Pelajaran hari ini telah berakhir dan beberapa murid nampaknya sedang mulai mengurusi urusan mereka masing-masing dan ada beberapa murid perempuan yang mulai menggosip di ujung kanan kelas sambil melihat ke arahku dan Sakuraba-san.
Sepertinya gosip baru telah beredar.
Kulihat Sakuraba-san sudah mengemasi barang-barangnya ke dalam tas dan pergi lebih dulu menuju ke klub.
Aku tidak tahu, apakah dia terlalu antusias atau tidak ingin mendengar omong kosong itu.
Sebaiknya aku harus pergi ke ruang klub daripada mendengarkan omong-kosong mereka.
Ketika aku hendak mengemasi barang-barangku. Tiba-tiba mejaku langsung bergetar. Kulihat ke depan, Eita tersenyum aneh ke arahku.
"Kau mau ke mana Yuuichi?" tanya Eita.
Akh sialan, dia menanyakan sesuatu yang tidak ingin kujawab.
Dan terpaksa aku menjawabnya dengan nada datar. "Aku hanya pergi ke klub."
Eita sedikit terkejut mendengar kata-kataku dan sesaat setelah itu, ia tertawa cukup keras sampai-sampai semua orang yang ada di kelas melihat kami berdua.
Hei sialan, bisakah kau berhenti membuat keributan?
"Yuuichi yang selalu menganggap kehidupan dunia nyata melelahkan, malah ikut terjerumus juga. Hahahahah."
Begini-begini, aku juga punya urusan yang penting dengan kehidupanku.
"Yah, aku hanya dipaksa oleh seseorang, selain itu kita juga diwajibkan untuk mengikuti setidaknya satu klub."
Sambil tersenyum ke arahku. "Hmmm... begitu ya. Pasti yang memaksamu Sakuraba-san kan?" tanya Eita.
Aku terkejut ketika ia tahu, kalau Sakuraba-san lah yang memaksaku untuk bergabung dengan klub relawan.
Dilihat dari wajahnya, ia tidak sembarang bicara dan terlihat jujur. Jadi aku hanya bisa berkata jujur padanya.
Dengan santai aku menjawab. "Iya, dia yang memaksaku."
Sambil agak membusungkan dadanya. "Hehehe, jangan meremahkan Eita sang informan SMA Kagamihara." Ia membanggakan dirinya.
Heh, aku baru tau kalau kau itu informan di sekolah ini. Yah, aku juga tidak peduli dengan hal itu jadi aku hanya bisa menunjukan raut wajah datar ketika Eita membanggakan dirinya itu.
"Hei, ini sudah pukul 4. Kau tidak ke ruang klub?" tanya Eita sambil memperlihatkan jam tangannya padaku.
Sialan! Gara-gara kau, aku jadi lupa.
Sambil merapikan barang-barangku ke dalam tas. "Kalau begitu aku pergi dulu." Setelah itu aku langsung pergi keluar dari kelas menuju ke ruang klub yang berada di lantai 2.
Pasti kalian bertanya-tanya, mengapa orang sepertiku yang sama sekali tidak tertarik pada kegiatan yang selama ini kuanggap merepotkan dan melelahkan? Tapi kini aku malah ikut bergabung dalam sebuah klub.
Sebenarnya aku mempunyai 2 alasan akan hal itu.
Pertama. Tahun ini, semua angkatan diwajibkan untuk ikut klub maupun estrakurikuler. Hal itu diumumkan oleh kepala sekolah sehari sesudah ujian kenaikan kelas selesai dilaksanakan. Kepala sekolah mewajibkan untuk ikut eskul atau klub karena di sekolah ini memiliki banyak klub yang sedikit anggotanya, diperkirakan hanya ada 60% siswa yang ikut klub ataupun eskul dan sisanya tidak mengikuti kegiatan apapun. Kepala sekolah mewajibkan hal itu agar semua siswa yang ada di sekolah ini dapat mengembangkan prestasinya.
Sejujurnya, aku agak tidak setuju dengan aturan yang dikeluarkan oleh kepala sekolah. Beberapa siswa di sekolah ini pasti ada juga yang memiliki pemikiran yang sama denganku. Para murid seharusnya diberi kebebasan memilih, agar mereka memiliki ruang untuk berkembang dalam kehidupannya yang keras nanti. Yah, aku juga tidak bisa menentang peraturan itu, aku hanya seorang siswa biasa yang selalu mendambakan hidup tenang.
Kedua. Kembali ke kejadian di mana saat aku berada di atap bersama dengan Sakuraba-san seminggu yang lalu sebelum ujian kenaikan kelas dimulai.
Waktu itu aku dipaksa untuk bergabung dengan klub relawan.
Karena aku tidak ingin terlibat dengan hal-hal yang merepotkan. Akupun menolak permintaannya.
Sakuraba-san pun terdiam sesaat dengan wajah dinginnya itu dan setelah itu dia memaksaku lagi dengan berjanji akan membayarku sekitar 1600yen jika aku bergabung dengan klub relawan.
Wanita ini tidak menyayangi uang sama sekali.
Aku terdiam sambil berpikir, apakah aku harus menerimanya atau tidak. Gaji yang diberikan Sakuraba-san semalam, sudah habis gara-gara event game yang diadakan di gedung (Nama gedung di kagoshima). Jadi aku agak tertarik mendengar penawarannya itu.
Namun tetap saja aku berkeinginan untuk tidak terlibat.
Dengan nada datar. "Sebelum aku bergabung dengan klub itu, aku ingin bertanya satu hal padamu. Dari sekian banyak siswa pintar yang ada di sekolah ini, mengapa kau hanya memilihku?" tanyaku.
Tangan yang tadi lurus ke bawah kini ia lipat kedua tangannya di bawah dadanya yang besar itu, "Karena kau mempunyai bakat yang tidak dimiliki orang-orang seperti mereka Yuuichi-kun." Jawabnya.
Gaya bicaramu seperti Kuramasa-sensei aja.
Bakat apa? Satu-satunya bakat yang kumiliki adalah kemampuan menaklukan heroine yang sulit ditaklukan di dalam galge. Yah, itupun aku menaklukan rutenya, hampir seharian lamanya.
