Jimin mengendap-endap dalam naungan bayang-bayang gedung rusak itu. Sebenarnya para vampir ilusilah yang bertugas untuk mengintai. Tapi Jimin mendapat perintah khusus dari Hoseok untuk ikut. Yah, hyungnya yang satu itu adalah seorang pangeran. Jadi ia tidak bisa membantah perintahnya kan?
Sejujurnya, jika bukan Hoseok yang menyuruhnya, Jimin pasti tidak akan melakukan pengintaian ini. Lebih baik ia mencari Sumin di negara Yunani ini dan membiarkan para vampir ilusi melaksanakan tugasnya sendiri.
Benar, Jimin belum juga menemukan Sumin hingga saat ini. Padahal sekarang sudah bertahun-tahun sejak gadis separuh vampir itu pergi. Dan namja Park itu tidak pernah absen seharipun untuk mencari belahan hatinya itu.
Apalagi dengan adanya tugas dari Raja Vampir untuk memburu si pria bertopeng pemimpin organisasi vampire hunter. Hal itu sangat menguntungkan Jimin. Karena ia bisa pergi kemanapun untuk melakukan tugasnya sekaligus mencari kekasihnya.
"Park Jimin ssi?" Panggil seseorang.
Jimin menoleh ke asal suara. Tapi ia tidak melihat siapapun. Kemudian seolah ada tirai hitam yang tersibak hingga menampilkan seorang gadis bersurai soft pink. Dari baunya, Jimin tahu bahwa ia adalah seorang vampir. "Eunhye Noona?"
Gadis itu mengangguk. Setelah itu ia berjalan mendekat. Berhati-hati mengambil langkah agar tetap berada dalam naungan bayangan. "Kau ingin masuk dan mencuri dengar rapat mereka?"
"Ya"
Vampir ilusi itu mengangguk. "Aku akan membantumu" Iapun mengulurkan tangan. "Kajja"
Tanpa pikir panjang, Jimin menggapai tangan gadis yang lebih tua darinya. Kemudian mereka telah berada di dalam gedung bobrok itu. Dari sudut ruangan yang lapang itu, Jimin bisa melihat bahwa para vampire hunter berjubah hitam itu sedang mengadakan rapat. "Apa kau sudah mengaktifkan kekuatanmu, Noona?" Bisik Jimin.
"Sudah" Jawab yeoja Gae itu balas berbisik.
Lantas merekapun diam untuk menyimak rapat rutin organisasi yang menyebut dirinya sebagai kesatria fajar. Yah, meskipun bertahun lalu organisasi ini pernah hancur di Seoul, tapi ternyata mereka kembali membangunnya di kota lain, bahkan negara lain.
Jika saja saat itu Pangeran Daehyun berhasil membunuh si pria bertopeng, mungkin organisasi ini tidak akan pernah ada lagi. Sayangnya saat itu sang ketua vampire hunter malah melukai Pangeran Daehyun dan berhasil melarikan diri. Sekarang bahkan ia kembali menjadi pemimpin kelompok itu dengan anggota yang lebih banyak di seluruh dunia.
Dari apa yang terdengar, Jimin dapat menangkap bahwa mereka masih belum juga dapat menemukan Raja vampir. Tapi juga ada yang melapor bahwa mereka sempat bertarung dengan beberapa vampir. Selebihnya, mereka membahas penelitian alat-alat yang selama ini mereka kembangkan. Kemudian rapat itupun diakhiri dengan jamuan makan malam bersama.
Tapi banyak pula dari mereka yang lebih memilih untuk segera pulang. Seperti seseorang yang tengah berjalan ke arah Jimin dan Eunhye. Bukan, mungkin tujuannya adalah pintu keluar yang tepat berada di samping mereka. Tapi tetap saja itu membuat kedua vampir itu refleks menahan nafas mereka.
Dan ketika Jimin melihat sedikit wajah orang itu yang sebagian besar tertutup tudung jubahnya, matanya terbelalak lebar. Ia mengenalnya. Dan bau darahnya, semakin mengonfirmasi dugaannya. "Pulanglah, Noona. Aku akan mengikutinya" bisik Jimin dengan pandangan yang tidak lepas dari punggung sosok yang semakin menjauh itu.
"Apa?! Apa yang kau rencanakan, Jim?" Gadis ilusi itu segera mencengkram lengan milik Jimin.
Si vampir elektrikon menoleh dengan senyuman. "Bukan sesuatu yang berbahaya" Jawabnya sambil melepas cengkraman Eunhye dengan lembut. "Sampai jumpa di markas" itulah kata terakhirnya sebelum menghilang.
???? Black Roses ????
Jimin sangat terkejut saat sosok yang diikutinya tiba-tiba membalikkan badan lantas menodongnya dengan senapan. Tapi bahkan sosok itu juga sama terkejutnya saat melihat Jimin. Selama beberapa saat, mereka hanya saling menatap dengan pandangan terkejut yang sama.
