11
Yuri dan Kagura bersandar di dinding jendela lorong luar kelas mereka. Kepala Yuri menongok keluar jendela, dan Kagura fokus makan roti, makan siangnya. Pemandangan dari luar jendela yang menarik perhatiaan Yuri adalah Yabe sedang duduk bersama seorang cewek. Mereka terlihat begitu dekat. Ekspresi malu-malu dan senyuman cewek tersebut, setiap Yabe berbicara dengan kata-kata manisnya. Interaksi kedua orang tersebut dengan segala ekspresi perasaan berbunga-bunga, tidak membuat Yuri kesal.
Yuri terus memandang mereka, tapi tidak merasa kesal atau iri. Memang sudah 2 bulan semenjak dirinya yakin menyukai Yabe dan dalam bulan yang sama juga di ditolak Yabe, tapi bukannya harusnya dia merasakan sesuatu. Yuri jadi binggung dengan perasaanya sendiri terhadap Yabe. Dia menyukai Yabe sebagai Pangeran cinta pertamanya atau Yabe yang sekarang?
“ Menurut lo gue benar-benar suka sama Yabe enggak?” Tanya Yuri membalikkan badannya menghadap Kagura, yang masih lahap menyantap potongan terakhir rotinya.
Dengan mulut masih penuh, dan akhirnya menelannya, “ Iya kelihatan. Tapi yang gue binggung, apa beda suka sebagai teman dengan suka ingin lebih dari teman?”
Yuri baru menyadari Kagura tidak pernah pacaran. Dia memang memiliki fisik dan tampang yang sempurna, tentu saja dia menerima pernyataan cinta dari cowok-cowok, sampai cewek juga terpesona jika melihat dia berdandan seperti laki-laki.
“ Gue belum pernah pacaran juga. Tapi gue rasa perasaan itu muncul jika hal kecil yang dilakukan orang itu selalu terkenang di pikiran dan tidak dilupakkan juga.” Yuri Tanpa sadar ketika mengucapkan hal itu, teringat Arven yang telah membantunya bernyanyi, apalagi cara dia sering tersenyum begitu manis akhir-akhir ini.
Yuri langsung memukul jidatnya, menyadarkan dirinya sendiri dengan pemikiran aneh ini. Dia harusnya menyukai Yabe, bukan Arven. Tentu Yabe jauh lebih keren, lebih kuat, lebih ramah, lebih baik, pokoknya melebihi Arven. Pikir keras Yuri terus berusaha menjauhkan pikirannya dari sosok Arven, yang terus menghantui pikirannya.
Kagura yang masih berdiri disamping Yuri, melihat cewek disampingnya memukul kepalnya sendiri dan berkomat-kamit tanpa suara, mungkin Yuri benar-benar sudah ketularan keanehan genk mereka, pikirnya.
“ Kagura..” suara Yuri mulai terdengar, itu bertanda baik. “ Bantu gue untuk memastikan sesuatu.” Yuri menatap Kagura serius.
“ Pastiin apa ya?”
“ Pastiin perasaan gue sama Arven.” Jawab Yuri pasti.
Kagura diam, pikirannya masih berusaha menahan kejutan rahasia lain dari Yuri. Yuri pernah bilang suka dengan Yabe, lalu sekarang suka dengan Arven? Jadi siapa yang sebenarnya disukai cewek ini?
“ Yuri.. gue enggak ngelarang kalau lo ada perasaan dengan gank kita. Tapi.. sebenarnya siapa yang lo suka? Arven atau Yabe?” Tanya Kagura mulai terlihat serius.
“ Gue juga binggung. Sebenarnya apa gue benar-benar masih suka dengan Yabe? atau Gue lebih kepikiran dengan pertengkaran kita waktu itu, dibandingkan patah hati ditolak Yabe. Dan lagi tiba-tiba ada Arven. Kali ini gue benar-benar harus pastiin.” tekad Yuri membara ingin menuntaskan perasaannya.
Kagura tersenyum simpul setelah mendengar penjelasan Yuri. Dia tahu cewek itu jujur dan tidak ada pikiran untuk memainkan Yabe dan Arven. “ Oke gue bantu lo.”
***
Misi pertama adalah membuat Arven kesal dan jutek lagi sikapnya pada Yuri. Akhir-akhir ini cowok itu memang lebih banyak tersenyum dan mengucapkan kata-kata terlalu manis. Kagura sudah mendengar dan mengerti arahan Yuri agar tidak bersikap ceroboh lagi.
