiranku kalau ia mirip dengan seorang heroine dari galge yang berjudul (Nama galge). Yang membedakan hanya tubuhnya saja yang berbentuk 3d.

"Maaf lama menunggu."

"Tidak apa-apa, Katsubaki-san. Lagipula kami baru saja datang." Balas Sakuraba-san.

Hei-Hei, apa maksudmu dengan "kami baru saja datang"? Lagipula, bukankah kau datang lebih awal dariku?

Lalu Katsubaki-san menatapku dengan tatapan cerianya. "Eeh, begitu ya."

Heh, kuharap kau tidak salah paham dengan perkataannya.

"Daripada berlama-lama di sini, ayo kita langsung pergi."

"Ayo!" Ucap Katsubaki-san dengan semangat.

Darimana datangnya semangat yang membara itu?

Lalu mereka berdua langsung berjalan bersamaan, sedangkan aku berjalan di belakang mereka berdua.

Lagipula aku tidak ingin berjalan bersama mereka. Karena aku tidak ingin dikira sebagai preman yang suka mempermainkan wanita.

Heh, aneh-aneh saja.

?

Sesampainya kami di depan tempat audisi, yaitu di Gedung (Nama gedung) yang di atasnya terdapat tulisan "Audition Japan Idol" yang cukup besar. Terlihat, banyak sekali orang-orang berbaris di sebelah kami, kira-kira panjang antreannya sekitar 20meter lebih, dari gedung ini melewati 2 gedung di sebelahnya.

Aku tidak tahu dengan audisi ini, tapi nampaknya acara ini cukup terkenal.

"Wah, banyak sekali pesertanya. Apa tidak lama ya?" tanya Katsubaki-san.

"Kita tidak akan menunggu lama. Tadi kata Mayaka-san di telepon, ia sudah lebih dulu mendaftar dan kemungkinan ia berada dipaling awal."

Untung saja ia mendaftar awal-awal. Jika tidak, aku akan terus berada di sini sepanjang hari untuk hal yang tidak berguna, padahal aku hanya menonton klien kita yang hendak tampil.

"Ahh, aku mengerti. Baiklah ayo kita masuk."

Kamipun masuk ke dalam melewati jalur penonton.

Setelah berada di dalam, aku melihat tempat diadakannya audisi cukup besar. Mungkin seperti panggung teater pada umumnya namun tempat duduknya lebih banyak.

Kulihat kursi di depan sudah penuh dengan orang-orang. Kamipun duduk di jajaran paling belakang karena di depan sudah banyak orang.

Nampaknya audisi belum mulai dan para staf-staf terlihat agak panik dan berjalan kesana kemari.

Mungkin salah satu juri belum datang atau ada beberapa kendala terkait tentang audisi yang belum siap.

Setelah menunggu selama 7 menit, akhirnya audisi pun dimulai.

Secara satu persatu, para peserta ditampilkan dan hampir banyak yang gagal karena kualitas suaranya yang begitu mengerikan.

Apa mereka benar-benar serius mengikuti audisinya? Jika mereka memang serius dalam audisi ini, mengapa banyak sekali yang nyanyi asal-asalan?

Hah, aku tidak tahu lagi dah.

Saat aku sedang nyamannya duduk di kursi, fokus memperhatikan mereka semua. Tiba-Tiba fokusku menjadi buyar akibat suara panggilan perempuan dari arah kananku.

"Hai, Katsubaki-san, semuanya."

Kukira siapa, ternyata dia.

"Apa kau baru datang Mayaka-san?" tanya Katsubaki-san.

Sambil mengusap bagian belakang kepalanya seperti orang baru saja melakukan hal ceroboh. "Yah, tadi ada beberapa masalah di rumah. Jadi aku terlambat."

"Ohh..."

"Ngomong-Ngomong semuanya, aku sudah memesan ti...ga..." Ia melihat ke arahku dengan tatapan agak takut namun juga sedikit merasa bersalah.

Kenapa kau malah merendahkan suaramu saat melihat ke arahku?

Ia pun menunduk ke arahku. "Maaf, tadi aku nggak ingat pesan satu kursi lagi."

Aku menghela napas ketika mendengar ucapannya itu. "Heh, aku di sini saja. Lagipula duduk di tengah-tengah orang banyak hanya akan membuatku dan orang lain berada di dalam situasi yang tidak nyaman."

"Seperti itulah dirimu. Selalu menganggap dirimu sebagai virus yang tidak disenangi orang lain." Sambil tertawa dingin padaku.

