Kevan terbangun dari tidurnya. Matanya langsung menangkap seseorang yang tertidur pulas di pangkuannya. Kevan baru sadar kalau semalam ternyata dia tertidur di kamar Kinara.
Punggungnya terasa pegal karena harus tertidur dalam posisi duduk menyandar. Sementara kakinya terasa sangat pegal. Kevan ingin menggerakkan kakinya agar tidak terlalu pegal, namun dia tidak tega kalau harus membangunkan Kinara.
Kevan melihat ke arah jam dinding, ternyata hari sudah pagi. Waktu sudah menunjukkan pukul lima pagi. Kevan harus pulang, sebelum dia ketahuan oleh Danu atau pun Kinara. Bisa-bisa Kevan beneran akan digantung mati di pohon yang ada di tengah kota, karena sudah menginap di kamar putri mereka tanpa ijin.
Ketika Kevan hendak membangunkan Kinara, Kevan menatap wajah damai Kinara saat dia tertidur. Kevan tersenyum dan berdoa dalam hati, semoga wajah ini yang selalu aku lihat pertama kali saat aku bangun tidur nanti.
Kevan mengusap lembut pipi Kinara, sehingga membuat Kinara terusik.
"Hey bangun" bisik Kevan di hadapan wajah Kinara.
Kinara membuka mata dan terkejut saat melihat ada wajah seseorang yang terbalik begitu dekat dengan wajahnya.
"Pagi" sapa Kevan.
Saat sadar bahwa itu adalah Kevan, Kinara menghembuskan napas leganya. Kevan terkekeh melihatnya.
"Kamu ngagetin aku aja." ucap Kinara.
"Apa kamu nggak akan bangun? Coba lihat, udah jam lima lebih." Kinara melotot dan langsung terbangun. Kaki Kevan terasa lega saat itu juga.
"Jam lima???" Kevan mengangguk.
"Makanya aku bangunin kamu. Sekalian, aku harus pulang sekarang. Sebelum nanti ayah sama bunda kamu lihat aku ada di sini."
"Ya udah, sana pulang."
"Nggak mau kasih aku morning kiss dulu gitu?" Kinara mendorong wajah Kevan dengan jari telunjuknya.
"Kevan.."
"Iya iya, aku pergi. Sampai bertemu di sekolah." Ucap Kevan ketika sudah berada di luar jendela.
"See you" Kinara melambaikan tangannya.
Kevan berbalik, begitu juga dengan Kinara. Dia harus segera bersiap untuk ke sekolah. Tetapi..
"Kinara???" Kinara berbalik dan..
CUP
"See you"
Kinara terkejut atas perlaluan Kevan yang tiba-tiba. Semuanya terjadi begitu cepat hingga Kinara merasa kalau itu hanya hayalannya saja. Tetapi nyatanya, Kevan mengecup bibirnya dan itu nyata.
**
Kinara saat ini sudah berada di kelasnya. Dia menatap kosong ke depan. Sementara senyum manis tercetak di bibirnya. Kemudian seseorang menjentikkan jari di hadapan Kinara, sehingga membuat Kinara tersadar. Dan ketika Kinara menoleh, setangkai mawar sudah berada di depannya.
"Mawar yang indah untuk gadis yang istimewa." Kinara tersenyum malu, tetapi dia tetap meraih mawar tersebut.
"Terima kasih, Kevan."
Melihat senyuman manis yang tercetak di bibir Kinara pun Kevan jadi ikut tersenyum. Kevan jadi teringat kembali pada kejadian tadi pagi di rumah Kinara. Kevan merasa sangat bahagia saat ini.
"Siang nanti, nenek memintaku untuk mengajakmu kembali ke rumah. Kamu mau?" Kinara menatap Kevan dengan tatapan herannya. Dia tidak tahu apa tujuan nenek Kevan memintanya untuk datang lagi ke rumah itu.
"Kalau kamu nggak mau juga gapapa sih, aku nggak akan maksa. Lagipula aku lagi nggak mau datang ke-"
"Aku mau kok!" Jawab Kinara dengan cepat. Padahal Kevan berharap Kinara tidak akan mau datang ke sana lagi.
"Ki??? Kata Kevan kemarin lo ngilang?! Lo ke mana kemarin???" Tanya Lilian khawatir, padahal dia baru saja masuk ke kelasnya.
"Gue takut lo kenapa-kenapa, Ki.. tapi sekarang lo gapapa kan??"
"Aku baik-baik aja, Lian. Kemarin aku ada kok, aku hanya jalan-jalan sebentar, Kevan aja yang terlalu berlebihan." Kinara melirik ke arah Kevan, sedangkan Kevan menatapnya tajam.
Astagaaaa setelah kemarin Kevan kelimpungan sampai babak belur cuma karena harus menyelamatkan Kinara dari Rega, lalu sekarang? Kinara hanya bilang kalau Kevan berlebihan?! Batin Kevan.