Lokasi misi pertama mereka di lantai kelas 1, tempat Arven bertugas mengawasi kegiatan bersih-bersih seluruh kelas 1. Arven sudah terlihat di tempat lokasi. Sudah dapat dipastikan muka dingin Arven berkeliling mengawasi adik-adik kelasnya, tapi itu justru pesonanya yang disukai. Murid kelas 1 terutama cewek-cewek terpesona melihat Arven, gaya muka dingin dan juteknya menjadi daya tariknya, didukung dengan muka tampannya. Yuri menatap sinis cewek-cewek kelas 1, dengan tatapan senioritasnya memberi peringatan kepada mereka untuk tidak mendekati Arven.
Yuri masih mengikuti Arven dari belakang, lalu Arven masih sibuk memeriksa tiap kelas. Ketika Arven sudah selesai memeriksa satu kelas, tiba-tiba dia berhenti di tengah jalan. Yuri melihat kesempatan itu dan mendekatinya dari belakang. Tangan Yuri bersiap menepuk bahu Arven untuk mengagetkannya. Tiba-tiba Arven membalikkan badanya,
“OOYY SIAPA SIH NIH?!” Bentak Arven,
Yuri kaget dicampur rasa ketakutan, seharusnya ini rencana dia menggetkan Arven, tapi kenapa dia sendiri yang kaget. Dan ternyata Arven belum menyelasaikan perkataannya yang ternyata bukan ditunjukkan untuknya.
“OOY kelas 1-1, ini cairan pembersih lantai kenapa tumpah tengah jalan?!”
“ Iyaaaa sebentar ka. Nanti dibereskan.” Jawab serempak beberapa orang perwakilan kelas 1-1.
Arven sudah menyadari Yuri berdiri di depannya, dengan eksprsi muka syok kaget yang tidak diketahui Arven karena dia cowok yang membuatnya seperti itu.
“ Ada apa Yuri?”
Yuri berusaha menenangkan dirinya kembali. Dia harus fokus pada rencana awalnya.
“ Gue mau ngomong. Gue ingin ubah lagu untuk tugas kita.” jawab Yuri asal.
Ekspresi Arven langsung berubah tambah jengkel mendengar permintaan konyol Yuri, mengubah lagu seenaknya, padahal waktu yang tersisa hanya tinggal 4 hari lagi.
“ Jangan aneh-aneh deh. Enggak ada ubah-ubah lagu!” Suara Arven meninggi, tapi tetap berusaha menahan emosinya.
“ Kenapa lo egois sih? beda banget sama Yabe. Lo harus banyak belajar dari Yabe.” sindiran Yuri sengaja ingin memancing emosi Arven.
Arven tidak ingin menanggapi ocehan Yuri, lebih baik dia mengurus hal yang lebih penting. Dilihatnya dua orang cowok yang santai bermain handphone, mengocehi orang lebih baik dari pada diocehin orang lain. Arven membalikkan badannya, tanpa pamitan, dia hendak berjalan menuju kearah kedua cowok tersebut.
Yuri makin kesal dicueki, tidak dipedulikan Arven. Melihat Arven berjalan pergi meninggalkannya, dia berusaha menyusulnya.
Langkah kaki Yuri tidak memperhatikan cairan pembersih lantai yang tumpah di lantai, Kaki nya kehilangan keseimbangan karena licinnya lantai. Badan Yuri terlembar ke depan, menghadap tembok, tangan Yuri masih bisa dikontrol, kedua tangannya ditekan menempel tembok di depannya. Safe, tidak jatuh. Perasaan lega, karena dia perlu merasa malu muka dan badannya menabrak tembok dan diperhatikan adik-adik kelas.
“ Lo aggressif juga ya?” suara Arven terasa sangat dekat terdengar di telinga Yuri.
Perasaan tidak enak ini tentu bukan hal yang baik, Matanya dan pikirannya sudah kembali fokus menyadari ada yang aneh. Badannya tidak hanya berhadapan langsung dengan tembok, tapi badan Arven. Kenyataan yang terjadi adalah Ketika Yuri hampir ingin menabrak tembok , Arven sudah berdiri di depan tembok, sontak Kaget melihat Yuri tiba-tiba mendekat dengan gerakan anehnya, sampai memojokkan badannya karena Yuri datang mendekat. Arven tertahan di pojok tembok karena kedua tangan Yuri.
Yuri menongakkan kepalanya ke atas, melihat cowok jangkung di depannya ini.
“ Arven.. kok lo....”
Sebelum Yuri menyelesaikan omongannya yang masih tergagap-gagap, Arven menyelanya, “Ini pertama kalinya Lo mau sedekat ini sama gue.” Kata Arven sambil Tersenyum menggoda Yuri.
