Hufttt...berkas-berkas menumpuk di meja ini sangat menganggu Bella Saphire. Seorang dosen cantik yang berada di akhir 20-an itu berulang kali harus memijat keningnya, lantaran berkas yang bertumpuk itu tak kunjung menyusut juga. 5 tahun yang lalu ia mengikuti seleksi untuk masuk dalam militer, namun apadayanya di ujian terakhir ia malah gagal. Dan sekarang disinilah ia berada di sebuah Kampus bernama Rainwood university di Kota Forks di Washington DC, Amerika Serikat. Kota romantis yang tak sanggup memperkenalkannya pada cinta.
Walau berada di salah satu kota metropolitan yang terbesar di dunia yakni Washington namun Forks adalah kota yang cukup terpencil. Rainwood University sendiri terletak di pinggiran kota. Terdengar dari namanya saja sudah membuat orang paham, pemandangan seperti apa yang akan mereka jumpai sepajang perjalanan menuju tempat ini. Hutan. Hutan hijau luas yang memagari jalan, seolah tak membiarkan panas matahari menyentuh dasar.
Meski begitu, udara disini sangat nyaman. Sejuk dan cenderung lembab. Bella sudah menekuni pekerjaannya sebagai salah seorang dosen di kota ini selama 3 tahun. Dan hal yang ia lakukan selalu sama. Ia bosan. Apalagi di tahun ajaran baru ini, ia harus memeriksa banyak sekali berkas calon mahasiswa baru yang bahkan satupun tak ada yang dikenalnya.
Belum lagi Mr. Frans, Wakil ketua yang kepalanya hampir botak itu dengan kacamata yang selalu melorot sampai hidung-nya itu, selalu saja memelototinya jika ia leha-leha sedikit. Sungguh ini bukan jenis pekerjaan yang ia impikan. Bella selalu bermimpi bekerja sebagai orang militer yang menghadapi tugas-tugas penyelidikan atau seorang spy. Berpetualang, melakukan berbagai hal yang memacu adrenalin dan Antimainstream. Tapi ia berakhir di dalam sebuah sekolah, memeriksa berkas murid, duduk manis dan mengajar para murid yang bahkan tak menggubrisnya sama sekali.
Oh...otot-otot-nya kini bahkan sudah kaku lagi tak selentur dulu. Ayahnya adalah seorang Atlet Karate, tentu ia diajari banyak seni bela diri oleh ayahnya. Sebenarnya ayahnya menginginkan anak laki-laki namun, persalinan yang bahkan merenggut nyawa ibu Bella tersebut malah menghasilkan anak perempuan. Dan itu adalah dirinya. Alhasil, sejak kecilpun Bella selalu dididik seperti seorang lelaki. Dan sekarang ia malah menjadi seorang Lady. Benar-benar seorang Lady.
“Ah...Ms. Bella. Saya ada urusan mendadak. Bisakah anda tolong merapikan berkas saya. Anak saya dirumah sendirian. Saya takut ia akan kenapa-kenapa?” tanya seorang lady sungguhan padaku. Bukan berarti aku ini waria. Namun, wanita di hadapanku yang memakai blus putih dengan rok ketat selutut ini benar-benar terlihat seperti seorang Lady. Full make Up, elegan dengan rambut yang menjuntai ke belakang.
Meski memiliki body sexy, ia sudah memiliki 1 anak dan suaminya adalah seorang pengusaha yang sering keluar kota. Jadi, anaknya yang berusia 1 tahun itu tinggal bersama pengasuhnya. Wajar, saja jika ia sangat khawatir. Kota Forks adalah kota yang masih tertutup. Dipenuhi hutan. Banyak hewan buas yang bisa saja kau temui di perjalanan pulang. Konon, ada yang mengatakan bahwa makhluk supranatural seperti, Werewolf, Dwarf, Vampire suka berada di tempat seperti ini dan banyak juga orang yang membuat cerita palsu bahwa mereka berpapasan dengan mahluk-makluk ini.
Tapi bagi Bella, itu semua hanya tipuan. Jika mereka benar-benar berpapasan dengan makluk seperti ini. Mereka pasti sudah tak hidup untuk bisa menceritakannya. “Ah...Ms. Corona. Tentu saja. Aku akan selesaikan untukmu.” Jawab Bella.
“Ah...Ms. Bella kau sangat baik sekali.” Katanya sambil tersenyum lalu melenggang pergi dengan menggoyang-goyangkan pinggulnya dengan menggoda. Wow...a Great Lady Seducer, batin Bella. Sebenarnya, tak ada yang salah dengan wanita ini. Juma terkadang, ia sering menggunakan anaknya sebagai alasan dan selalu menambah pekerjaan bagi Bella.
