Read More >>"> A Story (A Story- one) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - A Story
MENU
About Us  

Langit hitam membungkus kota Bandung. Pertanda akan turunnya bulir udara bulir. Angin dingin menyapu kulit para manusia.

Dan bulir udara itu pun jatuh. Satu dua tetes hingga beribu ribu entah berapa. Orang orang yang sedang beraktivitas segera mencari tempat berteduh. Ada juga yang membuka payungnya. Jalanan yang kering mulai membasah. Kendaraan saling berlomba menambah kecepatannya, tidak takut apa yang terjadi, terutama bagi pengguna roda dua. Tak mau menambah kebasahan di tubuh lagi.

Tak berbeda dengan gadis yang satu ini. Wajahnya cemberut menandakan  moodnya sedang tidak baik. Sesekali melirik jam tangan yang melingkar manis di pergelangan tangan kiri gadis itu. Jam enam lebih dua puluh menit, yang berarti bel masuk berbunyi dua puluh lima menit lagi. Parahnya tidak dapat menemukan angkot atau taksi yang melintas. Jika sebelumnya sudah terlambat bus, bus seterusnya datang lima belas menit lagi. Yang berarti itu akan membuat sangat terlambat.

"Fania!"

Gadis yang di panggil Fania itu segera menoleh secara cepat. Siapa saja yang ingin mengajaknya ke sekolah. Siapa tau saja kan?

Dan benar saja, sahabatnya ada mesin mematikan motornya. Dan turun menghampiri Fania. Seragam pemuda itu di bungkus oleh jas hujan tidak akan membuat seragam nya basah.

Pemuda itu membuka kaca helmnya.

"Kok belum berangkat?"

Fania mendengus. Ia tau pemuda di hadapannya itu hanya basa basi saja. Lagipula sudah tau kan jika sekarang hujan tidak mungkin Fania berangkat jalan kaki. Lagipula juga, ia tau jika susah masuk angkot atau taksi saat cuaca yang seperti ini.

"Iya Del, hujan." Fania hanya masuk sekenanya. Ia tidak bisa marah dengan pemuda yang ada di mukanya itu. Tatapan tajam bagai elang itu selalu hangat jika memilih Fania. Untuk membuat log Fania meluap seketika jika melihat mata indah itu.

"Kalo gitu bareng gue aja yuk?"

Entah itu pertanyaan atau pernyataan karena setelah itu laki-laki di panggil Del itu menarik tangan Fania ke arah kendaraan beroda dua itu.

Fania menghentikan langkahnya untuk sesuatu yang janggal.

"Delka, gue kan nggak make Jas ujan, basah dong nanti gue?"

Pemuda itu—Delka— menepuk keningnya. Setelahnya ia melihat Fania dari bawah sampai atas, berfikir apa yang harus dilakukan agar gadis di hadapannya itu tidak basah karena bulir air hujan yang turun secara berbarengan.

Delka menyeringai kecil. Ia lupa bahwa ia sedang memekai jas hujan yang ukurannya cukup besar. Lampu kecil berdenting menyala di kepala Delka. Seperti Albert Einstein yang menemukan sebuah ide baru yang luar biasa.

"Gue punya ide!" Delka kembali menarik pergelangan tangan Fania yang lebih kecil ke arah kendaraan roda dua miliknya itu. Kedua tangan Delka terangkat ke atas kepala Fania berusaha menjadi payung dadakan. Namun,tentu saja itu gagal. Bulir air masih saja menyelusup di balik tangan Delka dan jatuh membasahi seragam Fania. Namun, tak apa, setidaknya Fania tidak terlalu basah.

Fania duduk dengan sempurna di atas motor besar milik Delka. Sebelum Delka naik ia menyuruh Fania memakai bagian belakang jas hujan Delka yang panjang. Fania menurut.

Delka naik setelah Fania sudah menutupi tubuhnya dengan bagian belakang jas hujan nya. Delka memutar kunci motor nya, memencet tombol starter mengegas berkali kali. Menginjak gigi. Lalu melesat menyerobos butiran air yang terus saja jatuh membasahi kota Bandung.

***

"Ciee, bareng sama Delka cie berangkatnya!"

