Seorang gadis kecil berumur 10 tahun, duduk sendiri di bangku panjang kayu. Kedua tangan kecil mulai terasa basah, dilapnya kedua tangan basahnya di gaun putih selututnya. Kali ini kedua kakinya yang mulai bereaksi. Sepatu pentopel hitam yang dikenakannya, dihentakkan bersamaan di atas lantai berkayu, dengan cepatnya keatas dan kebawah. Suara hentakkan sepatunya berhenti. Sekarang gerak tubuhnya mulai melemas, tatapannya dipenuhi rasa gelisah. Tangannya bergerak menyentuh gantungan name tag nomor 6 ,yang di lingkarkan di lehernya. Sebagai Peserta terakhir, gadis kecil itu harus menunggu gilirannya di ruang tunggu yang berada di balik panggung ditutupi tirai besar berwarna merah tua.
“Yuri takut, mama.. hiks-hiks..” suara isak tangis gadis kecil bernama Yuri tersebut, mulai meneteskan air matanya. Isak tangis yang ditahannya sekecil mungkin, agar orang-orang sekitar tidak menyadari. Matanya menengok kebelakang diluar ruang tunggu, masih banyak orang berkeliaran sibuk dengan persiapan mereka untuk tampil. Yuri yakin orang-orang tersebut tidak akan peduli dan memperhatikan kesedihannya. Walaupun dalam hati kecilnya, dia berharap ada Mamanya atau seseorang yang bisa membantunya menghilangkan nervous nya saat tampil menyanyi di panggung besar.
Sebuah spanduk kecil yang menempel di dinding ruang tunggu bertuliskan “Lomba Seni Musik : Show your own music”. Sesuai dengan judul acaranya, “Your own music”. Mereka yang mengikuti lomba bisa menunjukkan Talent menyanyi atau memainkan alat musik. Peserta nya pun dibatasi untuk kategori anak-anak dibawah 12 tahun. Yuri sendiri sebagai salah satu peserta akan menampilkan bakat menyanyinya.
Yuri sangat suka bernyanyi di dalam kamarnya sendirian, Mama Yuri yang selalu mendengarkannya di balik pintu kamar Yuri, tersenyum bangga mendengar suara indah putrinya. Sampai suatu hari, Mama Yuri menemukan ajang kompetisi bagi penyanyi cilik di mading sekolah Yuri. Mama Yuri tidak ingin mensia-siakan bakat anaknya. Ia membujuk Yuri yang awalnya ogah-ogahan dan malu mengikuti acara seperti itu. Perasannya bercampur antara tidak ingin mengecewakan Mama-nya tapi dirinya malu dan takut bernyanyi dihadapan banyak orang. Sampai akhirnya, Mama-nya pun berhasil membujuk Yuri.
Tiba-tiba alunan suara musik dari atas panggung mengagetkannya. Dia teringat bocah laki-laki manis perserta nomor 5, Dia akan memulai penampilannya. Lagu I believe i can fly menjadi pilihan peserta nomor 5. Suara indah Peserta nomor 5 melantuntan lagu I believe i can fly, membuat Yuri terkagum akan suara nya. Mendengar suara peserta nomor 5, membuat pikirannya makin terus dipenuhi rasa tidak percaya pada dirinya sendiri. Bagaimana nasipnya nanti jika dirinya gagal, dipermalukan, tentu Keluarga yang menontonnya lebih malu dan kecewa, pikirnya terus membuat kepalanya makin terasa berat.
Yuri menghapus air matanya yang sudah berhenti mengalir.
“Aa..aku takut. Aku mau ke mama aja. Lebih baik pulang, nyanyi dirumah aja.” Keputusan polos Yuri sudah bulat tidak ingin tampil di atas panggung.
Ketika ingin beranjak dari bangkunya, seorang laki-laki memegang pundak Yuri menahannya tetap duduk di tempat, “Jangan pergi!”
Yuri yang terpaksa duduk kembali di bangkunya, karena dorongan tangan bocah laki-laki yang terlihat seumuran dengannya juga. Yuri menatap binggung bocah laki-laki yang tidak dikenalinya sama sekali. “Kenapa?”
“Kamu pasti lagi grogi dan takut karena sebentar lagi giliran kamu yang nyanyi kan?” tebak bocah laki-laki tersebut dengan senyuman manisnya.
