-Tahun 2008-
“Perkenalkan, Aku Indriani Saputri, pindahan dari sekolah negeri Papua, salam kenal !” Begitulah aku yang kikuk memperkenalkan diri pada teman – teman baruku.
Kalimat perkenalan itu sudah kupersiapkan sejak tadi malam, di depan kaca dengan rambut yang panjangnya mencapai punggung. Rambut yang susah payah ku tunggu hingga bisa panjang dan mengubahnya menjadi setengah di croll. Hanya saja, akiu masih SMP. Meminta Ibunda untuk mengubah rambutku adalah hal yang mustahil.
“Kamu udah cantik seperti itu kok !” begitulah katanya.
Tapi, gaya rambut seperti itu sedang aku idam – idamkan ! Huft, semua ini salah ftv cookies dengan judul “Ajari Aku Cinta” ! Habis, pemeran ceweknya punya style rambut yang aku inginkan. Satu – satunya cara hemat adalah menyanggul rambutku semalaman agar esok hari bisa menjadi croll.
Tada ! sekarang aku berdiri di depan kelas dengan rambut dan penampilan yang seperti aku inginkan !
Rambut hitam yang sudah croll bagian ujungnya dan bando polkadot biru-putih yang melengkapi kemanisanku hari ini.
Aku anak baru yang pindahan dari Papua, tepatnya kota Jayapura, ke Manado – Sulawesi Utara. Kepindahanku karena Bapak memiliki tugas dinas yang tidak bisa dihindari sehingga aku harus pindah dari Jayapura. Oleh karena itu, aku pindah ke Manado dengan status masih duduk di SMP kelas 2 semester 2.
Yap, akhirnya perkenalan hari ini cukup salam dariku saja, tidak ada pertanyaan atau kalimat yang membuatku menarik.
“Sekarang kamu duduk disana ya ?” Ajak Bu Lena, wali kelas baruku.
Menghampiri ke tengah kelas pada bangku kosong yang harus ku duduki. Aku tidak sendiri, di sebelahku sudah ada seorang siswi.
“Hai, namaku Putri.” Sapaku memberikan tangan.
Tanganku disambut olehnya, “Iya, namaku Lesly.”
Waahh, ada hal yang baru kusadari. Saat ini aku berada dikota yang sangat berbeda denganku. Melihat Lesly teman sebangku saja, membuatku ciut. Kulit putih, mata sipit dan memiliki pipi yang kemerahan. Benar saja, aku berada di kota yang rata – rata berkulit putih, tinggi, mata sipit dan pipi yang kemerahan, sedangkan aku si wanita berkulit hitam nan eksotis !
Tapi, tenang ! Aku seorang wanita dan memiliki kepercayaan diri yang cukup tinggi untuk penampilan. Walaupun, aku tidak pintar dalam pelajaran . . .
***
Baru masuk kelas sudah di mulai dengan matematika, pelajaran yang paling ku benci ! kalaupun bisa, aku ingin membenci semua pelajaran ! kecuali biologi.
Baru 10 menit saja, guru matematika-nya sangat membosankan ! hanya mengajar dan menulis di papan tulis lalu memberikan kami tugas, setelah menunggu hingga jam pelajaran selesai.
Beliau akan bertanya, “Apakah sudah selesai ?!”
Jika kami menjawab “Belum” maka ia akan menjadikan tugas itu sebagai pekerjaan rumah. Makanya, Lesly menyarankan aku untuk segera menyelesaikan tugas tersebut, walaupun hasilnya salah.
“Yang penting gak ada tugas !” Katanya.
Ting tung ting tung !!
Terdengar alunan musik lewat speaker. Seperti inilah tanda dari setiap jadwal yang berganti. Jam pertama selesai, akhirnya kami tidak memiliki tugas matematika. Selanjutnya adalah biologi.
Aku terbirit keluar kelas karena baru mengetahui kalau di sekolah ini menggunakan sistem moving class dan setiap pergantian jam pelajaran, semua murid akan keluar berpindah kelas.
Ruang biologi berada dilantai tiga dan kami harus menyusuri tangga dari lantai satu. Berdesak – desakan sambil berlari di tangga dan aku belum bisa menyesuaikan mereka karena letak kelas yang tidak ku ketahui.
Duk !
“Eh, Sorry !” Pintaku langsung pada seorang siswi didepanku.
