Eyes to eyes
Mentari pagi yang sangat terang dan langit biru yang kontras dengan gumpalan awan yang menari-nari, telah siap menemani Rena untuk melewati hari ini di sekolah barunya. Dyrena Aliska Syaufa atau yang biasa disapa Rena, adalah seorang gadis remaja berparas cantik, memiliki lensa mata yang berwarna coklat pekat, senyuman tipis yang menawan, pintar, rendah hati, dan suka membuat lagu.
Hari ini Rena sudah mulai duduk di bangku SMA. Meskipun baru beberapa hari, Rena sudah hafal dengan jalanan yang akan ditempuhnya dari rumah menuju ke sekolah barunya. Dan teman-teman barunya pun juga mulai banyak, begitu juga kakak kelas yang berbondong-bondong ingin berteman dengannya, karena sifatnya yang murah senyum.
Sekarang di kamarnya, Rena memasukkan satu-persatu bukunya ke dalam tas dengan cepat. Yap! Pukul 06.40, Rena masih di dalam kamar dan baru saja mempersiapkan perlengkapan sekolahnya.
“Gara-gara disuruh nemenin Kakak nonton film semaleman nih, jadi kesiangan deh bangunnya.” gumamnya yang kemudian membawa tasnya keluar dari kamar menuju meja makan.
Setelah menghabiskan susu coklatnya, Rena mengambil kotak makan yang sudah disiapkan Bundanya di meja dan memasukkannya ke dalam tas. Kemudian berlari menuju halaman rumah.
“Bundaa!! Rena berangkat yaa! Assalamu’alaikum!” teriak Rena setelah selesai memasang sepatunya.
“Iya, sayang!! Wa’alaikumsalam,” balas Bunda Rena yang sedang berada di dapur.
Di depan rumah terlihat seorang lelaki tampan dan tinggi yang tengah duduk di atas motornya menunggu Rena keluar rumah.
“Dandan gitu aja lama banget sih, capek tahu kakak nungguin!” bentak Dony.
Lelaki yang membentak Rena itu adalah kakaknya Rena, namanya Alfadony Rizky atau yang biasa dikenal Dony. Dony sedang libur panjang tahun ini dan memutuskan untuk pulang ke rumah sebelum akhirnya melanjutkan pendidikan S2 nya di luar negeri selama dua tahun.
“Iya maaf. Tadi bangun kesiangan. Siapa coba yang nyuruh nemenin nonton horor semalem? Kan jadinya kayak gini,” ketus Rena.
“Udah jangan nyalahin orang. Ikhlas nggak nemenin?” ujar Dony.
“Iya ikhlas.” cuek Rena.
“Ya udah. Ayo udah telat nih!” ucapnya lagi.
Begitu Rena menaiki motor, Dony memakai helmnya dan melajukan motornya keluar dari halaman rumah dengan cepat menuju sekolah Rena.
Hanya berjarak kurang lebih 3 kilometer Rena sudah sampai di sekolah dan turun dari motor kakaknya. Belum sampai Rena berpamitan dengan kakaknya, tiba-tiba seorang gadis berambut pendek dan memakai jaket hijau menghampiri Rena dan memeluknya.
“RENA!!” teriaknya.
Ia adalah Anta, teman satu gugus Rena. Zefanya Aura Kinanta atau biasa dipanggil Anta adalah tipe cewek yang krisis asupan cogan dan suka bertindak konyol dimana-mana. Tak heran, jika matanya menangkap cowok berparas tampan atau berpenampilan cool, ia dengan elitnya akan berteriak histeris bahkan sampai pingsan. Jadi, intinya, Anta itu teman yang asik sekaligus memalukan bagi Rena.
“Udah, udah, sekarang kita masuk yuk,” ajak Rena.
“Ehm, ehm,” suara berat Dony keluar.
Rena menoleh ke sumber suara dengan tersenyum, “Oh iya lupa, belum pamitan ya, Kak? Hehe,” Rena meraih tangan kakaknya.
“Rena masuk dulu ya, Kak. Assalamu’alaikum,” salam Rena.
