Loading...
Logo TinLit
Read Story - If Is Not You
MENU
About Us  

Ong Seong Woo berlari kencang. Menaiki anak tangga dengan gerakan cepat karena liftnya baru saja tertutup dan naik ke atas. Kali ini telinganya tidak salah dengar, gadis itu sudah sadar. Sejujurnya Seong Woo merasa cukup lega, setidaknya begitu gadis itu sadar, ia bisa mengajukan kerja sama perihal pembatalan pernikahan.

            Begitu sampai di depan kamar, tanpa ada keraguan, Ong Seong Woo langsung membukanya. Menyuguhkan tampilan yang tidak mau dilihat indra pengelihatannya. Dia Ahn Roo Bin—pria yang konon katanya akan pergi ke London untuk urusan bisnis—bersama putrinya yang baru saja pulih.

Membuat Ong Seong Woo terdiam. Ia yang kini berdiri di ambang pintu menjadi pusat perhatian. Namun saat jemarinya hendak menarik kembali daun pintu agar tertutup seperti semula, Ahn Roo Bin justru berdiri sambil menyuguhkan senyuman.

“Kemarilah, apa kau tidak merindukan calon istrimu?” tanyanya.

            Seong Woo meringis kecil, sedangkan gadis yang masih terbaring di sana tidak menunjukkan expresi kaget sama sekali. Gadis itu hanya memandangi Ong Seong Woo, mengikuti gerak langkah kaki lelaki itu menuju ke arahnya. Raut wajahnya terkesan datar, walau pada akhirnya ia harus melayangkan senyum yang dibuat-buat.

            “Hai, namaku Ahn Sarang. Senang bisa melihatmu,” sapanya.

            “Ong Seong Woo.”

            Ahn Sarang tersenyum tipis, namun lebih lebar dibanding yang tadi. “Ong?” gumamnya kemudian menoleh pada sang ayah. “Bisa kami bicara sebentar? Aku ingin menuliskan list pernikahan yang perlu ia selesaikan,” pintanya.

            Mata Ong Seong Woo membulat. Mereka pikir pernikahan itu apa? Permainan? Sepasang ayah dan anak ini selalu membicarakan pernikahan dengan santai tanpa beban. Jauh berbeda dengan Seong Woo yang kini justru gemetar. Berusaha keras menetralkan degup jantungnya.

            Setelah suara sepatu Ahn Roo Bin berangsur menghilang, raut wajah Sarang kembali muram. Gadis itu bahkan terlihat begitu pucat, tidak bersemangat. Ia mengabaikan kantung matanya yang memiliki kantung mata. Juga tidak sadar tentang munculnya flek hitam ataupun jerawat.

            Ia menyodorkan amplop coklat pada Ong Seong Woo, membuat lelaki itu semakin bingung. Suasana canggung sekaligus aura aneh dari gadis itu membuatnya merasa takut. “Ini, aku sudah menulis semua keperluan pernikahan kita dalam proposal,” jelasnya.

            “Tap—tapi,”

            “Maafkan aku, tapi ku mohon lakukanlah saja. Lagipula kau tidak akan bisa melepaskan diri dari ayahku, dia terlalu berkuasa. Aku akan mencari cara untuk menyelamatkan hidup kita. Jadi untuk sementara, kabulkan saja keinginannya.”

            Ada apa dengan keluarga ini? Seong Woo merasa penasaran dan lega disaat yang sama. Dari cara bicaranya, sepertinya Ahn Sarang pun juga tidak ingin menikah. Meski gadis ini sama sekali tidak memastikan kelangsungan pernikahan mereka, tetapi kedengarannya pernikahan itu hanya sandiwara.

            “Kalaupun nantinya aku gagal, maafkan aku jika kita tetap harus menikah.”

            “Ne?” pekik Seong Woo setelah berusaha keras menerka nerka kemungkinan terindah.

