Read More >>"> When I Was Young (Task) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - When I Was Young
MENU
About Us  

Hati berdebar?

Debarannya semakin keras saat kau menutup telingamu

*****

 

Task

 

Pukul empat lebih sembilan belas menit.

Sore ini begitu cerah. Dengan matahari yang mulai menepi ke barat. Semburat cahaya jingga yang dipancarkannya begitu indah. Menyapu seluruh sudut – sudut terpencil. Membuat sepasang mata yang menatapnya tak berkedip, terus terfokus. Sederhana namun istimewa. Belum, senja yang sebenarnya belum datang.

Burung – burung terus mencuit, mengepakkan sayapnya. Tidak banyak jenisnya, mayoritas adalah burung Gereja-burung ini bahkan bisa ditemui hampir di segala tempat dan dalam kondisi apapun. Mereka masih mengangkasa. Beberapa mulai terbang lebih rendah, lalu memutuskan untuk hinggap di ranting pohon.

Suara musik mengalun memenuhi gendang telinga April. Lagu biasa. Yang beberapa hari ini sering ia dengarkan. Kepalanya dianggukkan seirama dengan nada. Tangannya sendiri masih menggerakkan gagang sapu. Pekerjaannya sudah hampir selesai. Hanya tersisa teras rumah. Gadis itu perlahan melangkahkan kakinya sambil terus mengawasi kalau – kalau ada debu yang tertinggal.

Volume musik semakin keras. April bahkan tidak sadar ketika sebuah motor menderu perlahan memasuki halaman rumahnya. Setelah diparkir, sag pengendara turun sembari membetulkan rambutnya yang terlihat kusut diterpa angin. April terus saja menyapu.

“Hey!” April membelalakkan mata ketika wajah yang tidak asing itu muncul di hadapannya. Sapu yang sedang dipegangnya bahkan dilemparkan begitu saja.

“Astaga, kamu!” April masih terkejut, gadis itu memegang dadanya yang berdetak lebih cepat. April mencubit pipi Vynn, sahabatnya yang mendadak datang tanpa memberitahunya sebelumnya.

April memungut sapunya dan meletakkan benda itu di satu sisi, lalu mempersilahkan Vynn untuk duduk. Vynn tersenyum melihat tingkah April yang kemudian segera masuk ke dalam rumah, mengambil air minum dan beberapa makanan ringan. Vynn pikir ini hal yang bagus, April selalu saja dengan cepat melakukannya. Benar, tidak lama kemudian gadis itu sudah kembali, membawa dua gelas jus Jeruk dan kue kering.

“Kamu ini, repot sekali. Aku kan sahabatmu.” ledek Vynn. April hanya tersenyum kecil.

“Justru karena kamu ini sahabatku. Kamu juga tamu, dan tamu adalah raja.” April membalas ledekan Vynn. Sahabatnya itu tertawa keras mendengar ucapan April yang sangat bijak.

Kemudian hening sejenak. Aneh. April lalu tertawa hingga Vynn kembali memulai percakapan.

“Oh ya, besok hari Kamis, kan? Ah, waktu seminggu rasanya berlalu begitu cepat sekali. Kamu sudah mengerjakan pr dari Pak Hadi?” Vynn menoleh ke arah April. Gadis itu menepuk dahinya lalu tersenyum kecut.

“Belum. Aku bahkan lupa dapat nomor berapa. Sebentar, aku ambil bukunya.” April melangkahkan kakinya ke dalam rumah. Gadis itu lantas keluar dengan buku Fisika sudah berada di tangannya.

“Halaman berapa kemarin?” April mulai membuka – buka bukunya.

“Coba buka halaman 56.” jawab Vynn cepat. Vynn kemudian mendengus.

“Awalnya aku ingin tanya ke kamu. Kamu malah lupa, lebih parah dari dugaanku,” ujar Vynn. April yang mendengarnya spontan tergelak. Gadis itu terus membolak – balik halaman buku hingga matanya menangkap sesuatu.

“Ini? 15 nomor?” telunjuknya diarahkan ke deretan tugas yang dimaksud. Vynn mengangguk. April mulai melihat – lihat soalnya sembari terus berpikir.

“Aku tahu yang kamu pikirkan. Ada 15 nomor, sedangkan jumlah siswa di kelas kita ada 30 lebih. Jika setiap orang hanya mendapatkan satu soal, maka...,” Vynn menghentikan kalimatnya ketika April tiba – tiba menengok ke arahnya.

“Jadi, minimal kita pasti memiliki pasangan dalam mengerjakan soal ini!” April menjentikkan jarinya.

