Read More >>"> Parloha (06.00 (Epilog)) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Parloha
MENU
About Us  

06:00

            “Gilak kau! Serius udah kau kirim ini!?” Tanya Yanto sambil melotot ke layar ponsel.

“Udah! Kam tengok waktunya itu: 13.15 PM katanya situ. Kemarin siang kukirim.” Jawab Tertib yang nyetir sambil ngerokok, tangannya keluar jendela dekat kaca spion.

“Astaga Tib, kurang kerjaan kali kau? Ngapain pulak kau ngirim-ngirim gini?” tanya Yanto.

“Ya kenapa enggak!? Kalau sor dia kan balasnya, kalo enggak yaudah. Aku pun kan nggaknya butuh-butuh kali. Namanya nyoba.” Jawab Tertib.

“Iya kalo dibacanya! Kalo enggak? Apa tahu kau itu sampai sama dia apa enggak?” Yanto masih terus bertanya.

“Bang Yan! Kubilang sama kam ya: Apapun kemungkinannya, samaku tetap 50:50. Antara sampe apa enggak, suka apa enggak, atau jadi apa enggak. Udah gitu aja. 50% kemungkinannya samaku, kan nggak ada salahnya kucobak. Ketimbang nggak kucobak? Cobak.” Jawab Tertib.

“Macam krisis identitas kau kutengok.” Komentar Yanto. “Trus, darimana pulak ko dapat imelnya?”

“Ish, astaga. Bang Yan, kam ini sekarang kelamaan dikandang babi. Era internet pun kam gugup.” Jawab Tertib.

“Kudoakan abang jadi presiden.” Astaga Tib, kok nggak enak perasaanku baca kalimatmu ini? Apa maksudmu?” Tanya Yanto.

“Ya kudoakan dia jadi presiden. Apa kin rupanya?”

“Hotman Paris ko bayangkan jadi presiden? Mimpin negara Indonesia ini?” Tegas Yanto.

“Kenapa enggak? Mantapan mobilnya dari pada mobil Jokowi pun! BK hitam lagi.” Kata Tertib.

“Cemananya isi kepalamu itu, penulis kau, kobilang. Bisa pulak tiba-tiba…Ah tapi ya pantaslah. Namamu pun Tertib.” Kata Yanto.

Diatas bak Datsun pickup andalan Tertib, lipatan tebal plastik transparan duduk manis dipojok. Dari turunan Jalan Veteran, pickupnya belok kiri masuk jalan Beskop, dari jauh stiker No Fear dari kereta Honda Beat yang berdiri di depan pintu ganda kedai berkilau memantulkan cahaya lampu Tertib, disamping kereta ada Perot lagi senderan. Jepri sama Kakang lagi sibuk memeriksa ikatan tali terpal dari bak mobilnya. Tertib ambil tempat diparkiran mobil urutan ke tiga. Perot langsung maju menghampiri ke samping jendela Tertib.

“Sekali ini, rada aneh dia wek.” Kata Perot.

“Apa ceritanya rupanya, wek?” Balas Tertib.

Perot ngasih jalan buat Tertib keluar mobil. Yanto dari kiri ikut buka pintu.

“Halo bang Per!” Sapa Yanto.

“Berapa sekarang sekilo Yan?” Saut Perot.

“Nanti September naik dua ribu.” Jawab yanto.

Bertiga orang itu merapat di mobil Jepri. “Yang ini minus kepala” Kata Perot. Tertib berputar keliling bak pickup sambil memukul-pukul terpal.

“Satu lagi?” Balasnya.

“Dalam situ, tinggal kepala.” Kata Perot sambil memonyongkan mulutnya kearah kedai.

“Yaudah lah, biar cepat yok wek.” Kata Tertib. Dikasihnya kunci Datsunnya sama Perot.Terus Perot melempar kunci sama Jepri. Yanto mengangkat lipatan tebal plastik bening dari bak datsun, diopernya ke bak mobil Jepri.

“Ko bawa ini Jep! Antar anak ini pulang, abis itu udah, jangan pulak nggak bisa ditelepon kau!” Kata Perot. Jepri cuma nunduk ikut aturan. Kakang nggak berani ngomong. Waktu dia ngekor Jepri ke mobil Datsun, Perot memanggil: “Kang!”

