"Jadi namamu Lemmy Nashville. Disini tertulis kau dari Desa Clairoden. Itu lumayan jauh, untuk anak-anak sepertimu" kata laki-laki yang bernama Ren Herodis ketika melihat lembar identitas yang sudah diisi Lemmy. Dia memiliki rambut cokelat muda yang dikucir pendek di belakang. Matanya tajam, terpaku pada pemuda di depannya seperti sedang memikirkan sesuatu.
"Anda ingin bertanya kenapa saya datang kesini, 'kan?" tanya Lemmy karena sudah terbiasa ditanya seperti itu. Suaranya terdengar malas, tatapannya tajam tapi rapuh.
Ren Herodis atau yang biasa dipanggil ‘Tuan Herodis’ atau ‘Tuan Ren’ terkejut mengetahui Lemmy dapat mengerti apa yang dipikirkannya. "Ah..i-iya" katanya dengan terbata.
"Aku hanya mencari seseorang"
"Kalau boleh tahu, siapa yang kau cari?"
Dia sedikit ragu menjawab, "Dia saudari dari temanku. Kalau Anda mengenalnya, emm, namanya Re-" belum selesai bicara, terdengar suara pintu terbuka.
Seseorang berhoodie memasuki ruangan. Jaketnya yang hitam terlihat berantakan. Wajahnya tidak terlalu kelihatan. Namun, Lemmy dapat melihat rambut orang itu yang menjuntai ke bahu. Rambut merah? Jarang sekali, pikirnya.
"Ada apa, Retia?" tanya Tuan Ren.
Retia? Namanya Retia? Lemmy terkejut lalu memandangnya dengan penasaran.
"Aku mau minta maaf atas tindakanku tadi. Aku kehilangan kendali" suara gadis itu terdengar pelan.
"Tidak apa. Aku mengerti kenapa kau melakukannya. Sekarang istirahatlah di kamar" jawabnya dengan lembut.
"Baiklah" Ia lalu pergi. Lemmy masih menatapnya hingga pintu tertutup.
"Dia putriku. Namanya Retia M. Herodis. Dia sebaya denganmu"
Putri? Kalau begitu bukan 'Retia' yang kumaksud, pikirnya. "Begitu ya?" ucapnya dengan kecewa. "Kalau begitu aku permisi"
Begitu Lemmy pergi dari ruangan itu, Tuan Ren baru menyadari sesuatu. "Aah dia tidak jadi menyebut nama orang yang dicarinya. Ya, sudahlah, nanti saja kutanya lagi" dia lalu melanjutkan kembali tugasnya.
"Hahh... minggu ini cukup banyak orang yang mendaftar sebagai warga baru. Kapan tugasku berakhir?" gerutunya dengan kesal sambil membereskan tumpukan kertas di mejanya. Seperti biasa, desanya, Desa Grode yang terkenal dengan keramahtamahannya, membiarkan siapapun diijinkan menjadi bagian dari desa ini.
* * *
Lemmy sudah mendapat tempat menginap yang baru. Rencananya dia akan disana sampai rumah barunya selesai dibuat. Sudah sejak dulu, dia berencana untuk menetap di suatu desa untuk mencari informasi. Waktunya tidak menentu, paling lama bisa sampai 1 tahun. Surat bukti dirinya terikat menjadi warga desa pun sudah menumpuk banyak. Kalau untuk uang, ia tidak perlu khawatir. Ia membawa banyak barang berharga yang terbilang sangat mahal dan kalaupun ia kekurangan, ada orang yang bersedia membayar banyak untuknya karena alasan tertentu. Tapi pilihan kedua itu sampai saat ini belum digunakannya.
Malam yang tenang membuatnya merasa damai. Ia merebahkan diri di atas kasur empuk di sebuah penginapan. Matanya menatap ke langit-langit, terbayang lagi ingatannya bersama Shiva.
Saat itu, setelah mendengar alunan nada piano dari Shiva, Lemmy bertanya sesuatu.