Terimakasih atas hinaanmu yang pedih itu. Yah, walau tidak sebegitu pedih karena ejekan Nona lemari es padaku tidak sepenuhnya salah.

"Kalau begitu kami ke depan dulu, Kisaragi-kun."

Aku mengangguk. "H-Hmmm..."

Setelah itu mereka pun pergi ke barisan kursi paling depan yang sudah di pesan oleh perempuan itu.

Setelah sekian lama aku menunggu di sini untuk penampilan klien kita. Akhirnya dia muncul juga dengan nomor urut peserta ke 26.

Dia masuk dengan sedikit menundukan kepalanya yang berarti ia sedang tidak percaya diri sekarang.

Darimana aku mengetahuinya? Kau tahu, saat seseorang sedang tidak percaya diri, mereka cenderung menundukan kepalanya saat sedang berada di dalam pembicaraan.

Itu akan jadi nilai minus untuknya kalau aku yang menjadi juri.

Setelah ia memperkenalkan dirinya pada juri. Akhirnya ia mulai bernyanyi?menyanyikan lagu Yanagi Nagi yang berjudul (Judulnya).

Seleranya cukup bagus.

Tidak sampai lima detik ia bernyanyi. Perempuan yang bernama Mayaka itupun memulai misinya untuk mengembalikan kepercayan diri temannya kembali dengan berdiri sigap dan mengambil ancang-ancang.

Dengan suara nyaring yang bergema di seluruh ruangan ini. "Kenapa kau bernyanyi seperti itu?"

Sontak orang-orang yang berada di ruangan ini termasuk temannya yang bernyanyi itu langsung mengarahkan padangannya pada Mayaka-san.

"Bukankah kau ingin menjadi penyanyi yang dapat membanggakan orangtua dan teman-temanmu? Bukankah kau ingin mengatakan sesuatu pada kami kalau kau berhasil menjadi seorang penyanyi?"

Tiba-Tiba suaranya melengking dengan sangat nyaring sampai-sampai aku ingin menutup telingaku ini. "Hanya itukah kemampuanmu, Kirari-chan?!!"

Semua orangpun terdiam dan para petugas yang berada di dalam ruangan langsung berjalan ke arahnya dengan agak cepat.

Heh, perempuan ini benar-benar hebat. Ia tidak peduli dengan keadaan sekitarnya dan langsung menumpahkan semua hal yang ditersimpan di hati pada temannya itu.

Kurasa kau mendapat sedikit hormat dariku.

Kedua petugas mendekati Mayaka-san dan kelihatannya mereka sedang berbicara dan setelah itu Sakuraba-san berdiri dan ikut dalam pembicaraan.

Aku tidak mendengar pembicaraan mereka karena terlalu jauh jarak antara aku dengan mereka. Jadi aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Mungkin mereka menyuruh Mayak-san untuk keluar. Tapi nampak, mereka sedang berbicara saja dengan gerak-gerik santai. Mungkin mereka hanya memberi peringatan pada Mayaka-san tentang hal tadi.

Lalu kedua petugas itupun menjauh dari mereka setelah Nona lemari es dan Mayaka-san menunduk meminta maaf pada kedua petugas tersebut.

Huh, aku sudah memang menduga hal ini akan terjadi tapi tidak kusangka. Kedua petugas itu tidak mengusir Mayaka-san yang berteriak sangat kencang tadi.

Aku tidak tahu lagi harus bicara apa sekarang.

Para juri pun kembali mempersilahkan peserta itu untuk bernyanyi kembali. Tetapi saat dipanggil, ia menundukan malah kepalanya dan sepertinya ia tidak begitu mendengar suara juri itu.

Lalu setelah dipanggil dua kali, ia akhirnya menjawabnya dan meminta maaf pada para juri.

Sekali lagi ia pun dipersilahkan para juri untuk bernyanyi.

Lantunan musik dari lagu Yanagi Nagi mulai kembali bergema di seluruh ruangan dan terlihat dari sini, ia sedang mengambil napas dalam-dalam untuk bersiap-siap menyanyikan liriknya.

Suara merdu yang beriringan dengan melodi musiknya pun memenuhi ruangan ini.

Nada ini sangat berbeda dari yang tadi. Aku merasa bahwa sedikit kekurangan di nada lirik yang ia nyanyikan di awal sudah ia perbaiki dan menjadi jauh lebih baik dari sebelumnya.

Aku mengetahui hal itu karena aku juga seorang penikmat musik, tapi lebih ke musik-musik dengan nada yang melodis. Maka dari itu aku bisa menilai suara dari keselarasannya dengan nada musik.

