Keesokan harinya setelah menyelesaikan sarapan pagi. Mereka menuju lokasi wisata yang pertama. Setelah perjalanan sekitar 15 menit akhirnya mereka sampai di National Gallery of Art. Sesuai dugaan, tempat itu masih sepi. Begitu turun dari bus. Ada seorang pemandu yang langsung menyambut meraka. “Selamat datang di National Gallery of Art. Saya Tesa, saya yang akan menjadi pemandu kalian hari ini. Silahkan bertanya pada saya nanti jika ada hal yang ingin kalian ketahui lebih lanjut.” Katanya sambil tersenyum ramah.
Semua anak-anak menganguk . Ada yang memang setuju, tertarik, maupun tak acuh dan hanya ikutan mengangguk. Bella berjalan di depan anak-anak itu dan mereka mengikutinya seolah Bella adalah sang penggembala dan mereka adalah dombanya. Sekali lagi Bella melirik Rion. Anak itu berada paling belakang dalam barisan. Memberikan jarak yang jauh bagi Bella. Jarak agar tak ada ruang tersisa untuk Bella mendekat.
Pemandu wisata itu mengarahkan mereka memasuki tempat ini. Tempat yang cukup luas. Sebuah museum seni rupa nasional di Washington DC. Untung saja tempat ini terbuka untuk umum dan gratis. Sehingga lebih hemat biaya dan nantinya bisa digunakan untuk tambahan biaya menginap di hotel.
Setelah melewati beberapa undakan tangga, akhirnya mereka berada tepat di depan museum. Begitu memasuki area sang pemandu wisata kali ini memulai bicara, “Nah, seperti yang kalian ketahui museum ini memiliki beberapa koleksi. Seperti koleksi lukisan, gambar, cetakan, foto, patung, mendali dan sebagainya yang dimulai dari perkembangan seni rupa barat dari abad pertengahan sampai sekarang. Kalian bisa melihat lukisan yang dibuat Leonardo da Vinci di benua amerika dan juga berbagai karya seni milik seniman terkenal seperti Paul Mellon, Chester Dale dan yang lainnya disini. Saya harap wisata kalian kali tak akan membosankan seperti yang kalian bayangkan.” Katanya sambil tersenyum.
Ya, tentu saja. Batin Bella. Pemandu itu terlihat seperti Figur yang sempurna untuk seorang pemandu wisata. Muda, cantik, elegan, mempesona dari segala sisi dan senyum yang memikat. Figur yang akan membuat Ms.Leora iri. Setidaknya, para mahasiswa tak akan bosan dengan tampangnya. Yah, setidaknya.
Mulanya pemandu itu mengajak mereka melihat The Sculpture Garden yang memiliki 17 patung sepanjang 6 hektare. Lalu melihat beberapa lukisan diantaranya, ada juga pertempuran laut antara Belanda dan Spanyol yang dilukis kembali dengan menggabungkan yang asli sehingga hasilnya indah untuk dilihat. Mulanya para mahasiswa sangat tertaik dan terkesan. Namun, lama-kelamaan dari hasil pengamatan Bella. Mereka terlihat bosan.
Entah mungkin, karena pemandu itu sudah terlalu berpengalaman masalah ini atau karena ia juga yakin perkataannya tak di dengar. Wanita itu berkata, “Nah, saya yakin mungkin kalian ingin berkeliling ke tempat ini. Silakan. Kalian masih punya waktu 2 jam lagi berkeliling disini.”
Semua anak berpencar. Bella memandang meraka dengan cemas, berharap tak ada anak didiknya yang akan hilang. Memutari tempat ini adalah kegiatan terakhir yang mungkin harus ia cantumkan dalam daftar hal yang tak ingin di lakukan pada hari piknik. Semoga saja anak-anak itu tak akan menyusahkannya, harap Bella.
Pandangan Bella memutar. Ia mencari Rion. rasanya ada yang hilang dari hatinya jika ia tak melihat Rion sejenak. Entah itu apa. Akhirnya Bella menemukan Rion yang sedang mengamati sebuah lukisan. “Ehemm...” tegur Bella tanpa kata setelah ia mendekati Rion seolah menyadarkan anak itu akan kehadirannya.
“Apa?” tanya Rion dengan menekankan nada bahwa ia merasa terganggu akan kehadiran gurunya. “Apa yang sedang kau lihat?” tanya Bella basa-basi, walu ia tahu hal semacam ini tak akan berpengaruh pada Rion. “Apa anda tidak tahu bahwa benda yang ada dihadapan saya ini adalah lukisan. Sehingga anda perlu mayakinkan diri dengan bertanya apa yang saya sedang lakukan?” balas Rion.