"Jimin" Nama itu meluncur lancar dari bibir mungil sosok yang masih memakai tudung jubahnya.
Pria yang dipanggil langsung tersenyum tampan. "Kau masih mengingat namaku, Sumin."
"Tentu saja, bodoh!" Jawab Sumin hanya dalam hati. "Jika kau kesini untuk membalas dendam atas kematian ibumu," Ia menurunkan pistolnya. "Lakukanlah"
"Tidak ada alasan bagiku untuk membunuhmu. Karena kau bukan pembunuhnya" Ujar Jimin masih dengan senyum tampan yang terukir di wajahnya.
"Lalu untuk apa kau kesini?"
Tidak menjawab, si namja vampir malah berteleportasi mendekat dan memeluk gadis itu. "Menjemput pengantinku ke hadapan pendeta." Lantas keduanyapun menghilang dari gang gelap itu.
Saat merasakan pelukan Jimin yang melonggar dan sensasi teleportasi yang menghilang, Sumin membuka mata bulatnya. Bibirnya terbuka menyadari dimana ia sekarang. "Ini rumahku?"
"Ya." Jawab Jimin sambil menyibak tudung jubah Sumin agar ia bisa memandangi gadis yang sangat dirindukannya. "Aku membersihkannya dan menunggumu disini setiap malam"
Sumin tidak bisa menyembunyikan kesenangannya. Ia sangat rindu dengan rumahnya, toko bunganya, dan juga kehidupan lamanya. "Terima kasih, Jim" katanya sambil menatap mata lelaki di hadapannya.
Terpesona oleh gadis pujaannya, tangan Jimin bergerak untuk membelai sisi wajah Sumin. "Kau tahu Sumin, aku sangat menyesal atas apa yang terjadi hari itu. Maaf telah membentakmu, tidak mempercayaimu, bahkan mengusirmu. Aku minta maaf" ucapnya yang kemudian menyatukan keningnya dengan milik Sumin.
Si gadis separuh vampir tidak tahu harus berkata apa. Tapi tangannya refleks memegang tangan Jimin yang masih berada di pipinya. Tubuhnya tidak bisa berbohong bahwa ia sangat merindukan Jimin. Apalagi hatinya. Ia masih sangat mencintai namja Park ini.
"Maukah kau memaafkanku dan kembali ke sisiku lagi, Sumin?"
Lidah Sumin terlalu kelu untuk sekadar berkata 'ya'. Jadi yang bisa ia lakukan hanyalah mengangguk dengan mata yang masih terkunci pada manik mata Jimin.
Pria elektrikon itu langsung mencuri sebuah kecupan di bibir kekasihnya. "Kau melewatkan pernikahan kita bertahun-tahun lalu"
"Aku tidak ingat pernah mendapat lamaran darimu" Jawab Sumin dengan senyum menggoda.
"Baiklah aku akan melamarmu sekarang"
???? Black Roses ????
Dooorrr!!!
Tembakan itu dilepaskan dengan peluru panas yang melesat menghujam dada kiri salah satu orang-orang berjubah hitam. Tubuh korban tembakan itu sedikit tersentak hingga menyibakkan tudung jubahnya.
"TIDAK!" Teriakan Jimin menggema saat melihat wajah korban malang itu. Ia segera berteleportasi ke dekat sosok yang telah terbaring itu. Tidak peduli jika ia membongkar persembunyiannya, bahkan kini telah terkepung oleh musuh-musuhnya.
Hati Jimin terasa seperti diremas kuat. Tubuhnya gemetar hebat. Air mata tidak bisa ia bendung lagi. Perlahan tangan gemetarnya menggapai tubuh sekarat itu. Dengan hati-hati menyandarkannya di pahanya.
"Oppa" lirihan itu keluar dari mulut mungil yang telah berlumur darah.
"Kau tidak bisa mati, Sumin" panik Jimin sambil berusaha menghentikan pendarahan dari luka tembak kekasihnya.
Gadis bersurai coklat panjang itu terlihat sangat lemas. Keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya. Pandangannya mulai tidak fokus dengan mata yang sayu.
Ternyata kesempatan ini dimanfaatkan oleh para anggota vampir hunter. Mereka mulai mengarahkan senapan masing-masing pada pasangan itu. "Menyerahlah, vampir" kata salah satu dari mereka.
Jimin yang mendengar itu, langsung merasa marah. Tanpa sengaja, ia membuat badai besar di atas bangunan markas vampir hunter itu. "Jangan ganggu aku, sialan!" Bersamaan dengan teriakan itu, sebuah bola tameng yang terbentuk dari jaringan listrik menyelubungi ia dan Sumin. Manusia-manusia itupun langsung terpental jauh dengan listrik yang meretih di tubuh mereka.