“Nah ini bagi-bagi klen, ter-satu.” Kata Perot sambil menyerahkan butiran peluru ke Kakang dari kantong celana oranye.

Semua orang nggak saling buka mulut. Tiga orang diluar berdiri sambil pasang mata. Dua orang dari dalam Datsun pun cuma nundukterus kebawah. Habis mundur dan menghadap ke sisa bangunan bioskop, Jepri langsung maju pelan-pelan ke arah matahari yang mulai ngintip dari belakang huruf ILA A diatas atap yang M sama L nya udah lenyap dimakan begu[1]. Sapaan lewat klaksonnya yang bunyi: “Din!” pun nggak ada yang jawab.

“Krik-krik…krik-krik!” Kata Tertib.

“Kacau kali orang ini semua.” Kata Perot sambil memandang ke Datsun yang semakin hilang turun ke jalan.

“Cemana ceritanya rupanya wek?” Tanya Tertib.

“Iya’ah!” Itu nggak taulah aku. Nantilah kita bahas. Satu pun mulut orang ini nggak bisa dipegang.” Kata Perot.

“Satu lagi mana?” Kata Tertib.

Perot jalan pelan-pelan ke pintu kedai. Tertib ikut dari belakang sambil pasang dua kondom tangan. Didepan Honda Beat, Perot tutup hidung pakai saputangan sambil mengangkat jok kereta. Didalam bagasi, bungkusan plastik hitamnya udah semakin lengket-lengket kalua dipegang. Macam gerak tangan dokter, jari-jari tertib melepas pelan simpul plastik. Krasak-krusuk ikatan berhasil dilepas, yang pertama dipegang tertib adalah rambut. Rambut acak-acakan yang ternyata bekas poni dikening kepala, digeser Tertib sedemikian rupa sampai muncul hidung perempuan.

“Uiy makjang!” Mata Tertib melotot. Kontan ditutupnya balik jok kereta.

“Kenal kap aku ini Wek!”  Bilangnya sama Perot. Alis Perot naik.

Dipastikannya sekali lagi. Di angkatnya jok, geser poni, kali ini matanya yang ditengok. Tutup lagi.

“Haa kan! Lonte Parloha ini Wek! Ulfa namanya, anak Sembahe.” Jelas Tertib.

“Terus?” Tanya Perot.

“Ya, biar kam kenal aja lah.” Jawab Tertib.

Ck, Wek! udah pagi ini. Masih pulak kau kenal-kenalkan aku sama karakter baru!? Urusan ini pun bingung aku cemana kronologinya.” Kata Perot.

“Trus, badannya mana ini.?” dia tanya.

Perot diam, mau mikir pun masih malas dia. ““Nggak tau aku dimana bikin Kambeng. Yaudah kau atur ajalah cemana. Udah Terang ini! Tutup aja tutup. Kunci mobil ini ada didalem. Ini kunci kereta. Mejuah-juah kita kerina.” Jawab Perot sambil menyerahkan Kunci Decepticon ke Tertib.

“Aku bawa kereta ya?” Minta Tertib ke Yanto. Yanto mengangguk sambil jalan menuju mobil Jepri.

“Nggak bisa di starter itu Wek. Kau engkol aja, cagak-dua kan dulu.” Kata Perot.

“Jadi langsung bergerak lah kami ya bang Per.” Kata Yanto.

“Makasih ya Yan.” Kata Perot.

“Iya bang, nanti kubawa giginya, baru kita hitung-hitungan.” Jawab Yanto sambil masuk mobil. Di starter sekali langsung nyala pulak.

“Eh, tapi mumpung disini kau Yan, dari lama aku penasaran soal ini. Kutanyak dulu samamu, cobak.” Kata Perot.

“Apa itu bang?” Sambutnya sambil putar-putar knob jendela.

“Babi-babi dikandangmu itu, kau bedakan mana babi potong sama mana babi makan, apa cemana?” Tanya Perot.

“Yanto sumringah. Dengan sorot mata penuh keyakinan dia ke Perot, “Tapi abang percaya samaku, kan?”

Perot geleng-geleng, tapi angkat bahu.

“Kalau gitu kami urus dulu ini bang, bahas kandangku bisa jadi satu buku, soalnya.” Jawab Yanto, tertawa sambil jalan.

...

“…Jadi satu buku.” Gumam Perot.

Senyum dia.

“Babi lah kau, Yan.”

