Loading...
Logo TinLit
Read Story - Error of Love
MENU
About Us  

Sekali lagi aku menarik rasa terpesona pada laki-laki bernama Tio. Semalam dengan beraninya dia masuk ke kamarku setelah papa dan mama tidur. Ketika aku hendak berteriak, dia membekap mulutku. Katanya, dia hanya ingin mengucapkan selamat tidur. Katanya lagi, dia tidak tertarik dengan gadis bertubuh kurus dan berdada rata sepertiku. Kurang ajar! Dadaku rata karena masih dalam masa pertumbuhan.

Hari ini dia akan mengantarku ke sekolah. Dengan sikapnya yang manis, dia membukakan pintu mobil bagian depan. Aku malah membuka pintu belakang tak peduli padanya. 

Mobil melaju menembus jalanan Cilacap yang belum terlalu padat. Aku pura-pura sibuk membaca novelnya Tere Liye. Aku tak lagi berminat dekat dengan si Tio. Tidak mungkin juga aku ingin dia pergi dari rumah kami. Bukankah kemarin aku yang paling bahagia dengan keputusan papa. 

"Kenapa cemberut? Gadis cantik itu harus selalu tersenyum, biar kecantikannya semakin terpancar," ujarnya memecah keheningan. 

Entah kenapa kupingku jadi panas. Aku malas mendengar ocehannya. Pokoknya, rasa terpesonaku kemarin telah berubah menjadi rasa jijik. Rupa itu memang memesona, tapi sikap kurang ajarnya membuatku muak. Aku ingin mengadu pada papa. Namun, urung karena katanya papa tidak mungkin percaya dengan kata-kataku. Iya juga, sih. Semalam pas makan di Resto, dia bisa membuat mama yang baru kenal tersanjung padanya. Nah, apalagi papa yang sudah mengenal lama. 

Aku mendesah kesal. Andai tidak ada larangan membawa ponsel ke sekolah, pasti akan kusetel lagu-lagu happy, dan menyumbat telinga dengan earphone. Sayangnya, ponsel yang kuharapkan menemani perjalanan ini tersimpan manis di laci meja kamar.

Mobil berhenti di depan gerbang sekolah, tapi aku memintanya masuk ke dalam. Hari ini aku ingin memberinya pelajaran. Dia menuruti, lalu memarkirkan mobil di tempat parkir. 

"Bukain!" perintahku sok arogan. Dia keluar dan membukakan pintu mobil. Sebelum keluar, kumasukkan novel ke dalam tas dan mengeluarkan buku Biologi.

"Silakan Putri berdada rata!" 

Aku turun dan memandang kesal padanya yang sedang tersenyum usil. Setelah dia menutup pintu, aku menyandarkan tubuh ke badan mobil. Dengan sikap sok galak, aku pura-pura sibuk membaca . Dia juga ikut melakukan hal yang sama. 

"Sassy!" Aku menoleh ke asal suara. Zara berjalan mendekatiku. Di belakang Zara juga ada Kalina bersama tiga temannya. Mereka memandang ke arah kami dengan rupa yang sok imut. Aku tahu mereka terpesona dengan Tio. Semoga mereka mendekati kami. Dengan begitu, aku bisa mempermalukan laki-laki kurang ajar ini?

"Dia siapa, Sy?" tanya Zara berbisik di telingaku. 

Pertanyaan Zara tidak kujawab. Aku melirik ke arah Tio yang mengumbar senyum pada Kalina dan tiga temannya. Mereka mendekati Tio, mengulurkan tangan mengajak kenalan. Tidak lupa dengan sikap centil mereka yang membuatku enek.

"Hentikan kecentilan kalian!" Mereka menatap padaku, termasuk Tio dan Zara. "Dia memang ganteng, tapi ganteng aja nggak cukup. Dia tuh cuma sopir. SOPIR. Dia cuma numpang hidup di keluargaku." 

Mata Tio melebar. Seperti dugaanku, senyumannya seketika lenyap. Dia menatap tajam padaku. Sedangkan aku tersenyum penuh kemenangan. Aku mengambil kunci mobil dari tangannya dengan mudah, lalu mengajak Zara ke kelas. Akan kubiarkan dia menunggu hingga pulang sekolah. 

"Kamu bukan Sassy yang aku kenal," protes Zara. Sudah kuduga dia akan memberi nasihat panjang lebar. Jadi, sudah kusiapkan jawaban untuk membantahnya.

"Memangnya apa yang salah dengan profesi sopir?" lanjut Zara. "Bagiku, yang penting dia adalah laki-laki yang mau bekerja. Kamu harusnya ..." 