Semua orang pun nampak terdiam, menghayati temannya Mayaka-san itu yang sedang bernyanyi.

Setelah ia selesai bernyanyi, para penonton dan 2 di antara 3 juri pun bertepuk tangan padanya, terkecuali aku.

Nampak dari sini, temannya Mayaka-san pun terlihat terkejut dengan tepuk tangan yang penonton dan juri beri padanya.

Terdengar suara para juri yang sepakat untuk meloloskan temannya Mayaka-san itu.

Yah, entah kenapa. Untuk saat ini, caraku yang agak kejam berhasil walau aku tidak yakin 100 persen tadi.

Sebaiknya aku keluar, mencari minuman sebentar.

Aku pergi dari sini menuju ke tempat mesin penjual minuman yang berada di luar.

Saat aku sudah sampai, aku membeli minuman kopi dengan tambahan susu yang kusukai.

Kududuk di kursi yang berada di samping mesin penjual minuman.

Orang-Orang yang lalu-lalang di depanku, melihat ke arahku dengan tatapan takutnya. Mereka nampak menghindariku saat lewat di depanku.

Yah, aku tidak menyalahkan mereka atas sikap mereka padaku. Aku juga akan melakukan hal yang sama jika aku bertemu dengan orang asing berpenampilan preman di depanku.

Heh, apa orang sepertiku ini mempunyai tempat di mana aku bisa mendapat ketenangan dan tidak terlibat hal-hal yang merepotkan?

Jawabanku pribadi mungkin tidak, karena manusia adalah makhluk sosial di mana setiap hari, masing-masing manusia akan bertemu satu sama lainnya, di manapun mereka berada.

Tapi aku tidak tahu dengan orang-orang yang memiliki situasi yang sama denganku. Apa mereka juga merasakan hal seperti ini dan juga berpikir seperti ini?

Tempat satu-satunya yang mempunyai ketenangan adalah Pulau Galapagos, di sana kita dapat beristirahat dengan tenang tanpa ada gangguan dari siapapun.

Yah, Pulau Galapagos merupakan pulau yang berada di (Tempat) dengan jumlah penduduk sangat sedikit. Jadi kalau kau ingin beristirahat dengan tenang, Pulau Galapagos lah yang paling cocok untukmu.

Saat aku menundukan kepalaku ke bawah, memikirkan sesuatu. Tiba-Tiba ada bayangan kepala yang terlihat di bawah.

Kuangkat kepalaku ke atas lalu terlihat Sakuraba-san dengan pose menyilangkan tangan di bawah dadanya yang besar itu. Ia melihatku dengan tatapan dingin yang selalu ia pasang setiap hari.

"Kau tidak menontonnya sampai selesai?" tanyaku dengan nada datar.

"Kita berada di sini hanya untuk melihat hasil kerja kita. Bukan untuk menghibur diri dengan hal semacam itu."

Kurasa kali ini kau ada benarnya juga. Seperti yang diharap dari Sang Putri Es SMA Kagoshima. Ia selalu mengemukakan tujuan utamanya daripada hal lain.

Tapi aku tidak yakin kalau ia dapat mempertahankan tujuannya ketika di hadapannya ada boneka panda yang ia sukai.

"Hmm..."

Tunggu dulu, daritadi aku tidak melihat Katsubaki-san. Di mana ia?

"Ngomong-Ngomong di mana Katsubaki-san?" tanyaku padanya.

Sambil duduk di kursi sebelah kananku. "Ia tadi menemani Mayaka-san untuk bertemu temannya. Katanya Mayaka-san ingin menjelaskan semuanya pada temannya itu tapi ia tidak begitu berani untuk bertemu dengannya. Maka dari itu Katsubaki-san menemaninya."

Menjelaskan ya? Kurasa tidak semudah itu.

Coba kalau dipikir-pikir, apa pasti seorang sahabat yang sudah dicaci-maki habis-habisan oleh sahabatnya sendiri mau langsung bertemu dengannya?

Paling ia hanya cuek dan tidak mau berpandang wajah lagi dengannya.

Tapi menurutku, keputusan yang dibuat oleh Mayaka-san itu sudah bagus. Karena kalau ia tidak menjelaskan kejadian yang sebenarnya pada temannya itu. Maka di otaknya akan selalu penuh dengan kesalahpahaman akan ulahnya itu.

Jadi kurasa intinya kau harus berusaha keras untuk menjelaskan semuanya di awal agar tidak terjadi kesalahpahaman yang berujung dengan terputusnya ikatan.

Tunggu, apa Katsubaki-san bisa menjadi penengah bagi mereka berdua? Kau tahu, ia saja menolak dan tidak senang dengan caraku.