"Syukur deh kalo lo emang gapapa. Gue lega jadinya.. tapi kenapa sama muka lo, Kev?? Lo abis berantem ya??" Kevan hanya mengangkat bahu acuh, lalu dia duduk di tempatnya. Kinara terkekeh, sedangkan Lilian menatap Kevan kesal karena dirinya sudah diabaikan.
"Bagaimana kondisi adik kamu, Lian?" Tanya Kinara.
"Dia baik sekarang, tapi dia harus dirawat di rumah sakit." Tatapan Lilian kini berubah sendu. Kinara yang melihatnya pun langsung memeluk Lilian dari samping, mencoba menguatkannya.
"Everything's gonna be ok, Lian."
**
Seperti yang diinginkan oleh Martha. Saat ini Kevan sudah mengajak Kinara untuk kembali datang ke rumah papa kandungnya, Devan. Setibanya di sana, Martha langsung mengajak Kinara ke meja makan. Sementara Kevan menghembuskan napasnya, kemudian mengikuti mereka dari belakang.
"Nenek, apa boleh aku bertemu dengan papanya Kevan?"
Baik Kevan ataupun Martha, keduanya sama-sama terkejut setelah mendengar pertanyaan kinara. Tetapi kemudian Martha tersenyum dan mengangguk, sementara Kevan membuang wajahnya.
"Kamu boleh menemuinya, tapi setelah kamu menghabiskan makanannya." Kinara mengangguk senang.
Beberapa saat kemudian setelah mereka selesai makan..
"Nenek, aku mau ke toilet sebentar ya?" Martha mengangguk.
Kini tinggallah Kevan dan Martha yang ada di ruang makan tersebut.
"Kinara gadis yang baik ya?"
Kevan mengabaikan perkataan neneknya. Dia bingung pada dirinya sendiri, haruskah dia ikut menemui papanya? Tetapi Kevan ragu. Sudah sangat lama Kevan tidak menemuinya. Terakhir kali Kevan datang, papanya menganggapnya seperti orang asing. Kevan takut, jika dia harus menemui Devan, namun respon Devan padanya masih tetap sama. Atau bahkan sekarang dia akan terabaikan?? Entahlah, yang jelas Kevan ragu untuk menemui papanya.
"Ayo nek, aku sudah tidak sabar untuk bertemu dengan papanya Kevan."
Kinara rupanya terlihat sangat senang. Kinara tidak sabar untuk segera bertemu dengan Devan. Kinara penasaran, seperti apa sosok Devan yang sudah dikenalnya lewat cerita Kevan dan juga Martha?
Namun, Kinara melihat Kevan yang enggan untuk beranjak dari kursinya.
"Apa kamu tidak merindukannya??"
Pertanyaan Kinara mampu membuatnya tertawa miris. Rindu katanya? Kevan sendiri juga tidak tahu. Haruskah Kevan merindukan orang yang sama sekali tidak pernah merindukannya? Bahkan orang itu tidak menganggap keberadaannya!
"Ak-"
"Ayo ikut aku!"
Belum sempat Kevan memulai perkataannya, namun Kinara langsung menarik lengannya untuk ikut bersamanya. Melihat itu, Martha tersenyum. Ternyata memang hanya Kinara, yang mampu membuat Kevan bertunduk lutut padanya.
**
Martha membawanya ke depan sebuah pintu yang Kevan tahu, ruangan yang ada di dalamnya adalah ruang kerja papanya.
"Papa kamu ada di dalam. Kalian masuk lah." Setelah mengucapkan itu, Martha pergi meninggalkan Kevan berdua bersama Kinara di sana.
"Kamu yakin mau masuk?" Tanya Kevan. Kinara pun mengangguk yakin.
"Aku penasaran, seperti apa papa kamu, Kev." Mau tak mau Kevan menuruti keinginan Kinara.
Pintu ruangan tersebut terbuka, dan langsung menyuguhkan suasana gelap yang pertama kali mereka lihat. Namun, meski pun gelap, di dalam ruangan tersebut masih terdapat sebuah cahaya dari sebuah jendela. Dilihatnya ruangan yang sama seperti ruangan yang terakhir kali Kevan lihat. Sebuah ruangan yang sepi dan sunyi.
Ada sebuah kursi dan meja kerja, beserta komputer di atasnya. Kemudian ada sofa bed yang biasa Devan gunakan untuk istirahat setiap kali Ia lelah bekerja. Ada juga sebuah lemari, tempat Devan menyimpan berkas-berkas penting miliknya. Dan ada satu kamar mandi di dalam ruangan itu.
"Kevan? Papa kamu di mana?" Bisik Kinara.
Kevan pun menyalakan lampu ruangan tersebut, agar dia bisa melihat dengan jelas. Dan tiba-tiba saja, di detik berikutnya, kursi kerja papanya berbalik dan menampakkan sesosok pria paruh baya yang penampilannya sangat lusuh.
Rambutnya gondrong, begitu juga dengan bulu-bulu halus di sekitar rahangnya yang mulai menebal, sepeti dia tidak pernah merawat dirinya sendiri.
"Anakku???"
Kevan tertegun ketika Devan mengatakan hal tersebut. Kevan merasa tidak percaya, dan bahkan matanya kini mulai berkaca-kaca.