“I..iya. kok kamu tahu?” Tanya Yuri masih kebinggungan.
“Dari tadi aku liatin kamu.” Jawabnya singkat.
Yuri menundukkan kepalanya malu, tidak membalas bocah laki-laki tersebut, karena dia pasti sudah melihat dirinya yang menyedihkan, menangis merengek sendirian. Tiba-tiba, sebuah kalung bergambar Not balok berwarna hitam sudah bergelantung di lehernya. Bocah laki-laki tersebut mengalungkannya.
“Ini apa?” Tanya Yuri makin kebingungan lagi, sambil memegang kalung tersebut.
“Itu buat kamu. Gambar not baloknya pas banget tepat di dadamu..” Bocah laki-laki tersebut menunjuk dadanya sendiri. Badannya membungkuk, jongkok di depan Yuri. “Kata Mama-ku, Ketika main musik atau nyanyi harus dimulai dari perasaan yang tenang dan bahagia.” Jelasnya, mengadahkan kepalanya menatap lembut Yuri yang masih duduk manis.
“Aku senang nyanyi sendirian di kamar aja, bukan disini.” Yuri masih menunduk sambil memainkan kalung Not baloknya.
“Kata Mamaku, Musik itu harus dinikmati bersama. Suara bagusmu harus di dengar semua orang, jadi yang senang enggak cuma kamu doank, Mama kamu pasti senang dengar suara kamu.”
Kata-kata bocah laki-laki tersebut menyadarkan Yuri akan kekeliruannya selama ini. Ditekannya kalung dan dadanya bersamaan. Merenung dan berusaha merasakan Bagaimana perasaanya saat dia bernyayi dengan perasaan tenang dan bebas saat dirumah. Perasaan itu yang harus dia rasakan dan simpan, saat ia akan naik ke panggung nanti. Matanya terbuka kembali, bocah laki-laki tersebut masih setia didepannya.
“Ini buat aku?” Tanya Yuri memastikan, sambil memegang kalung not balok.
“Iya, buat kamu.” Kata Bocah laki-laki tersebut makin tersenyum lebar karena melihat keceriaan di raut muka Yuri.
Yuri tidak dapat melupakan kejadian 6 tahun lalu, hingga saat ini. Sosok bocah laki-laki tersebut masih misterius baginya, karena topeng putih yang menutupi seluruh mukanya, hanya mata dan bibir senyuman manisnya yang ia ingat, Yuri menyebutnya Pangeran bertopeng.
***
Sinar cahaya lampu warna warni yang bergitu banyak memenuhi lapangan besar yang saat ini dipakai untuk Pasar Malam. Berjejer rapi di setiap stan-stan pakaian, makanan dan tempat permainan. Suasana begitu ramai dan padat, dipenuhi banyak orang.
Yuri berjalan sendiri dengan langkah cepat, matanya melihat sekeliling, mencari tempat yang ia tidak tahu dimana letaknya. Gadis berusia 16 tahun tersebut benar-benar tersesat.
“Aduuh.. Kakak kasih tahu toilet nya enggak bener nih.” Gerutu Yuri yang sudah putus asa mencari toilet. Mata Yuri terus mencari sebuah tulisan besar bertuliskan “Toilet”. Langkah kaki nya dan pandangan matanya tidak searah. Pria di depannya sedang berjalan cepat dan tergesa-gesa ke arahnya, tidak diperhatikannya, dan akhirnya Mereka bertabrakan.
Kedua nya bertabrakan di kedua bahu masing-masing. Sebuah Tas tangan berwarna hitam yang dipegang Pria tersebut jatuh.
“Aduuh.. mba jalan yang bener donk!.” Pria tersebut jengkel menatap Yuri.
“Iya.. maaf pak. Saya ambilin tasnya.” Kata Yuri sambil membungkukkan badannya. Diambilnya tas hitam milik Pria tersebut yang jatuh tepat di sampingnya. Tas tangan wanita milik Pria kekar dan bertatto?! Pikir Yuri binggung, menatap Pria bertatto pemilik Tas ini.
“Ini tasnya,Mas.” Kata Yuri sambil menyerahkan tasnya. Meski kepalanya dipenuhi rasa penasaran dengan Tas wanita yang dipegang Pria tersebut, tapi itu bukan urusan dia, Kesimpulnya mungkin memang style cowok zaman sekarang.