Dengan raut wajah bingung, aku bertanya balik padanya. "Bakat? Bakat apa?"
Ia pun memasang senyum yang agak sinis di wajahnya, "Jika kau mempunyai bakat itu. Nanti kau pasti akan mengetahuinya."
Jujur saja, aku paling malas jika disuruh seseorang untuk berpikir keras. Yah, aku juga tidak begitu penasaran dengan bakat apa yang dimaksud Sakuraba-san.
Pembicaraan yang merepotkan dan melelahkan inipun membuat perutku menjadi lapar. Kulihat bekalku juga belum tersentuh sama sekali. Jadi ada baiknya aku menyudahi pembicaraan ini dan cepat-cepat makan siang.
Aku menghela napas cukup panjang, "Heh, baiklah. Aku akan bergabung."
Sambil mengambil sesuatu di kantongnya yang ternyata adalah selembarang uang 1000yen dan 2 lembar 300yen. "Kalau begitu...."
Setelah itu ia berikan padaku. "Ini bayaranmu."
Wah, seperti yang diharapkan dari orang kaya. Langsung bayar di tempat.
Jika aku jadi dirinya, maka aku akan membayar orang tersebut saat ia sudah berada di ruang klub. Tapi nampaknya, jalan pemikiran wanita ini berbeda denganku.
Aku mengambil uang yang ia berikan padaku dan memasukannya ke dalam kantong. "Ah, terima kasih."
Setelah itupun, Sakuraba-san duduk agak jauh di sebelah kananku dan memakan bekalnya. Melihatnya memakan bekal yang cukup menggoda itu, aku juga memakan bekalku karena sudah lapar.
Jadi begitulah cerita aku bergabung dengan klub relawan. Sungguh masa itu merupakan sebuah tragedi di mana seorang penyendiri yang ingin menjalani kehidupan SMA dengan tenang, kini terikat dengan sebuah hal yang merepotkan.
Sembari memikirkan hal itu. Aku berjalan menyusuri lorong sekolah yang ada banyak siswa lalu lalang lewat sini.
Tidak lama kemudian, aku sudah sampai di depan ruang klub relawan.
Terdengar dari dalam ruangan, ada 2 suara perempuan yang nampaknya sedang membicarakan sesuatu tentang klub. Tanpa berlama-lama lagi, aku membuka pintu itu.
Saat aku sudah membuka pintu itu, terlihat meja yang berukuran (Ukuran meja). Di setiap sisinya terdapat 3 kursi, Sakuraba-san duduk di sebelah kanan dan di sebelah kanan Sakuraba-san. Ada seorang perempuan pendek yang sedang menyeduh teh dengan teko sambil menunjukan wajah cerianya padaku.
Entah kenapa, aku merasa pernah bertemu dengan perempuan ini. Tapi di mana?
Sakuraba-san langsung menatap dingin ke arahku setelah aku masuk ke dalam dan menutup pintu. "Akhirnya kau datang juga, Yuuichi-kun."
Apakah itu ekspresi yang kau pasang ketika seseorang sudah membantumu?
Perempuan pendek itupun meletakan teko di meja dan menyapa padaku, seolah-olah ia mengenalku. "Ahh, konichiwa Kisaragi-kun."
Aku kebingungan melihat tingkahnya itu, "H-Hmmm..."
Dia pun langsung menundukan kepala saat ia menyadari ekspresiku. "Ma-Maaf, aku belum memperkenalkan diri. Namaku Katsubaki Yumiko. Salam kenal Kisaragi-kun."
Seketika aku langsung memasang ekspresi terkejut ketika mendengar namanya itu.
Katsubaki? Bukankah itu marga yang menjalankan sebuah perusahaan game yang bernama (Nama perusahaan) di kota ini.
Dengan nada terbata-bata, aku bertanya padanya. "Ka-Katsubaki? Katsubaki yang menjalankan perusahaan (Nama perusahaan)?"
Dia pun memasang ekspersi ceria, "Iya. Perusahaan itu milik Ibuku."
Nampaknya aku bertemu satu putri lagi. Semoga saja dia tidak semerepotkan Nona lemari es ini.
Tapi jujur, aku terkejut bisa bertemu salah satu anak dari direktur perusahaan game besar di kota ini.
Dengan nada santai sambil menundukan kepala. "Owh.... Aku Kisaragi Yuuichi. Salam kenal."
Sambil mempersilahkanku untuk duduk. "Silahkan duduk, Kisaragi-kun."
Aku langsung mengambil satu kursi yang tersandar di dinding dan meletakannya di sebelah kiri meja, berhadapan dengan Sakuraba-san.
Setelah duduk, aku langsung membuka light novel berjudul (Judul novel) yang kubawa dari rumah agar tidak merasa bosan saat berada di ruang klub nanti.
Katsubaki-san yang sedang menuangkan teh ke dalam 3 gelas. Lalu ia menyodorkan 1 gelas itu pada Sakuraba-san.
"Terimakasih Katsubaki-san."
Karena aku tidak ingin terlihat seperti orang yang mengharap diberi. Aku langsung mengarahkan padanganku ke buku yang kubaca.
"Sama-sama." Jawab Katsubaki-san, setelah itu ia menyodorkan 1 gelas yang berisi teh itu padaku.
Agar aku tidak dikira sebagai orang yang cuek, akupun menerima teh yang ia sodorkan ke arahku. "Ah... terimakasih."
Mendengar ucapanku, ia pun tersenyum padaku. Lalu setelah itu, ia kembali duduk di tempat sambil meminum teh yang ada di depannya.
Ketika aku hendak membuka lembaran pertama. Katsubaki- san langsung membuka obrolan. "Aku terkejut, ternyata kamu tahu tentang (Nama perusahaan). Padahal perusahaan (Tentang perusahaan) yang dijalankan oleh Ayah Aika-san lebih terkenal daripada perusahaan Ibuku."
