"I meet you first, but you're not someone who can make me feel something." ~Stella.
"Aku ada di dekatmu selama ini, tapi kau tidak memerhatikan kehadiranku." ~ RA.
-Distaste-
Bagi kebanyakan siswa, jamkos adalah anugerah terbesar. Namun, istilah itu bertentangan dengan siswi satu ini. Baginya jamkos hanya akan mengubah kelas menjadi seperti pasar. Ia tidak suka kebisingan. Alhasil, sedari yang lalu ia hanya membolak-balik buku paket diungkapan. Tapi pikirannya tidak tertuju pada tulisan di dalamnya.
Baru satu menit ia bisa mewujudkan cewek di sampingnya memekik, "YA ALLAH STELLA, GUE LUPA," ucapnya panik.
Cewek itu langsung berdiri dan mengemasi barangnya ke dalam tas.
"Apaan sih Gita?" Tanya Stella bingung.
"Gue lupa. Tadi kita disuruh ke kelas Kak Stevi, sekarang!" Gita sudah memegang pergelangan tangan Stella. Berniat mengajaknya pergi.
"Eh bentar. Gue beresin buku dulu." Stella memasukkan bukunya ke dalam laci.
Setelah itu, keduanya menuju kelas XI IPS 2 di lantai dua. Sebenarnya pergi ke kelas XI adalah hal terakhir yang ingin Stella lakukan di sekolah ini. Ia malas jika harus naik turun tangga. Apa boleh buat, bagaimana pun satu tahun lagi Stella juga akan menempati lantai ini. Hanya saja sekarang ia masih kelas X. Anggap saja ini sebagai latihan.
Karena sekarang masih jam pelajaran, kondisi lorong terbilang sepi. Hanya ada beberapa siswa yang lalu lalang, termasuk mereka.
"Mau ngapain ke kelasnya Kak Stevi?" Tanya Stella.
Gita langsung menghentikan langkahnya dan menatap Stella, "Loh emang lo nggak tahu kalau kita mau adain rapat pulang sekolah nanti?"
Stella mengangkat kedua bahunya santai membuat Gita menepuk jidatnya, "OMG Stella. Ini tuh hot news banget."
Gita menarik Stella agar mereka menepi. Ia memelankan suaranya. "Erza dikeluarin dari BEST."
"WHAT?" pekik Stella yang langsung dibungkam mulutnya oleh Gita.
"Loh kok bisa? Kenapa?" Tanya Stella bingung.
"Erza kena narkoba. Dan kabar lainnya, pulang sekolah nanti bakal ada pemilihan ketua BEST buat angkatan kita. Dia yang bakal nggantiin Erza," jawab Gita.
"Menurut tradisi berarti gue dong," tebak Stella yang mendapat anggukan dari Gita. Wajah Stella berubah seketika saat mendengarnya.
Yap, BEST merupakan singkatan dari Badan Eksekutif Siswa Teladan. Sesuai namanya, organisasi ini berisikan para siswa-siswi teladan SMA Angkasa. Organisasi ini hampir mirip dengan OSIS. Jika OSIS menangani masalah di dalam sekolah, maka BEST yang memperkenalkan SMA Angkasa pada dunia luar. Struktur organisasinya juga lepngkap. Ada ketua, wakil, dll. Kebetulan angkatan Stella adalah BEST ke-7 dan Stella menjadi sekretaris BEST.
Kedua cewek itu akhirnya sampai di kelas XI IPS 2. Stella menautkan alisnya, "Nggak biasanya ada angkatan 6," bisiknya pada Gita saat melihat angkatan BEST ke-6 berkumpul di depan kelas Stevi.
"Mungkin mereka mbahas masalah Erza," tebak Gita sekenanya.
"Stella sini bentar!" Panggil Stevi.
Gita yang namanya tidak disebutkan tetap berdiri di tempatnya. Sedangkan Stella menghampiri kumpulan itu.
"Nanti pulang sekolah kita ada rapat, jangan lupa!" Seru Stevi.
"Kamu pasti udah tahu kan masalah Erza. Jadi nanti agendanya pembentukan ketua baru," ucap Dhyto, Ketua BEST ke-6.
Mereka juga membicarakan beberapa hal terkait rapat nanti. Tidak terasa perbincangan singkat itu memakan waktu 30 menit.
Setelah pembicaraan selesai Stella kembali ke kelasnya. Gita sudah meninggalkan dirinya beberapa menit yang lalu. Alhasil Stella menyusuri lorong sendirian.
"Dasar Gita, pergi nggak bilang-bilang," omelnya sendiri.
Karena sibuk mengeluh Stella sampai tidak menyadari di depannya ada seseorang.
BRUKK
"Aduh," ringis Stella seraya memegangi pantatnya yang sakit karena terbentur lantai.Mata Stella terdongak saat seorang tangan terulur di muka.
Degg
Cowok itu tersenyum pada Stella.
Manis banget , batin Stella.
"Astagfirullah." Stella terlonjak. Ia meraih uluran tangan itu dan berdiri.
"Maaf ya," ucap ragu Stella.
"Seharusnya gue yang minta maaf. Lo jatuh gara-gara gue tadi." Cowok itu tersenyum. "Lo Stella kan? Anak X IPA 1?"
"Loh kok tahu?" Bukannya menjawab Stella malah bertanya balik.
Pasalnya dia merasa asing dengan wajah di depannya sekarang. Meskipun sudahtiga bulan di SMA ini, Stella belum mengenal pasti semua penghuninya.
"Kenalin nama gue Ravindra Rasta Alankara. Lo bisa panggil gue Rasta." Cowok itu mengulurkan tangannya.
Stella juga mengulurkan tangannya. "Stella."
"Lain kali kalau jalan hati-hati. Jangan nglamun dan ya, lain kali jangan terlalu tertutup, sampai tetangga kelas sendiri yang seorganisasi nggak tahu." Rasta tersenyum pada Stella, kemudian melangkahkan kakinya menjauh.
Stella mematung di tempat. "Dia ikut BEST, kok gue nggak tahu ya?" Setella bingung sendiri.
Stella berbalik badan. Ia melihat Rasta berjalan menuju kelas Kak Stevi. Ternyata dia emang anak BEST, batin Stella.
Kalau dipikir-pikir Rasta lumayan juga. Kulitnya putih, tinggi, dan jangan lupakan senyumannya. Siapapun yang melihat pasti tidak akan mengedipkan matanya, contohnya Stella. Bahkan tanpa Stella sadari sudut bibirnya membentuk lengkungan ke atas sesamar mungkin.
-Distaste-
@flower_flo wkwk gapapa dong, nanti gula di rumah Stella awet
Comment on chapter Senyuman Maut