Tapi orang-orang seperti Katsubaki-san biasanya adalah orang yang sangat cepat membaur dirinya dengan orang lain dan juga dapat menjadi penengah dalam dua pendapat yang berbeda.

Bisa dibilang ia adalah tipe orang yang disenangi oleh orang lain.

"Apa kau yakin ingin meninggalkan dirinya bersama Katsubaki-san?" tanyaku.

Aku bertanya pada Sakuraba-san karena ingin mengetahui pendapatnya tentang Katsubaki-san.

"Aku tidak tahu juga."

Heh, sudah kuduga kau akan menjawab seperti itu.

"Tapi di antara kita bertiga, hanya ia yang selalu jujur pada perasaanya dan suka mengungkapkan sesuatu tanpa basa-basi. Lain halnya seperti kita, yang tidak bisa menangani suatu situasi yang datang secara spontan."

Jangankan yang spontan, situasi yang normal saja aku tidak bisa mengatasinya.

"Heh, kurasa kau benar juga."

Ia pun langsung tersenyum ketika aku mengatakan hal itu.

Kuharap ia tidak sedang memikirkan suatu hal yang dapat merepotkanku.

Lalu tidak lama setelah itu, terdengar suara Katsubaki-san dari arah kiri kami. "Maaf aku lama."

Kulihat, ia berlari ke arah kami dengan wajah ceria yang selalu ia pasang setiap hari.

"Tidak apa-apa. Tapi Katsubaki-san, apa tadi berjalan dengan lancar?"

Katsubaki-san langsung mengarahkan pandangannya ke bawah dan menunjukan raut wajah murungnya.

Sudah kuduga akan jadi begini hasilnya.

Ia lalu mengangkat wajahnya itu dan tersenyum ke arah kami. "Walau tadi tidak berjalan dengan baik. Tapi, masih ada hari esok."

Itu adalah kalimat penuh alasan yang selalu dikatakan oleh orang-orang yang gagal. Mereka akan beranggapan bahwa jika hari ini tidak berhasil, maka ia akan mencobanya terus dari hari ke hari sampai berhasil.

Maka dari itulah muncul istilah, "Kalau hari ini tidak berhasil. Masih ada hari esok."

Tapi menurutku, istilah seperti itu hanya digunakan oleh orang-orang gagal yang selalu beralasan bahwa hari esok akan jadi jauh lebih baik. Kalau memang bisa dilakukan hari itu juga, kenapa harus hari esok?

"Hmm... Itulah bagian yang kusuka darimu. Katsubaki-san."

Kurasa Nona lemari es tidak ingin memperpanjang cerita lagi. Kulihat dari raut wajahnya, ia nampak sedikit pucat.

Apa ia sudah berada pada batasnya kah?

Akupun bertanya padanya karena kalau ia pingsan, aku juga yang repot. "Kau tidak apa-apa, Aika-san?"

"Yah, aku hanya sedikit dehidrasi."

Begitu ya, heh. Kurasa aku tidak perlu khawatir dengannya.

Karena urusanku di sini sudah selesai dan juga aku ingin pulang dengan cepat.

"Owh begitu ya. Kalau begitu aku pulang dulu." Aku berdiri dari kursi.

Aku mulai berjalan ke pintu keluar untuk pulang ke rumahku.

Sakuraba-san yang duduk di sebelah kananku langsung berdiri di depan seperti sedang menghalangiku.

"Kenapa kau ingin pulang dulu? Padahal sehabis ini kita masih ada kegiatan."

Kegiatan? Kegiatan apa lagi Nona lemari es sialan?

Bukankah kita ke sini hanya untuk melaksanakan tugas kita.

"Apa maksudmu dengan kegiatan lagi?"

Sakuraba-san pun menghela napas dan sedikit menatap kasihan ke arahku seakan-akan ia beranggapan bahwa tidak mengerti apa maksudnya iut.

Bisa langsung kau katakan saja apa maksudmu tanpa memandangiku seperti itu.

"Sebenarnya aku akan mengajak kalian berdua ke Comifest untuk menyegarkan pikiran kita sejenak."

Tubuhku tiba-tiba terasa ringan akibat beban yang selama ini kupikul. Yang tadinya pikiranku penuh dengan hal-hal yang membosankan, kini telah tergantikan dengan gambaran galge yang selama ini kuimpikan dari dulu.

Dengan penasaran dan nada suara yang agak tinggi. "Apa kau serius?"

Katsubaki-san memiringkan kepalanya tanda tidak mengerti. "Comifest?"