Dan itu sangat menjengkelnya. Ia yakin jika di bedah wanita itu pasti ular, licik dan culas. Bella kemudian melanjutkan membaca berkas ditambah dengan setumpuk kertas milik Ms. Corona yang sudah bertengger di depan mejanya. Diliriknya jam dinding bergambar hutan pinus itu dengan geram. Sudah pukul 4 sore. Ia harus cepat menyelesaikan tugasnya, karena pukul 07.00 Pm, ia ada janji temu dengan Jean, sahabat karibnya.
“Huftt...” hela Bella. Akhirnya ia selesai mengerjakan berkas semua mahasiswa baru. Seminggu lagi adalah peresmian sekaligus acara pembukaan untuk tahun ajaran baru, jadi bisa dipastikan semua staff akan sibuk. Oleh karena itu, ini adalah satu-satunya kesempatan ia bisa pulang lebih awal untuk ber-ha-hi-hu dengan sahabat karibnya sejak SD itu.
“Mr Frans, saya duluan ya.” senyumya ramah pada Pak-Wakil-Ketua itu yang sama sekali tak menggubrisnya. Sebisa mungkin Bella menahan emosinya, hanya orang bodoh yang akan mencari masalah dengan Mr. Frans. Sebutannya adalah anjing gila. Semua staff takut padanya, bahkan Pak Demyan selaku rektorpun segan padanya. Apalagi, jika hanya berstatus pelajar. Bella pernah memergoki para mahasiswa yang lebih memilih memutar jalan ketimbang bertemu dengan Mr. Frans. Setiap mengingat hal itu, ia selalu ingin tertawa terbahak-bahak.
Dengan cepat Bella memasuki mobil tua merahnya yang sudah reyot. Memasukkan kuncinya dan menyetir pelan. Ia tak mungkin memacu mobil tuanya itu seperti seorang pembalap. Walau sebenarnya ia ingin sekali melakukannya. Dan jika ia tak bisa melawan keinginan-nya, maka hal yang terakhir yang akan ia lakukan adalah berjalan kaki menuju kampusnya setiap hari atau menaiki bus kota yang lewat setiap 1 jam sekali. Dan hal itu sudah cukup meredam keinginan-nya.
Setelah melaluiperjalanan panjangnya selama 30 menit yang terasa seperti setahun itu, Bella akhirnya sampai di rumah kontrakannya. Rumah dengan gaya minimalis dengan dapur, ruang tamu berada di lantai 1 sementara, kamarnya sepenuhnya menempati lantai 2. Beberapa pagar besi melingkari rumahnya, termasuk kebun Blueberry miliknya. Ia memiliki beberapa tetangga yang berjarak kurang lebih 100 m darinya. Yang tampak-sangat-tidak-akrab dengannya.
Bella-pun segera memarkirkan mobilnya di tengah halaman-nya. Lalu segera memasuki rumahnya tergesa-gesa. Ini sudah pukul 06.00 Pm, perjalanan dari rumah kecilnya menuju Kafe memakan waktu sekitar 30 menit. Dan itu artinya ia hanya punya sisa waktu 30 menit lagi sekarang untuk bersiap-siap.
Begitu masuk rumah Bella langsung menuju kamarnya. Tanpa ragu melepaskan semua pakaiannya, melemparkannya ke keranjang pakaian kotor yang sudah menumpuk itu lalu masuk kamar mandi.
Begitu selesai, Bella memilih pakaian paling casual yang ia miliki. Mengucir rambutnya di belakang dan memakai make-up sederhana. Ia pun memasuki mobil tua-nya dengan semangat. Wajar, ini adalah pertemuannya dengan Jean yang hampir 2 tahun tak saling jumpa.
Setelah 30 menit menyetir, Bella memasuki kafe itu. Memandang sekeliling. Dan akhirnya menemukan seorang wanita cantik yang memakai kaca mata dengan setelan casual seperti dirinya sedang duduk menatap sepasang kekasih yang ada di meja sebelahnya.
“Hai...Jean.” Bella melambaikan tangannya pada wanita itu dan mengahmpirinya. “Bella...” sahut wanita yang dipanggil Jean tadi, mengalihkan pandangannya. “Sorry...udah nunggu lama, ya?” tanya Bella sambil duduk. “Nggak koq...belum lama aku.”
“Kamu ngapain sih liatin orang lagi pacaran, pengin ya?” goda Bella. Sementara, Jean hanya mendengus kesal. “Nggak, lah.” Jawab Jean berbohong, dan Bella tahu itu. Jeans sebenarnya cukup cantik, juma penampilannya mungkin perlu dipoles lebih lagi. Ia terlalu sering memakai kaca mata tebal dan rambut dikepang dua, sehingga banyak yang menyebutnya nerd.
“Gimana kamu sama John?” tanya Jean mengalihkan fokus pembicaraan. “Ah...kamu itu. Gagal total, Jean.” Jawab Bella menahan tawa. “Lho...kenapa? John pria yang baik lho.” Sanggah Jean. “Yah...kamu tau kan waktu aku ngedate sama dia 2 tahun yang lalu?” kata Bella mencoba mengingatkan temannya sewaktu ia bertemu John untuk yang pertama dan terakhir kalinya.