Vynn kemudian merebut pensil yang dipegang April dan melingkari nomor 3 dan nomor 4.

“Kamu nomor 3, aku nomor 4. Pembagian ini berdasar nomor absen. Bisa kita mulai sekarang?” sahabat April yang memiliki nama lengkap Avynna itu memohon.

April menganggukkan kepalanya. Matanya terlihat menelusuri kata demi kata dalam soal yang tertera di buku. Matanya berbinar.

“Punyaku kelihatannya mudah, tapi punyamu sedikit susah.” April tersenyum kecut. Vynn cemberut.

“Tolong, April kamu baik sekali.” rayu Vynn sambil mengedipkan matanya beberapa kali.

“Baiklah, tapi kamu harus bayar!” April menggoda Vynn lagi. Tapi, selain hal itu, April sebenarnya mengkhawatirkan sesuatu yang lain. Bukan soal, bukan Pak Hadi. Siapa pasangannya?

*****

Kamis, pertengahan bulan. Pukul 10 pagi.

Jam dinding terus bergulir. Cuaca cerah, bahkan hari ini bisa digolongkan sebagai hari yang cukup panas dengan suhu mencapai lebih dari 30° Celcius. Walaupun kipas sudah dinyalakan, ruang kelas tetap terasa sesak. Oksigen yang lebih banyak sangat dibutuhkan. Beberapa siswa bahkan mulai berinisiatif menggunakan buku tulisnya sebagai kipas tambahan agar hawa sejuk datang. Namun yang ada hanya angin pengap.

Waktu istirahat hampir berakhir. Sejak tadi April hanya duduk di bangkunya. Berteman sepi, menatap keluar jendela. Ia sebenarnya sangat menyukai hari yang cerah. Kehidupan akan berjalan dengan baik, tentunya juga diperlukan sedikit hujan. Tapi harus diakui, pagi ini matahari benar- benar ingin memamerkan sinarnya. Cahaya di luar bahkan sangat menyilaukan. Cuaca ini bahkan mulai membuat bibirnya kering lagi. Tapi April bahkan terlalu malas untuk sekedar melangkah keluar kelas dan membeli sebotol minum.

Gadis itu menengok ke kanan bawah, dan sepasang kaki yang mengenakan sepatu hitam bertali sudah ada di hadapnnya. April memandang ke atas. Dia adalah-kau tau siapa? Handi. April menatapnya bingung.

Teman sekelasnya itu membawa buku tulis lengkap dengan pensil di tangannya. Handi bahkan telihat lebih bingung daripada April, atau lebih tepatnya kikuk.

“April, kamu masih ingat? Kau berjanji mengajarkanku soal ini minggu lalu.” Handi memulai percakapan dengan hati – hati.

April mengernyitkan dahinya, mencoba mengingat – ingat.

“Ah, ya, sebentar.” gadis itu kemudian mengeluarkan buku Fisikanya. Sudah kebiasaan, April harus menggunakan bukunya sendiri. Dengan begitu ia merasa lebih nyaman. Gadis itu lalu membuka bukunya sementara Handi terus berdiri mematung di sampingnya.

April terus membolak – balik halaman buku, mencoba mencari petunjuk, cara yang cocok untuk mengerjakan soal milik Handi. Tidak perlu menunggu lama, selembar kertas yang semula kosong telah penuh diisi jawaban oleh April. Selama dijelaskan tentang cara pengerjaannya Handi hanya mengangguk mengerti tanpa ada pertanyaan lainnya. Tanpa sanggahan, tanpa ada percakapan lainnya.

Handi kemudian berbalik, menuju ke tempat duduknya. April terus menatapnya dengan penuh selidik.

Pukul 10 lebih 20 menit. Cuaca masih panas.

Bel masuk sudah berbunyi lima menit yang lalu. para siswa berhamburan kembali, masuk ke dalam kelas. April mengusap wajahnya. Sebelum Pak Hadi datang, teman – temannya akan terus membuat keributan. Seandainya kelas bisa selalu tenang, tapi itu mustahil. Teman – temannya tidak pernah bisa diam barang semenit saja. Tapi, April hanya diam. Ia tahu, suatu saat ia pasti merindukan kebersamaan  mereka saat ini. Ia tahu, detik ini nantinya juga akan menjadi masa lalu. Semuanya akan menjadi masa lalu. Ada pepatah yang mengatakan, bukan Gunung Everest, bukan juga luar angkasa, yang terjauh adalah masa lalu.