Ucap kami berdua secara bersamaan.

Aku terkejut dan sedikit merasa senang karena Sakuraba-san mengajak kami berdua untuk pergi ke Comifest sedangkan Katsubaki-san masih memikirkan apa itu Comifest dengan wajah penuh kebingunan dan tanda tanya.

Yah, wajar saja orang seperti dia tidak tahu apa itu Comifest.

Nampaknya ekspresiku terlalu berlebihan dan bisa-bisa Sakuraba-san mentertawakanku lagi.

"Tentu saja aku serius."

Smartphone milik Sakuraba-san pun berbunyi cukup keras. Ia angkat telepon dan menjawab panggilan itu.

"Em... iya. Kami akan segera ke sana."

Kami? Owh... pasti ia sudah memanggil terlebih dahulu mobil yang akan mengantar kami tadi.

Sakuraba-san menutup telepon dan memasukannya ke dalam saku roknya. Lalu ia menatap kami berdua dengan tatapan dinginnya.

"Sudah waktunya. Ayo ikuti aku."

Ia berjalan ke depan seakan-akan ia tidak peduli dengan jawaban kami.

Aku melihat satu-sama lain ke arah Katsubaki-san yang menunjukan raut wajah bingungnya. Aku menghela napas lalu kami berdua mengikutinya.

Terserahlah, mending aku ikut daripada membuang kesempatan berharga ini untuk membeli galge.

Saat kami berada di luar, kulihat sudah ada limosin berwarna hitam. Katsubaki-san terlihat kagum dengan mobil milik Sakuraba-san itu.

Yah, sebenarnya aku tidak terkejut melihat ekspresi Katsubaki-san. Aku juga pertama kali melihatnya langsung terkagum ketika ia diantar menggunakan limosin yang mewah ini.

Pembantu Sakuraba-san yang bernama Sera itupun keluar dari limosin dan membukakan pintu untuk kami. "Silahkan semuanya."

Sakuraba-san masuk ke dalam pertama, diikuti Katsubaki-san setelah itu baru aku.

Aku duduk di dekat pintu yang baru saja ditutup, Katsubaki-san duduk di sebelahku lalu Sakuraba-san duduk di depanku.

Limosin mulai dijalankan dan Katsubaki-san masih nampak terkagum-kagum dengan apa yang ada di dalam sini.

"Hei, hei Aika-san. Apa ini limosin ini punyamu ya?" tanya Katsubaki-san.

"Sebenarnya, ini dulu punya Ayahku. Saat aku hendak pindah sekolah ke SMA Kagamihara dulu. Ayahku memberikannya padaku sebagai tumpangan untuk pulang pergi dari rumah ke sekolah."

Kurasa memakai limosin sebagai tumpangan itu terlalu berlebihan.

"Akupun menolaknya karena terlalu berlebihan dan juga pada saat itu aku masih agak tidak akur dengan Ayahku. Ayahku terus memaksaku hingga akhirnya aku menerimanya."

Aku benar-benar tidak tahu dengan jalan pikiran Ayah Sakuraba-san itu.

Tapi jawabanmu terlalu detail untuk hal seperti itu. Pantas saja kau ini tidak bisa akrab dengan sesamamu.

"Eeh, aku tidak tahu kalau Aika-san punya Ayah yang sangat baik."

Sangat baik? Apa tadi kau tidak mendengar kata memaksa?

Sakuraba-san melihat ke atap limosin. "Baik yah..."

Lalu tidak lama setelah itu, Sakuraba-san membuka tas kecilnya itu dan mengambil sesuatu di dalam tasnya.

Ia mengeluarkan sebuah obat dan mengeluarkan 1 butir dari bungkusnya itu. Lalu ia meminumnya bersamaan dengan obat.

Sakuraba-san meneguknya sambil menutup mata, lalu ia pun menatap ke arahku dengan tatapan dinginnya. "Ada apa Yuuichi-kun?"

Akh... aku baru sadar kalau aku melihatnya terlalu lama.

"Ah... tidak, hanya saja jarang sekali melihatmu meminum obat."

"Iyah, aku juga baru pertama kali melihatmu meminum obat."

"Aku minum obat hanya di rumah saja. Saat hendak pergi ke sekolah dan sepulang sekolah."

Pantesan aja aku nggak pernah melihatnya meminum obat padahal ayahnya menyuruhku untuk mengawasi Sakuraba-san agar meminum obatnya.

Tapi itu percuma saja.

"Owh, begitu ya."

Tidak lama kemudian kami telah sampai di Gedung (Nama gedung), tempat diadakannya Comifest.