Aku tahu kalau Ayahnya Sakuraba-san memiliki sebuah perusahaan. Tapi perusahaan milik Ibu Katsubaki-san sudah lama kuketahui. Mungkin 2 tahun yang lalu saat aku sedang mencari sebuah perusahaan game untuk mencari pekerjaan nanti.
Secara tidak sengaja aku melihat sebuah situs perusahaan tentang game rpg yang berada di Kagoshima. Sontak aku langsung menargetkan diriku untuk masuk ke sana.
Yah, salah satu impianku adalah mendesain karakter game. Jadi setelah lulus nanti, mungkin aku akan mencoba untuk magang di sana.
Itupun kalau aku bisa diterima.
Saat aku hendak menjawab kata-kata Katsubaki-san. Sakuraba-san langsung menyela pembicaraanku.
"Tentu saja Yuuichi-kun tidak tahu tentang perusahaan Ayahku. Karena 6 bulan yang lalu, Ayahku menjalankan banyak investasi yang memberinya banyak keuntungan dan sahamnya pun meningkat cukup drastis. Sehingga banyak perusahaan besar yang terikat dengannya. Tapi tetap saja aku tidak menyukainya."
Untuk seseorang yang tidak menyukai Ayahnya, kau tahu banyak tentangnya.
Katsubaki-san langsung menunjukan raut wajah paham akan perkataan Sakuraba-san. "Owh... begitu ya."
Sesaat kemudian, suasana menjadi hening karena tidak ada yang membalas ucapan Katsubaki-san. Aku tidak memedulikan situasi canggung ini dan lanjut membaca light novelku.
Setelah situasi canggung ini berlangsung sekitar 5 menit. Sakuraba-san langsung membuka pembicaraan kembali. "Ngomong-ngomong Katsubaki-san, apa kau sudah menemukan 1 anggota klub lagi?" tanya Sakuraba-san.
Katsubaki-san sedikit muram ketika Sakuraba-san bertanya tentang hal itu. "Masih belum."
Tiba-tiba ekspresinya langsung normal kembali. "Tapi aku, akan tetap berusaha mencarinya sampai dapat."
Owh iya, aku masih penasaran kenapa klub ini bisa diterima. Padahal syarat untuk mendirikan klub harus mempunyai anggota setidaknya 4 orang. Tapi kenapa klub kita yang mempunyai 3 anggota saja malah diterima?
Hah, biarlah. Itu bukan urusanku. Lagipula kalau klub ini dibubarkan, aku dapat pulang lebih cepat.
"Berapa sisa waktu untuk mencari anggotanya, Katsubaki-san?" tanya Sakuraba-san pada Katsubaki-san.
Sisa waktu untuk mencari anggota? Owh, mungkin Katsubaki-san diberi batas waktu untuk mengumpulkan keempat anggota.
"Hmmm, mungkin sekitar 3 minggu lagi."
"3 minggu ya. Mungkin kita bisa mencari 1 anggota lagi besok."
Mending aku bermain galge daripada harus mencari anggota lagi.
"Kalau begitu... Yuuichi-kun, kuserahkan bagian desain padamu."
Aku yang baru saja membuka halaman 10 di buku. Tiba-tiba, aku langsung terkejut dan mengarahkan padanganku ke arah Sakuraba-san setelah mendengar ucapannya itu. "Desain? Desain apa maksudmu?"
"Yah, kau kan cukup hebat dalam menggambar illustrasi. Jadi aku serahkan desain pamfletnya padamu."
Sejak kapan ia tahu kalau aku adalah illustrator?
"Tunggu dulu. Darimana kau tahu kalau aku bisa menggambar ilustrasi?" tanyaku dengan sedikit menatap sinis padanya.
Dengan nada dingin namun santai, ia menjawab. "Kiseichi. Itu nama id pixiv mu kan? Aku tahu itu dari Adikmu, Rin-san."
Akhh.... Setan kecil bemulut ember itu.
Aku menghela napasku setelah mendengar hal itu. "Heh, baiklah-baiklah. Aku akan mengerjakannya."
"Baiklah, kalau begitu... aku dan Katsubaki-san yang akan membagikannya selembarannya."
Yah, selama aku tidak berurusan dengan para normie. Aku mau-mau saja.
Jawab Katsubaki-san dengan semangat. "Oke, aku akan melakukan yang terbaik."
Tidak lama setelah itu, langit-langit di luar mulai terlihat berwarna kuning-kejinggaan.
Karena sudah sore, akupun memasukan light novelku ke dalam tas. Terlihat Katsubaki-san sedang merapikan teko dan gelas-gelas yang ada di meja. Sedangkan Sakuraba-san masih membaca buku tapi ia memasukan pulpennya ke dalam tas.
Aku berdiri dan menghampiri Sakuraba-san karena aku masih bekerja sebagai body-guardnya. "Kau lama?" tanyaku.
Katsubaki-san langsung menatap bingung ke arah kami berdua.
Yah, dia mungkin merasa janggal jika orang sepertiku menanyakan hal itu pada gadis cantik menurut pandangan orang lain. Tapi itu adalah hal biasa bagiku dan Sakuraba-san, karena kami sama-sama tidak peduli dengan gosip yang beredar tentang kami berdua.
Kalau bisa aku juga tidak ingin terlibat dengan hal ini. Tapi mau bagaimana lagi. Aku sudah terikat dengan klub ini, jadi aku harus melakukan tugasku sebagai anggota klub. Walau merepotkan setidaknya Sakuraba-san berhenti mengoceh padaku.
Sakuraba-san yang sedang membaca buku menggunakan tangan kanannya, menutup bukunya dan mengarahkan pandangannya padaku. "Aku belum bilang padamu ya?"
Aku langsung menunjukan reaksi bingungku padanya.
Bilang apa?
"Hmmm.... Mulai hari ini, kau akan kuberhentikan menjadi body-guardku karena Ayahku tidak menggangguku lagi dengan para anak buahnya. Jadi aku tidak membutuhkanmu lagi."
Heh, setidaknya bilang dari awal kalau kau ingin memberhentikanku. Kan aku jadi canggung begini di depan orang lain.