Siswi yang lebih tinggi dariku yang hanya 150cm dan dia . . . hm, mungkin sekitar 157cm. Mimik wajahnya tidak senang. Dia menoleh ke arahku lalu memalingkan wajahnya kembali dan melanjutkan perjalanannya yang tertunda akibat sepatu pada bagian belakangnya ku injak tidak sengaja.
Guru biologi sudah lebih dulu berada di kelas. Secepatnya kami mengambil tempat duduk. Aku sempat bingung harus duduk dimana, karena posisi bangku yang sengaja disusun letter U. Untunglah aku bisa memilih posisi bangku yang aman, dibelakang.
Wahhh ini nih, biologi . . . pelajaran yang kusukai !
Pengajarnya adalah seorang guru lelaki yang cukup tua, terlihat dari rambut yang putih setengah botak dan postur tubuhnya yang tinggi kurus. Seperti kakek tua yang jago bela diri di film – film laga !
Guru itu mengambil spidol lalu menulis di papan besar – besar,
MATA !
Baiklah, pembahasan kali ini adalah mata.
“Kalian ! kalau punya mata itu dijaga, jangan katarak sebelum nikah ! kalau bisa sesudah nikah- pun dijaga, biar sampai tua bisa tau yang mana lubang telinga dan mana lubang – lubangan !”
What ! Kata – kata guru biologi tua ini sungguh membuat aku menganga. Bukan kagum, bukan juga tertawa seperti yang teman – teman lakukan saat ini.
“Terus, kalau lihat cewek itu jangan terus – terusan buka ! nanti sakit, berair, pupil mata mengecil – membesar – mengecil – membesar . . . lama – lama rusak mengecil gak kelihatan apa – apa ! Lubangnya gak bisa dicari lagi, deh !”
Semua tertawa, bahkan lebih besar dari sebelumnya.
“Tapi, masih bisa raba – raba sih !” Tambahnya.
Aku benar – benar gak paham apa maksudnya. Ya iyalah, baru saja pindah. Memang sih, Bahasa Manado dengan Jayapura hanya sedikit perbedaan kosakata dan cara pengucapannya. Tapi ini hari pertama aku sekolah dan pelajaran biologi yang kusukai menjadi pelajaran yang paling aneh !
Selesainya pelajaran ini, aku putuskan untuk menyatakan bahwa biologi out of my favorite thing I loved !
Musik yang sama berbunyi lagi, waktunya pelajaran ilmu komputer.
Kali ini, teman – teman berjalan biasa saja, alias santai banget !
“Mungkin karena gurunya baik !” Pikirku.
Sesampainya di depan lab, semuanya sibuk masing – masing. Para murid laki – laki meninggalkan tasnya di samping pintu lab lalu pergi ke kantin. Ada pula sebagian cewek yang ikut ke kantin dan sisanya menunggu guru di area depan lab termasuk aku. Pengen sih, ikut ke kantin, udah lapar, tapi, aku anak baru yang harus jaga image di hari pertama ini.
“Kamu anak baru jangan belagu !!”
Tiba – tiba, seorang siswi mendorong pundakku dengan kedua jarinya. Siswi dari kelasku.
“Jangan sok, jadi orang ! Kalau gaga’ boleh jo, dasar bisae !” Lontaran kasar siswi itu membuatku tak bisa berkutik dan masih bingung apa yang menjadi salahku.
Gaga = Bagus, Cantik atau Ganteng.
Jo = Kata yang menekankan kalimat atau kata sebelumnya.
Bisae = Buruk atau Jelek.
Kulihat nama siswi itu di dada kanannya, Jenny dan dibelakannya sudah berdiri beberapa siswi dan siswa yang masih sekelas denganku, termasuk siswi yang tadi tak sengaja ku injak sepatunya !
“Kenapa dia, kenapa ?” Tanya siswa lelaki dibelakang Jenny.
Pakaiannya berantakan, rambutnya jabrik dan kemejanya diluar. Tunggu, ihh . . . kuku – kukunya hitam dan panjang ! dan sekarang anak baru yang bodoh ini sedang dikepung 10 orang untuk dihabisi.
“Kamu gak tau siapa kita ?!”
“Hei, kalau diajak ngomong, lihat orangnya !”
“Ini siapa sih yang bermasalah ? Hei, ngomonglah, capek nih mulut !”
