Loading...
Logo TinLit
Read Story - If Is Not You
MENU
About Us  

Mereka duduk berhadapan, tanpa minuman, tanpa sajian makanan. Lelaki itu menyewa tempat ini untuk satu jam dan dengan bodohnya ia tidak memesan apapun untuk dihidangkan. Posisi dimana Yura merasa jadi tawanan juga membuatnya gengsi besar. Manamungkin ia mengatakan bahwa dirinya membutuhkan minuman setelah berjalan dua ratus lima puluh meter lebih?

            Sementara itu Seong Woo memainkan jemarinya. Menautkan kedua tangannya yang mulai berkeringat. Ia bukan gugup karena berhadapan dengan Park Yoo Ra, melainkan kecemasannya yang tidak tahu harus memulai semua ini darimana.

            Tiba-tiba di tengah kecanggungan yang menyelubungi seisi kafetaria, mata mereka bertemu. Pandangan mata yang tidak biasa, mengakibatkan ingatan Yura kembali menyeruak. Lelaki itu terlihat tidak asing baginya. Mereka seperti pernah bertemu dan bukan sekilas seperti kejadian kunci mobil saat di depan apartemen Yura.

            Ia mengalihkan pandangannya ke sisi kanan, namun ingatannya tidak kunjung sempurna. Ke kiri, Yura pun tak menemukan apa-apa. Pada akhirnya ia merunduk, memukul-mukul kepalanya agar menemukan ingatan itu. Matanya terpejam, berusaha keras mengulas hari pertemuan mereka.

            Dan benar, alam bawah sadarnya menyeret Yura kembali pada kejadian semalam. Kala dia merasa putus asa karena kehilangan setengah hidupnya, kemudian mabuk berat. Samar-samar ia menemukan wajah lelaki di hadapannya ini sibuk membopongnya.

            Iya, lelaki itu bahkan terus menggerutu saat Yura ingin muntah. Dan dengan bodohnya, Yura menangis tersedu-sedu sambil menceritakan kisah cintanya. Tentu saja ia merasa sangat amat malu, dan kini ia menjadi enggan mengangkat kepalanya demi untuk menatap lelaki itu.

            Seong Woo menatap Yura bingung. Keningnya bertaut tak bisa memahami apa yang sedang ada di pikiran gadis itu. Beberapa detik yang lalu ia terlihat sinis, dan beberapa detik terakhir justru menunduk seolah tidak percaya diri. Ia sendiri masih belum menemukan topik yang baik untuk memulai percakapan dengan gadis ini. Tetapi setelah sepuluh menit hening Seong Woo pun memulai percakapan ini.

            “Namaku Ong Seong Woo,” ujarnya membuat Yura langsung mengangkat kepala.

            “Ne? Hong Seong-woo~Ssi?”

            “Ong Seong Woo.”

            Yura mengernyit, “Gong Seong Woo?”

            Kini kedua tangan Ong Seong Woo mulai ikut berexpresi, “Ong, namaku Ong Seong Woo, aku bermaga Ong.”

            “Ong?” tanyanya memastikan sekali lagi.

Ong Seong Woo mengangguk tegas. Bisa dipastikan jika gadis ini masih salah menyebut namanya lagi ia akan murka.

“Woahh daebak, apa kau benar-benar seorang Ong~Ssi?”

Yura terkekeh kecil. Entah mengapa ia tidak bisa menahan diri untuk tidak menertawakan nama lelaki ini. Ia tidak pernah mendengar marga Ong sebelumnya, dan marga itu semakin lucu apabila diucapkan langsung oleh sang empunya.

“Apa selera humormu sebatas namaku?” Tanya Seong Woo sinis, entah mengapa ia menjadi begitu sensitive.

“Oh astaga, maafkan aku Ong~Ssi,” ujarnya sambil mengusap sudut mata. Namun tunggu, bahkan nama itu terdengar tidak asing di telinga. Nama itu, rangkaian nama yang sudah sering diperdengarkan media. Bukan nama biasa, melaikan nama yang sudah dikenal semua orang.

Sekali lagi Yura melamatkan pandangannya. Mengamati sosok di hadapannya dengan lekat. Lelaki itu sangat amat tampan, matanya yang sipit akan bersinar saat tertawa dan garis rahangnya sangat tegas ketika ia melengkungkan senyuman.

