Ini sudah putaran ketiga, napas gue udah tersenggal dan rasanya kaki ini bentar lagi bakalan patah. Seumur hidup gue sangat membenci pelajaran olahraga, karena apa? Karena gue selalu lemah dipelajaran itu. Setiap kali ada ujian praktek pasti gue selalu remed. Entah kenapa semua cabang olahraga gak ada yang bisa gue kuasai, kalo basket gue selalu sial dengan mendapati kepala kena pukulan bola yang seharusnya masuk ke ring justru terlempar ke tiang dan memantulkannya ke arah gue, untuk volli terimakasih untuk bolanya yang amat sangat menyakitkan tangan hingga membuat tangan gue berakhir memar-memar, juga buat kasti yang pukulannya selalu tepat mengenai bahu gue, semua itu terjadi secara berulang-ulang sampai membuat gue berpikir mungkin saja ada yang sengaja membuat pembunuhan berencana buat gue dengan memberi siksaan pedih disetiap kegiatan olahraga yang gue jalani.
Oke lupakan soal kesengsaraan gue di pelajaran olahrahga, sekarang waktunya gue buat fokus untuk mencari celah agar bisa terbebas dari hukuman yang diberikan Jivan. Menoleh ke kanan kiri gue memastikan keadaan lapangan dan sekitar terbebas dari kehadirannya, diam-diam gue bernapas legah karena ini waktu yang tepat buat gue kabur.
Mengambil ancang-ancang kabur, gue pastikan semua rencana berhasil sampai sebuah suara deheman membuat tubuh gue lemas.
"Mau ke mana?"
"Bukan urusan lo!"
Gue mendecih, jujur gue sama sekali gak mau kembali berurusan dengan cewek ular ini, mungkin sebaiknya gue memperkenalkan dia dulu. Pertama namanya Dela gak perlu pake nama panjang, kedua dia ini musuh bebuyutan gue sejak masa sekolah pertama dulu. Udah cukup segitu aja soal dia, gue males jelasin panjang-panjang kalo menyangkut cewek ular itu.
"Santai, gak usah langsung panas. Gue cuma disuruh Jivan tadi buat liatin lo." Ucapnya enteng.
"Jigong? Ada urusan apa lo sama temen gue?"
Dia tersenyum miring, "Tanya sendiri aja, gue males jelasinnya takut lo cemburu." Tutupnya dengan tawa yang sok ditutupi.
Cuih! Cemburu katanya? Sama dia? Amit-amit dah, tujuh tanjakan sampe tujuh turunanpun gue ogah banget cemburuan kalo menyangkut tentangnya, cukup sekali gue melakukan kesalahan! Bahkan kalo bisa diulang waktu, gue gak akan pernah melakukan hal itu.
"Kenapa lo gak mati aja sih!" Ujar gue secara terang-terangan.
Dia tersenyum culas, kemudian membalas "Mungkin karena emang harus lo duluan yang mati! Jangan takut, nanti gue pasti susulin."
"Sinting lo!"
Dela tertawa keras sampai-sampai memukul dadanya kayak orang kesetanan. Gue cuma bisa menatap dia dengan pandangan kasihan, emang kalo terlalu hits pasti ada aja haters julid.
"Geblek lo, udah sana gak usah deket-deket. Pait..pait.."
"Gue tusuk baru tahu rasa lo!"
"Jangan dari belakang lagi ya." Jawab gue sarkas.
"Tenang kali ini dari arah beda dan gue pastikan gak akan terlalu sakit, soalnya gue nusuknya cepet biar lo langsung mati dan ilang!"
"Ntar kangen lo." Jawab gue lagi.
"Gak mungkin kangen karena habis itu gue langsung ikut nyusul."
Sebelum merambat lebih jauh dan membuat kalian bingung, mungkin gue harus menjelaskan dulu ke kalian maksud tusuk menusuk di sini. Pertama kita main tusukan gak pake garpu, pisau ataupun benda tajam lainnya tapi mengunakan sesuatu hal lain. Kedua mati yang dimaksud bukan meninggal terus dikubur tapi dalam artian lain. Terkahir gue gak tau motif Dela melakukan itu karena sejujurnya gue gak pernah mengganggu dia justru sebaliknya dan sebab itu gue memasukannya dalam list orang yang harus gue jauhin seumur hidup. Yah intinya berantem gue sama Dela emang beda dan pake bahasa-bahasa yang cuma kita yang ngerti.
"Terserah, semerdeka lo aja! Bye cewek ular, stt.." Gue mengakhirinya dengan sengaja mendesis, biar dia jadi tahu habitat seharusnya berada.
Masih banyak typo dan campur aduk gaya bahasa. Mampir bentar doang, semoga bisa dirapiin lagi yah.
Comment on chapter Memori Masa Lalu