Perasaan senang membuncah di dalam dadanya. Kevan merasa.. Dunianya kini telah lengkap. Papanya telah mengakui Kevan sebagai anaknya?! Hey!! Apa kalian dengar jeritan Kevan dalam hatinya?? Dia merasa sangat senang, karena pada akhirnya, di detik ini, papanya menganggap keberadaannya.
Devan menganggap Kevan sebagai anaknya!! Tidak ada hal lain yang membuat Kevan lebih bahagia dari ini.
"Anakku??" Panggil Devan sekali lagi. Namun kini, Devan beranjak dari kursinya dan mulai melangkah ke arah di mana Kevan berada.
Kevan mengangguk, air matanya lolos begitu saja. Kevan terharu, ketika Devan benar-benar memanggil Kevan dengan sebutan anak.
"Anakku?? Kamu datang, nak?"
Kevan merentangkan kedua tangannya, menunggu Devan untuk segera memeluknya. Dunia harus tahu, betapa bahagianya Kevan saat ini.
Dan ketika Devan sudah tiba di hadapan Kevan, Ia tersenyum sambil menangis. Devan juga ikut merentangkan tangannya, untuk segera memeluk anaknya. Hingga di detik berikutnya Kevan sudah siap menerima pelukan dari papanya, namun yang terjadi ternyata Kevan hanya memeluk dirinya sendiri. Sebab Devan kini tengah memeluk Kinara.
Dunia Kevan kembali runtuh seketika. Dan seakan tersambar petir, Kevan tahu satu fakta kalau papanya masih belum menganggapnya sebagai seorang anak. Sementara Kinara? Dia merasa terkejut karena mendapat pelukan dadakan dari papanya Kevan. Dia bingung, kenapa papanya Kevan menganggap Kinara sebagai anaknya?
"Papa senang akhirnya kamu datang, nak!! Sudah belasan tahun papa mencarimu. Akhirnya sekarang kamu datang juga pada papa. Di mana ibu kamu??" Devan kini menangkup kepala Kinara dengan kedua tangannya.
"Kenapa dia tidak datang bersamamu??"
"Om? Aku Kinara, temannya Kevan. Aku bukan anak, Om. Tapi yang anak om itu Kevan, om.." ucap Kinara sambil melepaskan tangan Devan dari kepalanya.
Lantas Devan diam, kemudian menoleh pada seseorang yang berdiri di samping Kinara, Kevan. Lalu Devan tertawa.
"Nak? Apa kamu bercanda?? Itu sama sekali tidak lucu. Sudah jelas-jelas kalau kamu itu anakku, sedangkan dia bukan anakku."
DEG
Perkataan itu membuat Kevan sangat terpukul. Sekali lagi Kevan menerima penolakan dari papanya sendiri. Lalu Kevan harus apa sekarang?
"Ibu kamu, Namira, dia mengandung anak perempuan. Jadi tidak mungkin kalau dia anakku." Kevan membuang wajahnya. Dia tidak ingin melihat wajah papanya.
Namira, bahkan nama wanita itu yang disebut oleh Devan, bukan nama mamanya –Miranda- yang disebut. Dan semua itu semakin menegaskan, kalau selama ini papanya memang tidak pernah mengakui bahwa pernikahannya dengan mamanya telah terjadi, dan papanya tidak pernah menganggapnya ada sebagai hasil dari buah cintanya.
Kevan mengepalkan kedua tangannya, supaya dia bisa menahan kemarahannya pada papanya.
"Nak? Berjanjilah untuk tidak pernah pergi lagi dari papa. Ya?"
Kinara tidak tahu harus berkata apa. Yang anak kandungnya Devan itu Kevan, bukan Kinara. Tetapi kenapa Devan malah menganggap Kinara sebagai putrinya.
"Om? Om pasti salah orang. Aku bukan anaknya om."
"Kamu bicara apa nak? Papa ini papa kandung kamu. Masa kamu tidak mengenali papa? Coba lihat wajahmu.. kamu mirip sekali dengan ibumu, dan mata itu.. matamu sama seperti milik papa. Dan papa tidak mungkin salah untuk mengenali putri kandung papa sendiri."
Cukup sudah!! Teriak batin Kevan.
"Kinara bukan anak kandung anda!! Dan Kinara masih punya orang tua yang sangat menyayanginya!!" Devan menatap Kinara dengan tatapan tidak percaya,tetapi juga sedih.
"Tidak!! Kamu pasti berbohong!! Dia putriku!! Itu tidak mungkin!!"
Kevan langsung menarik Kinara keluar dari ruang kerja tersebut, meninggalkan Devan yang berteriak histeris sambil menjambak rambutnya sendiri.
Kevan tidak tahan mendengar semua ucapan Devan. Ternyata memang benar kata Martha, kalau Devan memang sudah kehilangan jiwanya!! Devan sudah gila! Masa iya dia menganggap Kinara sebagai anak kandungnya?!
"Dia memang tidak pernah menganggap aku ada." Ucap Kevan lirih.