Padahal sebenarnya, aku ingin ke sini setelah pulang tadi. Tapi karena jauh, harus melewati 2 stasiun yaitu Stasiun Kagoshima dan Stasiun Kagoshima Chuo. Kalau pakai bus sih mungkin bisa, tapi ongkos dari Toso ke Shiroyama cukup mahal jadi aku mengurungkan niatku.

Jika dari rumah mungkin bisa karena hanya melewati Stasiun Kagoshima Chuo dan berjalan saja sudah cukup untuk pergi ke sana.

Tapi sekarang itu tidak ada gunanya, karena di hadapanku sekarang, sudah ada event yang kudamba-dambakan selama ini.

Kulihat banyak orang yang lalu-lalang lewat sini, ada orang yang bercosplay, para panitia, dan para otaku lainnya.

Sakuraba-san terlihat biasa-biasa saja melihat hal itu. Sedangkan Katsubaki-san, masih terkagum-kagum dengan apa yang dilihatnya.

Apa ia tidak lelah menujukan ekspresi seperti itu.

"Wah, banyak sekali orang yang berkostum seperti di dalam karakter anime."

"Tentu saja, ini adalah event untuk para otaku."

"Otaku?"

Hei, bisakah kau berhenti menodai pakaian putih yang polos? Karena aku tidak tahan melihatnya terus penasaran akan hal yang dilarang bagi kaumnya itu.

"Daripada berlama-lama di sini dan menjelaskannya padamu, lebih baik kita langsung masuk ke dalam."

"Oke." Ucap Katsubaki-san dengan cukup semangat.

Kamipun masuk ke dalam bersamaan. Orang-Orang yang melewatiku pun melihat ke arahku dengan tatapan takutnya, baik ia otaku maupun tidak.

Bahkan dikalangan otaku seperti mereka, aku juga mendapat tatapan takutnya padaku.

Sakuraba-san terlihat tidak peduli dengan keadaan sekitar sedangkan Katsubaki-san melihat ke arahku dengan wajah sedikit khawatirnya.

Akupun menghela napas karena situasi yang menimpaku saat ini.

Sesampainya kami di dalam, terlihat ada banyak stan-stan yang berjejeran lurus dan menyamping.

Jika tahu begini mungkin aku harus membawa banyak uang saku tadi. Tapi... biarlah.

Kekaguman Katsubaki-san pun menjadi-jadi ketika melihat banyak sekali hal-hal yang ia belum ketahui. Ia melihat ke sana kemari dengan semangatnya.

"Woaah, jadi inikah yang dimaksud dengan otaku?"

Akh... aku tidak tahu harus bicara apa.

"Bisa dibilang begitu. Tapi daripada memikirkan hal itu, mending kita berkeliling mencari barang-barang yang kita inginkan."

"Ayo..."

Berkeliling? Bersama mereka?

Heh, kali ini, aku akan menolaknya untuk ikut bersama mereka.

Yah, kalau aku ikut dengan mereka. Aku tidak bisa membeli game galge kesukaanku dan sia-sia saja aku pergi ke sini.

"Ehm... Ada barang yang ingin kucari. Jadi aku tidak bisa ikut bersama kalian."

"Baiklah, kalau memang itu yang kau inginkan."

E-Ehm... biasanya ia selalu menolak ucapanku. Tapi kenapa hari ini..., ah biarlah. Tidak ada gunanya memikirkan hal itu.

"Kalau begitu aku lewat sini."

Setelah aku membalikan tubuhku membelakangi mereka. Tiba-Tiba Sakuraba-san memanggilku. "Yuuichi-kun, kita akan berkumpul di sini setelah 20 menit. Jadi jangan lupa."

Aku membalikan tubuhku menghadapnya dan menjawabnya dengan sedikit terpaksa. "Iya-Iya."

20 menit ya...

Aku langsung berjalan ke kanan menuju stan-stan para penjual galge, sedangkan mereka berjalan ke kiri menuju ke bagian penjual aksesoris.

Aku berani bertaruh kalau Sakuraba-san akan membeli sesuatu yang berbau panda lagi kali ini.

Saat aku sudah sampai di stan bagian menjual galge. Kumulai mencari galge yang kuimpikan selama ini yaitu galge yang berjudul: "Nama judul" yang kuimpikan.

Setelah cukup lama mencari diiringi dengan tatapan takut dari orang-orang yang melewatiku. Akhirnya aku sampai di stan, tempat menjual galge incaranku.

Terlihat ada spanduk yang bertuliskan Clover Circle dan ada gambar dari salah satu karakter game galge buatan mereka.