Satu per satu bergantian mencaciku dengan kata yang tidak pantas. Lalu munculah siswi yang memang bermasalah denganku, wanita cantik seperti model yang tinggi, putih dan berambut panjang itu berdiri didepanku.
Namanya, Regina .S, tertera di kemeja sekolahnya.
“Kamu . . . tau gak sepatuku ini baru dibeli ?” Itulah kalimat pertama yang ditanyakannya.
Aku menggeleng.
“500 ribu, nih !” Teriaknya didepan wajahku.
“Woooo !!” Mereka bersorak.
“Makan tuh 500 ribu kalau dapat !” Geram Jenny, si wanita berbadan besar dan memiliki pipi chubby.
“Awas ! Makanya hati – hati, kalau gak mampu jangan buat masalah !!” seorang gadis lebih pendek dariku mengakhiri pertikaian itu lalu mengajak teman – temannya ke depan pintu lab, Melina.
Seorang lelaki muda melewatiku, guru ilmu komputer yang kami tunggu sudah tiba. Mungkin karena itu Melina segera menyelesaikan pertengkaran yang tidak seimbang ini.
Seimbang ?! itu pembully-an ! mereka harus masuk penjara seumur hidup karena sudah menghancurkan mental anak baru. Bukan hanya sebagai anak baru ! tapi, turis yang baru saja menetap di pulau ini !
***
Secepat mungkin aku merapihkan semua alat tulis dan bukuku ke dalam tas, setelah mendengar bel pulang berbunyi. Aku segera meninggalkan kelas. Sambil berjalan, aku mengambil handphone jadul ku yang berdering dari saku rok. Terlihat tombolnya sudah tidak sempurna lagi tapi masih bisa digunakan. Tertuliskan “Om Unung”. Aku lantas mengangkatnya.
[Sudah pulang ?]
“Sudah Om. Om dimana ?” Tanyaku sembari berjalan menyusuri lorong menuju depan sekolah.
[Om sudah depan nih ! Mobil yang tadi pagi ya !]
“Oke, Om !”
Sekilat mungkin aku pergi ke depan gerbang sekolah. Mencari dan menemukan mobil yang ku kenal sedang menungguku. Aku bergegas masuk ke dalam mobil. Om Unung menancapkan gas, mobil-pun melaju dengan cepat meninggalkan sekolah dan pulang ke rumah.
***
Satu Bulan Berlalu.
“Ini hadiah !”
Memandang tidak percaya, sebuah kotak berwarna hitam sekarang ada ditanganku. Handphone N-73 terbaru diberikan oleh Ibunda padaku, tidak percaya !
“Hadiah buat Putri ? ‘kan Putri belum ujian semester.” Tanyaku meyakinkan sekali lagi.
“Iya, bukan cuma Putri yang dapat hadiah, Naila juga dapat, tuh !” Ibunda menunjuk Naila, adikku.
Boneka barbie baru, dan itu menjadi boneka pertamanya. Iya, selalu yang pertama, karena sebelumnya juga punya boneka barbie. Tapi, sekarang yang lama sudah tinggal kepalanya saja. Entah kemana tangan, kaki dan tubuhnya ?
“dan, bukan hanya kamu dan Naila kok.” Tambah Ibunda tersenyum merekah.
“Hm, ada lagi ?”
“Sekarang kamu gak perlu pakai mobil kantor lagi, Bapak udah beli mobil baru !” Seru Ibunda senang.
“Beneran Bun ?! sekarang mobilnya dimana ?” Tanyaku tidak sabar untuk melihat mobil baru Bapak.
“Ada di garasi, coba cek aja !” Kata Ibunda.
Aku meletakkan HP baruku dan melompat dari tempat tidur. Melangkah ke depan rumah lalu membuka pintu dan berjalan menuju garasi tepat disamping rumah. Mataku melihatnya, mobil sedan sederhana berwarna merah.
Bapak juga ada di samping mobil. Memandang dan mengagumi hasil keringatnya itu.
“Gimana, mobil Bapak ? keren’kan !” Tanya Bapak yang menyadari kehadiranku.
“Iya Pak ! nanti aku diantar pakai mobil ini ?” Jawabku antusias.
“Iyalah ! kalau pakai mobil kantor terus, gak baik.” Kata Bapak.
Aku menyentuh mobil yang masih berkilau indah berwarna merah itu. Terbesit sedikit perilaku yang telah dilakukan teman – teman baruku di sekolah saat itu.