Dan juga, bisakah kau menggunakan kata-kata yang sopan. Yah, kalau kau berbicara dengan orang selain diriku dengan kata-kata seperti itu. Maka dapat dipastikan kau akan dibully habis-habisan.
Dengan santai aku menjawab. "Emm... aku mengerti. Kalau begitu aku pulang dulu." Setelah itu aku berjalan ke arah pintu.
Saat aku hendak membuka pintu. Tiba-tiba Sakuraba-san langsung bicara padaku. "Ahh... aku baru ingat. Yuuichi-kun, bisakah kau membawa laptopmu nanti."
Lagi-lagi, dia membuatku kerepotan dengan permintaanya.
Dengan nada sedikit kesal sambil membuka pintu. "Iya, iya." Setelah itu aku keluar dari ruang klub dan pergi menuju ke rumah.
Ketika aku sudah hendak sampai di gerbang sekolah. Kudengar dari arah belakang, ada suara langkah kaki yang menuju ke arahku.
Saat aku memutar tubuhku ke belakang. Kulihat Katsubaki-san berlari ke arahku dengan senyum di wajahnya itu.
Akhh... dia lagi. Bisakah salah satu dari kalian tidak mengganguku? Sehari saja.
Aku langsung memutar tubuhku ke depan dan bersikap seperti tidak melihat apa-apa.
Tidak lama setelah aku berjalan, Katsubaki-san sudah berada di sebelah kananku. "Kisaragi-kun, bisa kita pulang bersama?" tanyanya dengan wajah ceria.
Entah kenapa aku ingin sekali menjawab tidak tapi wajah polosnya mengatakan padaku bahwa aku tidak boleh menolaknya.
Gehh... kapan aku akan mendapat ketenangan lamaku kembali?
Dengan terpaksa aku menjawab. "Iyaa."
Setelah aku mengatakan itu padanya, ia langsung tersenyum ke arahku.
Tidak lama setelah itu, Katsubaki-san membuka obrolan. "Ngomong-ngomong, apa hubunganmu dengan Aika-san?" tanyanya.
Kalau aku menjawab, "Kami hanya teman saja." Itu akan membuat prinsip yang selama ini kupegang teguh malah jadi kiasan saja.
"Bisa dibilang hubungan kami itu seperti bos dan karyawan."
Yah, lagipula selama ini aku juga beranggapan kalau hubunganku dengan Sakuraba-san hanya seperti bos dan karyawan. Di mana karyawan sepertiku terus saja direpotkan oleh bos berdarah dingin.
"Owh begitu ya."
Aku yakin, dia pasti tahu siapa bos dan siapa yang karyawannya.
Selama berada di perjalanan Katsubaki-san terus-terusan membuka obrolan yang tidak penting dan aku hanya bisa mengiyakannya saja sambil berjalan pulang ke rumah.
Ketika kami sudah berada di perempatan jalan, tempat di mana aku sering berpisah dengan Eita. Katsubaki-san langsung berhenti berjalan dan melambaikan tangannya ke arahku.
"Sampai ketemu lagi Kisaragi-kun." Setelah itu memutar tubuhnya hadap ke kiri dan ia pun berjalan menuju ke rumahnya.
Heh, perempuan yang aneh.
?
Sesampainya di rumah, aku langsung membuka pintu. Kedatanganku langsung disambut oleh Ibu dan Adikku ketika aku baru saja masuk ke dalam. "Ah... Onii-san, selamat datang." "Selamat datang, Yuu-kun."
"Hmm..." Sambil melepas sepatuku.
Setelah itu aku langsung berjalan ke lorong menuju ke kamarku. Kulihat Adikku sedang menonton tv dan Ibu sedang memasak di dapur.
Saat aku hendak menaiki tangga, Adikku Rin langsung berbicara padaku. "Tidak seperti biasanya Onii-san terlambat."
Yah, kau tahu dunia ini punya semacam sistem yang membuatku terus-terusan kerepotan setiap harinya. Mulai dari Sakuraba-san, Eita, Kau dan 1 orang lagi yang bernama Katsubaki Yumiko.
Setidaknya beri aku sehari ketenangan tanpa ada mereka semua.
Aku tidak memedulikan ucapan Adikku dan lanjut jalan menuju ke kamarku. Saat aku sudah setengah jalan di tangga, Adikku langsung menyuruhku berhenti dengan mengatakan, "Setopp!"
Aku langsung memutar tubuhku ke belakang setelah mendengar teriakannya itu. Kulihat Adikku yang berada di bawah sedang menatap kesal ke arahku.
Ia menatap agak sinis sambil menunjukan raut wajah kesalnya padaku. "Kenapa Onii-san tidak membalas ucapanku?" tanyanya.
"Aku kira ucapanmu tadi itu sebuah pernyataan, bukan pertanyaan."
Adikku menggembungkan pipinya setelah mendengar ucapanku itu. "Hmph, mulai lagi kebiasannya."
Huh, aku harus menjawabnya seperti biasa. Jika tidak, ocehannya tidak akan pernah habis.
Dengan nada santai. "Aku hanya ada kegiatan di klub."
Wajahnya pun berubah 180 derajat dari kesal menjadi ceria.
Mata yang berbinar-binar. "Wah, akhirnya Onii-san telah mempunyai kehidupan yang kuimpikan selama ini."
Sepertinya orang yang berada dalam impianmu itu, tidak mempunyai kehidupan yang bahagia sampai kau mengatakan hal seperti itu.
Aku tidak memedulikan ucapan Adikku dan lanjut berjalan menuju ke kamarku. "Iya-iya."
Saat aku sudah masuk ke dalam kamarku. Aku langsung menaruh tasku di kasur dan menyiapkan alat-alat untuk menggambar di pc.
Setelah semua alat untuk menggambar sudah selesai dipersiapkan. Aku langsung menyalakan pcku. "Baiklah, waktunya untuk bekerja."
Ketika aku baru mulai menggambar. Tiba-tiba pintu kamarku langsung terbuka dan bunyi hentakannya cukup nyaring. Karena penasaran, aku memutar kursiku ke belakang.
Kulihat Adikku Rin membawa buku pelajarannya sambil menunjukan wajah memelasnya padaku.