Orang yang menjual galge langsung melihat ke arahku dengan ketakutan, lalu ia langsung memberi 1 cd galge.

Heh, sepertinya aku harus cepat-cepat pergi dari sini sebelum masalah ini menjadi rumit.

Aku mengeluarkan uang 1250 yen, sesuai harga galgenya. Kuberikan pada penjual itu, dan ia hanya melihatku dengan tatapan bingung bercampur takut.

Kuambil galge yang sudah ia sodorkan ke arahku dan kulangkahkan kakiku menjauh dari sini.

Sebaiknya aku berkeliling saja dulu untuk menghabiskan waktu 14 menit yan tersisa ini.

Saat aku sudah berkeliling selama 14 menit dengan tatapan menakutkan yang menghiasi sekitarku. Aku langsung berjalan ke tempat di mana kami akan ketemuan.

Setelah aku sudah sampai di tempat ketemuan, kulihat ada mereka sudah berada di tempat dengan kantong yang mereka pegang.

Kulihat tangan kanan Sakuraba-san memegang kantong yang berisi game dan tangan kirinya memegang kantong yang berisi 3 boneka panda berukuran sedang.

Sedangkan Katsubaki-san, ia membeli beberapa aksesoris seperti pin dan gantungan kunci dari anime idol.

Sudah kuduga ia akan membeli barang-barang seperti itu. Tapi buat apa membawa 3 boneka? Bukankah kau sudah membeli 2 boneka saat kita pergi dulu.

"Kukira kau akan lebih lama tadi?" tanya Sakuraba-san.

Aku menghela napas ketika mendengar ucapannya itu. "Buat apa aku berlama-lama di tempat yang membuatku tidak nyaman?" tanyaku balik dengan nada datar.

"Yah, aku mengira kalau kau akan lebih lama dalam memilih game."

Jika aku bawa uang yang banyak mungkin aku akan lama dalam memilih.

"Aika-san, kenapa kau membawa 3 boneka sek-"

"Refrensi." Ucapnya langsung menyelaku.

Benar-Benar cepat jawabannya. Tapi bukankah kau sudah punya 2 boneka, kenapa kau beli 3 lagi?

"Maksudku bukankah kau ada sudah punya 2 di-"

"Refrensi." Ucapnya menyelaku lagi dengan cepat.

Jika memang benar kau membeli 5 boneka untuk refrensi. Terus refrensi buat apa?

Kurasa jawabannya ada maksud lain yang terselubung. Heh, perempuan memang makhluk di muka bumi yang benar-benar misterius.

Walau sudah diteliti lebih dalam, kau tidak akan dapat tahu tentang kode tersembunyi yang dibuat oleh ras seperti mereka. Mereka sering menggunakan kode-kode rumit seperti programmer yang sedang membahas topik pemograman pada para orang awam yang baru mendengar apa itu program.

Yah, kau tidak akan pernah tahu apa yang mereka bicarakan dan kau tidak pernah memahaminya kecuali kau ingin.

Setelah aku selesai berbicara pada Sakuraba-san, akhirnya kamipun berjalan keluar dari gedung menuju ke mobil yang sudah ada di parkiran.

Saat aku sedang memikirkan sesuatu, ada sesuatu yang menabrak bahu kananku sehingga membuat kantong yang kupegang di tangan kananku terjatuh.

Kubalikan tubuhku ke arah orang yang menabraku. Lalu ia pun melihat ke arahku dengan tatapan takutnya, saking takutnya ia langsung menunduk 90 derajat dan meminta maaf. Lalu ia langsung pergi dari hadapanku dengan cepat.

Saat aku berbalik ke depan, terlihat Katsubaki-san sedang memegang cd game galge yang terjatuh tadi sambil menunduk, melihat ke arah galge milikku.

Sialan! Kenapa harus ia yang memegangnya?

Kalau begini, ia akan tahu kesukaanku yang mereka anggap sebagai kesesatan.

"E-Emm... Katsubaki-san?"

Tidak lama setelah itu, air mengalir di pipinya. "Aku memang payah. Aku adalah ketua klub relawan, tapi aku tidak bisa melakukan apapun. Yang bisa kulakukan hanyalah duduk tenang dan menyimak pembicaraan orang." Ucapnya dengan sedikit tangisan di wajahnya.

Kenapa ia menangis? Apa ia teringat kejadian tadi? Padahal kami tidak melakukan apapun yang membuat Katsubaki-san mengingat hal tersebut.

Sakuraba-san hanya bisa melihatnya yang menangis itu. "Katsubaki-san..."