Oh, anak ini. Umpat Bella dalam hati. “Kau tahu kau ini anak paling menyebalkan.” Kata Bella. “lalu jika saya menyebalkan. Kenapa anda masih mendekati saya, seharusnya anda menjauh.” Balas Rion. Oh, benar juga anak ini. Kenapa ia malah mendekati anak itu. Apa alasannya? Apa itu. Bella sendiri tak yakin.
“Entahlah.” Jawab Bella pada akhirnya. “Karena kau anak yang paling susah ditangani, Rion. Yah, anggap saja ini bagian dari tugas saya sebagai guru BK.” Lanjut Bella mencoba mengatakan alasan yang tepat. “Oh, begitu.” Jawab Rio singkat tanpa memalingkan wajah. “Lanjutkan kegiatanmu.” Kata Bella beranjak meninggalkan Rion yang masih terpaku menatap lukisan itu.
Pergi lebih baik sekarang ini ketimbang harus menghadapi situasi canggung di dekat Rion, karena Bella yakin anak itu tidak sedang dalam mode terbuka.
***
“Anak-anak periksa teman samping kalian. Apa ada yang tertinggal atau tidak. Jika sudah lengkap semuanya kita akan berangkat” kata Bella memberi pengumuman pada muridnya begitu mereka berada dalam bus.
Ah, Bella merindukan ranjang yang hangat. Rasanya sudah berbulan-bulan ia meninggalkan rumah untuk mengawasi anak-anak kelinci ini dan satu anak singa, Rion. ini masih tengah hari, dan masih ada 2 tempat lainnya yang harus mereka kunjungi. Tempat berikutnya adalah Licoln Memorial yang hanya berjarak 7 menit dari tempat ia berada sekarang.
Setelah melewati 7 menit yang panjang. Anak-anak turun dan disusul Bella sebagai yang terakhir. Untuk memastikan tidak ada anak yang sengaja bermain petak umpet dengannya di dalam bis. Entah bagaimana caranya mereka semua harus mengikuti study ini dengan baik tanpa berusaha menghindar. Jika tidak ia pasti akan kena semprot Mr. Frans karena dikira tak becus mengurusi anak-anak ini. dan itu akan menambah buruk harinya.
Bella mengawasi anak itu, Rion yang hanya berjarak beberapa meter dengannya. Entah kenapa hari ini Feelingnya mengenai anak itu buruk. Dan feelingnya selalu benar, tak pernah meleset sekalipun. Anak itu berjalan dengan santainya dengan pakaian putih senada dari atas sampai bawah. Yah, cocok sih untuk kulitnya yang memang putih bersih. Bella pikir mungkin anak itu begitu menyukai warna putih.
Yah, tempat yang kedua adalah Licoln Memorial. Tempat yang dibangun untuk menghormati jasa salah satu presiden di Amerika Serikat. Yaitu, Abraham Licoln presiden ke -16. Semua anak-anak terpaku memandangi tempat ini begitu pula Bella. Begitu memasuki tempat ini, kita bisa melihat bahwa bangunan ini memiliki banyak pilar yang berarsitektur klasik. Setelah berjalan menaiki banyak anak tangga kita semua akan bisa melihat patung raksasa Abraham Licoln yang sedang duduk di dalamnya.
Bella mengamati dinding. Disitu tertera tulisan-tulisan yang memuat pidato terkenal Abraham Licoln yaitu The Gettysburg Adress dan Second Inaugural Adress. Bella mengamumi tempat itu. Tempat bersejarah yang dibangun puluhan tahun lalu tepatnya tahun 1992 itu masih saja menjadi magnet bagi para wisatawan.
Arsitektur bangunan ini memiliki ciri khas Yunani dengan tinggi sekitar 30 Meter dengan kolom-kolom setinggi 13 Meter. Bella menengadahkan kepalanya dan mendapati ada nama 36 nama negara bagian di Amerika Serikat tepat saat Abraham Licoln meninggal dunia. Hanya satu kata yang bisa Bella ungkapkan, Amazing.
Untuk memasuki bangunan ini gratis, yah untungnya. Karena biaya transportasi dan penginapan sudah cukup memakan biaya yang mahal. Setelah cukup lama berputar-putar mereka akhirnya memutuskan untuk mengunjungi Washington Monument yang terletak persis di sebelah Licoln Memorial.
Antara kedua bangunan ini hanya dipisahkan oleh Reflection pool yang menyuguhkan pemandangan kolam dengan airnya yang jernih. Sungguh indah. Dan tempat ini juga tak kalah menarik dari Licoln Memorial. Memiliki tinggi sekitar 169 Meter, bangunan ini tampak kokoh dan megah.