"Onii-san, tolong aku."
Aku langsung menghela napas ketika ia meminta tolong padaku.
Sepertinya aku akan begadang malam ini.
?
Keesokan harinya di sekolah. Aku disuruh Nona lemari es untuk datang ke ruang klub istirahat ini sambil membawa laptopku yang berisi file illustrasi yang kugambar malam tadi.
Memang otaku sepertiku ini tidak memiliki banyak urusan maupun pekerjaan. Tapi aku juga makhluk hidup yang ingin hidup dengan keinginanku sendiri, tanpa ada paksaan dari siapapun.
Yah, walau begitu. Tawaran dari Sakuraba-san begitu menggiurkan sampai-sampai aku kegirangan sendiri setiap malam ketika aku berpikir bahwa aku bisa langsung membeli game galge yang kuinginkan dari dulu.
Entah kenapa aku seperti ikan yang sudah terkena umpan cacing yang begitu menggoda.
Heh, biarlah. Tidak ada gunanya memikirkan hal itu lagi.
Ketika aku sudah sampai di depan ruang klub. Aku langsung membuka pintu. Terlihat di dalam ruangan Sakuraba-san sedang mengerjakan sesuatu dengan laptopnya dan Katsubaki-san hanya duduk di kursinya dengan menyandarkan kepala di kedua telapak tangannya.
Degan wajah cerianya, Katsubaki-san langsung melambaikan tangan kanannya padaku. "Konichiwa Kisaragi-kun."
Aku menunduk kecil. "H-Hmm..., konichiwa."
"Jadi, kau sudah selesai dengan illustrasinya?" tanya Sakuraba-san.
Baru saja aku datang, sudah ditanya illustrasi. Di mana sopan santunmu?
Aku duduk di kursiku, meletakan laptop di mejad dan menyalakannya.
"Lewat mana?" tanyaku pada Sakuraba-san.
Sakuraba-san mengambil sesuatu di saku seragamnya. Lalu ia pun mengeluarkan flashdisk dari sakunya dan kemudian ia berikan padaku. "Ini."
Aku mengambil flashdisk yang berada di tangannya tanpa ragu-ragu, walau aku sedikit gugup.
Karena aku jarang sekali berkomunikasi dengan perempuan lain selain Ibu dan Rin, makanya aku bisa jadi gugup begini.
Saat aku sudah mengambil flashdisk-nya. Aku langsung memasukannya ke dalam colokan usb di laptopku. Lalu kusalin file illustrasiku ke dalm flashdisk.
Ketika filenya sudah tersalin. Aku langsung mencabut flashdisknya dan kuberikan lagi pada Sakuraba-san.
"Ini."
Sakuraba-san tersenyum ke arahku. "Terimakasih, Yuuichi-kun."
Aku hanya bisa meangguk kecil ketika ia berterima kasih padaku.
Lalu tidak lama setelah itu, Katsubaki-san memberiku secangkir teh dengan wajah cerianya. "Ini Kisaragi-kun."
"Hmm... terimakasih Katsubaki-san."
Sampai kapan situasi canggung ini akan berakhir? Tapi untunglah aku membawa 1 buku light novel yang kusimpan di sakuku untuk kubaca di ruang klub nanti. Jika tidak, aku akan mati konyol akibat atmosfir yang tidak mengenakan ini.
Sembari meminum teh, aku mengeluarkan buku light novel yang ada di saku kiriku dan kemudian membacanya.
Kulihat flashdisk-nya sudah masuk ke dalam usb laptop Sakuraba-san dan nampaknya ia sedang fokus pada apa yang ada di layar laptopnya. Di sisi lain, Katsubaki-san nampak sedang memikirkan sesuatu sambil meminum tehnya.
Tidak lama setelah itu, Sakuraba-san langsung tersenyum padaku. "Seperti yang diharap dari Kiseichi-sensei, illustrasimu cukup bagus."
Katsubaki-san langsung menghampiri Sakuraba-san ketika ia memuji illustrasiku.
"Kau benar, gambaranmu sangat bagus, Kisaragi-kun."
Akupun mengarahkan pandanganku ke arah lain akibat terus dipuji. Dengan nada rendah. "Ah.... Terimakasih."
"Tapi entah kenapa aku merasa karakter yang kau gambar ini terlihat seperti Katsubaki-san."
"Iya, kecuali warna rambut."
Heh, ternyata mereka menyadarinya juga. Yah, sebenarnya aku menggambar karakter Katsubaki-san karena ia adalah ketua klub ini dan juga proporsi tubuhnya mudah diingat.
Tapi aku tidak bisa mengatakan kalau aku menggambar proporsi tubuhnya karena mudah diingat. Jadi aku harus cari alasan lain agar aku tidak disangka sebagai orang mesum yang suka memperhatikan perempuan 3d.
Sambil mencoba untuk bersandar tenang di kursiku yang agak keras ini. "Yah, karena akhir-akhir ini aku sering kehabisan ide untuk membuat karakter. Maka dari itulah aku sedikit meniru karakter yang ada di website pinterest dan mengubah-ubah bentuk tubuhnya sedikit."
Ketika aku mengatakan hal itu, kedua perempuan itu langsung menunjukan raut wajah serius padaku.
"Apa tidak apa-apa meniru karakter yang ada di internet?" tanya Sakuraba-san.
Katsubaki-san mendekatkan dirinya padaku. "Bukankah meniru sesuatu yang ada di internet itu salah."
"Tidak apa-apa kok. Lagipula karakter yang kutiru itu adalah gambaran dari teman lamaku."
Katsubaki-san langsung menangkap ucapanku. "Owh begitu ya."
Kulihat di depanku, Sakuraba-san menatapku tajam dengan tatapan dingin yang ada di balik kacamatanya.
Sepertinya Sakuraba-san sudah tahu kalau berbohong. Mana mungkin seorang penyendiri sepertiku memiliki teman di dunia nyata maupun di dunia maya.
Bahkan saat bermain game online pun, aku sering bermain solo daripada party. Yah, aku tidak tahu kalau aku ini gengsi atau tidak. Tapi entah kenapa, aku merasa nyaman ketika bermain sendirian.