"Aku tidak pernah punya sahabat, jadi aku tidak tahu perasaan mereka berdua. Saat itu aku hanya bisa diam melihat mereka bertengkar. Aku yang tidak pernah bertengkar dengan siapapun, tidak akan pernah memahami perasaan mereka."

Apa mungkin ia melihat sampul dari game galge itu? Sampul galge itu bergambar 2 perempuan yang sedang berpose bahagia. Jadi kemungkinan ia teringat akan kejadian tadi setelah melihat sampul galge miliku.

"Hehehe... maaf aku jadi begini." Sambil memperlihatkan senyum tangisnya itu.

Setelah itu ia pun langsung membungkuk ke arah kami berdua. "Maaf, aku pulang dulu."

Lalu ia langsung berlari ke depan dengan agak cepat, meninggalkan kami berdua dengan perasaan bersalahnya.

Heh, kurasa ini akan jadi tambah rumit.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Teilzeit
1972      490     1     
Mystery
Keola Niscala dan Kalea Nirbita, dua manusia beda dimensi yang tak pernah bersinggungan di depan layar, tapi menjadi tim simbiosis mutualisme di balik layar bersama dengan Cinta. Siapa sangka, tim yang mereka sebut Teilzeit itu mendapatkan sebuah pesan aneh dari Zero yang menginginkan seseorang untuk dihilangkan dari dunia, dan orang yang diincar itu adalah Tyaga Bahagi Avarel--si Pangeran sek...
Kamu&Dia
263      205     0     
Short Story
Ku kira judul kisahnya adalah aku dan kamu, tapi nyatanya adalah kamu dan dia.
Gray November
3756      1295     16     
Romance
Dorothea dan Marjorie tidak pernah menyangka status 'teman sekadar kenal' saat mereka berada di SMA berubah seratus delapan puluh derajat di masa sekarang. Keduanya kini menjadi pelatih tari di suatu sanggar yang sama. Marjorie, perempuan yang menolak pengakuan sahabatnya di SMA, Joshua, sedangkan Dorothea adalah perempuan yang langsung menerima Joshua sebagai kekasih saat acara kelulusan berlang...
Asrama dan Asmara
520      376     0     
Short Story
kau bahkan membuatku tak sanggup berkata disaat kau meninggalkanku.
Jane and His Zombie
416      290     0     
Short Story
This story is about a girl who meet a zombie and she fell in love with the zombie
Archery Lovers
4784      2019     0     
Romance
zahra Nur ramadhanwati, siswa baru yang tidak punya niat untuk ikut ekstrakulikuler apapun karena memiliki sisi trauma saat ia masih di SMP. Akan tetapi rasa trauma itu perlahan hilang ketika berkenalan dengan Mas Darna dan panahan. "Apakah kau bisa mendengarnya mereka" "Suara?" apakah Zahra dapat melewati traumanya dan menemukan tempat yang baik baginya?
She Never Leaves
5234      1528     4     
Inspirational
Dia selalu ada dan setia menemaniku, Menguatkanku dikala lemah, Menyemangatiku dikala lelah, dan .. Menuntunku dikala kehilangan arah.
Bismillah.. Ta\'aruf
828      518     0     
Short Story
Hidup tanpa pacaran.. sepenggal kalimat yang menggetarkan nurani dan menyadarkan rasa yang terbelenggu dalam satu alasan cinta yang tidak pasti.. Ta\'aruf solusi yang dia tawarkan untuk menyatukan dua hati yang dimabuk sayang demi mewujudkan ikatan halal demi meraih surga-Nya.
Renata Keyla
6752      1565     3     
Romance
[ON GOING] "Lo gak percaya sama gue?" "Kenapa gue harus percaya sama lo kalo lo cuma bisa omong kosong kaya gini! Gue benci sama lo, Vin!" "Lo benci gue?" "Iya, kenapa? Marah?!" "Lo bakalan nyesel udah ngomong kaya gitu ke gue, Natt." "Haruskah gue nyesel? Setelah lihat kelakuan asli lo yang kaya gini? Yang bisanya cuma ng...
Kayuhan Tak Sempurna
13702      2165     1     
Romance
Sebuah kisah pemuda yang pemurung, Ajar, sederhana dan misterius. Bukan tanpa sebab, pemuda itu telah menghadapi berbagai macam kisah pedih dalam hidupnya. Seakan tak adil dunia bila dirasa. Lantas, hadirlah seorang perempuan yang akan menemani perjalanan hidup Ajar, mulai dari cerita ini. Selamat datang dalam cerita ber-genre Aceh ini