"Shiva, apa yang kau inginkan sebagai hadiah ulang tahunmu yang ke-10?"
"Apa?"
Lemmy menjadi gugup, "Bukan maksudku untuk tidak memberimu kejutan. Lagipula aku tidak suka kejutan"
Shiva menatapnya dengan bingung.
"Bu-bukan itu juga maksudku, aku hanya... aku… bingung apa yang kau sukai" ucapnya lagi dengan malu-malu.
Dia malah tertawa mendengarnya.
"Kenapa kau tertawa?" tanya Lemmy dengan kesal.
Shiva berhenti tertawa. Dia membelai rambut temannya itu dengan lembut. Wajah kesalnya telah memudar. Pasti ini kebiasaan yang dilakukannya untuk menghibur Lemmy ketika kesal maupun ketika sedih.
"Hadiah apapun yang kau berikan, aku pasti menyukainya. Jadi jangan marah, ya?!”
Itu membuat perasaan Lemmy menjadi lebih baik. Diam-diam di tersenyum tipis “Benarkah?”
"Ya. Tapi, sebenarnya ada hal yang sangat aku inginkan saat ini" Shiva dengan matanya yang hitam memandang ke luar jendela.
"Oh iya? Apa?"
Sorotan mata Shiva menjadi sedih. "Aku rindu saudariku, Retia, sudah lama aku tidak melihatnya"
"Kalau begitu kau harus menemuinya" balas Lemmy dengan polos.
"Itu tidak mungkin" ia menunduk sedih. "Dia menghilang"
"Apa?!" Lemmy terkejut hingga berdiri. “Bagaimana bisa?!”
"Dia pasti dibawa orang itu. Orang jahat itu memisahkan kami" kepalan tangannya menguat dan gemetar. Wajahnya kesal dan marah.
Lemmy tidak tahu harus melakukan apa. Dia tidak seperti Shiva yang selalu dapat membuatnya tenang. Dia bahkan bertanya-tanya apakah dirinya dapat menenangkan hati gadis yang disukainya ini. Tiba-tiba sebuah gagasan terlintas di pikirannya.
"Kalau begitu aku berjanji padamu" ucapnya dengan lantang. Dia berhasil menyita perhatian Shiva. "Aku akan mencari dan menemukan saudarimu. Aku tidak peduli itu membutuhkan waktu yang lama atau bahkan hingga seumur hidupku. Aku akan menemukan Retia Mayfair”
Gadis berambut putih itu tersenyum kembali. "Kalau begitu, bisakah kau janjikan satu hal lagi?"
Lemmy langsung mengangguk setuju.
Shiva mengulurkan jari kelingkingnya ke depan. "Berjanjilah: kau akan selalu menjadi tameng pelindung bagi Retia. Lindungi dan jauhkan dia dari orang-orang jahat yang ada disekitarnya"
Meski awalnya bingung, dia akhirnya mengulurkan tangan. "Baiklah" jari kelingking mereka saling merangkul.
"Ini janji kelingking. Jangan pernah melanggarnya!"
"Tidak akan" ia menggeleng cepat.
Ingatan itu sudah berakhir. Sambil menatap langit-langit yang gelap, dia mengangkat jari kelingkingnya.
"Janji yang sudah kubuat denganmu tidak akan pernah kuingkari"
Dia lalu mengambil kotak kecil dari balik saku jaketnya. Memandangi kotak itu dengan tatapan serius.
"Ini sudah 5 tahun, dan aku akan terus mencari" gumamnya.
Hari sudah malam. Kegelapan di luar penginapan sudah menyebar ke seluruh desa. Dan dibawah bayang-bayang bangunan, beberapa orang sedang mengamati mansion keluarga Herodis. Seseorang berdiri di depan yang lainnya.
"Sebentar lagi kita akan akhiri misi ini" seringai jahat tampak jelas meski wajahnya tidak terlihat.