Akibat tudingan Ana yang dibenarkan oleh Fauzan, Kevin tampaknya jadi agak menjauh dari Kansa. Tidak ada lagi suara-suara pengganggu di pagi hari untuk mengerjakan pekerjaan rumah dari Kevin. Jangankan itu, sekadar berpapasan pun, Kevin selalu berpura-pura tidak melihat.
Harusnya Kansa senang karena tidak ada yang mengganggunya di pagi hari sebelum masuk kelas. Namun karena ia terbiasa adanya 'orang pengganggu', sekalinya hilang rasanya aneh.
Akan tetapi, di manapun Kansa berada, ia selalu bertemu dengan Kevin. Kevin dan Ana. Entah itu di kantin, di koridor ruang guru, di lapangan, ataupun di perpustakaan. Tapi ia tidak berhak atas apapun yang membuatnya cemburu.
Dan kebetulan, jika Kansa bertemu Kevin dan Ana, ada Fauzan juga di sana. Tersenyum. Seakan akan ingin menyatakan sesuatu pada Kansa. Namun saat Kansa mendekat pada Fauzan, ia langsung pergi.
Tepat saat bel jam pelajaran terakhir berbunyi, Fauzan masuk ke dalam kelas Kansa, kemudian ia menghampiri Kansa yang tengah membereskan peralatan belajarnya.
"Kansa," panggil Fauzan.
"Eh elo, Jan," sahut Kansa datar.
"Ada yang mau gue omongin. Gue tunggu diluar ya." Fauzan mengacak rambut Kansa sebelum pergi meninggalkannya.
Kansa menggerutu dalam hatinya. Fauzan datang ke kelasnya hanya untuk mengatakan beberapa kata dan menghancurkan rambutnya yang sudah rapi ini. Dasar menyebalkan.
Sambil membenarkan rambutnya, Kansa berjalan ke luar kelas untuk mendatangi Fauzan.
"Jan!" seru Kansa.
"Sana yuk, Kan," ujar Fauzan.
"Kenapa enggak di sini aja sih?"
"Udah ikutin aja." Fauzan menarik tangan Kansa dan menggenggamnya erat.
Di taman sekolah, Fauzan berhenti. Kemudian ia duduk di sisi kolam ikan, yang kemudian disusul oleh Kansa.
"Kansa ...."
"Apa?"
"Gue mau ngomong."
"Lo udah ngomong, Jan."
"Ish, serius nih."
"Iya deh iya." Kansa menoleh ke arah Fauzan. "Kenapa?"
Yang ditanya tidak menjawab, malah menatap dalam mata lawan bicaranya. Kansa merasa jantungnya memompa darah lebih cepat dari biasanya, yang menyebabkan gelenyar aneh di perutnya. Kansa baru menyadari, ternyata ada orang lain yang bisa membuatnya seperti ini selain Kevin.
Fauzan yang awalnya terdiam kini berdeham kecil, kemudian mengeluarkan sesuatu dari tasnya.
Setangkai mawar peach kini berada dalam genggaman tangan Fauzan. "Ini."
Mata Kansa terbelalak. Namun tangannya terulur untuk menerima bunga mawar peach dari Fauzan.
"Maaf gue cuma bisa ngasih mawar peach. Semoga suatu saat warnanya bisa berubah ya." Fauzan mencoba mencairkan suasana. "Dan sekarang, gue mau sampein apa yang mau gue omongin ke lo. Jadi, untuk beberapa minggu kedepan, bakalan ada turnamen basket. Dan gue adalah salah satu pemainnya."
"Terus?"
"Jadi untuk beberapa minggu ke depan, gue jarang masuk sekolah, dan jangan sampai lo kangen sama gue," ucap Fauzan dengan satu kali nafas,
"Pede lo, siapa juga yang mau ngangenin manusia macam lo, semut aja ogah, apalagi gue," jawab Kansa dengan ketusnya.
"Yaudah bye sayang."
"Sayang-sayang, cih," dumelnya ketika Fauzan sudah pergi meninggalkan Kansa bersama dengan mawar peach-nya.
Ketika ia melirik kearah bunga mawar peach pemberian Fauzan. Di tangkai mawar itu, terdapat gulungan kertas kecil yang menarik perhatian Kansa. Kansa mengambil gulungan kertas itu dan dibukanya.
Hai Kansa.
Ini gue, Fauzan, pasti lo udah tau kan?
Jadi gini, gue mau ngundang lo buat datang ke acara turnamen basket itu. Gue bayarin ko tiket masuknya. Jadi lo tinggal datang aja bawa raga lo.
Catat aja tanggalnya ya.
Tertanda,
seorang teman,
Fauzan.
