Semua barang-barang baja besi yang terangkai menjadi permainan terpampang nyata di hadapan Taehyung dan Hyun Jin. Tangan Taehyung masih dingin. Dia terlihat cool di kampus, tapi sekarang dia seperti kambing congek.
“kau yakin tidak apa-apa?”Hyun Jin telah mengumandangkan kalimat itu berkali-kali. Hyun Jin benar khawatir.
“gwenchana.. ayo cepat naik” Taehyung menarik tangan Hyun Jin menaiki wahana menyeramkan sekaligus mengasikkan itu.
Taehyung memasangkan sabuk pengaman pada Hyun Jin begitu juga pada dirinya. “berpeganglah yang kuat, aku tidak ingin kau kenapa napa”
“iya, kau juga Tae” balas Hyun Jin dengan mata berbinar binar.
Selama permainan roller coaster berlangsung, mata Taehyung tertutup rapat bahkan tangannya tak lepas dari pegangan. Sedangkan Jin Hyun, jangan tanyakan lagi. Hyun Jin berteriak sekencang-kencangnya sambil tertawa. Teriakan Jin Hyun melebihi suara kapal yang akan bberlabuh di suatu pullau. Sesekali ia menatap Taehyung disampingnya.
Di lokasi yang berbeda, kamar yang nyaman Hoseok terbaring di dalamnya.
“sepertinya aku mendengar teriakan aneh, seperti teriakan Hyun Jin”
Permainan selesai, mereka pun turun. Taehyung memijit pelipisnya merasakan pusing. Bahkan jalannya pun mulai sempoyongan.
“Tae.. Taehyung ah.. kau kenapa kau pusing” tanya Hyun Jin khawatir menggandeng Taehyung menuju tempat duduk.
“terimakasih Jin ah.. aku sedikit pusing. Sebenarnya, aku takut dengan ketinggian.” Aku Taehyung akhirnya.
Wajah Hyun Jin tidak dapat dideskripsikan lagi. Menjijikkan. Tidak, maksudnya dia sangat terkejut dengan pengutaraan Taehyung.
“ka-kau phobia ketinggian? Kenapa kau memaksakan kalau kau tidak bisa? Ehmm?” raut muka Hyun Jin terlihat khawatir. Mulai pada mode dramatisnya. Tapi sungguh, Hyun Jin sangat khawatir. Bahkan matanya mulai berkaca-kaca.
“asal kau bahagia, ayo kita lakukan” jawab Taehyung singkat tapi membuat Jin Hyun yang cerewet tak bisa kerkata-kata lagi. Hyun Jin tukang baper.
“orang yang kuat sesekali boleh terlihat lemah. Hey, orang kuat juga manusia kan? Lagi pula, phobia tinggi bukan sesuatu yang memalukan. Ayahku juga phobia ketinggian.” Salah satu kelebihan Hyun Jin yang jarang terlihat karena tertutupi oleh banyak kekurangannya. Berkata bijak dan menjadi dewasa. Itupun terjadi hanya sekali-kali dalam hidupnya.
Tangan Hyun Jin masih setia mengelap keringat Taehyung yang deras mengalir di pelipisnya.
“jangan lakukan lagi, katakan kalau takut. Itu tidak akan menghapusmu sebagai orang kuat. Kau orang yang kuat bagiku.”
Tangan Taehyung memegang tangan Hyun Jin yang masih bertengger pada dahinya. Menatap sang pemilik tangan sangat intens. “dan kau.. jangan sembunyikan apapun dariku. Aku sudah berjanji akan membuatmu bahagia. Jadi jangan kau pendam apapun. Ceritakan semuanya padaku. Jika kau marah katakan, jika kau sedih katakan. Katakan apapun yang kau rasa. Janji?”
Hyun Jin terperangah mendengar perkataan Taehyung. Seketika suasana menjadi canggung. Canggung untuk Hyun Jin. Hyun Jin melepaskan genggaman tangan Taehyung lalu beranjak berdiri.
