Now I’m sure of my decision. I want to be happy with you.
Jam weker milik Rena baru saja terdengar menandakan sudah pukul 04.40, namun Rena sudah bangun sejak pukul 03.39, karena dia harus mengantar Bundanya ke pasar untuk membeli bahan-bahan untuk memasak sarapan. Rena mematikan jam wekernya dengan penampilan yang sudah berseragam putih abu-abu lengkap dengan atributnya. Akan tetapi, ada satu kejanggalan yang aneh pada penampilan Rena, yaitu rambutnya yang masih belum terlihat dan masih tertutup oleh handuknya.
“Ren, ada temen-temen kamu tuh,” panggil Bundanya yang tiba-tiba membuka pintunya yang tidak terkunci.
Rena langsung berjalan menuju pintu rumah untuk membukakan pintu teman-temannya.
“Hay, Ren,” salam dari Anta, Zifa dan Rani.
“Hay, ayo masuk,” ajak Rena.
“Assalamu’alaikum,” ketiganya mengucapkan salam untuk seisi rumah.
“Wa’alaikumsalam,” jawab Dony yang baru saja selesai menuruni tangga.
“Eh, Kak Dony, hehe,” Anta, Zifa dan Rani mencium tangan Dony.
“Pagi-pagi banget mampirnya? Pada mau ngapain?” tanya Dony.
“Eee, kita sebenarnya cuma mau ngajak Rena berangkat bareng aja sih, Kak. Tapi sama Rena suruh kesini sekarang, ya udah kita kesini, ya kan?” dibalas oleh anggukan kepala dari Zifa dan Rani.
“Biar sekalian sarapan bareng, Kak,” tambah Rena.
“Ya udah, naik ke atas yuk,”ajak Rena.
Sesampainya di kamar Rena, Anta, Zifa dan Rani berpencar mencari tempat duduk yang nyaman bagi mereka.
“Ren, lo udah siapin mental buat nerima cinta Afkar nanti?” Anta berjaga-jaga.
“Dari semalem gue nggak nyiapin mental apa-apa tuh,”
“Lah, terus?” Rani menghampirinya.
“Ya, gue tinggal bilang aja kalo gue terima cintanya gitu. Dan gue udah mau jadi pacarnya,”
“Asekk, Rena mah nggak mau cari ribet, kalian berdua harus tahu itu,”
Zifa dan Rani mengangguk-angguk menandakan mereka mengerti dengan apa yang dimaksud Anta.
“RENA!! AYO SARAPAN!! AJAK JUGA TEMEN-TEMEN KAMU ITU!!” teriak Dony dari bawah tangga.
“Eh, Kak Dony udah panggil tuh, ayo turun,” perintah Rena.
“Ren, tadi tangan kakak lo wangi banget tau, gue suka deh wanginya” Rani mengendus-endus tangannya yang masih berbau harum dari tangan Dony.
“Serius? Gue bilangin orangnya ya?” kekeh Rena dan berlari menjauh dari Rani
“Eh, Ren, jangan dong, woy!! Ini nggak lucu tau!! Ren, Rena!!” kejar Rani.
***
“Afkar, nih minum lo,” Yoga melemparkan air minum kepada Afkar yang asik bermain basket sendirian.
Pukul 06.20, Afkar dan Yoga sudah berada di sekolah. Mereka sudah janji akan bermain basket pagi-pagi sampai bel masuk berbunyi.
Baru saja Afkar berhasil memasukkan bola ke dalam ring basket, Afkar bertanya kepada Yoga.
“Ga, lo dari tadi lihat Rena nggak?”
Yoga menggelengkan kepalanya berulang kali.
“Paling bentar lagi juga dateng, Kar, sabar,” Igo datang dengan menenteng tas di salah satu pundaknya.
“Iya ya, seharusnya gue nggak sebingung ini nunggu Rena dateng. Tapi kenapa gue bingung banget ya?”
“Masalah cinta, Kar. Udah biasa,” Yoga menepuk pundak Afkar.
Afkar dan Yoga pun melanjutkan permainan basket mereka.
Beberapa menit kemudian, Rena datang bersama ketiga temannya. Dan mereka tertawa satu sama lain.
“Ren, itu Afkar,” panggil Anta.
Rena menoleh ke lapangan basket, dan benar Afkar tengah bermain basket bersama temannya. Rena mulai merasakan jantung yang berdebar-debar lagi.
“Gue kesana dulu ya,” pamit Rena.
“What? Rena, harus secepet ini?” Anta terkejut.
“Iya,” Rena menoleh ke belakang dan tersenyum.
Sesampainya di lapangan basket, Afkar mengetahui kehadiran Rena dan menghentikan permainannya. Dia menghampiri Rena.
“Hai, Ren,” sapa Afkar yang terengah-engah.
“Hai. Suka banget sama basket?”
“Iya, aku emang hobi main basket,”
“Ooh,” Rena mengangguk pelan.
Mereka kemudian hanyut dalam diam. Teman-teman Rena melihat mereka berdua dari belakang, sedangkan teman-teman Afkar memperhatikan mereka berdua dari samping lapangan.
“Aku...” Afkar dan Rena sama-sama mengawali pembicaraan.
“Kamu duluan aja nggak apa-apa,” perintah Afkar.
“Kar, setelah aku pikir-pikir aku udah nemuin jawabannya deh kayaknya,” Rena memang sedang ingin membuat Afkar deg-degan.
Yoga dan Igo berdiri, dan agak mendekat agar bisa terdengar dengan jelas ucapan Rena.
“Aku...” jedanya.
“Aku terima tembakan kamu dua hari yang lalu,” Rena sudah mengungkapkan.
“Maksud kamu, kamu mau jadi pacar aku?” Afkar belum yakin.
Rena menaikkan salah satu alisnya dan tertawa. Afkar memeluk Rena erat, erat sekali. Mereka berdua tersenyum senang.
“Yeeaayy,” suara teriakan dari Anta, Zifa, dan Rani mulai terdengar lagi.
“Ciyeee, cuit cuit. Congrats ya, Kar.” teriak Igo.
Afkar melepaskan pelukannya, dan mencium dahi Rena.
“Makasih ya, Ren, kamu udah kasih kesempatan buat aku untuk kasih kamu kebahagiaan,”
“Makasih juga, kamu udah datang ke dalam lembaran kisah baruku,”
Teman-teman mereka berdua menghampiri dan memberika ucapan selamat, karena Afkar dan Rena sudah resmi menjalin kasih sayang di tahu pertama SMA.
Namun, dibalik kebahagiaan mereka, terlihat seorang Tiya yang berada di lantai atas tengah menyaksikan mereka dengan wajah kesal dan penuh dendam
“Gue nggak akan berhenti membuat lo menderita, Ren.” ucapnya.
***
rena dan afkar menjadi renafkar, hehe... nice hit. keep writing. udah kulike dan komen storymu. mampir dan like storyku juga ya. thankyouu
Comment on chapter Kata Pengantar