"Jinjja?!" teriak Inha.
Sumin sudah mengira reaksi ini dari sahabatnya saat ia menceritakan tentang Jimin dan Jungkook yang sebenarnya adalah vampir. Tapi tetap saja ia terkejut dengan teriakan cempreng sahabatnya ini.
"Ah pantas saja mereka terlalu tampan untuk ukuran manusia biasa" Inha mengetuk-ngetukkan jarinya di pipi sambil membayangkan duo vampir itu. Kemudia ia tersentak seperti teringat sesuatu. "Berarti maksud dari nenek peramal waktu itu adalah Jimin dan Jungkook?"
Sumin yang sedang meminum jusnya, hanya bisa mengangguk.
"Tapi Taehyung tahu tentang mereka juga kan?!"
Sumin menggeleng.
"Tidak?!" Jerit Inha.
"Tidak" Jawab Sumin dengan tenang. "Bahkan Jimin melarangku untuk memberi tahunya"
"Kenapa?"
Sumin mengangkat bahu. "Aku akan menanyakannya nanti" kemudian ia bangkit sambil membawa piring dan gelasnya ke bak cuci piring.
Inhapun ikut bangkit dan meletakkan piringnya di bak cuci piring. Sedangkan gelasnya yang masih menyisakan separuh jusnya, masih ia pegang. "Pantas saja Jimin tidak pernah mengajakmu berkencan di siang hari, Sumin ah. Dia pasti akan terbakar kan?"
Sumin mematung. Kemudian menatap sahabatnya dengan tatapan horor. "Apa dia benar-benar akan terbakar?"
Inha hanya bisa mengedikkan bahunya karena ia sedang berusaha menghabiskan sisa jusnya. "Bukankah semua dongeng vampir mengatakan hal itu?" tanyanya sambil meletakkan gelas jusnya.
Sumin menghela nafas. Kemudian ekor matanya menangkap pergerakan detik jam dinding. Seketika, matanya membulat sempurna. "Inha! Sudah pukul 9 sekarang!"
Inha terbelalak. Setelah menatap jam dinding dengan horor, yeoja Choi itu segera melesat ke kamar Sumin sambil mengumpat. Dia bisa terlambat kuliah!
???? Black Roses ????
"Jimin ah" panggil Sumin yang menyandarkan kepalanya di bahu pria itu.
"Hm?" gumam Jimin tanpa mengalihkan pandangannya dari hiruk pikuk kota di bawah kakinya.
Ya. Mereka sedang duduk di pinggir atap sebuah gedung pencakar langit di pusat kota. Cara pacaran anti mainstream memang.
"Kenapa kau tidak memberitahu Taehyung tentang dirimu yang sebenarnya? Kupikir kalian sangat dekat."
"Kami memang sangat dekat. Tapi aku tidak bisa memberitahunya"
"Kenapa?" Sumin sungguh tidak mengerti. Jika mereka bersahabat, kenapa Jimin menyembunyikan sebuah rahasia?
Tapi Jimin malah menggeleng. "Aku pasti akan mengatakannya suatu saat nanti"
Dahi Sumin berkerut. Sebenarnya ia masih tidak mengerti. Tapi gadis itu memutuskan untuk tidak bertanya lagi. Karena Jiminpun terlihat enggan membicarakannya. Berusaha berfikir positif, mungkin pacarnya itu masih belum nyaman membicarakan tentang identitasnya.
"Kau tahu, Jim? Sekarang aku baru sadar bahwa kau tidak pernah mengajakku berkencan di siang hari" Sumin menegakkan kepalanya dan menatap Jimin dengan khawatir.
Terkejut, Jimin langsung mengalihkan pandangannya pada Sumin.
"Apakah alasannya karena kau tidak bisa terkena sinar matahari, Jim?"
Jimin tersenyum. "Nde. Mian"
Sumin menggeleng. Jimin tidak seharusnya meminta maaf. Itu bukan salahnya. "Apa semua yang dikatakan dongeng tentang vampir itu benar?"
"Sebagian besar, ya"
"Jadi, kau memang abadi?"
Jimin tertawa. "Kami memang hidup lama. Tapi bukan berarti tidak bisa mati." Ia mengusap kepala Sumin dengan lembut. "Jika terlalu lama terkena sinar matahari, kami akan melepuh kemudian menjadi abu. Jika kami memakan kelopak bunga mawar merah, maka kami akan keracunan dan tubuh kami akan membusuk"
Sumin bergidik ngeri. "Tapi kau sering memberiku mawar merah."
Jimin mengangguk. "Sebenarnya bangsa vampir selalu berhubungan dengan bunga mawar. Tapi arti setiap warna bunga mawar untuk manusia dan vampir sangatlah berbeda." Ia diam sejenak. "Bagi manusia, mawar merah adalah pertanda cinta dan kasih sayang. Tapi bagi kaum vampir, itu adalah racun yang berujung kematian. Jika mawar hitam pertanda kematian bagi manusia, maka bagi vampir adalah sumber vitamin."