Lalu ia pun berhenti menatap tajam padaku sambil menghela napasnya. "Heh, setidaknya kau sudah melakukan pekerjaanmu dengan baik."
Huh, untung saja dia tidak memedulikan masalah itu. Kalau ia terus saja menanyakan hal itu sambil menatapku dengan tatapan dinginnya. Aku benar-benar tidak tahu apa yang akan terjadi dengan mentalku nanti.
Aku pun menatap ke arah lain karena merasa sedikit bersalah.
Tidak lama setelah itu. Sakuraba-san menutup laptopnya dan memasukan flashdisk-nya ke dalam saku seragam. Setelah itu ia berdiri dari kursinya. "Aku akan pergi ke tempat percetakan. Nanti sesudah pulang kita akan berkumpul lagi di sini."
"Oke." Jawab Katsubaki-san.
Lalu Sakuraba-san pun pergi dari ruangan ini menuju ke tempat percetakan.
Karena aku tidak ingin berada di situasi yang canggung ini, akhirnya aku pergi keluar juga menuju ke kantin untuk membeli roti untuk makan siangku.
"Kau mau ke mana, Kisaragi-kun?" tanya Katsubaki-san.
"Aku ingin membeli beberapa roti untuk makan siang." Jawabku.
"Owh, oke"
Setelah itu, akupun pergi keluar dari ruang klub menuju ke kantin.
Heh, hari-hari yang melelahkan.
?
Setelah pelajaran terakhir selesai, para murid pun kembali beraktifitas seperti biasa. Ada yang melakukan kegiatan klub, kumpul bersama-sama dengan teman, menggosip, dan lain-lain.
Saat aku hendak merapikan barang-barangku, Eita yang berada di depan memanggilku. "Yoo, Yuuichi. Kau mau klub?" tanyanya dengan senyum aneh.
Apa karakter setting-mu itu bisa dirubah menjadi orang pendiam yang tidak penasaran dengan kehidupan orang lain?
"Bisakah kau berhenti menanyakan sesuatu yang sudah kau ketahui jawabannya?" tanyaku balik.
"Hehehe, maaf. Aku hanya ingin menggodamu saja."
Aku hanya bisa memasang raut wajah datar ketika Eita mengatakan hal itu.
Kulihat di sebelahku, Sakuraba-san sudah tidak ada lagi di kelas. Mungkin ia sudah lebih dulu pergi ke ruang klub dan nampaknya aku harus pergi dari sini, daripada berlama-lama dengan si erotaku sialan ini.
Akupun merapikan barang-barangku ke dalam tas.
Selagi merapikan barang-barangku, Eita langsung membuka topik pembicaraan. "Hei, Yuuichi. Apa kau tahu dengan perempuan yang bernama Yamaichi Haruko?"
Yamaichi Haruko? Rasanya aku pernah mendengar nama itu. Tapi di mana?
"Siapa dia?" tanyaku balik dengan sedikit bingung karena ia tiba-tiba menanyakan tentang perempuan 3d.
"Bukan siapa-siapa. Tapi entah kenapa aku tertarik dengannya."
Mataku terbelalak, wajahku mengkerut penuh kebingungan, dan telapak tanganku menghentak meja dengan cukup keras akibat ucapan Eita tadi. "Ka-Kau ter-tertarik dengan perempuan 3d." Ucapku dengan cukup nyaring.
Eita pun terkejut dengan hentakan dan ucapanku tadi. Orang-orang yang berada di sekitar kami juga ikut terkejut dan ketakutan akibat ulahku tadi.
Heh... semoga para normie yang melihatku tadi, tidak membuat gosip baru tentang itu.
Lantas wajah Eita pun terlihat sedikit memerah. "Memangnya salah jika aku tertarik dengan 3d?" tanyanya.
Aku kembali duduk di kursiku. "Tidak juga, hanya saja kau terlihat berbeda sekarang."
"Heh, memang beginilah aku. Aku adalah orang yang selalu tertarik dengan hal baru, baik 2d maupun 3d."
Aku berdiri dari kursi. "Iya, iya. Kalau begitu aku akan pergi ke ruang klub dulu. Semoga sukses mendapat perempuan 3d itu." Setelah itu akupun pergi dari kelas menuju ke ruang klub.
Heh, ternyata Eita si erotaku yang kukira hanya tertarik dengan 2d. Kini ia malah tergoda dengan 3d.
Yah, sebagai temannya. Setidaknya aku harus memberi dukungan padanya walaupun merepotkan.
Yasudahlah.
?
Ketika aku sudah sampai di ruang klub. Tidak terdengar suara apapun dari dalam, yang terdengar hanyalah teriakan semangat orang-orang yang sedang berlari di lapangan.
Apa mereka sudah datang?
Saat aku memegang gagang pintu, ternyata pintunya tidak dikunci. Aku mengetok-ngetok pintunya tapi tidak ada respon apapun. Tanpa berlama-lama lagi aku langsung membuka pintunya dan masuk ke dalam.
Terlihat di dalam tidak ada siapa-siapa. Kursi-kursi tersusun rapi dan tenda pun masih tersingkap.
Pasti Katsubaki-san sudah lebih dulu datang ke sini. Yah, tidak mungkin Sakuraba-san melakukan hal seperti ini atas kemauannya sendiri.
Akupun menaruh tasku di meja dan setelah itu aku membuka jendela karena hawa di ruangan ini cukup panas. Lalu angin sepoi-sepoi pun melewati setengah tubuhku, hingga aku merasa seperti terbawa oleh angin sejuk ini.
Yah, musim semi di kota Kagoshima biasanya sudah cukup panas sampai-sampai kita bisa memakai seragam musim panas lebih awal daripada biasanya.
Kulihat, gunung Sakurajima sekarang tidak memakai topi abu-abunya. Jadi mungkin cuaca hari ini bakal bagus.
Ketika aku terlena akan angin sejuk ini. Tanpa kusadari, ada suara kursi bergeser di belakangku.
