Matahari mulai muncul dari tempat persembunyiannya. Burung-burung berkicau satu sama lain. Embun pagi yang menempel di rerumputan mulai menetes perlahan. Orang-orang sudah memulai aktivitasnya masing-masing seperti berdagang dan berkebun.
Di kamar tidur Retia, sinar matahari mulai menyelinap masuk dari kaca jendela. Hangatnya yang lembut, membangunkan gadis itu dari mimpinya. Dia mendorong tubuhnya untuk bangun, lalu melangkah mendekati jendela.
Retia membuka gorden dengan cepat. Limpahan sinar matahari langsung membanjiri wajah dan tubuhnya. Dia sangat menikmatinya. Mungkin karena kekuatannya adalah api, dia merasa senang mendapat energi panas langsung dari sumbernya sendiri—matahari. Atau mungkin karena itulah kebiasaannya.
"Saatnya memulai hari baru" ia lalu mandi dan berganti baju. Tidak lupa membawa jaket hoodie-nya itu.
Dia sampai di ruang makan. Yang tersedia baru roti dan selai. Dia mengambil 2 lembar roti tawar dan diolesi dengan selai cokelat.
"Seperti biasa jika bangun sepagi ini, kau pasti tidak akan sarapan disini. Tidak bisakah kau menemani ayah sarapan?" Tuan Ren menghampiri putrinya.
"Maaf ayah, tapi aku ingin makan di Sacry Hapdee hari ini." jawabnya, mulutnya langsung penuh dengan roti selai. "Besok aku akan makan disini"
"Ya sudah, tapi sebelumnya ayah ingin bicara denganmu tentang urusan yang biasa"
Retia memikirkannya sebentar. Orang baru lagi, ya? pikirnya.
"Baiklah"
* * *
Di tempat lain, Lemmy juga sudah bangun dan bersiap. Penginapan yang ia tinggali bernama Sacry Hapdee. Bukan hanya menyediakan kamar sewa di lantai dua dan tiga, penginapan ini juga berupa restoran di lantai pertama. Menyediakan sarapan pagi bagi yang tidak sempat memasak dan langsung pergi bekerja atau hanya sekedar tempat kumpul untuk mengobrol.
Dia memilih meja di dekat jendela. Seorang pelayan mendekatinya. "Selamat pagi. Anda mau pesan apa hari ini?" ucapnya lalu memasang senyum.
Lemmy merasa terganggu dengan panggilan ‘Anda’. “Kelihatannya kita seumuran, jadi tidak perlu memakai bahasa formal seperti itu”
Pelayan itu terkesiap lalu dengan segera tertawa singkat, “Kalau begitu, kuperkenalkan diri dulu. Namaku Vinton Foggara, kau?”
“Lemmy Nashville” balasnya singkat dan tanpa ekspresi.
“Nashville? Jadi kau seorang-“
“Kurasa cukup perkenalannya. Aku ingin memesan makanan disini” Lemmy memotong ucapan Vinton.
“Ohh baiklah… jadi pesananmu?" dia sudah menyiapkan buku tulis kecil dan sebuah pulpen.
“Aku pesan ayam bakar dan koreto (sejenis masakan yang berupa sayuran). Minumannya air madu saja. Dan aku ingin segelas air putih juga."
"Sudah kucatat, akan segera kuantar" setelah menulis pesanan, ia segera pergi
Setelah menunggu cukup lama, akhirnya pesanannya sudah tiba. Tapi dia merasa aneh. Vinton membawa 2 baki di tangannya. Ada dua jenis makanan yang berbeda dari pesanannya yang ikut diletakkan di mejanya.
"Siapa yang memesan ikan goreng dan rinskei (potongan daging kelinci yang dimasak dengan banyak cabai)?"
"Oh itu, katanya pesanan Retia juga diantar disini"
"Retia?"
"Itu benar, aku yang memintanya. Terima kasih, Vin, kau boleh pergi" seseorang yang menutup kepalanya dengan hoodie tiba-tiba datang dan langsung duduk. Dia menbawa satu hidangan lagi dan segelas minuman di tangannya. Vinton lalu permisi untuk pergi.
Lemmy ingat gadis ini. Dia menatap orang yang tiba-tiba duduk di depannya dan asyik makan dengan tatapan kesal, aneh, dan bingung. Ini masih pagi, dan dia melihat seorang gadis menyantap tiga hidangan berbeda dengan sangat lahap. Sungguh, dia seperti orang yang tidak makan selama berhari-hari. Dan yang paling membuatnya merasa aneh adalah karena Retia tidak membuka tudungnya. Tapi Lemmy memendam rasa jengkelnya dan bertanya pertanyaan lain.
"Kau Retia, 'kan, Putri Ren Herodis? Kenapa kau tiba-tiba disini? Masih ada banyak meja kosong di ruangan ini. Makanan sebanyak ini dapat kau habiskan? Dan lagi, kenapa kau makan sambil menutup kepalamu dengan hoodie?" pertanyaan tanpa jeda langsung keluar dari mulutnya.
"Kau bertanya atau sedang menginterogasiku? Pagi-pagi sudah membanjiriku dengan hujan pertanyaan" Retia lalu meneguk minumannya.
"Tapi akan tetap kujawab: Ya, namaku Retia. Alasanku duduk meja ini karena ini adalah meja yang biasa kupakai dan-" dia menekankan kata 'dan'. "Aku tidak ingin di dekat orang-orang asing itu" ia menunjuk 3 orang laki-laki yang sedang mengobrol di sudut seberang. Mereka terlihat sedikit lebih tua dari Lemmy.
Lemmy tidak mengerti. "Tapi aku juga orang asing bagimu dan ‘kau’ juga orang asing bagiku”
"Itu benar, tapi ayah bilang kau bisa dipercaya"
Dia tambah tidak mengerti. Apa kaitannya dengan itu? Tapi dia memutuskan untuk berpikir dengan jernih dan memilih bungkam daripada bertanya lagi yang malah menimbulkan pertanyaan lain. Dia menyantap makanannya. Retia juga tidak terlihat terganggu.
Dalam pikirannya dia masih menyimpan pertanyaan bagi gadis di depannya. Entah kenapa, sosok Retia ini masih terkesan misterius baginya.
Tunggu dulu, bukankah ini kesempatanku? Kalau aku berteman dengannya, aku pasti bisa mendapata informasi dengan mudah, ucap Lemmy dalam hati.
"Setelah ini, kau mau kemana?"
Gadis itu terheran, "Aku? Aku akan pergi toko hewan. Mau membeli makanan ikan"
"Boleh kutemani? Aku tidak punya pekerjaan setelah ini. Desa ini juga masih baru untukku"
"Tentu saja, boleh. Akan kutunjukkan tempat-tempat yang menarik" jawab Retia dengan penuh semangat.
Mereka segera menyelesaikan sarapan.