"Dia udah kurang ajar padaku, Zara." Aku menyela sebelum nasihat Zara melebar kemana-mana. "Awalnya aku terima dia dengan baik. Udahlah, nggak usah bahas dia. Aku sedang emosi jiwa. Jangan menambah kekesalanku."

????????????

Pukul empat belas tiga puluh bel pulangan berbunyi. Zara dengan cekatan menarik tanganku agar segera keluar dari kelas. Dari tadi dia juga bawel karena aku tak menawari Tio makan siang. Dia sendiri yang membeli makanan, lalu mengantar pada laki-laki berambut ikal itu. Bahkan dia menghabiskan jam istirahat bersama Tio. Huh, kesal

Saat aku dan Zara tiba di tempat parkir, Kalina dan tiga temannya sudah ada di sana. Seperti biasa, Kalina tidak berhenti berbicara. Namun, Tio tak pedulikan ocehannya. Laki-laki berengsek itu malah asyik dengan ponsel-nya. 

"Sy, boleh aku numpang sampai halte depan?" tanya Zara ragu-ragu. Aku menggeleng. Senyum Zara lenyap di bibir tipisnya. 

"Aku ngantar kamu sampai rumah, Zara." Gadis itu berbinar. Ia berlari mendekati mobil.

"Minggir! Kami mau pulang." Kalina menatap kesal pada Zara. Apalagi senyum Tio mengembang saat melihat Zara. Dia membukakan pintu depan untuk gadis itu. "Nggg ... aku di belakang aja."

Tio mendorongnya masuk. "Nyonya muda menolak duduk di depan." 

Aku membuka pintu belakang, lalu menutupnya dengan kasar. Tidak lupa wajahku diubah seganas mungkin. Zara menoleh, menatapku sejenak. Kepalanya menggeleng pelan, tapi tak mengatakan apa-apa. Kemudian dia menghadap lagi ke depan.

"Dimana alamatmu, Ra?" tanya Tio saat mobil mulai melaju. 

"Walaupun dia bilang, kamu nggak mungkin tahu jalannya," jawabku meremehkan. "Jalan aja! Ntar diarahin."

"Saya memang tidak tahu, tapi sekarang zaman sudah canggih, Nyonya muda," balas Tio dengan menekankan kata Nyonya muda. Zara tertawa mendengar jawaban Tio dan menganguk setuju. Aku mendengus sebal. Kualihkan pandangan ke luar melalui jendela. Berharap gedung-gedung dan pohon perdu di tepi jalan menjadi sesuatu yang indah untuk dipandang. 

Sepanjang perjalanan Zara dan Tio asyik berbagi cerita. Sesekali Zara tertawa terbahak-bahak saat mendengar cerita Tio yang lucu. Cerita laki-laki berengsek itu memang lucu, tapi tidak mungkin aku ikutan tertawa. Yang bisa kulakukan hanya diam meskipun kemarahan sedikit meluap. 

"Di kampung kami, ada seorang Ibu ditinggal mati suaminya. Saat di pemakaman, si Ibu tak berhenti menangis. 'Biarkan aku ikut dengannya. Aku tak tahan hidup sendiri.' Begitu kata si Ibu sambil berusaha masuk ke liang kubur. Orang-orang sibuk menahan tubuh si Ibu. Ustadz yang mengurus jenazah jadi marah. Dia meminta orang-orang melepaskan si Ibu. Tidak usah ditahan, biarkan dia masuk menemani suaminya. Seketika si Ibu berhenti menangis, lalu pulang menahan malu."

Hampir saja aku ikut tertawa bersama Zara yang terbahak. Kutarik napas yang dalam, lalu mengembuskan perlahan. Cerita lucu memang selalu membuatku tertarik. Namun, acara humor di TV Indonesia rata-rata membuatku mual. Candaan para pelawak itu tidak jauh-jauh dari hinaan dan sindiran tak bermoral. Juga, laki-laki yang memakai pakain perempuan. Mungkin menurut orang lain lucu, tapi bagiku itu lelucon murahan. 

Mobil berhenti di depan rumah sederhana yang asri, rumah Zara. Sahabatku itu melepas seatbelt, lalu keluar dari mobil. Aku melakukan hal yang sama. Pulang bersama Tio bukan menjadi tujuanku sekarang. Aku ingin di sini, bersama Zara. Biarkan si Tio-Tio itu pulang sendiri.

"Kamu pulang aja. Aku masih main di rumah Zara. Ntar aku pulang naik taksi," ucapku datar. 