Dahi Sumin mengerut. "Tapi kenapa tidak ada 1 dongengpun yang mengatakan tentang hal ini?"
Jimin tersenyum. "Ini rahasia bangsa vampir. Jika manusia yang tidak menyukai kami mengetahui tentang hal ini, tidak akan ada lagi vampir di dunia ini"
"Tapi kau memberi tahuku"
Jimin tertawa. "Memangnya kau membenci vampir, Sumin ah? Kurasa tidak. Karena kau malah berpacaran dengan salah satu vampir tertampan yang bernama Park Jimin" katanya sambil mencubit ujung hidung Sumin dengan gemas.
Tentu saja Sumin merona. Diapun segera memutar otak untuk mencari pengalih pembicaraan. "Kalau begitu, berapa umurmu yang sebenarnya, Jim?"
Jimin terlihat malu-malu. "Jangan terkejut"
Sumin mengangguk.
"Jangan berteriak"
Sumin kembali mengangguk tidak sabar.
"622 tahun"
Sumin terbelalak. "Mwo?!" pekiknya.
Jimin mengecup bibir Sumin. "Sudah kubilang jangan terkejut dan berteriak"
Tapi yeoja Baek itu tidak memperdulikan omelan Jimin. Dia terlalu sibuk berfikir tentang umur pacarnya yang amazing. "Kalau begitu seharusnya aku memanggilmu oppa. Lalu bagaimana dengan umur Jungkook?"
"420 tahun"
"Mwo?!" Sumin kembali memekik. "Harusnya aku memanggilnya oppa juga"
Jimin cemberut. "Andwae! Panggil dia Kookie saja. Kau boleh memanggil oppa hanya kepadaku saja!"
"Tapi-" perkataan Sumin terhenti karena bibir Jimin yang sudah menempel pada bibirnya, membungkam yeoja itu seketika.
Pria vampir itu menjauhkan dirinya sedikit. "Jangan pernah membantahku, Baek Sumin" desisnya tepat di depan bibir Sumin. Melihat kekasihnya yang hanya mengerjap, Jiminpun kembali mencium kekasihnya itu.
???? Black Roses ????
Salju yang terbawa angin terus menghantam jendela rumah dengan ganas. 3 jam telah berlalu tapi badai tak kunjung reda juga.
Sumin kecil memeluk tubuh eommanya semakin erat. Berharap dapat terus merasakan kehangatan dari eommanya itu. Sementara itu, Mrs. Baek terus mengusap kepala putri semata wayangnya sambil menceritakan kisah dari sebuah buku dongeng bergambar.
Tiba-tiba terdengar gedoran keras di pintu depan mereka. Membuat Mrs. Baek menghentikan dongengnya dan menengok ke arah pintu. Memasang telinga, berusaha membedakan suara hantaman angin dan gedoran pintu yang sebenarnya.
Gedoran kedua terdengar sama kerasnya. "Sebentar" teriak Mrs. Baek sambil dengan lembut melepas pelukan Sumin di pinggangnya.
"Apakah itu appa?" tanya Sumin yang memperhatikan eommanya yang segera bangkit. Sejujurnya, ia tidak rela sama sekali melepas pelukan pada eommanya. Tapi bagaimana jika itu memang appanya?
"Mungkin saja" jawab Mrs. Baek yang segera berjalan ke arah pintu depan.
Sumin termenung. Jika itu memang appanya, Sumin ingin sekali menyambutnya. Maka, ia segera turun dari sofa. Langkah kecilnya membawa Sumin ke pintu depan rumah.
Tapi saat ia sampai disana, eommanya tidak sedang berbincang dengan appanya. Melainkan dengan seorang gadis cantik berambut sebahu.
Tiba-tiba gadis berambut pendek itu memeluk tubuh Mrs. Baek. Melewati bahu eommanya, Sumin dapat melihat bahwa gadis cantik itu tersenyum kepadanya. Suminpun balas tersenyum.
Detik berikutnya, ada sesuatu yang menggelinding dan terhenti saat mengenai kaki Sumin. Sumin menunduk dan matanya langsung terbelalak ngeri. Benda yang menggelinding di bawah kakinya adalah kepala eommanya!
Kepala yang menunjukkan ekspresi terkejut eommanya, dengan darah yang mengalir deras di tempat lehernya seharusnya berada.
"Eommaaaaaa!!!" pekik Sumin.
Sumin tersentak bangun dengan bulir-bulir keringat di dahinya. Nafasnya pendek-pendek. Dengan nyalang, ia memperhatikan sekitarnya. Ruangan bercat biru muda menandakan bahwa ia berada di kamarnya.
Sumin berusaha mengatur nafasnya. Dia hanya bermimpi.
Bukan!
Itu adalah ingatan masa lalu yang sangat ingin Sumin lupakan.
Ingatan tentang kronologi kematian eommanya.
