SETELAH makan malam, Emilia mengurung diri di kamar sambil mencermati isi pengumuman sayembara yang diadakan salah satu penerbit besar di Indonesia. Ia terpaku pada tema yang diminta; bebas. Seharusnya, pikiran Emilia mulai mencetuskan berbagai ide dengan genre macam-macam, karena artinya ia bisa memikirkan gagasan apa pun yang ia ingin. Masalahnya, ia justru dibuat bingung. ‘Bebas’ terlalu luas. Barangkali jika temanya ditentukan, ia bisa lebih fokus.
Menghabiskan bermenit-menit di tempat duduk tanpa hasil, Emilia akhirnya memutuskan melanjutkan pengerjaan tugas biologi yang mesti diserahkan minggu depan. Ia pun mulai berkutat dengan buku dan pena, hingga matanya melirik waktu di ponsel. Pukul sembilan malam. Tidak ada WA dari Alvaro. Biasanya, jika Alvaro sudah pulang les, ia akan mengabari Emilia atau meneleponnya meski sekadar menanyakan aktivitas Emilia saat ini. Apa Alvaro belum pulang?
Emilia meraih ponselnya dan memutuskan mengirim WA. Chat terakhir mereka 15 jam lalu, saat Alvaro memastikan Emilia sudah berangkat sekolah.
Emilia S
Yang, udah pulang?
Sent. Emilia melirik waktu Alvaro terakhir kali aktif WA. Satu jam lalu.
Emilia menunggu cukup lama. Apa Al ketiduran, ya? Batinnya seraya mendesah pelan. Kasihan kalau iya. Pasti dia capek banget.
Semula Emilia berniat melanjutkan proses belajarnya, tapi rasa rindu membuatnya kembali meraih ponsel dan mengetik WA lain untuk Alvaro.
Emilia S
Udah tidur ya, Yang? Aku kangen—
Emilia terpaku. Jika Alvaro memang sudah tidur, apa WA yang ia kirim tidak akan mengganggu? Emilia akhirnya menghapus pesan itu dan menutup WA, mengamankan ponselnya dari jangkauan.
Meski berada di satu sekolah, rupanya masih sanggup menumbuhkan rindu sebesar ini, padahal mereka berjumpa enam jam lalu. Barangkali karena mereka dulu terbiasa menghabiskan banyak waktu bersama sejak kelas 1. Terlebih, mereka sebelumnya berada di kelas yang sama, sehingga intensitas pertemuan dan interaksi mereka begitu banyak sampai membuat Puspa sempat bertanya, apa Emilia tidak merasa bosan karenanya. Dan, tidak. Emilia tidak bosan. Ia justru selalu merasa kehilangan setiap kali Alvaro berada di kelompok yang berbeda dengannya, atau sibuk di ekskulnya. Rasanya, Emilia tidak pernah ingin sejengkal pun jauh dari pacarnya. Jadi sangat wajar jika saat ini Emilia merindukan Alvaro. Sisi egoisnya bahkan mulai mendorongnya menghubungi cowok itu, demi mendengar suaranya.
Emilia kembali belajar hingga ponselnya berdenting lagi. Kali ini, balasan WA dari Alvaro.
Alvaro Wistara
Baru sampai, Yang.
Emilia mengernyit, melihat waktu. Nyaris pukul sepuluh malam.
Emilia S
Kok tumben pulangnya malam banget, Yang?
Emilia diam sejenak, lantas menghapus isi pesan itu.
Emilia S
Udah makan?
Langsung istirahat aja, Yang, kalau udah makan.
Biar besok nggak terlalu capek.
Balasan itu pun dikirim. Ceklis sudah mengganda, tapi tidak segera berubah warna. Ia melihat status online di nama Alvaro. Beberapa saat menanti, tulisan typing tak juga hadir.
Emilia mulai disisipi rasa itu lagi. Ia menarik napas panjang yang terasa sesak.
Emilia S
Yang, besok mau jemput aku? Aku kang—
Jari Emilia berhenti mengetik saat tulisan typing muncul. Emilia pun menunggu.
Alvaro Wistara
Udah kok, Yang. Ke WC dulu bentar, baru tidur.
Baru keingetan besok ada jadwal piket.
Kabur aja ah *evilsmile*
Emilia menghapus isi chat yang tadi ia ketik, mengirim kata-kata baru.
Emilia S
Dasar kamu ini.
Besok berangkatnya hati-hati, ya.
?
Alvaro Wistara
?????