Muka Yuri langsung memerah malu, segera ia menjauh menjaga jarak. Kepala dan muka terasa sangat panas, Yuri tidak sanggup jika Arven melihat muka anehnya saat ini. Yuri pun berlari pergi meninggalkan Arven, tidak menoleh kebelakang, yang terpenting dirinya tidak boleh tertangkap Arven. Arven Cuma terdiam berdiri, tidak mengejar Yuri, tapi melihat Yuri berlari kencang karena malu membuatnya tertawa kecil karena kejadian barusan.
Kagura memperhatikan mereka berdua, karena itulah tugas dia, sebagai pengamat. Dari kejauhan dia bersandar dekat jendela ditemani Rico dan Yabe. Mereka berdua tidak tahu misi yang dijalankan Kagura, tapi mereka berdua sebagai saksi dan secara tidak langsung sudah mengamati adegan Manly-nya Yuri menangkap Arven. Mereka bertiga tidak ikut campur, justru menikmati tontonan tersebut, apalagi reaksi Yuri yang lari karena malu.
“ Waah baru kali ini gue lihat adegan kabe don dilakuin sama cewek ke cowok.” komentar Rico yang terkesan melihat adegan romantic yang biasa ia lihat di komik jepang kesukaannya.
Yabe pun ikut berkomentar “ Jujur gue pernah beradegan seperti itu buat melelehkan hati para cewek-cewek, berkat lo,co. Tapi enggak nyangka efektif buat ke cowok juga.”
Kagura juga ikut berkomentar, “ Tapi tetap aja, posisi cewek nya yang malu-malu ya bukan cowok ya.”
Yabe tersenyem, menaikan setengah bibirnya, “ Beda ceritanya kalau Rico yang diposisi Arven, dan lo di posisi Yuri. Rico pasti malu-malu kabur. Hahaha” Yabe tertawa geli membayangkan adegannya berganti peran.
Rico diam, menutup mulutnya, tapi pikirannya juga ikut membayangkan seperti kata Yabe. Dia sendiri juga tidak menahan senangnya dan malu-nya jika adegan kabe don terjadi padanya dan Kagura.
Plak!!
Kepala Rico di tampar oleh Kagura. “Jangan mikir yang aneh-aneh.” Kagura tahu apa yang dipikirkan Rico.
Dan Rico hanya bisa meringis kesakitan memegang kepalanya sambil meminta maaf. Sementara Yabe makin keras menertawakan mereka berdua.
***
Misi kedua adalah nonton bersama bersama Arven dan Yabe.
“ Oke sip sudah beli tiket. Tinggal bagikan ke semuanya.” Yuri berjalan memegang tiket bioskop, melambai kearah teman-temanya.
Kagura berpenampilan menjadi laki-laki lagi, dan Rico dengan memakai wig rambut panjang tapi dia tidak pernah memakai pakaian perempuan, pakaian unisex adalah pilihannya. Sedangkan Yabe dan Arven berpenampilan mirip. Jaket jeans, kaos polos putih dan celana hitam. Semuanya sudah direncakan Yuri dan Kagura, membuat mereka berpenampilan sama.
“ Kenapa gue sama Yabe jadi samaain gini sih penampilannya? Gue ikutin kata-kata kalian katanya pakaian begini.” Arven yang sudah bad mood ketika melihat penampilannya sama dengan Yabe, sedangkan yang lain berpenampilan seperti biasanya.
“ Kalian bertiga lagi buat prank buat kita berdua ya?” Tanya Yabe yang jauh lebih santai tidak emosian seperti Arven.
“ Kita Cuma mau lihat perbandingan lebih tampan siapa kalau style kalian sama.” jawab Kagura.
“ Gue yang paling tampan laah.” Yabe membusungkan bahu nya kedepan, menanggapinya dengan sangat percaya diri.
Kagura sudah menduga kebiasaan Yabe yang masih suka bersaing dengan Arven tidak hilang. Berbeda dengan Arven, Arven memang dari dulu tidak mau menanggapi persaingan antara dia dan Yabe. Tapi mood jelek Arven sudah mulai reda karena teringat lagi dengan masa lalu dan tingkah lucu Yabe dulu.
Yuri pun membagikan tiket nya. Rico melihat tiketnya dan judul fim yang akan ia tonton. Matanya rasanya ingin melonjak keluar karena film yang ia tonton adalah film horror. Hanya bisa pasrah mengikuti mereka masuk kedalam bioskop.