Fania tersenyum sumringah, mendadak moodnya bangkit lagi setelah di antar Delka tadi. Delka itu sahabat Fania, tapi, kalian tau apa yang terjadi pada Fania bukan? Di jamin kalian pasti pernah mengalami itu.

Senyum di wajah cantik Fania semakin melebar ketika melihat Delka memasuki kelas dengan membawa cilok.

"Idih, kenapa lo Fan senyam senyum gitu? Terpesona sama kegantengan gue ya?" Delka menyisir sekali rambutnya ke belakang dengan wajah di buat seperti model majalah ternama.

"Idih, ge'er amat lo Del!"

Padahal Fania sudah mengangguk kuat kuat di dalam hatinya sambil berkata Iya Del lo itu ganteng banget! Hah, tapi itu tidak mungkin. Biasa, gengsi.

"Yain lah yain." Delka duduk di kursi sebrang kiri Fania.

Hari ini adalah hari pertama mereka kembali masuk kesekolah setelah libur panjang satu bulan. Lama? Memang, karena libur kali ini berbarengan dengan lebaran idul Fitri tiba, jadi di perpanjang menjadi satu bulan. Tentu saja semua murid yang mendengarnya meloncat girang sambil memikirkan kemana liburan atau mungkin memikirkan bagaimana caranya tidur yang tidak bisa di ganggu. Kali ini Fania sudah menduduki kelas dua belas, yang artinya tahun ini adalah tahun tersibuk buat Fania dan murid kelas duabelas lainnya.

"Ohya Fan, nanti rencananya lo mau ikut bimbel dimana?"kata Athala.

Ah, Fania baru ingat. Ia belum sama sekali terpikirkan tentang bimbel itu. Fania menengok ke arah Athala lalu menggeleng, menandakan ia belum memutuskan dimana ia akan mengikuti bimbel tersebut. Lagi pula, saat liburan yang ia lakukan adalah tidur, bangun, makan, sholat, dan seterusnya. Juga memandangi foto sahabat laki lakinya yang di puja itu.

Ngomong ngomong tentang Delka. Delka belum mengetahui jika Fania menyukainya. Yang Delka tau, Fania itu hanya sahabat nya tidak lebih. Fania menunduk lesu ketika mengingat itu.

Cinta datang karena terbiasa Fan! Nanti juga Delka lama lama suka sama lo!

Fania menyemangati dirinya dalam hati. Selalu seperti itu ketika ia mengingat sebuah kenyataan. Sudahlah.

"Fan? Lo ngelamun?"

Fania hampir terjengkang ketika suara Delka dan tepukan di bahunya yang tiba tiba itu. Apa karena Fanianya saja yang melamun?

"Astaga, Del, kaget gue." Fania mengelus elus dadanya mencoba menormalkan detak jantungnya. Detak jantung itu antara, gugup dan kaget.

"Lagian, gue panggil dari tadi, lo malah ngelamun, gue bantuin lo cari bimbel ya? Nanti pulang sekolah." Delka bangkit dari duduknya. Kaki panjangnya melangkah mendekati Fania yang pipinya sudah memanas. Selalu seperti ini, padahal sudah sering Delka memperlakukannya seperti ini. Cinta merubah segalanya.

Fania refleks mengangguk mantap.

Delka menepuk puncak kepala Fania pelan. Lalu kakinya melangkah keluar kelas.

***

Bel pulang berbunyi nyaring. Semua murid SMA Bima Sakti 1, 2, 3 berdesakkan memenuhi gerbang sekolah yang luas itu. Ohya, sekolah Bima Sakti ini memiliki tiga gedung SMA. Kalau Fania, ia duduk di gedung dua, atau lebih tepatnya Bima Sakti dua.

Gedungnya pun tak terlalu berjauhan. Di sebelah kanan terdapat Bima Sakti 1 di tengah ada Bima Sakti 2 dan di sebelah kiri ada Bima Sakti 3.

Fania menginjakkan kaki di anak tangga terakhir. Lalu ia melanjutkan langkahnya menuju gerbang yang sudah di penuhi oleh para murid.