April kembali membaca soal yang ia dapatkan. Tapi, ia masih penasaran, siapa partnernya dalam soal ini? Apa dia juga sudah mengerjakan? Yang pasti bukan Handi. Pria itu tadi menunjukkan soal yang berbeda dengannya.

April mengarahkan pandangannya ke papan data kelas yang terletak di sebelah kanan papan tulis. Vynn bilang setiap orang mendapat satu soal, diurutkan berdasarkan nomor absen. Ya, minimal pasti ada 2 orang yang mendapatkan soal yang sama. April meletakkan bukunya, ia menyerah. Toh, siapapun pasangannya tidak masalah.

“Hey!” Vynn lagi. April memasang senyuman kilat. Vynn melihatnya, lalu mengejek sikap tidak tulus April.

“Kamu harus belajar untuk bersikap lebih manis okay?” Vynn kemudian menarik April, mereka kini berhadapan.

“Apa?” April memandang Vynn bingung. Sahabatnya itu diam, lalu mengarahkan kedua telunjuknya, masing – masing menarik ujung bibir April, membentuk sebuah senyuman manis. Vynn tertawa.

“Tahan selama tujuh menit! Itu baru namanya senyuman yang tulus.”

April hanya bisa ikut tertawa.

“Oh iya, pasanganmu dalam soal fisika itu,” ucapan Vynn terpotong ketika Pak Hadi tiba – tiba memasuki kelas dan membuat seluruh murid kelabakan. Tidak terkecuali Vynn yang langsung berlari menuju bangkunya. Meninggalkan April yang masih menunggu lanjutan kalimatnya.

“Baik, silahkan masing – masing mencari partnernya dan duduk sebangku dengan partnernya.” Pak Hadi kemudian mengeluarkan buku diktat miliknya, lalu terlihat membaca – baca sekilas sambil menunggu para siswa menyesuaikan tempat duduk.

April hanya diam di bangkunya sementara teman – temannya mulai kocar – kacir kesana – kemari mencari pasangan. Ia menoleh ke kiri, Anti sudah tidak ada. Teman sebangkunya itu kini sudah digantikan oleh sosok pemuda bermata cokelat itu.  Ketika April menatapnya, ia bahkan seperti melihat bola mata miliknya sendiri. Jantungnya berdegup lebih kencang, hatinya berdesir. Tapi, ia menyukainya, situasi ini. Gadis itu masih bisa menguasai dirinya. Dan kemudian pemuda itu juga menoleh. Dana menatapnya.

“Kamu sudah mengerjakan soalnya?” entah mengapa kalimat itu meluncur dengan mudah dari bibir April. Dana kemudian tidak segera menjawab, malah membuka buku tugasnya yang juga penuh dengan coretan. Pemuda itu kemudian berhenti di salah satu halamannya. April masih memperhatikannya.

“April, caranya seperti ini?” gadis itu kemudian mengoreksi dengan teliti hasil pekerjaan milik Dana. Sama dengan miliknya.

“Ya, menurutku tidak ada yang salah. Punyaku juga sama.” kini giliran April yang menyodorkan buku tugasnya kepada Dana. Pemuda itu terlihat mengamati sebentar, mengangguk lalu tersenyum.

“Silahkan maju, mulai bangku paling depan.” perkataan Pak Hadi serta merta membuyarkan percakapan antara April dan Dana. Sementara itu, Handi yang merasa dipanggil, mulai berdiri, merapikan seragamnya dan maju ke depan. Perlahan Handi mulai menulis jawabannya, jawaban yang diberikan oleh April.

Bagaimana kalau jawabannya salah?

“Di sini, hitungannya salah. Kau mengerjakan sendiri, Handi?” ucapan Pak Hadi memecahkan keheningan. Dan itu seperti petir di siang hari bagi Apil.

Deg.

Handi yang baru saja duduk kembali berdiri dan memohon maaf dengan cepat.

“Aku meminta bantuan April, Pak. Dia mengajariku tadi.” kata Handi terbata – bata sambil menatap ke arah April. Yang disebut kemudian mendongak, dengan rasa malu yang pasti membebaninya.

“Bagaimana hitungan di sini bisa salah April?” Pak Hadi juga menatap gadis itu.

“Ma, maaf , Pak. Itu kesalahan saya. Lain kali saya akan lebih teliti,” jawab April terburu – buru. Ia menyeka keringat dingin yang mengalir di pelipisnya. Tiba – tiba Dana menepuk bahunya pelan.

“Tenanglah, ini cuma tugas biasa.” Dana tersenyum. April perlahan mengangguk.