Satu bulan telah berlalu dan sepanjang itu aku telah menjadi bulan – bulanan mereka !!
Setelah kejadian itu, pikirku keesokan harinya akan baik kembali.
Ternyata tidak.
Menabrak dengan sengaja dan setiap lewat akan diteriaki, “Auoooo !”. Adapun yang sengaja menyandung kakiku agar aku terjatuh. Membongkar tasku lalu menjatuhkannya ke lantai ketika aku pergi ke kantin dan masih banyak lagi !
Aku heran saja, sebahagia apa sih membully orang yang lemah ataukah mereka di ajari untuk membully di alam lain, hingga sekarang mereka mempraktekkannya padaku ?
Sepertinya sudah saatnya aku harus merubah diriku yang terlihat kampungan di mata mereka !
Hal ini buatku teringat akan kejadian hari sabtu kemarin. Saat itu, kelasku akan ada les tambahan untuk memperlancar pelajaran fisika. Pagi hari jam 8 kami akan memulai praktek di laboratorium fisika.
Sontak saja, si Fanya, salah satu teman akrab Regina dan komplotannya itu berteriak, “Eh, kamu itu mau ke sekolah apa ke warung ?!”
Mereka tertawa.
Aku hanya terdiam memikirkan apa maksud dari Fanya.
“Maaf, Put.”
Aku segera menoleh begitu namaku dipanggil.
Rachel, pertama kali kenal ketika kami tidak sengaja duduk sebangku. Dia berbadan kecil sepertiku dan manis. Ia memiliki hidung yang mancung dan berkulit kuning langsat.
Di kelasku tidak hanya ada orang seperti mereka, komplotan sok kaya yang isinya membully orang karena kekuatan uang. Tapi, sebagian besar-pun ada teman – teman yang sama sepertiku, si pencari kebahagiaan dalam sekolah. Teman – teman yang ingin tumbuh normal dan tidak neko – neko untuk mencampuri urusan orang lain.
“Hm ?”
“Kamu gak salah pakai sendal ?” Tanya Rachel melirik sendalku.
Sendal swallow. Sendal yang sering dikenakan hanya dalam rumah atau sekitarnya.
“Nggak sih, tapi mungkin aku bakal nyesuain pelan – pelan gaya disini.” Kataku.
Iya, memang menuruku tidak salah pakai sendal. Kaos rumahan, celana jins sepanjang lutut, sendal jepit dan jaket jins yang biasanya ku ikat di pinggang. Style seperti itu sudah menjadi kebiasaanku di Jayapura. Aku sudah hidup dengan kesederhanaan bersama teman – teman lama yang ku sayangi. Kalau sering nonton “Bolang Si Bolang”, ya . . . seperti itulah gaya hidup di pulau yang kaya akan tambang mas itu. Bermain, tertawa, tidak perlu melihat penampilan dan berpikir santai.
Berbeda dengan Manado, aku cenderung dianggap kampungan dan harus modis kalau mau berpergian. Sebenarnya dimanapun sama saja, mungkin saat di Jayapura, aku memang hidup di lingkungan yang kebetulan seperti itu. Tetapi, sekarang adalah takdirku tinggal di lingkungan yang berbeda.
Sekedar informasi, sekecil apapun itu, semua barang yang dikenakan teman – temanku serba elit dan ber-merk, dari jam tangan, sepatu, handphone, bahkan bando sekalipun, PASTI ada logo yang terkenal. Entah Kw 1, 2, sampe 100, yang penting modis dan gaya nomor satu. Di sekolahku yang lama-pun pasti ada hal – hal yang seperti ini, tapi ini baru bagiku dan sekarang entah kenapa aku mulai memperhatikan penampilanku yang dianggap kampungan ini.
Oke, besok adalah hari senin dan hari ini aku telah mempersiapkan semua ! Tadi siang aku ikut dengan kedua orang tuaku untuk membeli segala sesuatu yang baru dan akan menjadi styleku. Bando, ikat rambut, jam tangan dan akseroris lainnya sudah ku beli. Tas sekolah yang awalnya hitam, sekarang ku ganti dengan tas baru warna biru cerah. Sepatu kets model sport, besok akan berubah menjadi sepatu ballet yang mengkilap hingga pastinya mereka akan menutup mata saking silaunya.
Aku tidak sabar menanti hari esok !
***
Hari yang di tunggu – tunggu tiba.
