Aku juga pernah merasakan kesan seperti kau. Tapi pria itu berbeda dan sakit jiwa. Dia pernah membantukku saat jatuh diserempet orang di jalan. Ia membangunkan sepeda motorku, membantuku bangun dan memberesi barang-barangku yang jatuh. Hanya melihatku sekali. Dan langsung pergi. bahkan tidak bersuara. Awalnya kupikir ia bisu.
Aku pernah mendekatinya beberapa kali. Semakin aku mengejarnya, semakin ia jauh. Suatu kali aku tak tahan dan mengatakan cinta kepadanya di depan orang banyak. Ia hanya melihat dan meninggalkanku pergi. Sejak hari itu, aku jadi meradang dan dendam. Ku suruh temanku, Riuh untuk menyangkutkan sepedanya ke pohon dan itu terjadi beberapa kali. Pernah juga sepedanya ku buang ke lubang pembakaran sampah. Bahkan dia tidak marah dan mencari tau. Barusan dia pulang karena Pak Norman geram kepadanya. Aku yang mengubah absennya. Ia pasti sudah dimarahi besar. Jangan kau terjebak dalam diamnya, neung. Dia akan membuatmu hanyut dan sakit hati.
Kalimat itu berdenging di telinga Alya. “Sesakit itukah hati seseorang hanya karena hal demikian.”
Amina di ajak duduk dan Alya mulai menghapus air matanya. “Kak, kau semestinya tak harus melakukan itu. Ia seperti itu bukan karena keinginannya. Kau telah berbuat tidak baik kepadanya kak. Mintalah maaf. Dia akan memaafkanmu. Sungguh aku mengenalnya,”
“Aku barangkali sudah gila.” Tangisan Amina kemudian menderas.