Namja bersurai hitam kelam itu kembali mengalihkan atensinya kepada sang kekasih yang sekarat. Kepanikannya meningkat melihat gadisnya yang hampir menutup mata. "Tidak tidak tidak" racaunya.
Jimin segera mendongak mencari Yoongi. Tapi hyungnya yang satu itu sedang sibuk bertarung dengan si pria bertopeng. Sedangkan kelima temannya yang lain juga tengah berada dalam pertempuran sengit. Ia tidak bisa mendapat bantuan.
"Sumin?" Panggil pria vampir itu. Tapi gadis yang dipanggil tidak merespon sama sekali. Bahkan Jimin bisa merasakan bahwa detak jantung Sumin semakin lirih.
Park Jimin telah berada dalam keadaan over panic saat ini. Dengan sangat hati-hati ia memeluk tubuh lemas calon istrinya untuk berteleportasi mencari bantuan, sekaligus keluar dari medan pertempuran.
???? Black Roses ????
Gadis cantik itu telah melewati masa kritisnya. Berkat seluruh vampir penyembuh dan juga blue roses, luka tembak yang membusuk itu kini telah menutup. Peluru yang menembus dada kiri Sumin memang bukanlah peluru biasa. Bukan pula peluru perak. Itu adalah peluru tembaga berukir yang juga pernah melukai pangeran Daehyun dulu.
Membutuhkan waktu yang lama bagi sang Pangeran untuk kembali pulih seperti sekarang. Lalu apakah hal itu juga berlaku untuk Sumin? Ataukah bisa lebih lama lagi? Mengingat gadis itu masih separuh vampir, regenerasi tubuhnya juga tidak akan secepat para vampir bukan?
Jimin tentu saja terlihat sangat sedih. Namja itu terus berada di sisi Sumin, menunggu kelereng coklat gadis itu nampak kembali. Bahkan si vampir elektrikon ini diam-diam menangis pilu saat tidak ada seorangpun.
Jimin tahu Sumin tidak bisa mati dengan peluru perak ataupun peluru biasa. Tapi ia tidak tahu apakah peluru tembaga berukir yang diduga beracun ini bisa membunuhnya atau tidak. "Kumohon bangunlah" ucapnya tanpa melepas genggaman tangannya pada tangan dingin Sumin.
Tapi yeoja Baek itu sama sekali tidak merespon. Kulitnya terlihat semakin pucat dan detak jantungnya masih lirih.
Satu hal yang sangat Jimin syukuri adalah, peluru sialan itu tidak mengenai jantung Sumin hingga gadis itu masih bernafas sampai sekarang. Jimin tidak mau membayangkan jika sampai peluru itu menembus jantung kekasihnya. Mungkin ia akan bunuh diri saat itu juga.
"Apa mimpimu sangat indah hingga kau tidak ingin bangun, Sumin?" Tanya Jimin di minggu pertama sejak hari penembakan itu.
"Sumin, apa kau tidak bosan tidur seperti itu terus?" Tanya Jimin di minggu kedua.
"Hei, apa kau tidak merindukanku hm?" Pertanyaan Jimin di minggu ketiga.
"Apa kau tidak mau menikah denganku, Sumin?" Pertanyaan di minggu keempat.
Dan di minggu kelima, "Baek Sumin, maukah kau menikah denganku?" Jimin membuka sebuah kotak beludru kecil. Di dalamnya terdapat sepasang cincin berwarna hitam dengan hiasan zigzag yang terlihat seperti kilatan petir.
"Aku tahu kau pasti akan menjawab 'ya'." Ucap namja tampan itu sambil tersenyum. Kemudian ia mengambil cincin yang berukuran lebih kecil dan menyematkannya pada jari manis kiri si gadis sekarat.
Setelah itu, Jimin memakai sendiri cincin yang satunya di jari manisnya. Membayangkan bahwa Suminlah yang memakaikan cincin itu.
"Jadi, kapan kita akan menikah?"
"Bagaimana jika besok?"
"Terlalu cepat? Baiklah lusa"
"Tidak, Sumin. Itu terlalu lama. Kau sudah membuatku menunggu selama bertahun-tahun ini. Lalu kau akan membuatku menunggu lagi? Aku menolak"
Beberapa saat kemudian Jimin tersenyum sambil membelai wajah damai belahan hatinya. Ia sudah seperti orang yang telah kehilangan kewarasannya karena bercakap-cakap sendiri seperti ini.
"Karena lusa kita akan menikah, jadi kau harus cepat bangun" lanjutnya sambil menggenggam tangan Sumin.
Tanpa diduga, tangan pucat itu meremas tangan Jimin hingga cincin mereka saling menempel.
End
Gantung? Iya tau. Emang Lian bikin gitu krn Lian berencana bikin sequelnya wkwk
Let me say goodbye now~
With love, Astralian ????