Yuri duduk di tengah Arven dan Yabe. Kagura duduk di tengah Yabe dan Rico. Film sudah dimulai. Semua nya diam menyaksikan film. Yuri menengok kearah Yabe.
“ Yabe..” panggil Yuri manja, “ Gue takut nonton horror jadi..”
“ Lo bisa peluk gue, kalau takut kok!” Yabe menepuk bahu kanan Yuri, dengan senang hati menenangkannyadi pelukannya.
Yuri tersenyum manja, bilang terima kasih. Yuri menengok kesebelah kanan, Arven duduk manis sambil memakan popcorn nya. Jaket jeans biru Arven yang ia kenakan adalah gaya cowok favorite Yuri. Yuri tidak bisa menyangkalnya untuk kali ini, Arven jauh lebih menarik dari Yabe.
Yuri memfokuskan pandangannya ke layar film lagi, tapi saat itulah adegan hantu muncul tiba-tiba. Yuri teriak ketakutan, melompat memeluk bahu seseorang di sebelah kanannya, bahu Arven.
Tidak lama untuk menyadarkannya bahwa ia salah memeluk orang. Harusnya Yabe, harusnya Yabe.. Yabe, tapi kenapa jadi Arven?!
Arven tidak mengelak atau menjauh dari serangan Yuri yang tiba-tiba menempel merangkul lengannya. Mata mereka bertemu, saling memandang satu sama lain. Yuri menatap kedua bola mata Arven dan bulu matanya yang panjang jika dilihat dari jarak sedekat ini.
“ Yuri.. lebih menarik wajah gue dari filmnya ya?” Tanya Arven, memecahkan suasana.
Yuri langsung menjauhkan badannya jauh, memperbaiki posisi duduknya tegap, dan membereskan rambutnya. “ Gue nonton kok.” Yuri berusaha menutupi salah tingkahnya, mengambil softdrinkya dan meminumnya, menatap kearah layar.
Gadis itu sangat malu menatap Arven dan Cuma bisa berharap Arven tidak memperhatikannya karena ia bisa merasakan mukanya sangat panas. Cowok ini tidak boleh menyadari nya, tidak boleh.
Setelah selesai nonton film, mereka berlima jalan-jalan di mall mencari makanan. Mereka melewati toko elektronik, banyak TV LED terpampang dari ukuran kecil sampai besar. Satu tv ukuran besar digunakan sebagai display menyalakan acara-acara tv yang bisa dinikmati pengunjung mall. Channel berita menjadi perhatiaan banyak orang.
Sebuah berita menarik perhatiaan Yabe juga, saat nama seorang disebut dalam berita tersebut. Yabe berdiri di depan TV menyimak berita tersebut. Arven dan lainnya juga ikut menonton berita tersebut, karena penasaran berita apa yang membuat cowok playboy itu kalem menontonnya.
“ Pianis perempuan terkenal asal Indonesia bernama Vanessa, yang telah tinggal di Singapore bersama pacarnya, mengalami kekerasan, dipukuli oleh pacaranya sendiri, yang juga adalah manajernya sendiri. Pemicu pertengkaran mereka adalah masalah kontrak pekerjaan dan masalah personal mereka.”
Yabe tidak bisa melepaskan matanya melihat berita tersebut, begitu juga Arven dan Kagura. Yuri dan Rico yang tidak mengerti apa-apa, hanya ikut menonton beritanya.
“ Waah kasian banget ya cewek nya. Cantik, pintar dan terkenal, tapi bisa-bisanya cowoknya brengsek begitu.” Yuri berkomentar mengenai berita tersebut.
Rico juga ikut berkomentar,” Cowok brengsek aja yang berani mukul cewek.”
“ Siapa yang tahu…” Tiba-tiba Yabe yang sejak tadi diam, mulai berbicara mengomentari, “ Mungkin pianis ini kena karma, semuanya terjadi pasti ada sebab-akbibat kan?” kata Yabe, lalu berjalan cepat meninggalkan lainnya.
Arven mengejar Yabe menghentikannya yang belum berjalan jauh “ Mau kemana,Be?” panggil Arven.
“ Gue mau pulang, makan dirumah aja.”
“ Gue ikut sama lo.” Arven berlari menyusul Yabe. Arven melambaikan tangannya pamit pada Kagura, Yuri dan Rico, yang masih berdiri di depan toko elektronik.