            “Maafkan aku Ong Seong-woo~Ssi. Tidak seharusnya kau terlibat, kau terlalu muda, namun beginilah keadaannya sekarang. Kalau bisa, kau perlambat saja persiapannya karena aku juga melakukan hal yang sama.”

            “Apa kau gila? Bagaimana aku mengulurnya? Ayahmu sangat menyeramkan! Aku takut! Aku masih muda dan banyak mimpi yang belum terwujud!” ujar Seong Woo kesal, ia muak dan sudah putus asa.

            “Ini,” Ahn Sarang menyerahkan kartu nama yang membuat kening Seong Woo mengernyit. “Ini kartu nama marketing Wedding Organizer terburuk di Korea. Channelnya rendah, dia tidak akan bisa mendapatkan list yang ku tulis dengan mudah. Dan kalau ayah tidak menyetujuinya, katakan bahwa aku yang memintanya.”

            “Jadi kau melimpahkan permasalahan ini padaku? Begitu?” cibir Seong Woo sambil melirik sinis.

            “Maafkan aku, sekali lagi maaf sudah melibatkanmu.”

            “Perempuan gila!”

            Seong Woo keluar kamar sambil membanting pintu keras-keras. Ia tidak habis pikir, bagaimana bisa nasibnya berubah menjadi seburuk ini. Hal tergila dan mustahil yang terpaksa harus ia lakoni. Bukan masalah kalau ini hanya kejadian dalam script, namun semua ini adalah kenyataan yang tak bisa ia pungkiri. Sebuah sandiwara bumi.

***

            Sudah nada sambung ke lima puluh lima namun telpon di seberang sana tak kunjung memberikan jawaban. Sejak keluar dari kamar Ahn Sarang, ia sudah mencoba menghubungi Wedding Organizer yang gadis itu berikan. Alamatnya juga sepertinya salah, karena saat ia memeriksanya di google maps yang ada justru restoran Jepang.

            Mungkinkah gadis itu menipunya? Saat ia kembali hendak menanyakan ulang perihal Wedding Organizer itu, Ahn Sarang justru terlelap. Gadis itu teridur pulas, dan dokter bilang kondisinya belum stabil sehingga harus banyak istirahat. Ia bahkan membuat jadwal kunjungan, supaya bisa cepat pulih katanya.

            Ong Seong Woo membanting tubuhnya. Merebahkan punggungnya pada sandaran sofa. Sejak kecelakaan itu ia belum tidur pulas. Setiap kali ia memejamkan mata, wajah gadis itu terus bermunculan. Katika ia berlari, menghempaskan diri saat mobil Ong Seong Woo melaju dengan kecepatan tinggi.

            Kini jemarinya mulai memijat pelipis. Kepalanya pening, perutnya lapar karena seharian belum diisi. Ia juga belum datang ke agency dan yah… Jung Jae Min sudah menelponnya jutaan kali. Matanya beralih pada gawai, hatinya ingin sekali menelpon Jae Min dan menceritakan semua yang terjadi. Namun begitu ibu jarinya hendak menekan tombol hijau untuk menghubungi, satu jitakan mendarat di kening.

“Kau mau kabur kemana lagi huh? Berpura-pura sakit untuk menghindari pekerjaan? Iya?”

Seong Woo meringis, ia berulangkali menggosok kepalanya yang terasa sakit. “Hya!! Hyung!! Apphaaa….” Rengeknya.

Bukannya malah berhenti, Jae Min melanjutkan aksinya dengan menarik telinga Seong Woo dengan penuh emosi. “Kemari kau anak nakal! Ayo kita bicarakan ini empat mata!” ujarnya sambil menyeret lelaki itu tanpa ampunan. Sementara tanpa berontak, Seong Woo hanya pasrah, ia seperti menyerahkan dirinya yang memang pantas mendapatkan hukuman.