“Tae, ayo kita pulang”
@@@
“lain kali aku mengajakmu berkencan lagi, ara? Aku yang akan tentukan tempatnya. Jangan menolak ehm?” Taehyung tersenyum mengedipkan satu matanya.
“iya iya. Aku pasti mau selagi yang mengajakku itu kau. Cepatlah pulang” Hyun Jin tak mau kalah ikut membalas senyuman manis Taehyung.
“masuklah kerumahmu, setelah itu aku akan pergi” wajah Taehyung mengarah pada pintu gerbang mengisyaratkan Hyun Jin masuk kerumahnya. Hyun Jin tersenyum lagi. Hal apapun yang dilakukan oleh Taehyung adalah suatu hal yang manis bagi Hyun Jin.
“baiklah. Kirim pesan kalau sudah sampai rumah. Jangan lupa” Hyun Jin masih tertegun menatap mata Taehyung yang setia menatapnya.
“saranghae” ungkap Hyun Jin cepat, langsung berlari masuk pintu gerbang.
Deg.
TAEHYUNG TERKEJUT. TERCIDUK. Taehyung belum menginjak gasnya, mengingat ucapan gadis gila yang tiba—tiba masuk ke dalam rumah mewah itu.
Mata Taehyung mulai memerah. Sesuatu dalam dadanya mulai bergejolak sesak. Rasanya Taehyung sedang ada diujung tanduk. Tak tahu harus melangkah kemana, diam pun di tempat merasa cemas takut terjatuh.
Disepanjang perjalanan Taehyung memandang jalanan dengan tatapan kosong. Pedal gas yang menempel di kakinya diinjaknya keras sampai tak ada kendaraan yang mampu menyalip. Taehyung menyetir seperti orang kesetanan. Merasa punya 9 nyawa tersisa.
Tujuan Taehyung bukan rumahnya sekarang, melainkan apartemen Jin Young. Dia satu-satunya sahabat yang bisa diajaknya cerita sekarang. Apalagi, Jin Young terlibat dengan apa yang ingin diceritakan Taehyung.
Bagaimana dengan Jungkook? Sahabat Taehyung yang satu itu pasti sedang kelelahan setelah bekerja paruh waktu. Lagi pula Taehyung tidak ingin ada orang yang masuk dalam keresahannya alias masalahnya.
“hei.. kau tak memencet belnya?” teriak Jin Young yang sibuk bermain game.
“....” tak ada jawaban dari Taehyung.
“seperti maling saja kau ini. Untung aku tidak teriak maling” Jin Young masih terfokus akan gamenya.
“lagian siapa maling yang tahu passwordmu?” balas Taehyung ikut duduk disamping Jin Young.
“Jin young” sapa Taehyung
“ehm?” Jin Young masih berkutat dengan gamenya. Game bola bulat yang tersusun membentuk seperti ular. Game kuno dan membosankan.
“Jin Young” sapa Taehyung lagi.
“ehm?” cerewet sekali batin Jin Young.
“Jin Young” pandangan Taehyung kosong menatap layar komputer di depannya.
“katakan saja Tae! Ah kau membuatku tidak fokus. Baru kali ini aku hampir menyelesaikannya” Jin Youg memainkan mouse di tangan kirinya semakin cepat. Ya, dia kidal hampir sama seperti Taehyung. Walau Taehyung lebih sering menggunakan tangan kanannya.
“bagaimana kalau aku akhiri saja? Aku tidak ingin membuatnya terluka lebih dalam lagi” gumaman Taehyung masih terdengar oleh orang di sampingnya. Bahkan, sekarang tangan Jin Young tak bergerak tak perduli ular bola-bola dalam monitor itu akan masuk dalam lubang. Jin young merasa pembicaraannya lebih penting daripada game kesukaannya itu.