“Wa’alaikumsalam.” dengan wajah judes Dony menjawab. Anta yang melihatnya agak ngeri dan berpindah posisi ke belakang Rena.
Kemudian Ia dan Anta segera masuk ke sekolah, sebelum bel berbunyi.
Karena hari ini adalah hari Jum’at semua terlihat sibuk dengan satu kelas gugusnya masing-masing untuk mempersiapkan perlengkapan yang digunakan saat Pentas Seni. Pentas Seni yang juga merupakan penutupan masa pengenalan lingkungan sekolah ini, diadakan hari Jum’at dan hari ini lah yang ditunggu-tunggu Rena. Karena dia sangat suka acara pentas seni. Selain ingin melihat pentas seni dari gugusnya sendiri, dia juga ingin melihat pentas seni dari gugus lain. Dan pasti acara ini akan meriah dan sangat seru.
Begitu memasuki kelas, Rena dan Anta disambut oleh puluhan kertas dan balon yang sudah berserakan di lantai.
“Parah lo semua!! Pagi-pagi udah banyak aja nih kertas. Nanti kalo ketahuan guru gimana?” teriak Anta membuka pintu.
“Apaan sih lo, pagi-pagi udah teriak-teriak. Udahlah, masalah itu mah gampang. Biarin aja dulu, nanti kalo acaranya udah selesai baru dibersihin. Gitu aja dibikin ribet,” jawab Raihan ketua gugus Rena, dengan tampang sangat cuek.
Teman-teman lainnya hanya mencibir, melihat ekspresi Raihan yang sungguh tidak niat untuk memberitahu Anta.
Setelah meletakkan tas di bangku, Rena segera membantu temannya untuk mempersiapkan aksesoris untuk pentas seni. Di acara pentas seni ini, Gugus Rena menampilkan vokal grup, karena hanya itu yang bisa ditampilkan kelas gugusnya dalam waktu yang sangat singkat.
Begitu selesai menyiapkan semuanya, tibalah saatnya acara dimulai. Semua siswa per kelas gugus, mulai berhamburan keluar kelas setelah bel dibunyikan dan berjalan menuju Aula. Di Aula, mereka di bariskan oleh kakak pendamping masing-masing sesuai gugus. Di barisan gugus, Rena memilih duduk di barisan belakang bersama Anta dan satu temannya lagi, karena hanya tempat itu yang tersisa. Sebenarnya Rena ingin berada di barisan depan, namun hal itu dicegah olehnya karena di depan sudah di duduki temannya yang lain. Tiba-tiba Anta langsung memulai obrolan konyolnya.
“Lo tau Ren, tujuan pertama kenapa gue milih duduk di barisan belakang ?” bisik Anta.
“Karena cuma disini yang tersisa.” dengan ekspresi datar.
“Yang lain?” tanya Anta menggoda.
“Supaya lo bisa liat cogan dimana-mana?” dengan wajah Rena yang datar.
“Yap, betul banget jawaban lo.” Sambil menepuk tangan sekali.
“Denger-denger nih ya, disini itu cogan banyak banget. Makanya gue mau liat satu-satu tuh cogan dari belakang. Kan mungkin aja tuh, pas udah liat kecantikan gue langsung deh gue dijadiin pacar sama tuh cowok,” lanjutnya sambil tengok ke kiri dan ke kanan.
“Dihh, kecantikan lo? Sadar, Ta, sadar, lo itu masih baru disini, jadi nggak usah cari masalah. Dan inget jangan pernah libatin gue dalam kisah cinta lo,” ketus Rena.
“Emangnya kenapa sih, kan wajar kalo cowok menyukai cewek dari kecantikannya,” jelas Anta yakin.
“Tapi seharusnya, cowok itu menyukai cewek dilihat langsung dari hatinya bukan dari fisiknya.” kata Rena.
“Iya deh iya, lo paling ngerti kok kalo masalah hati,” Anta menggoda.
“Apaan sih? Gue cuma ngingetin lo doang, kan di sosmed kebanyakan yang muncul kata-kata kayak gitu,” jelasnya.