***

Diam bukan berarti tidak tahu, itulah yang Jae Min alami saat ini. Sebenarnya, sejak Ong Seong Woo mengabaikan telponnya ketika mengendarai mobil, ia mendengar semua. Suara kecelakaan itu, juga bisingnya usaha Seong Woo ketika membopong korban masuk ke dalam mobil. Jae Min tahu betul betapa Seong Woo pasti teramat frustasi, namun ia ingin tahu sejauh apa lelaki itu berjalan sendiri.

            Tapi sepertinya ia salah. Tidak seharusnya ia melepaskan Ong Seong Woo begitu saja. Lihatlah, tubuhnya semakin mengecil, kantung matanya juga menghitam tanpa perlu make up lagi. Keadaannya kritis, mungkin jiwanya terganggu secara psikologis.

“Aku tahu kau pasti tidak baik, tapi makanlah, kita bicarakan masalah ini dengan perut kenyang.”

Seong Woo belum menggerakkan tangannya. Ia tak kuasa meraih sumpit di samping kanan. Perutnya tidak lapar, ia hanya ingin menangis tersedu di hadapan hyung-nya. Kepala Seong Woo merunduk dalam, ia tak mampu melihat Jae Min dengan kedua matanya. Bagaiamana ia bisa mengatakan kalau akan menikah?

“Aku tidak peduli dengan informasi apapun yang kau katakan. Yang jelas, aku akan membantumu menyelesaikannya dengan cara yang lebih masuk akal. Jadi ku mohon makanlah,” Jae Min menyodorkan sumpit ke tangan Ong Seong Woo dengan paksa, “demi fans yang mencintaimu dengan sangat.”

Merasa tertohok, Seong Woo pun menitihkan air mata. Dengan malu-malu ia mengusapnya, sebelum Jae Min sadar dan justru mencerca. Seharusnya sejak awal dia menceritakan semua secara terbuka, mengatakan bahwa ia lemah. Mendeklarasaikan bahwa dia salah dan membutuhkan bantuan. Agar tidak serumit sekarang. Hingga melukai banyak orang.

“Hyung, mianhae,” gumamnya berusaha menahan tangis.

“Aku juga Seong-woo~yaa, Mianhae.”

Mereka tenggelam dalam menu makan malam yang mewah. Seperangkat daging sapi Korea juga minuman bersoda. Tidak, tidak ada yang berniat mabuk di antara mereka berdua. Mereka hanya perlu makan sebanyak mungkin, sebelum tidak nafsu lagi setelah mendengar berita yang hendak Ong Seong Woo sampaikan.

***

            Nyatanya malam itu mereka lalui begitu saja. Ong Seong Woo belum siap menerima reaksi yang akan Jae Min berikan. Mungkinkah lelaki itu akan langsung membunuhnya? Atau justru menyerahkan segala urusan pada agency dan akhirnya dia dipaksa keluar? Semua hukuman itu terdengar mengerikan dan Ong Seong Woo sama sekali belum siap.

            Pagi ini Jung Jae Min juga sudah menyiapkan segelas susu untuknya. Beserta roti panggang lengkap dengan berbagai macam sayuran. Lelaki itu sendiri sibuk menyiram tanaman, bercengkrama santai dengan bisingnya alam. Sepertinya Seong Woo tidak boleh lagi menunda, karena dia percaya jika bersama Jung Jae Min semua akan jauh lebih mudah.

            Maaf, sekali lagi maaf karena telah menempatkan Jung Jae Min pada kesulitan. Ong Seong Woo sangat menyesal dan ia bersumpah akan menghormati manager itu seumur hidupnya. Ia akan mematuhi semua pintanya, walaupun permintaan itu akan melukai dirinya.

            “Hyung,” panggilnya, memaksa Jae Min agar menoleh ke belakang.

“Oh, hai, apa kau sudah makan?” Tanya Jae Min hanya menatap Seong Woo sekilas, lalu kembali asik dengan aktivitasnya.