"Tidak, Nyonya muda. Saya akan tunggu. Saya tidak mungkin pulang sendiri," bantahnya seraya keluar dari mobil. 

Aku memandang nyalang padanya. Dia menatapku tanpa senyum. Zara mendekat. Ia menepuk pelan bahuku. 

"Aku setuju dengan Kak Tio. Biar dia nunggu di dalam aja. Yuk!" 

Aku berbalik dan memandang tajam pada Zara. Tanganku terkepal. Bibirku terkatup. Gigi-gigiku bergemelutuk. Rahangku mengeras. Napasku berpacu. Hatiku semakin kesal. Zara mengernyit dan menggaruk kepalanya. 

"Ya udah, ajak dia masuk dan ngobrol sepuasnya," kataku dengan kasar, lalu berjalan menjauhi mereka. Kenapa Zara tidak mengerti? Aku ingin laki-laki itu pulang karena tak ingin melihat rupanya. Kenapa Zara berharap si berengsek itu masuk ke dalam rumahnya? Padahal aku ingin cerita tentang betapa munafiknya si Tio.

"Sassy!" Zara mengejarku. Aku terus berjalan tak menggubrisnya. "Aku nggak ngerti, deh. Kenapa kamu marah banget ama Kak Tio? Padahal dia baik banget, lho."

Aku berhenti melangkah. Kutatap wajah sang sahabat dengan mata nyalang. "Iya. Dia memang baik. Baik banget hingga Zara yang aku kenal bertahun-tahun, lebih memilih laki-laki berengsek itu daripada teman sendiri." 

"Bukan gitu, Sy. Oke, aku tahu pasti ada sesuatu yang salah. Apa yang sudah dia lakukan hingga membuat temanku ini marah-marah?"

"Bukankah kamu lebih asyik ngobrol dengannya? Lanjutin aja! Nggak usah sok peduli padaku." Zara menahan tanganku saat aku hendak melangkah pergi. Aku tepis tangannya, lalu menyetop ojek yang kebetulan lewat. Tidak kupedulikan Zara yang berteriak memanggil. 

Selama enam tahun bersahabat dengan Zara, tak pernah kami bertengkar. Walaupun aku sering kesal padanya karena hobi sekali memberi petuah seperti nenek. Meski rambutku sering dijambak karena suka usil, tidak pernah aku berteriak seperti tadi. 

Aku menghapus air mata yang menetes. Kenapa aku harus marah-marah pada Zara yang tidak mengerti apa-apa. Yang Zara tahu, Tio itu baik karena tak berlaku kurang ajar padanya. Sikap Tio pada Zara sama seperti sikapnya pada mama dan papa. 

Aku ingin meminta maaf pada Zara. Aku ingin merengkuh ke dalam pelukannya yang hangat. Aku ingin menceritakan penderitaan ini semenjak ada Tio. Dia sahabatku yang selalu siap mendengar segala keluhan. Kehadirannya sudah seperti alat serbaguna.

Nanti saja di rumah, aku akan menelponnya dan meminta maaf. Sekarang aku ingin menjauh dari laki-laki kutu kupret itu. Aku ingin cepat-cepat tiba di rumah, lalu masuk ke kamar dan mengunci pintu. Aman. Dia tidak mungkin mencongkel grendelnya, kan? 

Kenapa ada manusia seperti Tio. Munafik. Bermuka dua. Memang, tidak ada manusia yang sempurna----satu sisi baik dan sisi lainnya buruk. Masing-masing manusia memiliki kedua sifat itu. Bagaimana kita menyikapi dengan menonjolkan bagian yang ingin dikenali orang. Jika ingin jadi jahat, tonjolkan sifat kejahatan yang ada di dalam dirimu. Sebaliknya, jika ingin menjadi baik, maka seharusnya tampilkan sisi kebaikannya. 

Sebuah mobil berwarna merah semakin mendekati ojek yang kutumpangi. Itu mobilku. Laki-laki berengsek itu memaksa si tukang ojek menepi. Dia turun dari mobil, memberikan selembar uang sepuluh ribu pada tukang ojek, lalu menarik tanganku mengikutinya. 

Bisakah kalian menelpon Thor? Aku ingin meminjam palunya. Kepala laki-laki bernama Tio ini minta digetok.