Seragam sekolah yang sudah rapih. Seperti biasa rambut setengah croll sudah beres, ditambah bando pink ber-list renda di tengahnya, tas baru dan sepatu baru. Oh, tidak lupa Hp dan mobil baru !
Selama perjalanan menuju sekolah, aku tersenyum senang, “Pasti mulai sekarang, aku gak akan di bully lagi !” Pikirku langsung terkekeh kecil.
Om Unung memelankan laju mobil, pertanda perjalanan akan segera berakhir. Aku segera merapihkan pakaian dan rambutku di depan kaca yang terletak di balik tirai kursi mobil depan. Tak disangka, sementara aku merapihkan rambutku, ekor mataku melihat Regina sedang berjalan kaki menuju sekolah.
Kesempatan !!
Mobil merah yang ku banggakan itu segera berhenti di depan sekolah. Secepatnya aku turun dari mobil bertepatan dengan Regina yang akan sampai di depan gerbang.
Mata kami saling memandang, kemudian Regina berlalu dengan acuh masuk ke dalam sekolah. Tapi, sedikit terkejut terlihat dari wajahnya !
“Ah, Hei, tunggu !” Seruku memanggil.
“Iya, Kenapa Kak ?”
“Nanti pulangnya jadi’kan ?”
“Iya Kak, jam 1.”
Aku mengangguk setuju.
Noval Meriandi, seorang lelaki dari tetangga yang jaraknya dua rumah dari tempatku. Seorang anak lelaki yang lebih muda satu tahun dariku dan saat ini duduk di kelas akselerasi. Beberapa hari ini sudah sering berangkat ke sekolah bersamaku. Tapi, anaknya sangat pendiam. Mungkin malu, ia peranakan Jawa tapi lahir di Manado. Badannya sedikit gendut, lebih pendek dariku dan juga berkulit sedikit lebih gelap dariku yang sawo matang.
Berbicara tentang sekolah, ternyata sekolah ku ini memiliki jenis kelas yang berbeda. Pertama adalah kelas bilingual. Kelas ini memiliki program dual language, Bahasa inggris dan Bahasa Indonesia. kelas ini di program-kan tiga tahun dan akan diacak setiap tahunnya, makanya siswa dan siswi yang berprestasi dari kelas regular dan unggulan akan di masukan ke dalam kelas bilingual ini.
Berbeda dengan kelas Unggulan, kelas ini memiliki program untuk menyeleksi siswa dan siswi yang memiliki juara baik di bidang olaraga maupun di pelajaran, sehingga jika dalam setahun mereka bisa menghasilkan nilai terbaik, akan di masukan ke dalam kelas bilingual.
Kemudian ada kelas reguler, tempat dimana aku berada. Kelas ini memiliki program yang diperuntukan bagi siswa dan siswi yang memiliki otak pas – pasan. Namun, tetap saja kelas reguler yang terdiri dari 4 kelas ini akan di seleksi setiap tahunnya agar bisa masuk di kelas bilingual atau unggulan.
Terakhir adalah kelas akselerasi. Kelas ini memiliki program dua tahun untuk lulus SMP, sehingga siswa dan siswi yang telah lolos di seleksi dari kelas satu untuk masuk kelas ini akan di dorong untuk mempelajari materi secara cepat hingga bisa lulus dalam dua tahun. Seperti tetanggaku, Noval.
Meskipun aku duduk di kelas reguler tetapi, aku masih termasuk beruntung karena ada di kelas 2-1. Tapi disisi lain, aku merasa tidak beruntung karena bisa sekelas dengan komplotan yang sok itu !
Sekarang’lah saatnya membuktikan, bahwa aku tidak sekampungan yang mereka kira !
Semangat berjalan menuju kelas, aku melangkah dengan tegap dan percaya diri. Sesekali mengibas rambutku yang tertiup angin ke depan.
Kelas yang ku tuju sudah di depan mata. Terdengar suara teriakan dari beberapa siswa dan siswi dari dalam kelas, aku tau siapa mereka. Suaranya terdengar jelas, sepertinya kandidat – kandidat yang aku tuju sudah lebih dulu datang.
“Hei, Putri !” Rachel memanggilku dari belakang.
“Hei . . .”
Gadis manis itu melihatku dari atas sampai bawah, “Ehem, ternyata ada udang di balik batu nih !” Sahutnya menaikkan kedua alisnya.