            “Hyung, apa yang terjadi denganmu jika karirku tamat?”

            Seketika Jae Min terdiam, tubuhnya kaku enggan menyirami tanaman. Ia berusaha tenang, menunggu kalimat Ong Seong Woo selanjutnya. Namun nampaknya lelaki itu masih dilema, ia ragu mengungkapkan apa yang ia rasakan. Hingga Jung Jae Min berbalik, mendapati Seong Woo melempar pandangan ke angkasa.

“Apa yang kau bicarakan? Karirmu ya karirmu, tidak ada sangkut pautnya denganku. Ada apa? Kau membuat masalah ya?” dustanya.

Seong Woo tersenyum, matanya masih beredar menyusuri pagi yang cerah. “Syukurlah, Hyung. Karena sepertinya aku tamat.”

Jae Min berusaha mengekspresikan dirinya sesantai mungkin. Seolah-olah dia tidak tahu apa yang terjadi. Seakan dirinya baik-baik saja saat karir Ong Seong Woo berakhir. Nyatanya dia adalah penjamin, apapun yang terjadi pada Seong Woo dialah yang akan menjamin.

“Aku akan menikah, secepatnya.”

“Apa? Menikah?” kali ini bukan sandiwara, seharusnya bukan ini berita yang ia dengar. Bagaimana bisa dia jadi menikah? Padahal dia baru saja menabrak seseorang.

“Aku ingin menyampaikan niatku pada agency tapi rasanya tidak adil jika aku tak memberi tahumu lebih dulu.”

“Hya! Apa kau menghamili anak orang? Gugurkan saja, aku bisa membawanya ke rumah sakit yang tidak membahayakan. Kau ini ceroboh sekali!” amuk Jae Min. Ia masih tidak mengerti, kenapa malah mengumumkan pernikahan seperti ini?

“Bukan, bahkan tanpa hamil-pun aku akan menikahinya. Maafkan aku hyung, tapi aku benar-benar harus menikah.”

Jae Min melempar gayung di tangannya, mendekati Seong Woo agar bisa membaca raut wajah lelaki itu lebih jelas. “Katakan padaku, apakah semua ini ada kaitannya dengan kecelakaan itu?” Tanya Jung Jae Min tanpa ragu. Iya, dia yakin betul kalau Ong Seong Woo menyembunyikan sesuatu.

Sontak mata Seong Woo langsung terbelalak. Kecelakaan? Jae Min Hyung menyinggung soal kecelakaan yang ia sembunyikan. Bagaimana lelaki ini bisa tahu? Atau jangan-jangan hyungnya itu mengintainya dari jauh. “Ottokkae Arasso?” tanyanya serius, “Hyung, bagaimana kau bisa tahu? Apa kau memata-mataiku? Atau semua ini memang idemu?”

“Aku mendengar semunya! Kau belum menutup telponnya saat kecelakaan itu terjadi. Apa kau lupa? Seong-woo~yaa, sebenarnya apa yang terjadi? Ceritakan padaku, kita selesaikan semua ini bersama, oke?”

“Selamatkan aku, hyung. Selamatkan aku,” cicit Seong Woo memasang raut wajah frustasi.