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
ADITYA DAN RA
19376      3226     4     
Fan Fiction
jika semua orang dapat hidup setara, mungkin dinamika yang mengatasnamakan perselisihan tidak akan mungkin pernah terjadi. Dira, Adit, Marvin, Dita Mulailah lihat sahabatmu. Apakah kalian sama? Apakah tingkat kecerdasan kalian sama? Apakah dunia kalian sama? Apakah kebutuhan kalian sama? Apakah waktu lenggang kalian sama? Atau krisis ekonomi kalian sama? Tentu tidak...
P.E.R.M.A.T.A
1938      959     2     
Romance
P.E.R.M.A.T.A ( pertemuan yang hanya semata ) Tulisan ini menceritakan tentang seseorang yang mendapatkan cinta sejatinya namun ketika ia sedang dalam kebahagiaan kekasihnya pergi meninggalkan dia untuk selamanya dan meninggalkan semua kenangan yang dia dan wanita itu pernah ukir bersama salah satunya buku ini .
Garden
5611      1731     5     
Fantasy
Suatu hari dimanapun kamu berada,selama kita menatap langit yang sama. Bolehkah aku merindukanmu?
Be My Girlfriend?
17579      2722     1     
Fan Fiction
DO KYUNGSOO FANFICTION Untuk kamu, Walaupun kita hidup di dunia yang berbeda, Walaupun kita tinggal di negara yang berbeda, Walaupun kau hanya seorang fans dan aku idolamu, Aku akan tetap mencintaimu. - DKS "Two people don't have to be together right now, In a month, Or in a year. If those two people are meant to be, Then they will be together, Somehow at sometime in life&q...
My Teaser Devil Prince
6623      1689     2     
Romance
Leonel Stevano._CEO tampan pemilik perusahaan Ternama. seorang yang nyaris sempurna. terlahir dan di besarkan dengan kemewahan sebagai pewaris di perusahaan Stevano corp, membuatnya menjadi pribadi yang dingin, angkuh dan arogan. Sorot matanya yang mengintimidasi membuatnya menjadi sosok yang di segani di kalangan masyarakat. Namun siapa sangka. Sosok nyaris sempurna sepertinya tidak pernah me...
Junet in Book
3367      1295     7     
Humor
Makhluk yang biasa akrab dipanggil Junet ini punya banyak kisah absurd yang sering terjadi. Hanyalah sesosok manusia yang punya impian dan cita-cita dengan kisah hidup yang suka sedikit menyeleweng tetapi pas sasaran. -Notifikasi grup kelas- Gue kaget karena melihat banyak anak kelas yang ngelus pundak gue, sambil berkata, "Sabar ya Jun." Gue cek grup, mata gue langsung auto terbel...
THE HISTORY OF PIPERALES
2131      830     2     
Fantasy
Kinan, seorang gadis tujuh belas tahun, terkejut ketika ia melihat gambar aneh pada pergelangan tangan kirinya. Mirip sebuah tato namun lebih menakutkan daripada tato. Ia mencoba menyembunyikan tato itu dari penglihatan kakaknya selama ia mencari tahu asal usul tato itu lewat sahabatnya, Brandon. Penelusurannya itu membuat Kinan bertemu dengan manusia bermuka datar bernama Pradipta. Walaupun begi...
Sekotor itukah Aku
419      320     4     
Romance
Dia Zahra Affianisha, Mereka memanggil nya dengan panggilan Zahra. Tak seperti namanya yang memiliki arti yang indah dan sebuah pengharapan, Zahra justru menjadi sebaliknya. Ia adalah gadis yang cantik, dengan tubuh sempurna dan kulit tubuh yang lembut menjadi perpaduan yang selalu membuat iri orang. Bahkan dengan keadaan fisik yang sempurna dan di tambah terlahir dari keluarga yang kaya sert...
Dunia Gemerlap
21326      3166     3     
Action
Hanif, baru saja keluar dari kehidupan lamanya sebagai mahasiswa biasa dan terpaksa menjalani kehidupannya yang baru sebagai seorang pengedar narkoba. Hal-hal seperti perjudian, narkoba, minuman keras, dan pergaulan bebas merupakan makanan sehari-harinya. Ia melakukan semua ini demi mengendus jejak keberadaan kakaknya. Akankah Hanif berhasil bertahan dengan kehidupan barunya?
Violetta
627      374     2     
Fan Fiction
Sendiri mungkin lebih menyenangkan bagi seorang gadis yang bernama Violetta Harasya tetapi bagi seorang Gredo Damara sendiri itu membosankan. ketika Gredo pindah ke SMA Prima, ia tidak sengaja bertemu dengan Violetta--gadis aneh yang tidak ingin mempunyai teman-- rasa penasaran Gredo seketika muncul. mengapa gadis itu tidak mau memiliki teman ? apa ia juga tidak merasa bosan berada dikesendiri...