“Ya...iyalah. Kan aku yang atur.” Jawab Jean menyombongkan diri, mengingat ia adalah mak comblang antara Bella dan John. Anak satu ini nggak punya pacar, tapi suka comblangin orang. “Tau nggak? Sewaktu aku duduk di taman sama dia. Tiba-tiba ada laba-laba jatuh. Terus ia malah teriak-teriak histeris. Kamu tau kan, kalau tipeku itu yang macho. Masak cowok yang takut laba-laba gitu kamu kenalin sama aku sih. Hello...apa kata dunia.” Jawab Bella dengan membara.
“Aduh...Bel. Lagian kamu sih. Cari cowok yang sehobi sama kamu itu susah banget tau. Cari yang bisa ngalahin kamu pas fight aja nggak ada,” sahut Jean gusar.Karena saat di kampus semua anak cowok pada takut sama sahabat karibnya itu. “Cowok mana sih yang nggak ilfeel sama cewek yang hobinya suka kegiatan antimainstrem kaya kamu. Cewek itu harusnya suka hal-hal kaya dandan, shopping nah kamu sukanya mancing, berburu, berantem, Balapan. Aduh Bel...” lanjut Jean frustasi.
Bella hanya bisa mangut-mangut mendengarkan ocehan sahabatnya itu sambil meminum jus leci yang diletakkan pelayan di meja mereka. Jean adalah satu-satunya sahabatnya yang tahu segala sifat-sifatnya. “Yah...mungkin suatu saat pasti ketemu.” Sahut Bella enteng. “Ok...gini aja. Sekarang kamu sebutin satu aja syarat cowok idaman. Ntar...aku bantuin cari.” Imbuh Jean pada temannya yang nggak laku-laku ini.
“Emmm...gampang. Cukup yang bisa ngalahin aku pas fight aja.” Jawab Bella enteng. Mendengar hal itu, Jean yang sedang meminum jus lemonnya mendadak tersedak “Aduh, Bel. Jangan bercanda dong. Yang laen napa?” tawar Jean. Jean tahu betul, bahwa Bella adalah pemenang kontes Bela diri yang diikuti oleh orang-orang profesional dari seluruh penjuru negara ini. Dan cari cowok yang bisa ngalahinnya adalah hal yang m-u-s-t-a-h-i-l.
“Ah...udah deh. Jangan bahas cowok lagi. Nah, kamu gimana sekarang kerja dimana?” tanya Bella mengalihkan topik. “ Ah...gini Bel. Jadi, aku tuh sebenarnya pengin ketemu sama kamu karena aku pengen numpang tinggal di rumah kamu untuk sementara.” Jawabnya tanpa ragu.
“Eh...tumben. Kamu mau nginep di rumahku.” Sahut Bella sumringah.
“Jadi gini, beberapa bulan yang lalu aku keluar kerja trus aku cari kerjaan baru. Nah, aku keterima di Kafe deket rumah kamu. Jadi, ya untuk sementara aku pengin numpang, sih.” Jawab Jean.
“Eh...kamu mau tinggal selamanya di rumahku juga oke-oke aja. Kamutahu kan selama ini aku ini hidup sendiri. Jadi, kalau kamu mau tinggal sama aku. Aku malah seneng lah.” Riang Bella.
“Wah...serius nih?” tanya Jean dengan mata berbinar. “Ya...iyalah.”
“Ah...Thank You, beib.” Jawab Jean sambil memeluknya.
“Eh...gimana sama kerjaanmu?” tanya Jean balik.
“Ah...ya gitu deh. Bosen aku. Kamu tahu kan, kalau sekaran aku itu kerja di Rainwood University sebagai guru BK.” Bella mendengus kesal.
“Eh...kamu itu harusnya bersyukur. Timbang aku yang sekarang malah jadi Waitress di Kafe.” Sahut Jean.
“Kan kamu tahu, cita-citaku sejak kecil itu jadi Agent Negara. Masuk militer. Berburu penjahat. Bukan malah jadi Guru Bk. Kamu tahu, kan. Guru BK. Aku malah berburu anak nakal. Hufttt...” dengus Bella kesal.
“Ya...udah yang sabar aja...” nasehat Jane. “Gimana kalau kita ngobrolin hal lain aja..” tambahnya.
“Eh...trus bla-bla-bla....”. “Iya...bla-bla-bla....”
Setelah puas mengobrol panjang lebar dengan Jean. Bella-pun pulang kerumah. Menghempaskan dirinya ke kasur lalu terlelap tidur menjemput mimpinya. Siapa tahu ia akan bertemu dengan pujaan hatinya, yang tak pernah ia temukan dalam dunia nyata.
Wihh mantap
Comment on chapter RK