Pria tersebut mengambil tasnya kasar, dan hendak melangkahkan kakinya pergi, Namun langkahnya terhenti karena tangan Yuri dengan cepatnya menyentuh lengan bajunya.
“Maas, maaf. Toilet dimana ya?” Tanya Yuri memelas.
Pria tersebut terdiam, diperhatikannya Yuri dari atas sampai bawah. Tersenyum mengangkat bibirnya setengah, “Ooh toiletnya. Dari sini mba lurus liat ada Stan celana laki-laki, terus belok kiri masuk kedalam terus, sampai mentok ada tulisan Toilet disana.” Jelasnya yang seketika nadanya berubah jadi ramah.
Tanpa pikir panjang Yuri mengucapkan terima kasih dan beranjak pergi duluan. Yuri mengikuti arahan Pria yang tidak dikenalinya tersebut, sampai dia terus berjalan dan melihat papan kecil bertuliskan Toilet. Tersenyum lega akhirnya bisa menemukan tempat yang dicari-cari, namun senyumnya pudar, ketika melihat sekumpulan pria yang sedang nongkrong di depan Toilet.
Perasaannya mulai tidak enak, apalagi cara berpakaian mereka dan aura mereka terlihat menakutkan. Yuri menelan ludahnya kasar. Tujuannya utamanya mencari toilet telah tercapai, tapi kenapa cobaan lain datang, harus melewati sekelompok preman yang tepat berada di depan toilet.
Sial banget gue hari ini. Udah kebelet nyari toilet susah, ketemu toilet di tempat kayak gini. Gue harus kabur sebelum mereka sadar.
Yuri melangkah berusaha tidak bersuara keras berjalan berbalik arah, tapi tiba-tiba pundak di pegang seseorang dari belakang.
“Mau kemana neng?” kata salah seorang preman yang sudah berada di belakang Yuri.
“To..toilet” jawab Yuri tergagap-gagap. Tubuhnya membeku di tempat, sudah terpojok dikelilingi para preman yang perlahan mulai ramai menghampirinya.
“Oooh toilet. Toiletnya disana, tapi kok malah balik arah,neng?” Saut Preman lainnya, berdiri di sebelah Yuri.
“Tapi.. Toilet yang ini rusak, jadi kalau udah kebelet buang aja disini. Hahaha” saut lagi Preman lainnya,berdiri disebelah kanan Yuri.
Demam panggung dan rasa ketakutan yang dialami nya 6 tahun lalu, jauh lebih parah dari ketakutannya saat ini.
Dirinya hanya seorang diri bersama para laki-laki tidak dikenal. Ketakutannya membuat badannya gemetar, Dirinya ingin kabur dan pergi dari tempat ini. Yuri mencari celah, melangkahkan kaki nya ke kanan dan kiri, tapi usaha Yuri meloloskan diri dari kerumunan Para Preman tersebut sia-sia. Mereka dengan cepat dan gampang menghadang badan kecil Yuri dengan tubuh besarnya.
“Too..tolong lepasin saya. Saya mau pulang..” ucap Yuri lirih diiringi dengan air matanya yang mulai mengalir.
Air mata Yuri yang mulai keluar, tidak meluluhkan hati-hati para preman. Mereka justru tertawa geli melihat Yuri.
“Aduh adek, jangan nangis donk. Sini abang hapus air matanya.” Kata preman yang dibelakang Yuri mencoba menyentuh pipi Yuri.
Yuri mengelakan badannya, tapi dirinya sudah makin dekat terpojok di kelilingi Para preman yang semakin mendekatinya.
“Kok bibirnya gemetaran mulu,neng?” kata seorang preman didepan Yuri, tangannya meraih dagu Yuri.
Yuri ditengah rasa ketakutannya, tetap berusaha agar lebih berani dan kuat. Digigitnya jari Pria yang menyentuh dagunya.
“Awww.. Jari gue!!” teriak preman tersebut meringis kesakitan memegang jarinya yang digigit Yuri sampai membekas merah. “Siaalaan.. niih cewek!!” Amarah Preman sampai melayangkan tangan kanannya hendak memukul muka Yuri.
Yuri hanya bisa pasrah bersiap menerima pukulan tersebut, ditutup matanya rapat-rapat.