Lagi lagi Fania hampir nyungsep ke depan ketika sebuah tangan memukul punggungnya. Fania melihat kebelakang dengan pandangan jengkel.

"Alvan, ya ampun,gue hampir nyungsep tau nggak!"

Alvan adalah teman dekat Delka dari jaman SD. Alvan ini selalu saja usil pada Fania. Katanya, Fania itu ngegemesin kayak anak kecil. Dan setiap Alvan bicara seperti itu. Tangan Fania melayang ke udara.

"Abisnya, Pania cendili aja cih!" Alvan mencubit kedua pipi Fania. Lagi lagi Fania hanya bisa cemberut. Selalu seperti ini jika bersama Alvan. Pipinya menjadi korban.

"Tumben nggak sama Delka?" Alvan melepas cubitannya. Mengakibatkan kedua pipi Fania memerah. Fania memutar bola mata malas. Tadi, sebenarnya ia dan Delka jalan bersisian. Namun, entah mengapa alam tiba tiba memanggilnya untuk segera pergi ke toilet. Jadilah, Delka menunggunya di parkiran.

"Tadi sih iya, mau nyari tempat bimbel." kata Fania seadanya.

Alvan menggumamkan kata 'ooh' tanpa suara sambil mengangguk anggukan kepalanya.

"Ohya, sahabat sahabat cewe lo yang ribet ribet pada kemana?"

Fania melayangkan tabokan di bahu Alvan.

"Lah, ngapa gue di tabok?"

Alvan mengelus elus bahunya yang sedikit pedih akibat pukulan dari Fania tadi. Jangan remehkan pukulan Fania, tangannya mungil, namun jika sudah memukul. Pedes.

"Mereka udah pulang." Fania menjawab pertanyaan pertama tadi.

"Ooh, yaudah deh, itu ada Delkanya, gue duluan bye Pania!" Alvan melengos pergi meninggalkan Fania di dekat parkiran motor. Fania mengerjap.

"Udah nyampe parkiran? Kok cepet?"gumamnya, lalu kakinya melangkah mendekati Delka yang sedang berkaca pada spion motor berwarna hitam dan merah itu.

"Eh, udah panggilan alamnya?" Delka bertanya saat merasakan kehadiran Fania di dekatnya. Kehadiran Fania sangat bisa di tebak keran parfum yang di gunakan gadis itu. Parfum berbau cokelat yang manis jika menggelitik Indra penciuman manusia.

Fania mengangguk. Lalu menerima helm berwarna biru muda yang di sodorkan oleh Delka. Fania memakai helm tersebut lalu menaiki motor Delka.

Seketika motor Delka membelah keramaian kota Bandung.

 

***

Sudah berulang kali mereka memutari kota Bandung, mencari di mana bimbel yang bagus dan tentunya juga murah. Namun, sejauh ini belum ada yang memasuki kategori yang mereka cari.

Mereka-Fania dan Delka- memutuskan untuk menepi di salah satu warung makan nasi goreng pinggir jalan. perut mereka sudah demo meminta di isi sejak tadi. Fania duduk di salah satu kursi yang terletak di pojok warung makan tersebut. Gadis itu melirik jam di tangan nya. sudah jam satu lebih lima menit.

Sudah di jelaskan tadi, bahwa hari ini adalah hari pertama masuk sekolah dan menginjak kelas dua belas. Sehingga sekolah hari ini hingga seminggu ke depan akan free class karena guru guru dan beberapa murid anggota OSIS sedang sibuk mengurus MOS anak baru.

Aroma nasi goreng yang baru saja matang menggelitik indra penciuman Fania.Saat di lihat sudah tersaji dua piring goreng di hadapannya. Sejak kapan Delka memesan?

"Melamun lagi kan lo?" Delka menyentil dahi Fania yang mengerut. Membuat sang pemilik dahi mengaduh dan mengelus dahinya.

Fania menarik satu piring nasi goreng ke dekatnya. Lalu memakannya dengan normal. Merasa ada yang spesial, Fania mengerutkan dahinya lagi. Sesekali lidahnya mengecap nasi goreng tersebut. "Ada udangnya ya Del?" Fania bertanya dengan mata berbinar. Ia sontak saja menunjukkan senyum kudanya saat Delka mengangguk. Ah, Delka selalu tau kesukaan fania.