Kesambet apa itu anak? Enggak ada angin enggak ada hujan. Tiba-tiba memberi mawar peach dan meminta dirinya untuk menonton turnamen basketnya.
"Pake acara surat-surat segala itu anak, kenapa engga to the point aja sih, cuma minta gue nonton turnamennya aja belibet," gumamnya, setelah membaca isi dari secarik kertas.
*
"Kevin aku sayang kamu."
"Kamu sayang aku kan?"
"Kevin kok kamu diem sih?'
"Sayang aku kan?"
Kansa mendengar percakapan dua sejoli tersebut, Ana sedari tadi terus mengusik Kevin yang sibuk dengan lamunannya dengan pertanyaan 'kamu sayang aku-kan?'
Sedangkan Kevin sepertinya terlihat masa bodo dengan tingkah Ana yang nampaknya mulai kesal karena Kevin abaikan.
"Kevin jawab! Kamu masih sayang aku-kan?"
'Engga! Aku sayang Kansa'
Mustahil sekali jika Kevin menjawab itu, hahaha.
"Iya Na, aku sayang kamu kok," akhirnya terdengar Kevin menjawabnya dengan lembut sekali.
Akhirnya terlukis senyuman diwajah Ana.
Ya. Ana tersenyum.
Tersenyum.
Ter
Se
Nyum
Tersenyum.
Haruskah Kansa ikut tersenyum? Tentu, Kansa harus bahagia melihat orang yang ia cintai dengan sahabat yang ia sayangi bahagia, tentu ia harus bahagia dengan memperlihatkan senyuman tulus.
Tetapi Kansa tidak bisa menutupi kesedihannya dengan kesedihan, ia harus tetap tersenyum, dan menjadi tempat bersandar untuk Kevin ataupun Ana.
Bila boleh jujur rasanya Kansa seperti diiris dengan sembillu. Sakit, sakit sekali.
Tidak! Kansa tidak boleh merasa tersakiti, karena merasa sakit adalah pilihan, meskipun Kevin bukanlah miliknya setidaknya ia dapat melihatnya tersenyum bahagia, dan melihat orang-orang disekitarnya baik-baiknya, itupun sudah lebih dari cukup.
Baiklah, Kansa baik-baik saja, ia akan melewati dua sejoli tersebut.
Dan berharap ia tidak disap-
"Kansa."
Pa
Oh, sial! Jika Ana menyapanya itu hanya akan membuang-buang waktu melihat adegan tak senonoh, yang mampu membakar hatinya.
"Eh iya, ada apa?" tanya Kansa yang tepat berdiri di depan Kevin-Ana.
"Lo abis diapain sama Fauzan? Soalnya tadi gue liat lo ditarik-tarik gitu."
'Kepo banget si ni anak, serahlah mau gue diseret, digantung, sama si Fauzan, urusin aja tu si Kevin!' batin Kansa.
"Kok diem?"
"Engga kok cum-"
"Bunga? Fauzan ngasih lo bunga? Sweet banget sih, pasti lo malu ya, kalo mau bilang Fauzan ngajak lo dinner? Ngaku aja," potongnya.
Tanpa berniat menjawab ucapan Ana, Kansa segera pamit, "Na, Vin, gue duluan ya, bye!"
"Blom juga dijawab," ucap Ana kesal, karena Kansa mengabaikan pertanyaan-nya.
*
Layar ponsel Kansa menampilkan beberapa pesan lewat aplikasi chatting yang masuk. Di layar tertera nama 'Ana'.
Ana : Kansa
Ana : Kansa
Ana : Kansa
Kansa : Iya ada apa na?
Ana : Lo tau engga kenapa Kevin akhir-akhir ini beda banget, jadi lebih diem, sering ngelamun, bahkan gue chat-pun jarang dibales. Mood-nya juga jelek banget, sensi mulu bawaannya.
'Mana gue tau! Emang Kevin pacar gue?' batin Kansa.
Kansa : Mungkin Kevin lagi banyak pikiran aja, dan mungkin dia butuh waktu sendiri, nanti setelah siap dia pasti cerita ke lo kok, Na.
*
Kevin sedari tadi menunggu Kansa yang masih setia membenahi kelas hingga tak ada debu, memang hanya ada Kansa dan Kevin yang menunggunya di depan pintu tanpa hendak membantu.
Setelah Kansa selesai, secara tiba-tiba Kevin menarik pergelangan tangan Kansa. "Kansa ikut gue."
Setelah berada di lorong pojok, Kansa melepaskan cengkraman Kevin secara paksa.
"Lo apa-apain Vin!"
Deg
Deg
Kevin tiba-tiba memeluknya.
"Aku butuh kamu," bisiknya
Plis next cepet-cepet????????????????
Comment on chapter 06