“Nggak ada yang ku sembunyikan, sebenarnya gak ada niat berubah, tapi-”
“Tapi, pasti kamu capek di bully ?” Tebak gadis manis itu.
“Iyalah ! lah, gak mungkin aku minta pembelaan dari kalian ! orang semuanya pada gak berani !” Seruku berbisik.
“Iya, toh kamu juga gak berani, apalah kita ini, geng penakut, hahaha . . .”
“Iya, sih.”
Aku dan Rachel memasuki kelas. Sontak di ujung bangku yang sudah rame dengan komplotan berandal itu terdiam. Jelas – jelas tadi memang terdengar sangat ribut. Kini, mulut mereka bungkam dan sangat tenang.
“Disana jo ?” Rachel menunjuk ringan ke bangku yang terletak di tengah sebelah tembok kelas.
Aku mengangguk. Kami berdua menghampiri bangku yang masih kosong itu lalu segera duduk. Aku segera mengambil buku tulis dan bolpen dari dalam tas dan merapihkan cara dudukku hingga terasa nyaman.
“Apa aja nih yang baru ?” Tia yang duduk di depanku dan melihatku sedari tadi berbalik lalu melipat kedua tangannya di mejaku.
“yang dilihat udah, mungkin hp belum lihat ?”
“Widiih, lihat dang ?” Pinta Tia segera.
Dang = Kata yang mendukung kalimat atau kata sebelumnya.
Tia, teman sekelas yang cantik dan manis dengan aksen tahi lalatnya di bawah bibir. Selain itu, dia juga sangat pintar. Iya, informasi apapun bisa didapat dari dia.
Braaaak !!!!
“Apaan tuh ?” Belum sempat mengambil hp dari saku rokku, Aku segera berdiri lalu melihat keluar kelas setelah mendengar bunyi yang begitu besar.
Terdengar dari kelas sebelah.
“Pendo !”
Pendo = Umpatan dalam bahasa Manado.
BRAAAK !!
Aku dan Rachel meringis. Kali ini suaranya lebih keras.
“Eh, keluar dulu yah !” Tia langsung bergegas keluar kelas, disusul teman – teman lainnya.
Membenci pertengkaran, aku kembali duduk dan sabar menunggu hingga sekolah menjadi tenang dan damai kembali.
Ting tung ting tung !
Suara bel berbunyi, aku dan Rachel keluar kelas kemudian segera menuju lapangan sekolah untuk apel pagi.
Sekolah ini memiliki aturan untuk apel pagi setiap hari senin dan upacara di hari nasional. Semua siswa dan siswi berbaris di lapangan dan mendengar pengarahan dari kepala sekolah atau yang mewakilinya dari seorang guru.
“Mana si Tia ?” Tanyaku mencari – cari sambil berbaris.
“Lagi cari berita.” Jawab Lia.
Lia, teman sekelasku yang paling bisa melucu. Gadis yang tingginya 160cm, memakai kaca mata dan berkulit sawo matang. Pertama kali kenal dengannya ketika saat pelajaran bahasa Indonesia. Lia saat itu berada di depanku, sedang aku duduk dengan Carolina di bangku paling belakang.
Ketika itu, aku sedang serius – seriusnya mendengarkan guru menerangkan cara berpidato yang benar, karena pastinya nanti akan ada tugas berpidato di depan kelas satu per satu.
“Oh, sasuke, sasuke, sasuke !!” Mendengar desis aneh, sontak aku kaget dan menoleh pada Carolina.
Ia memejamkan mata dan meletakan kedua tangannya di dada. Di balik kedua tangannya ada kertas putih yang ku pikir itu adalah sebuah foto. Tentu saja, itu pasti foto sasuke, karakter di anime yang biasa ku tonton hari minggu pagi “Naruto”.
Carolina melirikku dengan cemas lalu memejamkan matanya lagi, menunjukkan wajah yang sangat merindukan karakter sasuke itu.
Aku meringis super heran dan tidak bisa menyembunyikannya.
“Sudahlah, dia itu rada sedikit gini.” Lia meletakkan jari telunjuk di dahinya.
Tunggu, kenapa bisa ada orang aneh yang diizinkan sekolah disini ?!
“Hehehe . . . kenapa dia bisa terobsesi sama sasuke sampai seperti itu ?” Tanyaku berbisik.
“Ahaha . . . itu sebenarnya aku yang kenalin sih. Aku juga pernah bilang kalau pernah ketemu sasuke. Tapi, maksud ketemu itu’kan cuma cosplayer aja.” Kata Lia menggaruk – garuk kepalanya yang gak gatal.