Setelah menenangkan diri, Sumin segera turun dari ranjang dan beranjak ke wastafel untuk mencuci muka. Kemudian ia pergi ke dapur untuk meminum segelas air.
Saat Sumin kembali ke kamar, ia menghela nafas kasar ketika mendapati bahwa jam alarmnya masih menunjukkan pukul 2 dini hari.
Sumin tidak ingin tidur kembali.
Sumin khawatir, jika ia menutup matanya, maka ia akan kembali memimpikan ingatan kelamnya itu lagi.
Jadi Sumin memutuskan untuk duduk di balkon kamarnya dan menunggu matahari pagi menyapanya.
Sumin duduk termenung. Sampai sekarang ia masih belum tahu siapa gadis cantik berambut sebahu itu. Karena saat Sumin mendongak dari kepala eommanya saat itu, gadis itu telah pergi. Menyisakan tubuh tanpa kepala eommanya yang tergeletak kaku di ambang pintu.
Gadis cantik itu seolah hilang terbawa badai malam itu. Karena polisipun tidak pernah bisa menemukan pembunuh keji itu, bahkan sampai kasus pembunuhan eommanya telah kadaluarsa sekalipun.
Sumin juga tidak mengerti, kenapa gadis itu membunuh eommanya. Memangnya apa kesalahan eommanya? Sebesar itukah kesalahan yang diperbuat eommanya hingga eommanya pantas untuk mati? Dengan cara yang sangat keji seperti itu?
Bahkan Sumin juga tidak mengerti bagaimana cara gadis itu menebas kepala eommanya. Padahal saat itu Sumin tidak pernah melepaskan tatapan matanya pada mereka berdua. Bahkan saat itu Sumin dan gadis cantik itu sedang saling tersenyum!
Sumin tidak habis pikir, bagaimana paras cantik gadis itu malah menyembunyikan perilaku tidak biadab seorang pembunuh!
Sumin sepenuhnya menyalahkan appanya atas peristiwa kematian eommanya. Jika saja saat itu appanya tidak pergi keluar.
Jika saja saat itu appanya berada di rumah dan melindungi eommanya.
Jika saja saat itu appanya tidak berselingkuh di belakang eommanya!
Sumin sangat membenci wanita selingkuhan appanya itu. Wanita Rusia yang kemudian menjadi eomma barunya. Wanita itu memang bersikap baik pada Sumin. tapi tetap saja dia adalah wanita murahan yang menghancurkan keluarga kecil Sumin!
Sejak kematian eommanya, Sumin lebih sering tinggal bersama keluarga Inha. Dia tidak tahan tinggal di rumahnya sendiri. Selain akan terus mengingatkannya pada kepala eommanya yang menggelinding di bawah kakinya, juga karena wanita selingkuhan appanya yang mengambil alih semua peran eommanya.
Itu menyakitkan!
???? Black Roses ????
Kelopak mata Sumin perlahan terbuka. Kemudian ia mengerjap cepat. Tidak percaya dengan apa yang ditangkap matanya. Karena yang ada dalam pandangannya saat ini adalah wajah tersenyum Jimin yang kelewat sempurna.
"Selamat sore" sapa Jimin. Kemudian lelaki itu mengecup bibir Sumin singkat.
Sapaan dan kecupan Jimin mengonfirmasi Sumin bahwa lelaki yang dicintainya itu benar-benar ada di hadapannya. Sumin mengangkat kepalanya dari meja kasir. "Kenapa kau ada di sini, oppa?" tanyanya sambil mengucek mata.
Jimin terkejut. Ia masih belum terbiasa dengan panggilan barunya itu. Tapi lelaki itu seperti enggan mengubah posisinya. Ia masih menempelkan sisi wajahnya pada meja dan memandangi wajah bangun tidur Sumin. "Menjemputmu karena hingga malam seperti ini, kau tidak datang juga ke restoran." Jimin menegakkan tubuhnya. "Tapi saat aku datang, kau sedang tidur pulas. Aku tidak tega membangunkanmu. Jadi aku hanya memandangimu"
Jimin memperhatikan wajah kusut Sumin dengan dahi mengerut. "Kau tidak terlihat sehat, Sumin ah. Apa kau baik-baik saja?" Tanyanya sambil mengusap-usap pipi pacarnya dengan cemas.
"Aku hanya tidak bisa tidur semalam, oppa. Mungkin setelah mandi aku akan merasa lebih baik." Jawab Sumin yang memegang tangan Jimin di pipinya.
"Apa kau yakin?"
Sumin mengangguk dengan senyum meyakinkan.
Jiminpun menarik kembali tangannya. "Kalau begitu mandilah"
"Aku tidak akan lama." Jawab gadis itu sambil bangkit.
Jimin hanya mengangguk. Dan saat Sumin sudah meninggalkannya sendiri, pria itu segera menelepon Jungkook. "Kookie, aku butuh bantuanmu."
TBC
Maafkan imajinasi saya yang kelewat liar ????????
With love, Astralian ????