Aku memutar tubuhku dan terlihat, Sakuraba-san dengan tumpukan poster yang ada di depannya.
Lalu ia tersenyum mengejek padaku. "Nampaknya ada seseorang yang sedang kepanasan." Ucapnya dengan nada dingin.
Aku tidak tahu darimana kau belajar ninjutsu. Tapi setidaknya ucap sesuatu atau ketok dulu ketika kau hendak masuk.
Sambil berjalan ke arah kursiku. "Dengan cuaca dan hawa seperti ini. Tentu saja aku akan kepanasan." Dan akupun duduk di kursiku.
"Ngomong-ngomong, di mana Katsubaki-san?" tanya Sakuraba-san.
"Entah, pas aku datang tadi ia tidak ada." Jawabku.
"Owh, begitu ya."
Situasi pun menjadi canggung ketika tidak ada satupun yang berbicara. Aku langsung mengambil light novel yang kusimpan di tasku untuk kubaca di saat-saat canggung seperti ini.
Lalu akupun membaca light novel-ku dengan posisi santai.
Aku tidak bisa menyebut ini ketenangan karena aku berduaan dengan perempuan yang merepotkan. Tapi setidaknya, suasananya terasa agak nyaman bagiku. Walau kalah banding dengan berada sendirian di ruangan yang agak gelap sambil memainkan galge kesukaan.
Tidak lama kemudian, Katsubaki-san datang dengan seorang perempuan yang agak tinggi di sebelah kanannya. Dilihat dari dasinya yang berwarna biru, ia adalah siswi kelas 2.
Katsubaki-san pun masuk sambil memasang ekspresi cerianya itu. "Maaf aku terlambat."
"Tidak apa-apa Katsubaki-san. Ngomong-ngomong, siapa di sebelahmu itu?" tanya Sakuraba-san.
"Dia Mayaka Ebisu dari kelas 2-C." Jawab Katsubaki-san.
Lalu perempuan itu menyambung. "Salam kenal semuanya. Anuu, saya ke sini ingin meminta bantuan pada klub relawan."
Sambil mempersilahkan perempuan itu untuk duduk. "Owh begitu ya. Hmm... silahkan duduk dulu, Mayaka-san."
Katsubaki-san pun mengambil kursi yang tersandar di dinding lalu ia buka dan letakan di depan meja, tepatnya di sebelah kananku.
Perempuan itupun duduk dan setelah itu, ia menatap ke arahku dengan sedikit ketakutan, kemudian ia kembali menatap Sakuraba-san.
Katsubaki-san pun menyeduh teh, kemudian ia masukan ke dalam teko yang agak besar. Lalu ia memasukan teh itu ke dalam 4 gelas dan ia bagikan satu-satu pada kami bertiga.
Sambil memegang gelas berisi teh yang diberikan Katsubaki-san. "T-Terimakasih." Ucapnya dengan agak gugup.
Nampaknya keramahan Katsubaki-san dan ekspresi menakutkanku membuatnya menjadi gugup.
"Lalu apa permintaanmu, Mayaka-san?" tanya Sakuraba-san.
"Sebenarnya aku ingin minta tolong pada kalian semua untuk membantu temanku dalam audisi menyanyinya."
"Membantu apa?"
"Membantu temanku untuk mendapat kepercayaan dirinya kembali."
"Maksudmu, kau ingin kita membuatnya percaya diri kembali agar ia dapat mengikuti audisi menyanyi?"
"Iya, akhir-akhir ini Kirari-chan terus saja bersikap aneh. Ia selalu melamun pas jam pelajaran. Ketika diajak bicara, ia selalu mengangguk-angguk paham pada kami, seakan-akan ia mengerti. Dan juga senyum di wajahnya nampak seperti dipaksakan."
Detail sekali penjelasannya. Yah, wajar saja kalau ia mengetahui semua hal itu.
Sakuraba-san pun menundukan kepalanya sesaat lalu ia mengangkatnya lagi. "Tapi, apa kau sudah mencoba untuk membuatnya percaya diri dulu Mayaka-san?" tanya Sakuraba-san.
"Aku sudah mencobanya, tapi Kirari-chan hanya menjawab, "Makasih Mayaka-chan atas dukungannya, aku akan berjuang." dengan senyum yang dipaksakan."
Heh, nampaknya ia sudah berada di tepi jurang keputusasaan. Biasanya, seseorang yang berada di tepi jurang itu akan selalu banyak berpikir tentang apa yang akan terjadi pada hidupnya nanti. Mereka cenderung berpikir negatif tentang masa depan hidupnya.
Dan saat mereka sudah gagal dalam meraih impiannya, mereka akan selalu berpikir bahwa apapun usaha yang mereka lakukan, hasilnya tetap saja sama.
Kuyakin, temanmu saat ini sedang berada dalam mode pesimis. Jika dibiarkan, ia akan terjatuh ke dalam lubang itu.
Tapi, dilain hal kami juga tidak bisa membantu banyak karena kami tidak kenal dekat dengan orangnya dan juga kami tidak tahu cara agar ia bisa percaya diri kembali.
Jalan satunya-satunya ya dengan dukungan dari teman dekat dan keluarganya. Tapi ia tadi sudah bercerita bahwa cara tersebut tidak berhasil. Jadi tidak mungkin kami bisa melakukannya.
"Owh begitu ya. Hmm, tapi aku tidak yakin apa kami bisa membantumu. Sebab kami tidak kenal dekat dengannya dan juga kami tidak tahu bagaimana cara untuk mengembalikan kepercayaan dirinya kembali."
Benarkan.
"Jika kami tetap nekat mencobanya, maka ada kemungkinan kalau ia akan semakin kurang percaya diri."
Lalu ekspresi perempun itu pun menjadi murung ketika Sakuraba-san mengatakan hal itu. "Begitu ya."
Kulihat di sebelahku, Katsubaki-san hanya terdiam duduk menikmati pembicaraan ini, walau ia tidak ikut berbicara apapun.
Beginikah kerja ketua klub? Seharusnya kaulah yang menangani klien ini, bukan Sakuraba-san.