Namun tak lama Yura langsung membuang tatapannya, berusaha mengusir apapun yang ada di dalam otaknya. Kemudian ia terkekeh ringan, merancaukan kalimat yang masih disimak Ong Seong Woo dengan khidmat, “Aku hampir gila saat mengira kalau kau adalah seorang actor, tidak mungkin kan? Ha—ha akal sehatku pasti sudah binasa.”

Seong Woo menatap lurus kedepan, berusaha menemukan iris mata Yura yang belum bisa mempercayai sosok di hadapannya. “Aku tidak berniat sombong, tapi aku benar-benar actor. Kau bisa memeriksanya di situs resmi Naver, aku bahkan pernah menjadi boyband paling terkenal di Korea sebelum disben dua tahun lalu,” jelasnya.

            Bukan malah terkesima, Yura yang sempat menatap mata Seong Woo demi memastikan kebenaran itu kini memukul-mukul kepalanya. Seingatnya ia tidak mabuk, seharian bahkan belum menyentuh Soju sedikitpun. Lelaki di hadapannya ini pasti ngelantur, mana mungkin ia bisa bertemu artis secara langsung. Ini tidak mungkin, ia pasti tengah bermimpi.

            Melihat reaksi itu, Ong Seong Woo pun langsung menangkap pergelangan tangan Yura, menghentikan aksi gilanya. Gadis itu sudah memukul kepalanya dua kali sejak duduk di tempat ini.

Yura pun melingak dengan raut frustasi, kemudian berdiri dan mendekatkan wajahnya pada Seong Woo hingga beberapa senti. Tanpa menunjukkan air muka, Yura mengamati wajah Seong Woo dengan seksama.

            Ia bisa menggambar jelas goresan alis hitam yang tegas di hadapannya. Sepasang mata sipit tanpa kelopak ganda yang dilindungi kantung mata tebal. Hidung mancung, menyimbolkan keindahan sempurna yang melengkapi strutur wajahnya. Dan pipinya, luar biasa, terdapat tiga tahi lalat yang membentuk rasi bintang.

Seolah tidak bosan, mata Yura merincikan ciptaan Tuhan itu dengan penuh ketekunan. Begitu penyusuran mata Yura sampai pada lengkungan tipis yang sedikit terbuka, pipinya bersemu merah. Bibir itu sangat sederhana, berwarna merah muda walau tanpa polesan.

            Ketika menyadari aksi gilanya, Yura segera menjauhkan wajah. Nafas Seong Woo juga sempat tertahan selama beberapa saat sebelum—dengan terpaksa—bibirnya terbuka demi menghembuskan nafas. Ong Seong Woo memalingkan wajah sembari terbatuk-batuk, sementara Yura mengipasi wajahnya dengan telapak tangan yang nyaris membeku.

            Sejak saat itu Yura benci salah tingkah. Ia juga tidak suka mengamati wajah Ong Seong Woo terlalu lama. Karena bisa menyebabkan gejala penyakit jantung yang berpotensi meningkatkan gula darah. Manis, bikin kecanduan tapi juga mematikan.

            “Jadi untuk apa kau mencariku?” Tanya Yura ketus, berusaha keras menyembunyikan wajahnya yang tersipu.

            Seong Woo sendiri juga memutar pandangannya ke seisi ruangan, menghindarkan irisnya jatuh pada Yura. Jantungnya masih berdegup kencang, ia bahkan masih bisa merasakan dengan jelas hembusan nafas yang menyapu wajahnya. Sungguh, ia tak pernah sedekat itu dengan perempuan. Dia sangat polos, kecuali saat beradu acting dengan lawan pemain.

            “Ee… emm, aku membutuhkan bantuanmu,” sahutnya sembari menyodorkan map coklat yang sengaja ia bawa untuk berjaga-jaga. “Ini adalah list pernikahanku, bukankah Amour Organizer akan memberiku diskon untuk itu?”

            Sejenak, untuk beberapa saat desiran jantung Yura terdiam. Nafasnya tercekat, ia tidak mau meyakini bahwa lelaki di hadapannya ini akan menikah. “Ne? Jad—di maksudnya, kau adalah orang yang ada ditelpon tadi? Tidak bisa dipercaya, tapi kau artis! Maksudku untuk apa menyewa Wedding Organizer murahan seperti kami?”

