Cut Alya, rumahnya tidak jauh dari perguruan tinggi tempat ia belajar. Sebenarnya kampus itu bukan pilihan utamanya. Masih banyak kampus lain yang lebih bagus dan berkelas. Tapi orang tuanya menghendaki demikian. Siapa yang ingin masuk ke kampus yang tidak terkenal itu.? tidak untuk para remaja kota setempat. Hanya orang-orang kampung, dan sedikit kalangan menengah ke atas. Mungkin orang-orang elit itu takut anaknya jauh dari mereka. Termasuk orang tua Cut Alya Syah Alam.
Gusar memang melihat pemandangan yang tidak biasanya. Sekolah Alya dulu di kota, Suasananya selalu riuh. Teman-temannya berpakaian bagus dengan trend masa kini. Fasilitas sekolah lengkap, Aula, ruang belajar AC dilengkapi projector. Lapangan olah raga yang layak. Toilet yang mewah serta kelebihan lainnya. Dan itu berbeda dengan perguruan tingginya sekarang. Berbanding terbalik 180 derajat.
Ia sebenarnya risih dan harus beradabtasi. Dengan kualitas fasilitas kampus seperti itu, dengan teman-teman yang cenderung tak seperti biasanya. Seperti Ajar. Beda sekali dan sedikit aneh. Sejak hari itu, Ajar menjadi orang yang paling berkesan di benaknya.
Norman yang Mengamuk
“Ajaarrr...!!! Ke mari kau!!??” Pak Norman berteriak dari jauh.
“Gam, aku tak berurusan dengan ini ya, kau saja.” Riuh pergi meninggalkannya.
Ajar berjalan pelan dan menghampiri. Pak norman kali ini mengamuk melihatnya. Tangan Ajar ditarik dan dibawa ke belakang gedung kampus.
“Sengaja kau salahkan absenku, supaya aku di marahi, iya!” Nada suaranya geram dengan suara pelan agar orang di sekitaran itu tidak mendengarnya.
“Pak, saya sudah mengisinya dengan betul.”
“Kau liat ini, kau liat ini..!!!” Pak norman menyelakan absen dosen itu ke wajahnya sambil menoleh ke belakang beberapa kali.
“Ini dirubah orang pak. Terstip-ex.” Jawabannya tidak tinggi, namun juga tidak takut.
“Kau tau dekan tua itu, memaki ku karena itu, bisa-bisa aku dipecat gara-gara kau.”
Ajar acuh lalu pergi. Dia tidak mau menjawab dan meladeninya. Pak Norman semakin marah. Ajar mengambil sepeda dan menaikinya.
Setelah ia benar-benar sempurna bersela di bangku sepedanya, Ajar memberi penjelasan terakhir. “Pak, saya tidak mengubah absen itu, liatlah tulisannya. Itu bukan tulisan saya.” Seketika itu pula, ia pun mengayuh meninggalkan kampus itu. pulang ke rumah dan menenangkan diri di sana.
Sebelum Ajar meninggalkan gerbang. Alya melihatnya dari jauh. Tapi di sebelah sana, juga ada seorang perempuan yang melihatnya dari jauh. Mereka berdua memandang Ajar. Lantas setelah Ajar menghilang. Kedua perempuan itu saling memandang. Namanya Amina. Ia langsung berjalan menghampiri Alya.
“Aku tau kau punya kesan kepadanya, neung. Aku tau masa kejadian ospek 2 minggu lalu. Tapi kau tidak bisa mendekatinya. Menjauhlah. Dia tidak akan memperdulikan.”
“Kakak cakap apa?, Aku cuma melihatnya.”