Yah, berkeliling bukan hal yang buruk. Satu-satunya hal buruk hari ini adalah mereka harus menghadapi upacara penyambutan yang akan diadakan oleh sekolah setelah menyewa aula hotel. Yah, menghadapi beberapa susunan acara yang sebagian besar hanyalah berisi sambutan adalah hal yang sangat membosakan bagi Bella.
***
Bella berjalan keluar dari aula hotel. Tempat penyambutan mahasiswa baru diadakan. Sebagai guru ia memang harus mendampingi murid. Namun, apa pedulinya saat ini. ia bosan setengah mati mendengar ceramah Mr. Frans yang tak kunjung usai. Harusnya Mr. Demyan saja yang memberikan sambutan. Orang itu tak usah, karena sekali Mr. Frans bicara tiada cara untuk menghentikannya.
Bella berjalan menuju kolam renang. Menapaki lantai marmer yang halus dan bahkan terasa nyaman dibawah sepatu hak yang ia kenakan. Ah, kolam renang. Mungkin adalah suatu tempat yang bisa ia kunjungi. Ini malam hari, pasti sepi. Merendam kaki mungkin adalah hal yang baik.
Begitu sampai di kolam renang Bella terkejut melihat ada seseorang yang telah mendahuluinya. Rion, anak itu berdiri di tepi kolam renang memandangi langit yang hitam tak berawan. Pandangan mereka beradu. Namun, anak itu segera mengalihkan pandangannya seolah Bella adalah makhluk yang tak terlihat.
Hmmm...bagaimana anak itu bisa sampai disini. Apa mungkin ia menyelinap keluar. Wah, mungkin ada kesamaan antara mereka berdua. Sama-sama menghindari ceramah Mr. Frans. “Apa yang sedang kau lakukan disini?” tanya Bella begitu mendekat. “Saya tak akan kembali ke aula.” Jawabnya mengira Bella akan menyuruhnya kembali.
“Hmm, aku tak pernah berkata seperti itu. Aku juga sedang kabur.” Jawab Bella mensejajarkan pandanganya mengikuti arah pandangan mata Rion. Tidak ada apa-apa. Apa yang anak ini lihat. Bahkan, langit sekarang tak berbintang. “Apa yang sedang kau perhatikan?” tanya Bella penasaran.
“Langit.” Jawab Rion datar. “Apa yang menarik?” tanya Bella lagi, karena tak bisa menebak apa yang sebenarnya menarik benak Rion. “Hitam.” Kata Rion singkat. “Apa?” tanya Bella mengisyaratkan bahwa ia sama sekali tak paham. “Langit hitam kelam ini manarik bukan. Aku merasa seperti terhipnotis olehnya. Menarik, menyenangkan, langit ini seolah-olah ingin menghisap semuanya yang ada sampai habis tak tersisa.” Papar Rion.
“Ah, entahlah. Kau memiliki selera yang sangat bertolak belakang dengan orang lain. Biasanya orang lain akan menyukai langit yang penuh bintang.” Jawab Bella memerhatikan Rion yang mulai menengadahkan wajahnya dan memejamkan mata seolah menyapa angin yang menerpa wajahnya. Tatapan Bella memutar lalu terhenti saat melihat hoodie yang ada di meja pinggir kolam renang. Tunggu hoodie itu, Bella merasa tak asing dengannya. Dimana ia pernah melihat hoodie itu sebelumnya. Bella yakin ada disuatu tempat. Tapi kapan dan dimana?
Hoodie itu seperti mengingatkannya pada suatu hal yang buruk. Bella mencoba memutar kembali ingatannya. Ah, ya tak mungkin. Mata Bella membulat sewaktu mulai mengingat kepingan ingatannya. Hoodie itu....warnanya, resletingnya, corak hitam pekatnya. Ya, itu milik seseorang yang pernah Bella temui.
Dengan harap cemas Bella mengkonfirmasi sesuatu pada Rion berharap anggapannya salah, “Rion, apa itu milikmu?” tanya Bella sambil menunjuk hoodie itu dengan tangan gemetar. Pandangan Rion mengikuti arah telunjuk Bella, “Ah, iya itu milikku.” Jawab Rion memandang Bella dengan santai.
Kali ini giliran wajah Bella yang memucat, anak ini. Benar Feelingnya selama ini, ada yang salah dengan anak itu. “Kau penyusup itu kan?” tanya Bella dengan suara bergetar. “Ah, rupanya aku ketahuan sekarang.” Jawab Rion sepenuhnya menghadapkan badannya pada Bella. Anak itu menampilkan senyumnya yang licik, senyum yang belum pernah Bella lihat sebelumnya. Senyum yang membuat Bella ingin segera berlari menjauh.
Wihh mantap
Comment on chapter RK