            “Calon istriku yang merekomendasikannya, ini kau bisa membacanya. Dan satu lagi, tolong rahasiakan identitasku dari semua orang, termasuk tim Amour Organizer yang akan mengurus pernikahanku kelak.”

            “Jadi maksudmu ini pernikahan rahasia?” Tanya Yura sambil meraih amplop coklat yang Seong Woo berikan.

            “Aku hanya… hanya.. hanya harus menikah, itu saja. Tanpa perlu diketahui media, tanpa ada semua orang,” gumamnya melemah, menenggelamkan pandangannya sedalam mungkin larus dalam kegelisahan tiada tara. Kalau boleh meminta, ia juga tidak ingin menikah. Ia tidak mau, tidak sudi dan sama seklai tidak berniat melakukannya.

            Yura yang menyadari kegundahan lelaki ini pun hanya bisa mendesah panjang. Melupakan rasa gugupnya, mengabaikan rasa malunya akibat ulah bodohnya. “Ternyata jadi artis itu susah ya, padahal hanya ingin menikah dengan perempuan yang dicinta, hmm.. pasti agencymu juga menentangnya kan? Fansmu juga pasti tidak akan suka. Baiklah, aku akan membantumu, biar ku periksa list dari istrimu itu.”

            Yura membuka map ditangannya, membacanya sekilas, kemudian menelaah satu per satu dari tiap poin yang dituliskan. Seong Woo hanya terdiam, lelaki itu juga tidak berniat mengklarifikasi persepsi Yura. Bukan karena ia tidak mempercayainya, tetapi tidak tahu harus membenarkan darimana ucapan gadis itu.

            “Hmm…” gumamnya, “Calon istrimu suka negeri dongeng rupanya, cukup sulit, tapi aku yakin bisa menyelesaikannya dengan cepat.”

            “Tidak! Kau tidak harus menyelesaikannya dengan cepat, santai saja asalkan sempurna.”

            Yura membulatkan mata tidak mengerti.

            “Lakukan saja, tidak perlu gegabah.”

            “Ah, calon istrimu pasti suka yang sempurna ya? Tapi omong-omong kenapa dia tidak ikut saja? Kami bisa membicarakannya bersama.”

            “Soal itu, dia mempercayakan semuanya padaku. Jadi kau bisa menghubungiku kapanpun.”

            “Jadi calon istrimu juga rahasia ya, jadi merasa seperti mata-mata,” Yura terkekeh ringan, namun Seong Woo tak lagi terdengar bersuara. Keheningan menyelubungi mereka. Membiarkan akal pikiran menerjemahkan semua keadaan di sekitar. Sejujurnya Yura sangat penasaran, ingin juga menolak proposal ini karena beresiko besar.

            Tetapi secara tidak langsung ia juga berhutang budi pada actor tampan di hadapannya ini. Yah.. walaupun bukan soal kunci mobil, tetapi ia tidak akan pernah bisa ada di tempat ini kalau bukan karena usaha Ong Seong Woo yang membawanya kembali. Lelaki itu menyelamatkannya, dari dua lelaki brengsek di bar. Yura ingat sekarang, dengan jelas dan sempurna.

***

            Sementara dunia sibuk mencari jalan keluar, gadis yang masih terbaring di atas kasur itu membuka lembar demi lembar kertas lama. Menyusun kenangan, menumbuhkan kembali kebencian yang belum tersampaikan. Sesekali  ia tersenyum lebar, namun begitu foto berangkulan itu kembali dilihatnya, tangisan histerisnya pecah.

            Perawat yang berjaga di sekitar sana hanya bisa menoleh singkat. Tidak ada satupun orang yang berani masuk ke ruangan itu untuk memastikan. Yah… beberapa tengah malam terakhir, setelah gadis itu didiagnosa sadar dan pulih, rumah sakit ini menjadi mistis.

            Raungan demi raungan pedih terdengar dari kamar VVIP. Membuat bulu kuduk berdiri, sedangkan yang menangis tidak peduli. Dia sudah melakukan banyak hal, namun kenangan hari itu masih tercetak jelas dalam ingatan. Ia sudah gila. Galaxinya hancur berantakan. Dan dengan terpaksa ia harus mengorbankan seseorang. Manusia asing yang baru dikenalinya.