“Oooy, cewek bodoh!!” teriak seseorang, yang sontak menghentikan tamparan keras yang akan dilakukan preman tersebut.
Hah?! Cewek bodoh? Gue maksud nya?
Yuri membuka matanya lebar-lebar melihat sumber suara siapa yang memanggilnya. Mata nya terbelangkak lebar mendapati pemilik Suara tersebut adalah seorang cowok muda tampan berdiri tegap mengenakan sweater merah dan celana jeans hitam. Dia tidak sendirian, Ada seorang gadis manis berambut panjang, berdiri disampingnya memakai tas selempang berbentuk kotak .
“Siapa lo?! Jangan ikut campur!!” teriak salah satu preman yang tadi hendak ingin menampar Yuri.
Cowok sweater merah berjalan mendekati mereka, “Ooy cewek bodoh…”
Lagi-lagi dia manggil gue cewek bodoh?! Siapa sih nih cowok? Teman preman-preman ini? Tapi masa iya? Penampilannya bersih begini?
“… Dalam situasi seperti ini jika lo gigit jarinya, lo sendiri yang bakal mati. Harusnya yang lo gigit sampai putus dan brutal itu.. Ya telinganya” ucap cowok sweater merah tersebut tersenyum dingin menatap satu persatu para preman dengan tatapan yang menakutkan, seperti ingin menerkam mereka.
Bulu kuduk Yuri mengedik keatas. Entah kenapa aura cowok sweater merah ini lebih menakutkan, walaupan tampan tapi tatapan tajamnya tidak main-main mampu menggertak Para Preman tersebut.
Tiba-tiba tidak terduga gerakan Si cowok sweater merah begitu cepat, Kaki kirinya langsung menampar muka Preman yang ingin menampar Yuri sebelumnya, sampai jatuh ke tanah. Yuri dan Teman-temannya Preman terperanga melihat tendangan keras Si cowok sweater merah dengan sangat kerasnya.
Teman-temannya tidak tinggal diam, beraksi membalasnya. Namun lagi-lagi gerak Si cowok Sewater merah tersebut lebih cepat. Dipukulnya kedua perut Preman tepat di ulu hati mereka dengan kedua tangannya berulang kali secara bersamaan. Sisa tinggal satu, Preman ini membalasnya. Kepalan tangannya menyerang dahinya, tapi gerakannya terbaca. Cowok sweater merah mengelaknya dengan cepat, Dibalasnya dengan sikutnya memukul dagu sang Preman, dengan satu pukulan keras. Sang Preman langsung meringis kesakitan merasakan tulang dagunya berbunyi.
Yuri dengan jarak sangat dekat melihat perkelahian mereka, mundur menghindari adegan baku hantam antar para lelaki yang di penuhi kekerasan. Dari jarak aman menonton perkelahian mereka, Dia merasa senang karena ditolong, dan juga kagum dengan si Cowok sweater merah. Dia bisa menangani sendirian para preman-preaman ini.
“Kita disini lebih aman. Dia kalo berantem, brutal.”
Yuri kaget, mendapati cewek yang datang bersama cowok sweater merah, sudah berdiri disampingnya. Cewek ini benar-benar manis, apalagi dengan hiasan bandana pinknya di rambut panjang berwarna coklat, tapi ada yang terasa aneh dengan suaranya.
“Ooy. Gue haus. Beli minum yuk.” Kata Si cowok sweater merah tersebut yang sudah berdiri di depan mereka.
Para preman tersebut sudah tergeletak di tanah meringis kesakitan. Lagi-lagi Yuri tercenga melihat aksi cowok tersebut. Cowok bersweater merah dan gadis berambut panjang langsung pergi meninggalkan Yuri yang masih tercenga melihat para preman sudah tak berdaya di hajar pria tersebut. Yuri pun baru menyadari kedua orang tersebut sudah tidak ada ditempat.
Yuri berlari cepat mencari mereka, tapi kedua orang tersebut hilang misterius. Hal yang disesali Yuri adalah belum sempat mengucapkan terima kasih kepada mereka, Dan satu Dia juga lupa menanyakan toilet dimana.
***
prince story never die hehe, penulisannya oke punya dan deskripsinya mantap... udah kulike dan komen storymu. mampir dan like storyku juga ya. thankyouu
Comment on chapter Prolog