Xuan membuka pintu rumahnya dengan kasar dan membanting pintu. Ibunya menatap Xuan dengan perasaan campur aduk. Terlihat bahwa wanita itu khawatir, bingung, dan juga lelah.
“Kamu sudah makan, Nak?” tanya Ibu Xuan.
“Ngga lapar,” jawab Xuan sambil lalu.
Ia membanting tas punggungnya yang berwarna hitam di depan pintu ruang keluarga kemudian melepas sepatu sebelah-sebelah sambil berjalan menuju tangga.
“Kamu mau ke mana, Xuan?” tanya Ayah yang sedari tadi berusaha keras menahan amarahnya.
“Kira-kira ke mana lagi? Ya, ke kamarlah.”
Ayah dan Ibu Xuan saling bertatapan.
“Xuan,” panggil Ibu.
“Apa lagi, Ma?” Xuan memutar matanya dengan kesal.
“Duduk. Mama dan Papa mau ngomong sama kamu,” kata Ibu.
Dengan berat hati, Xuan berjalan terseok-seok ke ruang keluarga dan duduk di sofa. Ia kini duduk berhadapan dengan kedua orang tuanya.
“Ada apa? Cepetan dong, Ma. Aku capek.”
“Jadi begini, Xuan. Kakak laki-laki Mama, Om Ji Soo, kabur dari rumah 20 tahun yang lalu karena ia tidak ingin mengambil alih usaha Kakek kamu.”
“Itu sih aku udah tahu. Aku dengar apa yang Mama dan Papa bicarakan dua hari yang lalu.”
“Dengerin dulu cerita Mama kamu, Xuan,” tegur Ayah.
Xuan mendengus namun tidak membantah.
“Jadi, sekarang Om Ji Soo tinggal di rumah Kakek dan Nenek karena Nenek sangat merindukannya.”
“Terus?”
“Om Ji Soo akhirnya memutuskan bahwa dia siap untuk diangkat menjadi CEO perusahaan keluarga kita.”
“Jadi maksud Mama keluarga kita akan disingkirkan dari perusahaan?” Xuan langsung bertanya tanpa basa-basi kepada ibunya.
“Begitulah yang Mama takutkan.”
“Lalu aku bagaimana, Ma? Selama ini aku dilatih dan disiksa dengan alasan agar aku siap menerima perusahaan kita nanti. Nah, sekarang? Aku akan dibuang begitu saja? Hanya karena Om Ji Soo pulang?”
“Mama sudah berusaha menjelaskan, sayang. Tapi Kakek dan nenekmu tidak mau mendengarkan Mama.”
“Lalu setelah Om Ji Soo nanti pensiun, PT Kim Semen Jaya akan diberikan pada anaknya yang sok tampan itu? Lihat saja! Perusahaan kita pasti hancur di tangan bocah tengik itu!” Xuan membanting dirinya ke sandaran sofa dan melipat kakinya.
“Jangan begitu, Xuan. Kamu tidak akan dibuang begitu saja. Mama yakin kamu setidaknya akan diberi posisi manager setelah lulus kuliah.” Ibu berusaha menenangkan anaknya yang jelas-jelas sangat panas.
“Manager? Apa gunanya jadi manager? Aku ngga mau terima apapun selain CEO!” Xuan berdiri dan meninggalkan orang tuanya yang hanya bisa duduk dan mendesah.
‘Sialan Om Ji Soo dan anaknya! Dasar orang tidak tahu tanggung jawab! Pergi begitu saja dan tiba-tiba datang ingin harta! Sampah!’ pikir Xuan.
Ia membanting pintu kamar tidurnya dan membuka seragam sekolahnya. Kemudian ia menghempaskan tubuhnya ke kasur.
‘Kalau gue ketemu anak Om Ji Soo lagi, gue bakal pastiin dia babak belur! Biar ngga bisa sok nampang lagi di Instagram! Cih!’
“Terus tadi dia bilang apa? ‘Ada yang bisa saya bantu?’ Haha! Han Soo Kim, liat aja! Lo bakal ngerasain akibatnya macem-macem sama gue!” Xuan mengepalkan tangannya erat-erat hingga semua urat dan ototnya menonjol.
Setelah tenang, ia kembali teringat kejadian dua hari yang lalu. Hari itu hujan deras dan Ibu menangis sambil berbicara pada Ayah. Xuan ingat benar apa yang ibunya katakan. ‘Kak Ji Soo pulang dan meminta anaknya, Han Soo, untuk diakui oleh Papa dan Mama. Aku harus bagaimana, Mas Liem? Xuan akan jadi bagaimana?’
“Lihat saja, Han Soo! Lo bakal rasain akibatnya!”
bagus nih, mnarik. ini seting t4nya jkarta? tokoh utamanya bnyk nma asing, cm td ada bca plaza senayan.
Comment on chapter Pengakuan Ayahkyknya seting t4nya prlu d prjlas lagi (saran aja :D).
mampir2 juga ya, ke story about three boys and a man
untuk saling krisan :D