***
Yabe duduk di kursi piano, meletakkan jari jemari memainkan sebuah lagu. Mata Yabe tertutup dengan ekspresi sangat tenang dan dengan handal nya jari jemari terus memainkan piano nya. Begitu serius nya menghayati permainannya, sampai pada peretengagan lagu, nada suara lagu terdengar tidak harmonis lagi. Yabe mengedip-ngedip melihat ketukan jari jemarinya mencari nada yang benar.
“ Enggak usah maksain diri, kalau udah lama enggak main gini deh.” Arven yang sudah berdiri depan piano dari tadi, tidak tahan melihat aksi sok keren Yabe tapi gagal.
Yabe pun mengakhiri permainan pianonya, bangkit berdiri dan melemparkan badannya, duduk santai di sofa ruang tamu. “ Haaah.. rumah lo sepi, Ven. Kemana keluarga lo?”
Arven pun juga ikut duduk santai di sebelah Yabe. “ Lagi makan malam bertiga.”
Yabe menatap heran cowok disampingnya, “ Terus lo enggak ikut apa enggak diajak?”
“ Enggak ikut. Gue belum bisa maksain diri buat deket ke mereka.”
Yabe membalikkan badannya menghadap Arven, tersenyum menepuk bahu Arven, menenangkannya, “ Bu Maya pasti ingin lo bahagia dengan keluarga baru lo.”
“ Kebahagian gue, gue yang tentukan mau kearah mana. Yang pasti memori kebahagiaan gue sama almarhum nyokap, enggak akan gue lupain.” Arven menatap bingkai foto di depannya, diletakkan di atas rak lemari. Foto Dirinya dan Ibunya, Arven yang masih kecil sekitar umur 7 tahun memeluk manja Ibunya.
“ Jadi.. sekarang lo udah merasa bahagia liat dia menderita?” Tanya Arven mengalihkan topik.
“ Hahahaha.. Kelihatannya gue bahagia ya?” Yabe cengingiran sambil menggarukkan kepalanya.
“ Gue kira dia cewek yang pintar, nyatanya dia bodoh sampai hancurin karirnya sekarang.”
Yabe masih diam, tidak menanggapi ocehan Arven.
“ Tapi emang waktu lo lagi suka banget sama dia, Lo emang enggak salah pilih cewek. Awal yang manis cerita cinta pertama lo.” kata Arven masih terus berbicara, dan Yabe masih mendengarkannya tanpa berkata apa-apa. “ Tapi emang manusia itu enggak ada yang sempurna ya. Setelah mempermainkan lo, dia pergi sama guru lesnya…”
Yabe mulai menanggapi omongan Arven, “ Guru les jadi pacar, terus jadi manajer, terus jadi musuh.” kata Yabe dengan muka datar, menatap lantai-lantai putih.
Arven berusaha menahan tawanya, karena Yabe mulai terpancing. Arven terus berusaha , menangkap emosi hati Yabe yang sebenarnya. “ Dari pengagum rahasia terus, jadi adik-kakak-an, terus pacaran, terus jadi mantan dan terakhir jadi kena karma ya, Be?”
Yabe menghadapkan badannya menyamping manatap Arven, yang juga duduk dengan posisi yang sama dan mereka berdua saling berhadapan sambil duduk santai. “ ini bukan hanya karena karma yang dia sudah lakukan ke gue. Tapi dia yang terlalu nafsu dengan ambisinya.”
“Jadi, sekarang enggak ada alasan buat lo terus jadi playboy lagi, cari cewek terus....”
“ Gue masih menikmatinya.” kata Yabe memotong omongan Arven, Dia tahu ceramah yang sama akan dikatakan Arven lagi. “ Gue kan udah pernah bilang sama lo, gue mainnya hati-hati, enggak lakuin hal aneh-aneh atau nyakitin mereka lebih jauh.” Jelas Yabe, membuat Arven Cuma bisa terdiam dan percaya dengan omongannya. “Tapi gue akan akuin, gue ngerasa senang tapi juga kasihan dengan dia.” Lanjut Yabe sambil bersender santai di sofa bangku, menatap lampu kaca di atas langit-lagit rumah Arven.
Arven menepuk-nepuk bahu Yabe pelan, tahu akan penderitaan temannya ini dan sekaligus bangga melihatnya bisa tersenyum lega dan ia yakin setelah ini Dia pasti mendapatkan cewek yang lebih baik. Patah hati pasti mungkin, tapi Arven rasa Yabe sekarang sudah bisa bertindak bijak tentang kisah asmara yang akan datang lagi..
***
prince story never die hehe, penulisannya oke punya dan deskripsinya mantap... udah kulike dan komen storymu. mampir dan like storyku juga ya. thankyouu
Comment on chapter Prolog