“Hmm cewek stalker sosmed!” ejek Anta.
Rena memukul pundak Anta, dilanjutkan oleh Anta yang tertawa lepas.
Tanpa terasa hari semakin siang dan waktu terus berjalan. Sudah ada empat gugus yang menampilkan pentas seni mereka masing-masing di depan panggung. Sedangkan gugus Rena mendapat urutan ke tujuh. Dan sekarang giliran gugus urutan ke lima yang akan tampil.
Rena tetap fokus melihat ke depan panggung dan tidak menghiraukan Anta yang dari tadi terus mengoceh, menyuruhnya untuk melihat cogan yang baru saja dia lihat.
Dari gugus urutan ke lima terlihat empat orang siswa, satu cewek dan tiga cowok. Ekspresi Rena langsung berubah kaget, setelah bertemu dengan seorang cowok yang membawa gitar dan memakai jaket biru sebagai aksesorisnya di atas panggung. Mata Rena mulai terbuka lebar dan hati Rena mulai berdebar kencang. Rena takjub melihat cowok yang tengah tampil di depan panggung itu.
Di dalam pikiran Rena, cowok itu adalah cowok tertampan, terkeren, dan termanis yang pernah ia temui selama ini. Rena juga mengira bahwa, cowok itu merupakan cowok yang wajahnya hampir sebelas duabelas dengan cowok yang pernah dia kagumi saat masih duduk di bangku SMP dulu.
“Ta, Ta, lo tahu nggak cowok yang di depan panggung tuh siapa?” tanya Rena menepuk lengan Anta.
“Yang mana? Cowok yang di depan panggung ada tiga, Ren,” tanya Anta yang langsung menengok ke arah Rena.
“Yang pake jaket biru sama bawa gitar itu,” tunjuk Rena.
“Ooh yang itu, gue nggak tahu tuh dia siapa. Wajahnya nggak familiar banget sama gue. Emang kenapa? Lo naksir dia, ya?” goda Anta.
“Enggak! Siapa yang naksir? Gue itu cuma nanya, lagian lo kenapa sih langsung berpikiran kayak gitu?” jawab Rena agak gelagapan.
“Kan mungkin aja lo suka sama dia. Dan lo kan juga pernah bilang kalo lo belom pernah pacaran, iya kan?” Anta sambil menaikkan kedua alisnya berulang kali ke hadapan Rena.
Rena merasa geli dengan tingkah Anta, dan kembali memandang cowok di depan panggung itu dengan perasaan jantung yang masih terus berdebar kencang, serta pipi Rena yang terlihat merah merona.
Ini gue kenapa ya? Nggak biasanya badan gue gemeteran kayak gini. Jantung gue deg-degan terus lagi. Jangan-jangan gue sakit? batin Rena.
Rena terus menatap cowok itu sampai selesai. Suara petikan gitar yang cowok itu mainkan, ditambah dengan suara nyanyian yang berasal dari dua orang temannya, semakin membuat hati Rena gugup. Lagu yang mereka nyanyikan adalah lagu yang biasa membuat Rena tenang apabila sedang merasa gundah. Dan sekarang, lagu itu dinyanyikan langsung oleh cowok yang lama-kelamaan mulai Rena suka itu dengan wajah bahagia. Di tengah-tengah pentas, cowok itu tertawa dan memperlihatkan tawa manisnya di hadapan penonton, seketika itu juga Rena seakan-akan ingin pingsan disamping Anta.
Waa...Ganteng bangett! Duh gue deg-degan nih. Gila tuh cowok ganteng banget, batin Rena panik.
Wajah Rena semakin lama semakin memerah, dan ia terus salah tingkah. Akhirnya, pentas seni dari gugus urutan ke lima selesai, seketika cowok itu menyadari keberadaan Rena yang berada di barisan belakang, yang sedang menatapnya. Cowok itu menatap Rena dan tersenyum manis kepadanya. Menyadari hal itu, Rena dengan cepat memalingkan wajahnya ke arah lain dan berpura-pura tidak melihatnya sama sekali. Di dalam pikiran Rena, lebih baik dia segera memalingkan wajah daripada harus tertangkap basah sedang memperhatikan cowok itu.
