Bella mengetuk-ngetukkan jarinya di meja. Keinginanya terpenuhi. Rion, anak itu sekarang berada tepat di hadapannya, di ruangan khusus BK yang disiapkan kampus sejak kedatangannya. Ruangan itu sudah sering kali ia gunakan. Untuk memarahi murid, menggertaknya dan mengancamnya. Tentu saja dengan leluasa, karena ruangan ini kedap suara dan jauh dari ruangan yang lain.
Anak itu diam dengan ketenangan yang mungkin memang sudah disandangnya sejak lahir. Semua murid yang ia undang disini selalu terlihat gelisah dan muram. Tapi, anak ini berbeda seolah wajahnya adalah sebuah topeng. Datar tanpa ekspresi. Rion tampak santai mengamati sekeliling ruangan, seolah berada di ruang BK dengan salah satu guru killer tidak menarik benaknya dan sama seklai tak membuatnya gentar.
“Kenapa kau diam saja?” tanya Bella mengalah. “Kenapa?” tanya Rion dengan nada yang menekankan bahwa ia bingung dengan apa yang gurunya katakan. “Yah, biasanya murid yang kuajak disini dan kudiamkan beberapa saat akan mulai bertanya apa kesalahan mereka terlebih terdahulu sebelum aku bicara. Tapi, tampaknya itu tak berlaku untukmu.” Tegas Bella, ia tak mau terlihat lunak di depan muridnya.
“Ah...begitu.” jawab Rion santai dan membiarkan kebisuan merayapi mereka lagi sebelum mulai melanjutkan, “Aku hanya berharap Ma’am, anda tidak me-generalisasikan semua murid anda disini. Semua orang berbeda. Tergantung bagaimana caranya mereka mengekspresikan diri.”
“Yah, kau mungkin benar. Tapi apakah kau tidak penasaran kenapa kau kupanggil kesini.” Kata Bella, berusaha semaksimal mungkin agar kata-katanya terlihat datar. “Tidak, aku sama sekali tak penasaran. Dan tak berniat mempertanyakanya juga.” Balas Rion santai.
“Kenapa?” tanya Bella sedikit merasa tertantang. “Kenapa? Karena aku sama sekali tak melakukan kesalahan. Sekalipun semua orang didunia menuduhku melakukan kesalahan, aku tak akan mengubris mereka. Aku tak perduli opini yang aku tahu fakta selalu berbicara lebih banyak dan saya rasa itu cukup menjelaskan pada anda kalau saya tidak akan banyak bertanya.” Jawabnya. Well, sekarang anak ini sangat menarik, batin Bella.
“Baiklah, terserah kau mau penasaran atau mau tahu atau tidak. Tapi, saya selaku guru BK akan menjelaskannya padamu Rion. Saya lihat kamu selalu sendirian tanpa ada teman yang bersamamu. Apa ada masalah?” tanya Bella senetral mungkin tanpa ingin terdengar menghakimi. Menghakimi adalah suatu cara yang buruk dalam melakukan pendekatan pada muridnya yang sekeras baja ini.
“Aa...saya paham. Masalahnya sekarang bukan pada saya tapi pada anda.” Jawab Rion. Jawaban yang membingungkan Bella, “Maksudmu?” balas Bella. “Sebenarnya anda yang penasaran bukan? Saya rasa tak bijak anda memanggil saya hanya karena ingin memuskan rasa penasaran anda?” Rion berhenti sejenak tampak mengamati ekspresi Bella lalu melanjutkan, “ anda pasti bingung karena anda tak bisa memasukkan saya kedalam golongan-golongan yang anda buat.”
Sekarang keterkejutan memenuhi wajah Bella, dari mana bocah ini tahu. “Bagaimana kau bisa tahu?” tanyanya. “Ah, jadi itu benar ya?” balas Rion mengejek. Bella mengumpat dalam hati, bagaimana ia bisa seteledor ini. Masuk dalam perangkap bocah kecil seperti Rion.
“Saya tidak ingin membuat anda penasaran sampai tak bisa tidur. Yang jelas saya mengetahui anda sering mengamati saya. Seolah membandingkan saya dengan orang-orang sekeliling saya.” Kata Rion. sementara Bella sendiri mempertanyakan aksinya dalam hati, apakah ia terlalu kentara?
Kebisuan menerpa keduanya untuk kesekian kalinya. Kali ini Bella menimpali dengan sangat tegas sambil meletakkan beberapa tumpuk ketas di meja dan menyodorkannya pada Rion beserta sebuah pena. “Sekarang tulis semua penyesalanmu disini. Kau mungkin sudah lupa bahwa aku ini gurumu.”
“Apa yang harus saya tulis?” tanya Rion memandangi tumpukan kertas itu dengan enggan. “Permintaan maafmu. Ulangi sampai kau memenuhi lembar ke-100.” Tegas Bella. “Maaf, tapi lebih tepatnya permintaan maaf apa yang harus saya tulis. Permintaan maaf karena menebak rasa penasaran guru saya yang berlebihan. Bagaimana jika saya tidak mau?” tantang Rion yang menyulut emosi Bella yang dengan susah payah ia redam. Well, ini tambah menarik. Anak ini sekarang memberontak.
“Rion, saya guru BK disini. Sudah tugas saya mendisiplinkan murid. Mungkin jika kau merasa tidak bersalah, peran saya disini adalah untuk membantumu. Saya ingin kamu tidak terus-terusan menyendiri dan mulai bergaul dengan teman-temanmu.” Nasihat Bella dengan geram sebisa mungkin menjaga suaranya tetap datar, yang sangat sulit baginya.
“Saya tidak butuh bantuan anda. Ini adalah apa yang saya pilih dan inginkan. Selama saya tidak menganggu mereka, seharusnya sudah cukup bagi anda. Saya tidak tau pergaulan seperti apa yang anda maksud. Ah...mungkin beberapa budak yang mengerjakan samua tugas saya lalu mengelap sepatu saya. Seperti itu bukan. Itu yang dinamakan teman disini.” Tantang Rion dengan sarkasme. “Saya rasa pertemuan kita sudah cukup. Saya permisi.” Rionpun beranjak pergi. Namun, belum sempat ia mencapai pintu Bella sudah memanggilnya telebih dahulu.
“Rion Ramond Hullbert! Berhenti disitu!” teriakan Bella menggema di seluruh ruangan. “Sudah cukup basa-basinya. Besok panggil orangtuamu kemari!” perintah Bella dan dibalas tatapan dingin Rion yang membuat Bella agak takut. Tapi, anak itu hanya membalas ucapan Bella dengan membanting pintu ruangan dengan keras yang sontak saja mengejutkan Bella. Jarang ada murid yang bisa seberani itu pada gurunya.
“Ah, bocah kecil. Lihat saja nanti! Kau akan bertekuk lutut padaku nanti.” Geram Bella sambil meremas kertas yang ada di hadapannya. Bella bukan orang yang akan membiarkan tantangan semacam itu lolos begitu saja.
Wihh mantap
Comment on chapter RK