 

***

 

[1] Hantu

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Petrichor
4109      1380     2     
Inspirational
Masa remaja merupakan masa yang tak terlupa bagi sebagian besar populasi manusia. Pun bagi seorang Aina Farzana. Masa remajanya harus ia penuhi dengan berbagai dinamika. Berjuang bersama sang ibu untuk mencapai cita-citanya, namun harus terhenti saat sang ibu akhirnya dipanggil kembali pada Ilahi. Dapatkah ia meraih apa yang dia impikan? Karena yang ia yakini, badai hanya menyisakan pohon-pohon y...
Sebuah Musim Panas di Istanbul
320      219     1     
Romance
Meski tak ingin dan tak pernah mau, Rin harus berangkat ke Istanbul. Demi bertemu Reo dan menjemputnya pulang. Tapi, siapa sangka gadis itu harus berakhir dengan tinggal di sana dan diperistri oleh seorang pria pewaris kerajaan bisnis di Turki?
Perjalanan Kita: Langit Pertama
1333      656     0     
Fantasy
Selama 5 tahun ini, Lemmy terus mencari saudari kembar dari gadis yang dicintainya. Tetapi ia tidak menduga, perjalanan panjang dan berbahaya menantang mereka untuk mengetahui setiap rahasia yang mengikat takdir mereka. Dan itu semua diawali ketika mereka, Lemmy dan Retia, bertemu dan melakukan perjalanan untuk menyusuri langit.
Rêver
5503      1642     1     
Fan Fiction
You're invited to: Maison de rve Maison de rve Rumah mimpi. Semua orang punya impian, tetapi tidak semua orang berusaha untuk menggapainya. Di sini, adalah tempat yang berisi orang-orang yang punya banyak mimpi. Yang tidak hanya berangan tanpa bergerak. Di sini, kamu boleh menangis, kamu boleh terjatuh, tapi kamu tidak boleh diam. Karena diam berarti kalah. Kalah karena sudah melepas mi...
THE WAY FOR MY LOVE
406      311     2     
Romance
Mencintaimu di Ujung Penantianku
4207      1158     1     
Romance
Perubahan berjalan perlahan tapi pasti... Seperti orang-orang yang satu persatu pergi meninggalkan jejak-jejak langkah mereka pada orang-orang yang ditinggal.. Jarum jam berputar detik demi detik...menit demi menit...jam demi jam... Tiada henti... Seperti silih bergantinya orang datang dan pergi... Tak ada yang menetap dalam keabadian... Dan aku...masih disini...
Sanguine
4435      1449     2     
Romance
Karala Wijaya merupakan siswi populer di sekolahnya. Ia memiliki semua hal yang diinginkan oleh setiap gadis di dunia. Terlahir dari keluarga kaya, menjadi vokalis band sekolah, memiliki banyak teman, serta pacar tampan incaran para gadis-gadis di sekolah. Ada satu hal yang sangat disukainya, she love being a popular. Bagi Lala, tidak ada yang lebih penting daripada menjadi pusat perhatian. Namun...
ALVINO
4140      1839     3     
Fan Fiction
"Karena gue itu hangat, lo itu dingin. Makanya gue nemenin lo, karena pasti lo butuh kehangatan'kan?" ucap Aretta sambil menaik turunkan alisnya. Cowo dingin yang menatap matanya masih memasang muka datar, hingga satu detik kemudian. Dia tersenyum.
in Silence
392      268     1     
Romance
Mika memang bukanlah murid SMA biasa pada umumnya. Dulu dia termasuk dalam jajaran murid terpopuler di sekolahnya dan mempunyai geng yang cukup dipandang. Tapi, sekarang keadaan berputar balik, dia menjadi acuh tak acuh. Dirinya pun dijauhi oleh teman seangkatannya karena dia dicap sebagai 'anak aneh'. Satu per satu teman dekatnya menarik diri menjauh. Hingga suatu hari, ada harapan dimana dia bi...
Mamihlapinatapai
5464      1527     6     
Romance
Aku sudah pernah patah karna tulus mencintai, aku pernah hancur karna jujur tentang perasaanku sendiri. Jadi kali ini biarkan lah aku tetap memendam perasaan ini, walaupun ku tahu nantinya aku akan tersakiti, tapi setidaknya aku merasakan setitik kebahagian bersama mu walau hanya menjabat sebagai 'teman'.