Setelah penampilan gugus urutan kelima dan dilanjutkan dengan urutan keenam, tibalah saatnya gugus Rena yang tampil. Gugus Rena tampil dengan sangat perfect, seperti lagu yang dibawakan perwakilan teman Rena saat tampil. Vokal grup yang dipentaskan oleh gugusnya dibuat sangat mengharukan dan penuh dengan rasa bahagia. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, bel istirahat pun terdengar. Kemudian masing-masing gugus meninggalkan aula dan kembali ke kelas masing-masing untuk istirahat. Hati Rena masih bertanya-tanya kenapa hatinya begitu berdebar ketika melihat cowok yang tampil dengan bermain gitar di aula tadi. Dia juga mulai kepikiran untuk mencari tahu siapa nama cowok itu.
Namun, takdir memang selalu menjawab isi hati Rena, setiap Rena menanyakan sesuatu di dalam hatinya. Di saat Rena berjalan menuruni tangga bersama Anta, tanpa sengaja dia berpapasan langsung dengan cowok itu di tangga. Mata Rena terbelalak dan mulai salah tingkah.
Rasanya jantung gue deg-degan lagi nih. Ih hari ini kenapa sih? Kenapa gue harus ketemu langsung sama dia? batin Rena kesal.
Seketika itu juga Rena melihat badge nama yang tertempel di dada bagian kanan seragam cowok itu.
Herdino Ruzyafkar Pratama, batin Rena tersenyum dan menebak.
Akhirnya, setelah pertanyaan demi pertanyaan yang memenuhi pikirannya, Rena mengetahui nama dari cowok yang baru saja ia temui itu dalam waktu yang sangat singkat. Hingga muncullah niat Rena untuk mulai perkenalan dengan Afkar. Sesampainya di kelas, Rena segera membuka ponsel miliknya, dan membuka aplikasi Whatsapp.
Kemudian menekan grup sekolah satu angkatan yang dibuat oleh salah satu temannya. Rena mencari nama kontak Afkar di daftar anggota grup itu.
Dan, jreng jreng!!
Kontak Afkar ditemukan. Dengan cepat Rena segera menyimpan kontak Afkar dan memulai obrolan dengannya. Chat pertama yang Rena kirim yaitu perintah untuk menyimpan kontaknya. Dan tanpa Rena sadari pesan itu langsung dibalas oleh Afkar.
Afkar membalas, “Oke salam kenal. Kamu satu sekolah sama aku kan?” begitulah balasan Afkar. Mata Rena terbuka lebar begitu melihat balasan itu.
Kok dia bisa tahu gue satu sekolah sama dia. Jangan-jangan tadi gue udah ketahuan? batin Rena
Begitu melihat chat dari Afkar, Rena segera meletakkan ponselnya di laci mejanya, ia tidak membalas chat itu karena tidak ingin Afkar mengetahui bahwa ia diam-diam menyukainya.
“Hayo, lagi ngapain lo? Tegang banget kayaknya. Masih mikirin cowok tadi?” tebak Anta.
“Anta! Lo tuh kebiasaan banget deh ngagetin gue!” bentak Rena.
“Ya maaf.” kata Anta menahan tawa.
“Terus lo ngapain disini?” ketus Rena.
“Mau ngajakin lo ke kantin. Lo mau nggak? Mau ya? Temenin gue lihat cowok-cowok keren. Ya pliss,” rengek Anta.
“Nggak ah, kalo tujuan lo ke kantin buat kayak gitu, lebih baik gue ke Perpus. Bye!” Rena beranjak dari bangkunya dan meninggalkan Anta.
Melihat sikap Rena yang seperti itu kepadanya, Anta hanya bisa memonyongkan bibirnya dan memutuskan untuk berpindah ke bangku temannya yang lain untuk diajak ke kantin.
***
rena dan afkar menjadi renafkar, hehe... nice hit. keep writing. udah kulike dan komen storymu. mampir dan like storyku juga ya. thankyouu
Comment on chapter Kata Pengantar