Tiba-tiba, Sakuraba-san menatap dingin ke arahku.
Entah kenapa, tatapan dinginnya itu seperti menyuruhku untuk melakukan sesuatu yang tidak ingin kulakukan.
Akupun menghela napas ketika mengetahu hal itu.
Sesaat setelah itu, terlintas di kepalaku cara agar kepercayaan dirinya kembali.
"Aku tidak tahu cara ini berhasil atau tidak. Tapi setidaknya aku akan memberitahu kalian."
"Owh apa itu, Yuuichi-kun?" tanya Sakuraba-san padaku.
"Dulu saat aku masih kelas 1 smp. Aku pernah menonton acara televisi tentang menampilkan bakat-bakat yang ada di dunia. Lalu aku melihat salah satu di antara peserta ada yang mencoba untuk menampilkan sebuah bakat menyanyi."
"Saat peserta tersebut baru saja menyanyikan lagu. Salah satu juri langsung memotong nyanyiannya dan berkata bahwa nyanyian seperti itu sudah biasa."
"Peserta itupun jadi bingung dan tidak berkata apa-apa, hanya berdiam diri di tempat sedangkan juri yang lain tidak setuju dengan keputusan juri itu. Juri yang lain menyuruh peserta tersebut untuk menyanyi lagi dan akhirnya, ia membawakan lagu itu dengan sangat bagus sampai-sampai, juri yang memprotes tadi terdiam kagum dengan penampilannya. Para penonton pun bertepuk tangan dengan meriah ketika peserta itu selesai menyanyi."
"Para juri pun terkagum-kagum dengan penampilannya, sehingga ia pun dapat maju ke babak selanjutnya."
Setelah menjelaskan semuanya. Aku langsung menghela napas dengan cukup panjang karena sedikit kelelahan.
Baru kali ini aku berbicara sepanjang ini. Hah, ternyata melelahkan juga.
Sakuraba-san memegang dagunya seperti orang yang berpikir. "Maksudmu, kau ingin temannya Mayaka-san direndahkan dulu oleh para juri agar dapat percaya diri kembali. Begitukah?"
"Kurang lebih seperti itu, tapi bukan percaya diri yang akan kita munculkan. Tapi rasa dendamlah yang akan kita munculkan."
"Jadi kau ingin ia menunjukan penampilannya di hadapan orang yang mengejeknya agar ia dapat membuktikan bahwa omongan orang yang mengejeknya itu salah."
"Benar. Dengan begitu ia dapat mengeluarkan kemampuan yang sebenarnya."
Katsubaki-san menyela pembicaraan. "Tapi bukankah itu tidak baik, Kisaragi-kun."
Aku tahu bahwa caraku ini memang salah, tapi aku hanya ingin memberi saran saja. Jika memang menurutnya itu tidak baik, ya tidak usah dilakukan. Lagipula ingatan tadi hanya sebatas angin lewat di kepalaku.
"Ya aku tahu kalau membuat seseorang menjadi kambing hitam untuk membuatnya menjadi pendendam itu bukan hal yang baik. Tapi menurutku, dari semua ide yang kupikirkan. Hanya itu jalan satu-satunya."
"Dan juga aku tidak memaksanya untuk memakai cara ini. Jadi aku hanya memberi saran saja padanya."
"Tapi tetap saja-"
Saat Katsubaki-san berbicara, perempuan yang bernama Mayaka-san menyelanya. "Aku rasa itu bukan ide yang buruk."
"Benarkah, Mayaka-san? Bukankah nantinya akan membuat pertemanan kalian menjadi rusak."
"Tidak apa-apa kok. Lagipula aku sudah lama berteman dengan Kirari-chan, jadi paling 2 atau 3 hari kita akan berbaikan kembali."
Dengan wajah yang sedikit murung. "Begitukah."
Nampaknya Katsubaki-san tidak suka dengan caraku. Yah, aku tidak merasa bersalah apapun. Karena di sini, aku hanya menjadi pemikir yang mencari jalan keluar.
"Jadi sudah diputuskan kalau kita akan menggunakan caranya Yuuichi-kun dan Mayaka-san yang akan mengejeknya."
"Terus kapan dan di mana audisinya, Mayaka-san?" tanya Sakuraba-san.
"Sabtu ini di gedung (nama gedung)."
Sabtu? Sialan, kenapa jadwalnya harus sama dengan comifest di (nama tempat)? Kalau begini, aku akan susah pergi ke comifest.
Jika aku tidak pergi ke comifest musim ini, maka kesempatanku untuk membeli galge edisi terbatas dari Clover Circel bakal hilang selamanya. Karena Clover Circle hanya menjual 200 salinan saja dan menurut kabar yang beredar, ia juga tidak akan menjualnya di toko-toko.
Heh, tidak ada cara lain selain meminta ijin pada Sakuraba-san untuk tidak ikut bersamanya. Karena acara ini hanya diadakan 2 kali dalam setahun.
"Kalau begitu kita akan berkumpul di-"
Aku menyela pembicaraan Sakuraba-san. "Maaf, aku tidak ikut. Aku ada keperluan penting hari sabtu nanti."
Setelah aku mengatakan hal itu padanya. Sakuraba-san, langsung menatap dingin ke arahku. Akupun tidak bisa berbicara lagi dan menatap ke arah lain ketika melihat tatapannya itu.
Tatapan dan tekanan inilah yang selalu memaksaku terlibat dalam hal-hal merepotkan yang dibuat oleh Sakuraba-san.
Kalau begini, aku akan terus dihujani oleh es dingin yang menusuk tubuh. Heh, selamat tinggal comifest. Sampai bertemu musim depan.
"Iya-iya baiklah aku ikut."
Lalu wajahnya yang dingin pun berubah menjadi normal kembali dan ia juga memasang senyum ejekannya ke arahku. "Terimakasih Yuuichi-kun."
Aku hanya bisa menghela napas setelah mengatakan hal itu.
Lagi dan lagi, dia selalu seenaknya saja menentukan. Dan juga aku merasa, di sini hanya aku saja yang tidak antusias dengan hal seperti ini.
Yahbiarlah.