            “Apa kau tidak bisa membiarkanku mati saja?” Tanya gadis itu pada seseorang di sudut ruangan. Lelaki berjas putih yang duduk tenang, mengamati pasiennya dengan perasaan kebal.

            “Tidak, sampai kau mendapatkan bukti bahwa bukan aku yang melakukannya, Ahn Sarang.”

            Ahn Sarang kembali menangis. Memeluk dirinya seerat mungkin. Tidak, ia yakin betul bahwa lelaki itulah yang melakukan semua ini. Iya, uang bisa melakukan segalanya bukan? Dan seperti itulah kejadian yang sebenarnya terjadi.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Run Away
7444      1678     4     
Romance
Berawal dari Tara yang tidak sengaja melukai tetangga baru yang tinggal di seberang rumahnya, tepat beberapa jam setelah kedatangannya ke Indonesia. Seorang anak remaja laki-laki seusia dengannya. Wajah blesteran campuran Indonesia-Inggris yang membuatnya kaget dan kesal secara bersamaan. Tara dengan sifatnya yang terkesan cuek, berusaha menepis jauh-jauh Dave, si tetangga, yang menurutnya pen...
Di Sudut Jalan Yang Sama
396      257     0     
Short Story
Sekarang, aku masih melewati jalan yang sama.
Lantunan Ayat Cinta Azra
558      377     3     
Romance
Perjalanan hidup seorang hafidzah yang dilema dalam menentukan pilihan hatinya. Lamaran dari dua insan terbaik dari Allah membuatnya begitu bingung. Antara Azmi Seorang hafidz yang sukses dalam berbisnis dan Zakky sepupunya yang juga merupakan seorang hafidz pemilik pesantren yang terkenal. Siapakah diantara mereka yang akan Azra pilih? Azmi atau Zakky? Mungkinkah Azra menerima Zakky sepupunya s...
Furimukeba: Saat Kulihat Kembali
437      301     2     
Short Story
Ketika kenangan pahit membelenggu jiwa dan kebahagianmu. Apa yang akan kamu lakukan? Pergi jauh dan lupakan atau hadapi dan sembuhkan? Lalu, apakah kisah itu akan berakhir dengan cara yang berbeda jika kita mengulangnya?
Carnation
444      319     2     
Mystery
Menceritakan tentang seorang remaja bernama Rian yang terlibat dengan teman masa kecilnya Lisa yang merupakan salah satu detektif kota. Sambil memendam rasa rasa benci pada Lisa, Rian berusaha memecahkan berbagai kasus sebagai seorang asisten detektif yang menuntun pada kebenaran yang tak terduga.
Accidentally in Love!
410      268     1     
Romance
Lelaki itu benar-benar gila! Bagaimana dia bisa mengumumkan pernikahan kami? Berpacaran dengannya pun aku tak pernah. Terkutuklah kau Andreas! - Christina Adriani Gadis bodoh! Berpura-pura tegar menyaksikan pertunangan mantan kekasihmu yang berselingkuh, lalu menangis di belakangnya? Kenapa semua wanita tak pernah mengandalkan akal sehatnya? Akan kutunjukkan pada gadis ini bagaimana cara...
I'm A Sunset
369      261     3     
Short Story
Banyak hal yang tidak bisa dipaksakan. Salah satunya adalah cinta.
Cinta Tak Terduga
4932      1530     8     
Romance
Setelah pertemuan pertama mereka yang berawal dari tugas ujian praktek mata pelajaran Bahasa Indonesia di bulan Maret, Ayudia dapat mendengar suara pertama Tiyo, dan menatap mata indah miliknya. Dia adalah lelaki yang berhasil membuat Ayudia terkagum-kagum hanya dengan waktu yang singkat, dan setelah itupun pertemanan mereka berjalan dengan baik. Lama kelamaan setelah banyak menghabiskan waktu...
3600 Detik
2730      1018     2     
Romance
Namanya Tari, yang menghabiskan waktu satu jam untuk mengenang masa lalu bersama seseorang itu. Membuat janji untuk tak melupakan semua kenangan manis diantara mereka. Meskipun kini, jalan yang mereka ambil tlah berbeda.
Love in the Past
523      388     4     
Short Story
Ketika perasaan itu muncul kembali, ketika aku bertemu dengannya lagi, ketika aku harus kembali menyesali kisah itu kesekian kali.