*****

Riuh, suasana kelas kembali gaduh ketika Pak Hadi meninggalkan ruangan. Istirahat kedua. Setiap bangku memiliki topik yang dibicarakan masing – masing. Ada gosip terbaru, perampokan di samping rumah, kecelakaan, dan masih banyak hal menarik lainnya. April, seperti biasa gadis itu masih duduk sendirian di bangkunya sementara Anti memutuskan untuk keluar sebentar.

Angin mulai menghalau awan mendung ke daerah mereka. Cuaca sedikit lebih teduh. Udaranya mulai mendingin sehingga kecepatan kipas bisa diturunkan. Masih tersisa 20 menit sebelum jam pelajaran terakhir dimulai. April masih mengingat peristiwa tadi. Sebangku dengan Dana menjadi salah satu peristiwa yang baik dalam hidupnya. Pemuda itu tidak sedingin yang ia pikirkan. Masih jelas membekas bagaimana jarak mereka begitu dekat tadi. Mata cokelat miliknya yang bertemu dengan sepasang mata cokelat milik sang pemuda. Gadis itu bisa melihatnya dengan sangat jelas. Bagaimana mata itu memancarkan sebuah sinar yang bahkan tidak ia mengerti.

Tapi tidak banyak yang berubah. Ketika bersentuhan, April masih merasakan tangan pemuda itu masih sedingin es, jadi ia memutuskan untuk segera melepaskannya.

April menyibakkan rambutnya. Lintasan waktu itu juga terlihat, masih sama. April tidak tahu. Namun kepalanya sudah tidak pusing lagi. Mungkin ia sudah mulai terbiasa. Dana? Entahlah.

*****

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
Similar Tags
You be Me
492      321     0     
Short Story
Bagaimana rasa nya bertukar raga dengan suami? Itulah yang kini di alami oleh Aktari dan Rio. Berawal dari pertengkaran hebat, kini kedua nya harus menghadapi kondisi yang sulit.
The Eternal Witch
20067      2723     6     
Fantasy
[Dunia Alternative] Perjalanan seorang pengembara dan petualang melawan dan memburu entitas Penyihir Abadi. Erno Orkney awalnya hanyalah pemuda biasa: tak berbakat sihir namun memiliki otak yang cerdas. Setelah menyaksikan sendiri bagaimana tragedi yang menimpa keluarganya, ia memiliki banyak pertanyaan-pertanyaan di benaknya. Dimulai dari mengapa ia menerima tragedi demi tragedi, identitasnya...
Hari di Mana Temanku Memupuk Dendam pada Teknologi
403      258     4     
Short Story
Belum juga setengah jam mendekam dalam kelas, temanku telah dijamin gagal ujian. Dan meskipun aku secara tak langsung turut andil dalam kemalangan nasibnya tersebut, kuberi tahu padamu, itu bukan salahku.
The Diary : You Are My Activist
12893      2225     4     
Romance
Kisah tentang kehidupan cintaku bersama seorang aktivis kampus..
PENTAS
969      591     0     
Romance
Genang baru saja divonis kanker lalu bertemu Alia, anak dokter spesialis kanker. Genang ketua ekskul seni peran dan Alia sangat ingin mengenal dunia seni peran. Mereka bertemu persis seperti yang Aliando katakan, "Yang ada diantara pertemuan perempuan dan laki-laki adalah rencana Tuhan".
Get Your Dream !
151      115     0     
Short Story
It's my dream !! so, i should get it !!
The Skylarked Fate
4631      1634     0     
Fantasy
Gilbert tidak pernah menerima takdir yang diberikan Eros padanya. Bagaimanapun usaha Patricia, Gilbert tidak pernah bisa membalas perasaannya. Seperti itu terus pada reinkarnasi ketujuh. Namun, sebuah fakta meluluhlantakkan perasaan Gilbert. Pada akhirnya, ia diberi kesempatan baru untuk berusaha memperbaiki hubungannya dengan Patricia.
Chocolate Next Door
324      227     1     
Short Story
In which a bunch of chocolate is placed on the wrong doorstep
Welcome Aboard
585      344     2     
Inspirational
Inilah cerita kami, yang tak pernah kami ungkapan Dunia kami, yang tak pernah kalian ketahui Kebiasaan kami, yang tak pernah kalian bayangkan.
Langit Jingga
2498      841     4     
Romance
"Aku benci senja. Ia menyadarkanku akan kebohongan yang mengakar dalam yakin, rusak semua. Kini bagiku, cinta hanyalah bualan semata." - Nurlyra Annisa -