Mereka memakan nasi gorengnya dengan di penuhi obrolan hangat, dari yang penting sampai tidakpenting sekalipun. Sesekali juga mereka tertawa dengan obrolan mereka.

Fania menelungkupkan garpu dan sendok di atas piring, tanda makannya sudah selesai. Delka pun melakukan hal yang sama. Fania mengambil tisu dan mengelapkan nya ke mulutnya yang berbicara minyak. 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Power Of Bias
1055      605     1     
Short Story
BIAS. Istilah yang selalu digunakan para penggemar K-Pop atau bisa juga dipakai orang Non K-Pop untuk menyatakan kesukaan nya pada seseoraang. Namun perlu diketahui, istilah bias hanya ditujukan pada idola kita, atau artis kesukaan kita sebagai sebuah imajinasi dan khayalan. Sebuah kesalahan fatal bila cinta kita terhadap idola disamakan dengan kita mencitai seseorang didunia nyata. Karena cin...
Langit Jingga
2498      841     4     
Romance
"Aku benci senja. Ia menyadarkanku akan kebohongan yang mengakar dalam yakin, rusak semua. Kini bagiku, cinta hanyalah bualan semata." - Nurlyra Annisa -
NADA DAN NYAWA
13214      2512     2     
Inspirational
Inspirasi dari 4 pemuda. Mereka berjuang mengejar sebuah impian. Mereka adalah Nathan, Rahman, Vanno dan Rafael. Mereka yang berbeda karakter, umur dan asal. Impian mempertemukan mereka dalam ikatan sebuah persahabatan. Mereka berusaha menundukkan dunia, karena mereka tak ingin tunduk terhadap dunia. Rintangan demi rintangan mereka akan hadapi. Menurut mereka menyerah hanya untuk orang-orang yan...
Pertimbangan Masa Depan
193      171     1     
Short Story
Sebuah keraguan dan perasaan bimbang anak remaja yang akan menuju awal kedewasaan. Sebuah dilema antara orang tua dan sebuah impian.
IDENTITAS
656      439     3     
Short Story
Sosoknya sangat kuat, positif dan merupakan tipeku. Tapi, aku tak bisa membiarkannya masuk dan mengambilku. Aku masih tidak rela menjangkaunya dan membiarkan dirinya mengendalikanku.
Perihal Waktu
368      252     4     
Short Story
"Semesta tidak pernah salah mengatur sebuah pertemuan antara Kau dan Aku"
HER
547      311     2     
Short Story
Temanku yang bernama Kirane sering memintaku untuk menemaninya tidur di apartemennya. Trish juga sudah biasa membuka bajunya sampai telanjang ketika dihadapanku, dan Nel tak jarang memelukku karena hal-hal kecil. Itu semua terjadi karena mereka sudah melabeliku dengan julukan 'lelaki gay'. Sungguh, itu tidak masalah. Karena pekerjaanku memang menjadi banci. Dan peran itu sudah mendarah da...
Time Travel : Majapahit Empire
44839      4201     9     
Fantasy
Sarah adalah siswa SMA di surabaya. Dia sangat membenci pelajaran sejarah. Setiap ada pelajaran sejarah, dia selalu pergi ke kantin. Suatu hari saat sekolahnya mengadakan studi wisata di Trowulan, sarah kembali ke zaman kerajaan Majapahit 700 tahun yang lalu. Sarah bertemu dengan dyah nertaja, adik dari raja muda Hayam wuruk
Jangan Minum Ciu
182      153     0     
Short Story
Minum ciu bagus atau tidak??
Story of Apocrypha
361      218     2     
Short Story
Tahta. Siapa yang tidak tergiur dengan tahta? Apalagi dalam lingkup kerajaan, tahta sangat diidamkan karena dapat menaikkan derajat seseorang. Dendam. Dendam berbeda dengan tahta. Dendam lebih tragis dan bisa menguasai sang pendendam. Seorang putri yang selalu dikalahkan oleh dendamnya, menghancurkan apapun tanpa peduli dengan tahta. Asalkan hasratnya dalam melayani korbannya bisa ...