“Ya ampun, tanggung jawab’lah, hahaha !”
“Biarin aja, paling bentar lagi bunuh diri karena gak ketemu sasuke.” Kata Lia lagi.
Hmpp ! sontak aku menahan tawa yang hampir meledak dibuat gadis berkacamata itu.
Tia akhirnya tiba di lapangan setelah beberapa menit tidak terlihat.
Semua murid sudah berbaris rapih dan apel akan segera dimulai. Tia berlari – lari kecil menghampiri barisan ku dan langsung nyempil diantara aku dan Rachel.
“Eh, cowo berkelahi karena rebutan cewe !” Tia berbisik memulai kehebohannya.
“Beneran, pagi – pagi gini ?” Rachel mulai terpancing ingin tau.
Aku ingin ikut bertanya, tapi apa daya, ketakutan akan dimarahi guru lebih kuat dari gosip yang baru di luncurkan Tia.
“Beneran ! Terus, cewenya malah nangis karena sedih udah buat para cowo itu bertengkar !”
“Halah, lalamulu itu cewe !” Timpal Rachel merasa cerita Tia cukup dramatis.
Lalamulu = Cerewet atau Omong kosong.
Nah, inilah kepintaran Tia. Informasinya selalu akurat dan tajam untuk didengar, terkadang membuatku menghela nafas karena saking lengkapnya.
“Selamat pagi anak – anak yang kucintai !” Suara mereka akhirnya tertutupi oleh pengarahan kepala sekolah yang baru saja dimulai.
Fokus pendengaranku beralih pada pengarahan kepala sekolah. Memulai salamnya pada pagi yang cerah ini, disaat kami selalu gagal berdoa agar hujan bisa turun. Doa yang buruk. Lalu bercerita tentang semangat beliau dulu yang sekolah tanpa mengenal lelah, melewati hutan belantara hanya untuk menimba ilmu hingga akhirnya, bisa menjadi kepala sekolah. Kemudian disambung dengan pengumuman kegiatan selanjutkan selama sepekan depan, dan terakhir adalah doa.
Paling aku hafal adalah pengarahan dari kepala sekolah ini, karena beliau sudah tiga kali dalam sebulan memberikan pengarahan dengan urutan yang sama dan ini ke-empat kalinya, yang berbeda hanya pengumumannya saja, karena dari osis atau guru lain.
***
“Oke, Pelajaran sampai sini, jangan lupa PR-nya dikerjakan, terima kasih.” Ibu Lena, wali kelasku, guru IPS telah selesai mengajar kurang lebih melewati batas jam istirahat hingga setengah jam.
Setengah jam yang tersisa, membuat teman – teman bergegas ke kantin. Mengisi perut – perut yang keroncongan sejak mendengar bunyi bel istirahat setengah jam yang lalu.
Aku menarik tangan Rachel lalu bersamanya segera keluar dari kelas.
“Putri, tunggu !”
Aku berhenti lalu menoleh ke arah sumber suara, Regina.
“Bisa gak aku ngomong bentar ?” Tanyanya sambil melirik Rachel.
Aku melepas tangan Rachel dan menyuruhnya untuk pergi terlebih dahulu dengan hidungku.
“Kenapa Gin ?” Tanyaku penasaran.
“Ngomongnya disana aja.” Regina menunjuk taman dekat kelas dengan hidungnya.
Aku mengangguk.
Regina menghampiri taman itu disusul aku yang mengekor dibelakangnya.
Sesampainya di taman, Regina membuka suara, “Kamu mau nggak masuk di geng kita ?”
Aku terdiam. Dan sedikit melongo, “Hah ?”
“Iya, ‘kan lumayan bisa dilindungi sama kakak kelas !” Tambahnya menawarkan.
“Makasih ya, Gin. Tapi, maaf ya, aku gak bisa.” Pintaku dengan sedikit takut dan ragu.
“Oh, Oke, aku ngerti, tenang aja !” Regina tersenyum kecil lalu mengacungkan jempolnya, “Sudah neh !” Pamitnya lalu kembali ke dalam kelas.
Aku terdiam kembali.
Sudah, gitu aja ?
Aku menghelas nafas lega kemudian tanpa berlama – lama segera pergi ke kantin, mengisi perut ku yang sudah kelaparan.
***