Melihatnya seperti ini membuat hati Jae Min terpukul berkali-kali. Ia menyesal dan semua ini sudah terlanjur terjadi.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Kama Labda
546      341     2     
Romance
Kirana tak pernah menyangka bahwa ia bisa berada di jaman dimana Majapahit masih menguasai Nusantara. Semua berawal saat gadis gothic di bsekolahnya yang mengatakan bahwa ia akan bertemu dengan seseorang dari masa lalu. Dan entah bagaimana, semua ramalan yang dikatakannya menjadi kenyataan! Kirana dipertemukan dengan seseorang yang mengaku bahwa dirinya adalah raja. Akankah Kirana kemba...
A - Z
3023      1031     2     
Fan Fiction
Asila seorang gadis bermata coklat berjalan menyusuri lorong sekolah dengan membawa tas ransel hijau tosca dan buku di tangan nya. Tiba tiba di belokkan lorong ada yang menabraknya. "Awws. Jalan tuh pake mata dong!" ucap Asila dengan nada kesalnya masih mengambil buku buku yang dibawa nya tergeletak di lantai "Dimana mana jalan tuh jalan pakai kaki" jawab si penabrak da...
Republik Kerusuhan
2391      1367     0     
Romance
Putih abu-abu kini menjadi masa yang tidak terlupakan. Masa yang mengenalkan pada cinta dan persahabatan. Hati masih terombang-ambing kadang menjadi sesuatu yang mengecewakan, menyedihkan, kesenangan dan rasanya nano-nano. Meski pada akhirnya menjadi dewasa pada suatu masa dan membuat paham atas segala sesuatu. Serunya masa, mimpi yang setinggi angkasa, pertengkaran, di sini pula akan ada pemaham...
Aldi: Suara Hati untuk Aldi
373      271     1     
Short Story
Suara hati Raina untuk pembaca yang lebih ditujukan untuk Aldi, cowok yang telah lama pergi dari kehidupannya
Angkara
1097      650     1     
Inspirational
Semua orang memanggilnya Angka. Kalkulator berjalan yang benci matematika. Angka. Dibanding berkutat dengan kembaran namanya, dia lebih menyukai frasa. Kahlil Gibran adalah idolanya.
Awesome Me
3318      1181     3     
Romance
Lit Academy berisi kumpulan orang-orang mengagumkan, sebuah wadah untuk menampung mereka yang dianggap memiliki potensi untuk memimpin atau memegang jabatan penting di masa depan. Mereka menjadi bukti bahwasanya mengagumkan bukan berarti mereka tanpa luka, bukti bahwa terluka bukan berarti kau harus berhenti bersinar, mereka adalah bukti bahwa luka bisa sangat mempesona. Semakin mengagumkan seseo...
Untuk Takdir dan Kehidupan Yang Seolah Mengancam
759      517     0     
Romance
Untuk takdir dan kehidupan yang seolah mengancam. Aku berdiri, tegak menatap ke arah langit yang awalnya biru lalu jadi kelabu. Ini kehidupanku, yang Tuhan berikan padaku, bukan, bukan diberikan tetapi dititipkan. Aku tahu. Juga, warna kelabu yang kau selipkan pada setiap langkah yang kuambil. Di balik gorden yang tadinya aku kira emas, ternyata lebih gelap dari perunggu. Afeksi yang kautuju...
That Devil, I Love
3724      1467     0     
Romance
Tidak ada yang lebih menyakitkan bagi Airin daripada dibenci oleh seseorang yang sangat dicintainya. Sembilan tahun lebih ia memendam rasa cinta, namun hanya dibalas dengan hinaan setiap harinya. Airin lelah, ia ingin melupakan cinta masalalunya. Seseorang yang tak disangka kemudian hadir dan menawarkan diri untuk membantu Airin melupakan cinta masa lalunya. Lalu apa yang akan dilakukan Airin ? B...
Between Clouds and Tears
1142      707     6     
Short Story
a collection of poetry made by yours truly. sappy, melancholic, and at times, nonsensical Whatever you may interpret from the words strung together in this book, i hope they impact you (positively, i hope), one way or another.
Somehow 1949
9895      2323     2     
Fantasy
Selama ini Geo hidup di sekitar orang-orang yang sangat menghormati sejarah. Bahkan ayahnya merupakan seorang ketua RT yang terpandang dan sering terlibat dalam setiap acara perayaan di hari bersejarah. Geo tidak pernah antusias dengan semua perayaan itu. Hingga suatu kali ayahnya menjadi koordinator untuk sebuah perayaan -Serangan Umum dan memaksa Geo untuk ikut terlibat. Tak sanggup lagi, G...